Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

TENTANG MODEL KEPERAWATAN GERONTIK

DI SUSUN OLEH :

ISRA HAYATI OKTAVIA LISNI

213310728

DOSEN PENGAMPU :

PRODI SARJANATA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Adapun makalah yang kami buat ini berjudul “Model Koseptual”.

Mungkin apa yang kami hasilkan ini bukanlah yang terbaik, namun kami
berharap ini bisa bermanfaat. Kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan masukan, komentar, kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak guna perbaikan di masa yang akan datang.

Padang,18 Januari 2024

Isra Hayati Oktavia Lisni

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1

1.3 Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.............................................................................................................................3

2.1 Pengertian dari CA Kolon.................................................................................................3

2.2 Faktor Resiko CA Kolon...................................................................................................4

2.3 Tanda dan Gejala CA Kolon.............................................................................................7

2.4 Cara Deteksi Dini CA Kolon............................................................................................7

2.5 Klasifikasi Stadium CA Kolon.......................................................................................11

2.6 Penatalaksanaan CA Kolon.............................................................................................12

2.7 Pencegahan CA Kolon....................................................................................................15

2.3 Analisis Jurnal Terkait CA Kolon....................................................................................7

BAB III.........................................................................................................................................16

PENUTUP....................................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................16

3.2 Saran................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma kolon ( ca colon ) adalah suatu bentuk keganasan dari


masa abnormal/ neoplasma yang muncul dari jaringan ephitel kolon
(Haryono, 2010). Kanker kolorektal ditunjukkan pada tumor ganas yang
ditemukan di kolon dan rektum (Penzzoli dkk, 2007).

Ca Colon merupakan salah satu penyakit kanker dengan prevalensi


kejadian yang cukup tinggi. Hal tersebut didukung oleh data dari
Globocan (2012) yang menyatakan bahwa insiden kejadian kanker
kolorektal diseluruh dunia menempati urutan ketiga yaitu 9,7% atau
sebanyak 1.360 jiwa dari 100.000 penduduk. Dan menduduki peringkat
keempat sebagai penyebab kematian terbesar diseluruh dunia yaitu 8,5%
atau 694 jiwa dari 100.000 penduduk. Di Indonesia sendiri angka kejadian
Ca Colon menempati urutan ketiga terbanyak menurut Depkes dengan
jumlah kasus 1,8 dalam 100.000 penduduk ( Haryono, 2012). Setidaknya
pada setiap tahunnya sekitar 1.666 orang meninggal akibat kanker
kolorektal (Rahmianti, 2013).

1.2 Rumusan Masalah

A. Apakah Pengertian dari CA Kolon ?


B. Apasajakah Faktor Resiko CA Kolon?
C. Bagaimanakah Tanda dan Gejala CA Kolon?
D. Bagaimanakah Cara Deteksi Dini CA Kolon?
E. Berapakah Klasifikasi Stadium CA Kolon?
F. Bagaimanakah Penatalaksanaan CA Kolon?
G. Bagaimana Cara Penecgahan CA Kolon?
H. Apakah ada Jurnal Yang mendukung Terkait CA Kolon?

1
1.3 Tujuan

A. Tujuan Umum

Tujuan Umum dari makalah ini untuk mengetahui tentang


“Mengetahui terkait CA KOLON”.

B. Tujuan Khiusus
1. Agar pembaca mengetahui tentang Apakah Pengertian dari
CA Kolon
2. Agar pembaca mengetahui tentang Apasajakah Faktor
Resiko terkait CA Kolon
3. Agar pembaca mengetahui tentang Bagaimanakah Tanda dan
Gejala dari CA Kolon
4. Agar pembaca mengetahui tentang Bagaimanakah Cara
Deteksi Dini CA Kolon
5. Agar pembaca mengetahui tentang Berapakah Klasifikasi
Stadium CA Kolon
6. Agar pembaca mengetahui tentang Bagaimanakah
Penatalaksanaan CA Kolon
7. Agar pembaca mengetahui tentang Bagaimanakah Cara
Penecgahan CA Kolon
8. Agar pembaca mengetahui tentang Apakah ada Jurnal Yang
mendukung Terkait CA Kolon

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Model Konseptual Keperawatan Henderson

