Anda di halaman 1dari 29

LEGALITAS

TELEMEDICINE DAN
PERIZINAN PRAKTIK
KLINIK KECANTIKAN
Dosen: dr. Nurul Aida Fathya, Sp.FM, M.Sc

Senny Dewi Hidayani (2350421019)


Dewi Nurlaeni (2350421020)
Erni Maryam (2350421021)
Siti Wulansari (2350421022)
Fanny Eka Astuti (2350421023)
Siti Sarah (2350421030)
Miqdad Muhammad Hambali (2350421031)
ILUSTRASI KASUS

1 tahun yang lalu, klinik kecantikan A diperiksa mendadak oleh


polisi karena adanya laporan ke polisi oleh konsumen terkait produk
yang dibelinya secara online di e-commerce milik klinik A.

Dokter di klinik A memiliki SIP yang aktif, klinik mempunyai ijin


sebagai klinik pratama.

Konsumen mengeluh produk tidak ada efek, malah membuat kemerahan,


rasa perih, gatal dan timbul jerawat setelah pemakaian produk
tersebut di wajah nya. Konsumen mengadukan hal ini ke keluarga nya
bertugas di kepolisian. Diduga pelaporan tersebut terjadi karena
ketidaksesuaian ekspektasi/harapan konsumen tersebut.

Konsumen merasa dirugikan dengan membeli produk tsb secara online.


ILUSTRASI KASUS

Klinik A menjelaskan bahwa cream tsb diiklankan dan dijual via online
dengan ketentuan: Pasien berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter via
Whatsapp, mengisi biodata, Riwayat alergi, Riwayat pengobatan/Riwayat
penggunaan kosmetik, keluhan utama, lama keluhan utama muncul, keluhan
penyerta bila ada, foto wajah tanpa efek dan tidak menggunakan kosmetika
jenis apapun.

Foto diambil dari arah depan wajah, 45* kanan dan 45* kiri.

Menurut pihak Kepolisian, yang menjadi permasalahan adalah


dipertanyakannya aspek legal dari telemedicine yang digunakan klinik
untuk menjual produk secara online, dokter tidak melakukan pemerikaan
langsung kepada pasien seperti memenuhi pemeriksaan yang ada pada status
dermatologikus.

Imbas lanjutan dari hal tersebut, Pihak kepolisian menanyakan status


klinik, perizinan klinik serta bagaimana cara pembelian produk yang
dilakukan secara online tanpa konsultasi langsung.
PEMBAHASAN

Awal mula dugaan malpraktik medis: 2 pandangan yang berbeda antara


dokter yang menjanjikan terapi dan pasien yang mengharapkan
(resultant verbentenis).

Perspektif dokter: therapeutic. Perspektif pasien: adverse event.

Kejadian yang tidak diharapkan tidak selalu malpraktik.

Pada kasus: pasien setelah menggunakan krim dari dokter klinik,


timbul efek yang tidak diinginkan sehingga pasien menuntut dokter
klinik kecantikan tersebut.
PEMBAHASAN

Dari segi pidana: dikatakan malpraktik dalam penerapan Telemedicine—>


apabila pada layanan medis berbasis online dokter tidak sengaja
memberikan diagnosa terhadap penyakit pasien melalui konsultasi
online.

Criminal malpractice harus dibuktikan unsur-unsur tindak pidananya


terlebih dahulu, yakni:
(i) Apakah perbuatan (positive act atau negative act) merupakan
perbuatan yang tercela
(ii) Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin
(mensrea) yang salah (sengaja, ceroboh, atau adanya kealpaan)
PEMBAHASAN

1. Hukum kesehatan & kedokteran terkait


2. Pelanggaran estetika medik
3. Pelanggaran estetika kedokteran
4. lesson learned dari kasus
1.HUKUM KEDOKTERAN DAN KESEHATAN TERKAIT

Pasal 42 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan):


(1) Teknologi dan produk teknologi kesehatan diadakan, diteliti, diedarkan,
dikembangkan dan dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat.
(2) Teknologi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) mencakup segala
metode dan alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi
adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan,
memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah sakit.

