Anda di halaman 1dari 2

Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi.

Secara politik dia mampu


mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil
merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain di masa raja-raja
sebelumnya, dengan reformasi politiknya.

Kemajuan di bidang keagamaan

Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa khafilah-khafilah sebelumnya yang
senantiasa memaksakan agar Syi’ah menjadi agama negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi.
Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang Sunni dapat hidup bebas mengerjakan
ibadahnya, Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran
agama dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia di
kota Isfahan.

Kemajuan di bidang ekonomi

Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan
perekonomian Safawi, terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumurun diubah
menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan
barat yang bisa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Prancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan
Safawi. Di samping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor
pertanian terutama di daerah bulan sabit subur (fortile crescent).

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan seni

Dalam sejarah Islam, bangsa Persia terkenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada
masa Kerajaan Syafawi, khususnya ketika Abbas I berkuasa, tradisi keilmuan terus berkembang.
Berkembangnya ilmu pengetahuan masa Kerajaan Syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar
bahwa kaum Syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum Syi’ah tidak seperti
kaum Sunni yang mengatakan bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum Syi’ah
tetap berpendirian bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya.

Pada masa ini muncullah beberapa filosof antara lain; Ilmuwan yang melestarikan pemikiran-
pemikiran Aristoteles, Al-Farabi adalah Mir Damad alias Muhammad Bagir Damad (W. 1631 M)
dengan menulis buku filsafat dalam dua bahasa yaitu Arab dan persia, diantaranya yang terkenal
qabasat dan taqdisat. Selain itu ada filosof yang terkenal yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, yang selalu
hadir di majlis istana, begitu juga dengan Syah Abbas I yang sangat mendukung kegiatan tersebut.
Adapun di bidang seni, kemajuan dalam bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah
bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah,
rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga
diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat sejumlah
162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam
bentuk kerajinan tangan, keramik, permadani dan benda seni lainnya. Serta ada peninggalan masjid
Shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M.
Sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi

Seiring dengan perjalanan waktu, kerajaan Safawi, lama kelamaan mengalami masa- masa
kemunduran, yang disebabkan antara lain:

Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Utsmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang
bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Utsmani, sehingga tidak pernah ada
perdamaian antara dua kerajaan besar ini.

Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan Safawi. Raja Sulaiman yang
pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun
ssmenyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.

Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan
yang tinggi seperti semangat Qizilbash . Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental
karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek
kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan
Safawi.

Sering terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Krisis
abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern. Hampir diseluruh wilayah
muslim, periode pramodern yang berakhir dengan Intervensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan
pembentukan beberapa rezim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik
bangsa Eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama.
Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi Persia
perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq
atau unsure unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah
yang kohesif, monolitik dan mandiri.

REFERENSI:

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010)

Ajib Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004)

Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang)

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Anda mungkin juga menyukai