A. Pengertian Model Konseptual Keperawatan Henderson

Kanker kolorektal (colo-rectal carcinoma) atau disebut juga kanker


usus besar adalah kanker yang terjadi ketika sel-sel abnormal tumbuh pada
lapisan kolon atau rektum. Pada umumnya, kanker kolorektal jarang
ditemukan sebelum usia 40 tahun. Resiko terjadinya kanker kolorektal
akan meningkat pada usia 50 tahun. Gejala adanya tumor pada kolon
biasanya ditandai dengan adanya polip yang memiliki resiko kanker.
Kanker kolorektal biasanya berkembang di dalam dinding kolon dan
rektum dan tumbuh secara perlahan-lahan selama kurun waktu 10 sampai
20 tahun. Sekitar 96% penyebab kaker kolorektal adalah adenocarcinomas
yang berkembang dari jaringan kelenjar (Alteri, et al, 2017:3).

Kanker tumbuh di dalam usus besar dan dapat menembus dinding


kolon atau rektum. Kanker yang telah menembus dinding juga dapat
menembus darah atau kelenjar getah bening (lymph vessels). Sel kanker
pada umumnya pertama kali menyebar ke kelenjar getah bening di dekat
sel kanker tersebut. Kelenjar getah bening memiliki struktur seperti kacang
yang membantu melawan infeksi. Sel-sel kanker tersebut dapat terbawa
oleh pembuluh darah (blood vessel) ke hati, paruparu, rongga perut,
ovarium, maupun ke organ lainnya (Alteri, et al, 2017:4).

Pada saat stage 0 atau normal tidak ditemukan adanya kanker yang
tumbuh pada kolon atau rektum. Pada tahap stage 1 sel kanker telah
tumbuh pada dinding kolon atau rektum, kemudian pada stage 2 sel kanker
mulai menyebar ke dalam lapisan otot dari kolon atau rektum, belum

3
menyebar ke kelenjar getah bening. Kanker menyebar ke salah satu atau
lebih kelenjar betah bening pada tahap stage 3, dan pada stage 4 kanker
telah menyebar ke bagian tubuh lainnya seperti hati, paru-paru, atau
tulang.

2.2 Faktor Resiko CA Kolon

Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan kanker


kolorektal merupakan interaksi berbagai faktor yakni faktor lingkungan
dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang multipel bereaksi terhadap
predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi
kanker kolorektal (Zahari, 2007:99).

Penyebab pasti kanker kolorektal belum diketahui. Penelitian


menunjukkan bahwa orang yang memiliki resiko tertentu terserang kanker
kolorektal. Faktor resiko adalah sesuatu yang meningkatkan kemungkinan
berkembangnya suatu penyakit (Setianingrum, 2014:13). Berikut beberapa
faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya kanker kolorektal:

a. Usia

Resiko kanker kolorektal naik seiring bertambahnya usia.


Rata-rata usia yang terdiagnosa kanker kolon adalah 68 tahun
untuk laki-laki dan 72 tahun untuk perempuan, sedangkan untuk
kanker rektum adalah 63 tahun untuk laki-laki maupun
perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 90% dari
orang yang didiagnosa terkena kanker kolorektal berusia 50 tahun
ke atas (Alteri, et al, 2017:6).

b. Faktor Genetik

Sekitar 20% kasus kanker kolorektal memiliki riwayat


familial. Anggota keluarga tingkat pertama (first-degree) pasien
yang baru didiagnosa kanker kolorektal memiliki peningkatan
resiko kanker kolorektal. Suseptibilitas genetik terhadap kanker

4
kolorektal meliputi sindrom Lynch atau hereditary nonpolyposis
colorectal cancer (HNPCC) dan familial adenomatous polyposis.
Oleh karena itu, riwayat keluarga perlu ditanyakan pada semua
pasien kanker kolorektal (Basir, et al, 2000:9).

c. Kelebihan Berat Badan (Obesitas)

Lebih dari 20 penelitian, mencakup lebih 3000 kasus secara


konsisten mendukung bahwa terdapat hubungan positif antara
obesitas dan kejadian kanker kolorektal. Terjadi kenaikan resiko
15% kejadian kanker kolorektal pada orang yang overweight
(BMI > 25,0 Kg/m2 ) disbanding berat badan normal (BMI >
18,5-25,0 Kg/m2 ) dan resiko meningkat menjadi 33% pada
obesitas (BMI > 30 Kg/m2 ) disbanding berat badan normal
(Zahari, 2007:102).

d. Riwayat Penyakit

Suatu penyakit dapat memicu munculnya penyakit-penyakit


lainnya, begitupun dengan kanker kolorektal yang dapat dipicu
oleh beberapa penyakit. Berikut beberapa riwayat penyakit
seseorang yang dapat memicu terjadinya kanker kolorektal:

1. Penyakit Polip Kolon

Polip adalah pertumbuhan jaringan yang


berkembang pada lapisan usus besar atau rektum yang
dapat menjadi kanker (Alteri, et al, 2017:3). Terdapat
beberapa jenis polip, yaitu polip adenomatous atau
adenoma, polip hyperplastic, dan polip inflamasi. Polip
adenoma merupakan polip yang dapat berubah menjadi
kanker, sedangkan polip inflamasi dan hyperplastic
bukan prekanker. Namun apabila hyperplastic tumbuh
pada kolon sisi sebelah kanan maka dapat menimbulkan
kanker (Siregar, 2007:4).

2. Penyakit Radang Usus

5
Penyakit radang usus adalah suatu kondisi dimana
usus besar yang meradang selama jangka waktu yang
lama. Pasien yang terkena radang usus besar dalam
jangka waktu yang lama akan mengembangkan
dysplasia. Dysplasia merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan sel-sel lapisan usus besar atau
rektum yang terlihat normal (tetapi tidak seperti sel
kanker sebenarnya) jika dilihat dari mikroskop.
Selanjutnya jika radang dibiarkan maka sel-sel ini akan
berubah menjadi kanker (Japerson, et al, 2010:336).

3. Penyakit Diabetes

Banyak penelitian yang menemukan hubungan


antara diabetes dan peningkatan resiko kanker kolrektal.
Ciri-ciri fisik yang ditunjukkan oleh penderita diabetes
(tipe 2) hampir sama dengan penderita kanker, seperti
aktifitas fisik, indeks massa tubuh, dan lain-lain. Tetapi
hal ini lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita
(Alteri, et al, 2017:14).

e. Diet

Masih terdapat kontroversi hasil penelitian epidemiologi,


dan eksperimental pada binatang percobaan dan penelitian klinik
hubungn antara diet tinggi lemak, protein kalori dan daging (baik
daging merah maupun daging putih) dengan peningkatan insiden
kanker kolorektal. Di satu kelompok menunjukkan bahwa faktor
tersebut berperan secara bermakna, sementara kelompok lain
tidak menujukkan peran yang bermakna. Akan tetapi yang jelas
faktor-faktor tersebut tidak ada berefek protektif. Atas dasar itu
disimpulkan bahwa penelitian epidemiologi, eksperimental pada
binatang, dan penelitian klinik memberikan kesan bahwa diet
tinggi lemak, protein, kalori, dan daging merah dan putih

6
berhubungan dengan kenaikan insiden kanker kolorektal (Zahari,
2007:100-101).

f. Konsumsi Alkohol

Dampak buruk dari konsumsi alkohol akan mengenai


berbagai organ di dalam tubuh, yaitu otak, pencernaan dari mulut
sampai usus besar, liver, pankreas, dan otot tulang. Alkohol dapat
menyebabkan peradangan kronis pada saluran pencernaan,
menimbulkan erosi sampai tukak usus dan selanjutnya akan
menyebabkan perubahan struktur dalam usus sampai berubah
menjadi sel ganas atau kanker (Judarwanto, 2006:92).

g. Merokok

Meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan


merokok dengan kejadian kanker kolorektal, tetapi penelitian
terbaru perokok jangka lama (periode induksi 30-40 tahun)
mempunyai resiko relatif tinggi berkisar 1,5-3 kali. Merokok
berhubungan dengan kenaikan resiko terbentuknya adenoma dan
juga kenaikan resiko perubahan adenoma menjadi kanker
kolorektal (Zahari, 2007:103).

2.3 Tanda dan Gejala CA Kolon

Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai dengan perubahan


kebiasaan buang air besar. Gejala tersebut meliputi (Alteri, et al,
2017:13):

a. Diare atau sembelit.


b. Sering merasa bahwa usus tidak kosong.
c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di
feses.
d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya.

7
e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perut terasa
penuh (kembung).
f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.
g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.
h. Mual atau muntah.
Gejala-gejala tersebut biasanya bukan merupakan gejala kanker pada
umumnya, tetapi merupakan gejala penyakit lainnya dan biasa dirasakan
oleh seseorang. Jika terdapat seseorang yang merasakan gejala tersebut,
seharusnya diperlukan diagnosa dokter supaya dapat ditangani sedini
mungkin, karena biasanya gejala kanker dini tidak menumbulkan rasa
sakit.