UU RI no. 36 tahun 2014 (tentang kesehatan pasal 77): setiap penerima


pelayanan kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan / kelalaian tenaga
kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan)
HUKUM KEDOKTERAN DAN KESEHATAN TERKAIT

Dalam layanan telemedicine, dokter dan nakes lainnya harus


memperhatikan penilaian kelayakan pasien atau kondisi kesehatan
yang dapat dan tidak dapat ditangani. (disarankan Referral).

Pasien yang berobat melalui telemedicine wajib memberi


persetujuan (general/ informed consent).

Pada kasus: dokter sebaiknya menjelaskan kepada pasien mengenai


efek samping krim, pasien berhak mengetahui krim apa yang akan
diberikan dokter beserta konsekuensi efek samping yang akan
didapat

(Pasal 52 Undang-undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik


Kedokteran, menyebutkan hak pasien yaitu Menjelaskan secara
lengkap tentang tindakan medis, Meminta pendapat dokter,
Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis, Menolak tindakan
medis, Mendapatkan isi rekam medis).

Pemberian informed consent yang jelas dapat mengurangi


kesalahpahaman pasien terhadap dokter.
HUKUM KEDOKTERAN DAN KESEHATAN TERKAIT

Tanggung jawab hukum dokter dalam telemedicine jika pasien


mengalami kerugian: pasien harus membuktikan apakah benar
adanya kesalahan dokter dalam memberikan pelayanannya. Tapi
karena online, akan lebih sulit untuk membuktikan terjadinya
kesalahan profesi.

Solusi: pelatihan-pelatihan bagi dokter yang telah dilengkapi


oleh Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis
(Juknis) untuk menyiapkan cara-cara yang tepat dalam menangani
kasus kasus secara online (Telemedicine).

Dokter dan nakes lainnya berhak menolak apabila terdapat


kekurangan informasi konsultasi mengenai pasien yang akan
ditangani, dan berhak memastikan bahwa pelayanan Telemedicine
hanya dapat digunakan untuk kasus non-gawat darurat.
2. PELANGGARAN ESTETIKA MEDIS

Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran: Pasal 49


ayat 3; KUHAP Pasal 183, 184 ayat 1; Peraturan KKI Nomor 4 Tahun 2011
tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi.

Putusan No 1441/Pid.Sus/2019/PN Mks tentang peradilan pidana dugaan


kesalahan medis penyelenggaraan praktek kedokteran estetika.
3.PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

Telemedicine estetika meningkatkan dokter melakukan kelalaian


karena terbatasnya komunikasi dan dokter tidak memeriksa pasien
secara langsung.

Butuh regulasi khusus untuk estetika medis untuk memastikan


kepercayaan pasien pada sistem perawatan kesehatan dan professional
perawatan kesehatan.

Metode pengaturan (perizinan, sertifikasi dan akreditasi) bertujuan


memastikan bahwa hanya praktisi yang memiliki cukup kompetensi yang
diperbolehkan untuk berpraktik sehingga meminimimalisir malpraktik.
LEGALITAS TELEMEDICINE

TELEMEDICINE DIATUR DALAM PERATURAN


MENTERI KESEHATAN ATAU KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN

UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan


Permenkes no. 20 tahun 2019
“ PERMENKES NO. 46 TAHUN 2017
TENTANG STRATEGI E-KESEHATAN
NASIONAL

Teleradiologi

PELAYANAN Teleultrasonografi

TELEMEDICINE
Teleelektrokardiografi

Telekonsultasi
TERDIRI ATAS:
Pelayanan lainnya yang
memiliki izin Fasyankes
KODE ETIK KEDOKTERAN YANG DIKELUARKAN OLEH PENGURUS
BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA NO. 111/PB/A.4/2013
TENTANG PENERAPAN KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
MENCANTUMKAN UNTUK MENGIKUTI PERKEMBANGAN KEMAJUAN
TEKNOLOGI KEDOKTERAN.
TELEMEDICINE MENURUT UU PRAKTIK KEDOKTERAN