2.4 Deteksi Dini CA Kolon

Deteksi dini dan diagnosis pada penatalaksanaan kanker kolorektal


memiliki peranan penting dalam memperoleh hasil yang optimal yakni
meningkatnya survial dan menurunnya tingkat morbiditas dan mortalitas
para penderita kanker kolorektal. (Zahari, 2007:104).

Apabila penyakit kanker diketahui pada stadium awal, maka peluang


untuk sembuh dari penyakit semakin besar. Terdapat berbagai macam cara
untuk mendeteksi adanya kanker kolorektal pada pasien, diantaranya
(Alteri, et al, 2017:19-21):

a. Pemeriksaan Colok Dubur

Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien


dengan jegala anorektal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menetapkan keutuhan sfingter ani dan menetapkan ukuran dan
derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal.
Terdapat 2 gambaran khas pemeriksaan colok dubur, yaitu
indurasi dan penonjolan tepi, yang dapat berupa:

8
1) Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi
seperti cakram yaitu suatu plateau kecil dengan
permukaan yang licin dan berbatas tegas.
2) Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih
lunak, tetapi umumnya mempunyai beberapa daerah
indurasi.
3) Suatu bentuk khas dari ulkus malina dengan tepi
noduler yang menonjol dengan suatu kubah yang
dalam.
4) Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai
pertumbuhan bentuk cincin.

b. Screening

Screening kanker kolorektal adalah proses mencari sel


kanker atau prakanker pada orang yang tidak memilki gejala
penyakit. Dari waktu sel-sel abnormal pertama mulai tumbuh
menjadi polip, biasanya membutuhkan waktu sekitar 10 dampai
15 tahun polip tersebut berkembang menjadi kanker kolorektal.
Screening yang dilakukan secara rutin dapat mencegah kanker
kolorektal. Hal ini dikarenakan polip yang ditemukan dapat
disembuhkan dan dihilangkan sebelum berubah menjadi sel
kanker. Proses screening juga dapat digunakan untuk
menemukan sel kanker sedini mungkin, sehingga kanker
berpeluang besar untuk sembuh. Screening dapat dilakukan
secara rutin pada usia 50 tahun, pada orang yang memiliki

9
riwayat keluarga terkena kanker, dan orang yang memilki faktor
resiko kanker.

c. Flexible Sigmoidoscopy

Proses ini dilakukan dengan melihat salah satu bagian dari


usus besar dan rektum dengan sigmoidoscopy fleksibel, alat ini
memiliki lampu pada tabung yang berukuran setebal jari dengan
kamera kecil pada ujung alat. Alat ini dimasukkan melalui
rektum dan bagian bawah usus besar. Gambar itu akan terlihat
pada layar monitor. Dengan menggunakan sigmoidoscopy maka
dokter dapat melihat bagian dalam rektum dan usus besar untuk
mendeteksi kelainan apapun. Karena sigmoidoscopy berukuran
60 cm, maka dokter dapat melihat seluruh rektum tetapi hanya
dapat melihat setengah bagian dari usus besar.

d. Double Contrast Barium Enema (DCBE)

Pendeteksi kanker menggunakan DCBE ini menggunakan


barium dengan kontras udara. Barium sulfat merupakan cairan
berkapur, dan udara digunakan untuk menguraikan bagian
dalam usus besar dan rektum untuk mencari daerah yang
mengandung sel abnormal. Jika terdapat daerah yang
mencurigakan pada tes ini yang dilihat menggunakan sinar X
maka dilakukan tes Colonoscopy untuk mengetahui penyakit
lebih lanjut. Dengan kata lain tes ini hanya dapat membantu
dokter untuk mengetahui posisi sel abnormal.

e. CT-Scan

CT-Scan adalah sinar X yang menghasilkan gambar


penampang rinci tubuh. Jika pada tes sinar X, gambar yang
diambil hanya dari satu arah. Pada CT scan, terdapat banyak
gambar yang dapat diambil dari berbagai arah. Lalu
gambargambar irisan bagian tubuh ini akan digabungkan untuk
dipelajari kembali oleh dokter. Terdapat dua jenis CT

10
colonography, yaitu dengan dua dimensi dan tiga dimensi. Tes
ini memungkinkan dokter mencari polip atau kanker.

f. Colonoscopy

Pada tes ini, dokter melihat seluruh panjang usus besar


dan rektum dengan colonoscope. Colonoscope adalah versi lama
dari sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui rektum ke
dalam usus besar. Colonoscope memiliki kamera video di ujung
yang terhubung ke display sehingga dokter dapat melihat dan
meneliti bagian dalam usus besar. Dengan alat colonoscopy
dapat dilakukan deteksi dan pembuangan polip serta biopsi
kanker selama pemeriksaan.

g. Tes Darah Tinja

Tes ini untuk mencari darah samar (darah yang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang) dalam tinja. Tes ini dilakukan
karena jika seseorang terkena polip atau kanker kolorektal maka
pembuluh darah di permukaan sering rapuh dan mudah rusak
oleh berlalunya feses.

h. Carcinoembryonic Antigen (CEA)

CEA adalah zat yang ditemukan dalam darah beberapa


orang yang sudah terkena kanker kolorektal. Dokter
menggunakan tes ini untuk mengetahui perkembangan penyakit
sebelum pengobatan dimulai. Tes ini memudahkan dokter untuk
mengambil tindakan lanjut dari pengobatan.

2.5 Klasifikasi Stadium CA Kolon

Menurut National Cancer Institute (2006:12), klasifikasi stadium


kanker kolorektal dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ ): kanker hanya terdapat pada


lapisan terdalam rektum, belum menembus ke luar dinding.

11
b. Stadium I : sel kanker telah tumbuh pada dinding dalam kolon
atau rektum, tetapi belum menembus ke luar dinding.
c. Stadium II : sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot
dari kolon atau rektum, tetapi sel kanker di sekitarnya belum
menyebar ke kelenjar getah bening.
d. Stadium III : kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar
getah bening di daerah tersebut, tetapi tidak ke bagian tubuh
yang lain.
e. Stadium IV : kanker telah menyebar di bagian lain dari tubuh,
seperti hati, paruparu, atau tulang.
2.6 Penatalaksanaan CA Kolon
 Bedah

Tindakan bedah bertujuan untuk mengangkat tumor


primer/utama. Pada pasien dengan penyakit lanjut, tindakan bedah juga
dilakukan untuk mengangkat lesi metastatik.

Seberapa luas tindakan bedah terhadap tumor primer akan


bergantung pada penyebaran lokal tumor. Pada eksisi sederhana, tumor
diangkat secara lokal dari lapisan dalam superfisial dari dinding usus.
Ketika kanker berkembang dari suatu polip, seluruh polip akan
diangkat, prosedur ini disebut polipektomi . Pada reseksi segmental,

12
segmen usus tempat lokasi tumor berada diangkat secara bedah dan
ujungujung usus akan disambung kembali.

Reseksi yang terstandardisasi saat ini dipandang lebih sesuai


dibandingkan reseksi segmental pada pengobatan kanker kolon.
Bergantung pada lokasi tumor, reseksi terstandardisasi tersebut terdiri
atas pengangkatan kolon asendens (hemikolektomi kanan) atau kolon
desendens (hemikolektomi kiri) atau kolon sigmoid (reseksi sigmoid).
Hemikolektomi kanan dan kiri terkadang meluas ke kolon transversum
dan ini disebut dengan hemikolektomi extended (kanan atau kiri).
Segmen usus yang berhubungan juga diangkat bersama dengan
kelenjar getah bening regional dan bagian mana pun dari organ sekitar
yang terinvasi oleh tumor. Pengangkatan dari setidaknya 12 kelenjar
getah bening regional perlu dilakukan untuk mendapatkan staging
yang akurat. Ahli bedah juga akan mempertimbangkan untuk
mengangkat struktur pemasok darah dan dengan demikian batas
pengambilan tumor dapat menjadi lebih luas. Pada kasus kanker
rektum,seluruh rektum, bersama dengan mesorektum yang
mengandung kelenjar getah bening regional akan diangkat, prosedur
ini disebut dengan eksisi mesorektum total (TME).

Biasanya, Ujung-ujung usus yang sehat akan dihubungkan


kembali saat operasi awal (disebut dengan anastomosis). Ketika
dilakukan eksisi mesorektum total pada kanker rektum, maka
dilakukan anastomosis kolo-anal. Namun, pada pasien tertentu, ahli
bedah perlu membuat penghubung sementara antara usus halus atau
besar dan dinding perut, yang disebut ileostoma atau kolostoma. Stoma
biasanya bersifat sementara, tapi pada beberapa pasien dapat menjadi
permanen, terutama pada pasien yang dilakukan pembedahan karena
adanya kanker pada bagian lebih bawah dari rektum.

Pada kanker rektum, eksisi lokal dapat dilakukan dengan


menggunakan teropong pembesar yang dimasukkan melalui anus ke
dalam rektum. Prosedur ini disebut bedah mikro endoskopi trans anal

13
dan memerlukan keahlian khusus. Untuk tumor kolon, eksisi sederhana
dan polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan kolonoskop.

Reseksi bedah dapat dikerjakan dengan laparotomi, tetapi juga


dapat dengan laparoskopi. Laparotomi merujuk pada suatu tindakan
bedah terbuka, artinya bahwa ahli bedah membuat sayatan besar pada
perut untuk tindakan operasi. Saat dilakukan laparoskopi, selang kecil
bercahaya dan instrumen dimasukkan melalui 3 atau 4 sayatan kecil
pada perut. Setelah laparoskopi, pasien menjalani waktu pemulihan
lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan setelah tindakan laparotomi.

Ketika kanker menyeb abkan sumbatan pada usus, ahli


bedah mungkin perlu untuk membuka sumbatan tersebut dan
membiarkan usus pulih dengan cara memasukkan stent/tabung dari
logam atau melakukan kolostomi. Stent adalah suatu tabung yang
diletakkan di usus pada lokasi tumor untuk membuka jalur usus yang
alami. Ketika kolostomi dilakukan, usus sehat yang berada di atas
lokasi tumor disambungkan secara langsung ke kulit perut dan bagian
ujung bawah usus ditutup; tinja dapat keluar dari tubuh melalui jalur
baru ini dan tinja akan terkumpul dalam kantong plastik yang melekat
pada kulit. Pembukaan baru ini disebut stoma. Biasanya, stoma bersifat
sementara, artinya bahwa –ketika tumor dipotong dan usus sudah
memiliki waktu untuk sembuh - operasi kedua dilakukan untuk
menyambung kedua ujung usus (anastomosis), dan untuk menutup
stoma. Stoma dapat menjadi permanen pada beberapa pasien (misalnya
pasien dengan posisi tumor yang sangat di bawah pada rektum).

 Kemoterapi

Kemoterapi bertujuan untuk membunuh atau mencederai sel


tumor. Kemoterapi diberikan secara oral atau melalui pembuluh
darah, dan dengan demikian bekerja secara sistemik. Kemoterapi
andalan untuk kanker kolorektal adalah pengobatan dengan obat yang
dinamakan fluoropyrimidin, diberikan sebagai terapi tunggal (disebut

14
monoterapi), atau kombinasi dengan obat lain (disebut terapi
kombinasi).

Fluoropirimidin yang digunakan adalah 5-fluorouracil (5-FU)


yang diberikan secara intravena, dan capecitabine atau tegafururacil
(UFT), yang diberikan secara oral. Fluoropirimidin biasanya
diberikan dalam kombinasi dengan leucovorin (LV), yang dikenal juga
sebagai asam folinat, suatu obat yang memperkuat efisiensi
fluoropirimidin. Umumnya, 5-FU diberikan dengan LV, yang disingkat
dengan 5-FU/LV. Pada kemoterapi kombinasi, fluoropirimidin
dikombinasikan dengan obat kemoterapi lain seperti oxaliplatin atau
irinotecan.

C. Radioterapi

Radioterapi bertujuan untuk membunuh sel tumor melalui


iradiasi pengion. Radioterapi digunakan secara tunggal atau dalam
kombinasi dengan kemoterapi (kemoradioterapi), saat sebelum operasi
pada kanker rektal stadium tertentu. Operasi biasanya dikerjakan 6-8
minggu setelah kemoradioterapi selesai. Pada kanker rektum,
radioterapi dan kemoradioterapi direkomendasikan untuk diberikan
sebelum operasi apabila memungkinkan. Radioterapi atau
kemoradioterapi pascaoperasi diperuntukkan bagi pasien tertentu
dengan kanker rektum yang memiliki tingkat rekurensi tinggi dan
pasien yang belum menerima radioterapi sebelum tindakan operasi.
Pada pusat layanan kesehatan yang berpengalaman, brakiterapi atau
teknik kontak khusus dapat digunakan sebagai alternatif dari
pembedahan lokal (dengan atau tanpa kemoradioterapi adjuvan) untuk
jenis kanker rektum tertentu.

2.7 Pencegahan CA Kolon

A. Mengonsumsi Lebih Banyak Makanan Bergizi

Salah satu cara terbaik mencegah kanker kolon yang dapat


dilakukan adalah dengan mengonsumsi lebih banyak makanan bergizi.

15
Sebuah penelitian tahun 2015 menemukan bahwa mengonsumsi lebih
banyak makanan bergizi dapat menurunkan risiko kanker kolon sebesar
49%. Oleh karena itu, dengan mengonsumsi lebih banyak makanan bergizi
akan menutrisi sel-sel di dalam tubuh. Ketika nutrisi dalam tubuh
terpenuhi, maka risiko menderita kanker kolon dan kanker lainnya akan
menurun. Makanan bergizi yang mengandung banyak nutrisi antara lain
buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian.

B. Membatasi Konsumsi Daging Merah dan Daging Olahan

Daging merah dan daging olahan yang dikonsumsi dalam jumlah


banyak juga dapat menyebabkan kanker kolon. Terutama daging yang
dimasak dengan cara digoreng atau dibakar akan lebih berpotensi
menyebabkan kanker kolon. Mengetahui fakta tersebut, membatasi
konsumsi daging merah dan daging olahan dapat secara signifikan
mengurangi risiko menderita kanker usus.

Sebuah penelitian di Eropa tahun 2005 pada 478.000 orang.


Menunjukkan bahwa mereka yang paling banyak mengonsumsi daging
merah atau daging olahan kira-kira 5 ons atau lebih per hari lebih mungkin
mengalami kanker kolon daripada mereka yang mengonsumsi dengan
jumlah sedikit dalam sehari.

Penelitian terbaru pada tahun 2015 juga memperkuat temuan


sebelumnya bahwa mengkonsumsi daging merah dan daging olahan dalam
jumlah besar dapat meningkatkan risiko kanker kolon sebesar 20% hingga
30%. Mengingat bahaya mengonsumsi daging yang berlebihan, maka
untuk dapat terhindar dari kanker kolon ada baiknya mulai mengurangi
porsi mengonsumsi daging merah atau daging olahan.

C. Mengurangi atau Menghindari Konsumsi Alkohol

Banyak studi yang menetapkan bahwa mengkonsumsi alkohol


dengan jumlah banyak dapat meningkatkan risiko menderita kanker kolon.

16
Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengonfirmasi hal
tersebut bahwa terdapat hubungan antara alkohol dengan risiko kanker
usus.

D. Berhenti Merokok

Sebuah studi menunjukkan mereka yang merokok memiliki risiko


50% lebih tinggi terkena kanker kolon dibandingkan mereka yang tidak
pernah merokok. Artinya, seorang yang perokok akan berisiko lebih besar
untuk terkena kanker kolon.

Salah satu cara untuk mengurangi risiko menderita kanker kolon


adalah dengan mencoba berhenti merokok. Sebab, penelitian yang
dilakukan selama 12 tahun terhadap orang yang merokok. Ditemukan
bahwa mereka yang berhenti merokok sebelum usia 40 tahun, risiko
menderita kanker kolon akan menurun seiring waktu. Disamping itu, juga
harus mengimbangi hal tersebut dengan memiliki pola hidup yang sehat
juga, seperti makan makanan bergizi dan rajin berolahraga.

E. Mempertahankan Berat Badan Ideal

Menjaga berat badan ideal adalah cara lain untuk dapat mengurangi
risiko menderita kanker kolon. Menurut Institut Kanker Nasional Amerika,
orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas berisiko sebesar 30%
menderita kanker kolon daripada mereka yang memiliki berat badan ideal.

Selain itu, sebuah ulasan dalam jurnal tahun 2016 juga menyebutkan
bahwa obesitas dapat meningkatkan risiko seseorang terkena kanker
kolon. Oleh karena itu, tetap mempertahankan berat badan ideal dan sehat
dapat membantu menurunkan risiko terkena kanker kolon.

17
F. Olahraga Secara Teratur

Jarang melakukan olahraga dapat meningkatkan peluang lebih besar


terkena kanker kolon. Studi yang dilakukan tahun 2019 menemukan
bahwa aktivitas fisik seperti olahraga dapat mencegah penyakit kanker
kolon. Selain itu, olahraga juga dapat menurunkan risiko kematian dan
kambuhnya kanker kolon sebelum dan sesudah didiagnosis menderita
kanker kolon.

Jadi cobalah untuk berolahraga setidaknya 30 menit setiap hari. Jika


sudah lama tidak melakukan olahraga, mulailah secara perlahan dan
tingkatkan secara bertahap hingga mencapai 30 menit setiap harinya.
Selain menjadi cara untuk mencegah kanker kolon, olahraga juga dapat
meningkatkan semangat, kesehatan mental, dan membantu tidur lebih
baik. Cara mencegah kanker usus erat kaitannya dengan mengubah pola
hidup tidak sehat menjadi pola hidup yang sehat.

2.8 Analisis Jurnal Terkait CA Kolon

Judul : Pemberian Terapi Murattal terhadap Penurunan Nyeri pada


Pasien Kanker Kolorektal Pre Operasi

Penulis : Kiki Amalia, Tri Hartiti

Tanggal Terbit : 31 Desember 2021

URL : https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda

Analisis Jurnal :

Salah satu gejala kanker kolorektal yaitu adanya rasa nyeri. Nyeri adalah perasaan
tidak menyenangkan baik secara fisik maupun emosional akibat adanya kerusakan
jaringan. Mengatasi nyeri dapat menggunakan cara non farmakologis diantaranya
terapi murattal Ar-Rahman. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui
penurunan nyeri pada pasien kanker kolorektal pre operasi setelah diberikan terapi

18
murattal Ar-Rahman. Desain studi ini menggunakan deskriptif dengan pendekatan
studi kasus berdasarkan penerapan Evidence Based Nursing Practice yaitu terapi
murattal terhadap penurunan nyeri. Subjek studi kasus adalah pasien kanker
kolorektal yang belum dilakukan tindakan pembedahan, tingkat skala nyeri 2-5,
dan beragama Islam. Subjek studi kasus berjumlah 2 pasien. Pengambilan data
menggunakan pengukuran skala Numeric Rating Scale (NRS) sebelum dan
sesudah dilakukan terapi murattal Ar-Rahman. Hasil studi kasus menunjukkan
adanya penurunan nyeri pada kedua subjek penelitian setelah diberikan terapi
murattal Ar-Rahman. Subjek studi kasus 1 terjadi penurunan nyeri sebesar 1 skala
nyeri. Subjek studi kasus 2 terjadi penurunan nyeri sebesar 2 skala nyeri. Terapi
murattal Ar-Rahman mampu menurunkan nyeri pada pasien kanker kolorektal pre
operasi.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Citra tubuh merupakan sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara


sadar maupun tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh
serta persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh.
Gangguan citra tubuh dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang,
hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.

Citra tubuh dalam diri seseorang dapat muncul dikarenakan terdapat faktor
yang mempengaruhinya. Menurut Mellina citra tubuh seseorang muncul
dengan dipengaruhi oleh beberapa factor ; Self esteem, Perbandingan dengan
orang lain,Bersifat Dinamis dan Proses Pembelajaran.

3.2 SARAN

Seorang perawat haruslah mampu mengetahui bagaimana asuhan


keperawatan pada gangguan citra diri, serta mampu meningkatkan pelayanan
kesehatan terhadap penyakit gangguan citra tubuh. Selain itu juga, perawat
haruslah memahami dan menjelaskan secara rinci mengenai tujuan medis, tata
cara yang akan dilakukan dan resiko yamg akan mungkin terjadi tentang
penyakit

20
DAFTAR PUSTAKA

Alteri, R., Andrews, K., Barzi, A., et al. (2017). Colorectal Cancer Facts &
Figure 2017-2019. Atlanta : American Cancer Society

Basir, I., Budiman, R., Lusikoy, R., et al. (2000). Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Kanker Kolorektal. Kementerian Kesehatan : Komite
Penanggulangan Kanker Nasional

Japerson, K. W., et al. (2010). Herditary and Familial Colon Cancer. Journal
Gastroenterology. Vol : 110. Issue : 4. Hal : 335-339

Setianingrum, Reni. (2014). Klasifikasi Stadium Kanker Kolorektal menggunakan


Model Recurrent Neural Network. Skripsi. Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta

Siregar, G.A. (2007). Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kanker Usus Besar.
Medan : Repository Universitas Sumatera Utara

Zahari, Asril. (2007). Deteksi Dini, Diagnosa, dan Penatalaksanaan Kanker Kolon
dan Rektum. Majalah Kedokteran Andalas Edisi Suplemen. Vol : 26. Hal :
63-70

Anda mungkin juga menyukai