Telemedicine: bentuk perdagangan jasa kesehatan secara


elektronik, maka perlu juga dilihat pada UU ITE, yang
mengatur segala bentuk transaksi dalam sarana
elektronik (termasuk penggunaan platform)

UU No. 19 Tahun 2016


Dalam telemedicine, dokter
melakukan percakapan
singkat mengenai keluhan
yang dirasakan pasien atau
yang disebut anamnesis.
Lalu pasien memberikan
informasi keluhannya
(tulisan, suara, video).
Dokter kemudian akan
menegakkan diagnosis
berdasarkan informasi yang
diberikan sebelumnya

Perkonsil No. 74 Tahun 2020


Permenkes No. 20 Tahun 2019, Perkonsil No. 74 Tahun
2020 dan KMK No. 01.07/4829 Tahun 2021

Pengaturan yang berhubungan dengan Telemedicine:


1. MK No. 20/2019
2. Kepmenkes No. 409/2016
3. Kepmenkes No. 650/2017
4. Kepmenkes No. 4829/2021
5. Pasal 4, Pasal 7, Pasal 9 Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia Nomor 74 Tahun 2020
6. Pasal 17 ayat (2), Pasal 18 ayat (2) Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019
7. Pasal 29, Pasal 31, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 41, Pasal 44,
Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 51, Pasal 66,
Pasal 69, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 79 Undang-Undang No. 29
Tahun 2004
PENDIRIAN
KLINIK
Klinik:

fasilitas pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
menyediakan pelayanan medik dasar dan/
spesialistik secara komprehensif.
Pembagian Klinik secara kepemilikan :
Klinik Swasta & Klinik Pemerintahan

Berdasarkan Kemampuan Pelayanannya :


Klinik Pratama & Klinik Utama

Berdasarkan Penyelenggaraan pelayanan :


Klinik Rawat Jalan & Klinik Rawat Inap

Berdasarkan Syarat Pendirian Klinik :


Persyaratan Umum & Persyaratan Khusus
LINGKUP PELAYANAN
KLINIK PRATAMA

Klinik pratama hanya 01 Hanya dapat melakukan bedah


03
menyelenggarakan pelayanan medik kecil (minor) tanpa anestesi
dasar, sesuai dengan kompetensi umum dan/atau spinal.
dokter / dokter gigi.

Upaya pelayanan meliputi 02 Klinik Pratama yang menyediakan04


aspek pelayanan medik dasar pelayanan aesthetic medicine
diselenggarakan sesuai dengan
rawat jalan dan rawat inap
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
LINGKUP PELAYANAN KLINIK UTAMA

1. Menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik, /pelayanan


medik dasar dan spesialistik.
2. Meliputi aspek pelayanan medik spesialistik, /pelayanan dasar
& spesialistik.
3. Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan & rawat inap.
4. Dapat melakukan tindakan bedah kecuali tindakan bedah yang:
Menggunakan anastesi umum dengan inhalasi dan/atau spinal;
Operasi sedang yang beresiko tinggi; atau operasi besar;
Klasifikasi bedah kecil, sedang, dan besar ditetapkan oleh
Organisasi Profesi yang bersangkutan.
TAFSIRAN HUKUM MENGENAI PERIZINAN KLINIK
KECANTIKAN DARI TIAP WILAYAH

Fasilitas kesehatan salah satunya adalah klinik kecantikan yang


terdapat pada PP Nomor 47 Tahun 2016 tentang fasilitas kesehatan.
Klinik kecantikan merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
(praktik dokter perorangan atau berkelompok) yang bersifat rawat
jalan dengan menyediakan jasa pelayanan medis seperti konsultasi,
pemeriksaan, pengobatan, dan Tindakan medis.
SALON KECANTIKAN VS KLINIK KECANTIKAN

Salon kecantikan:

Tindakan yang dilakukan hanya sebatas untuk merawat kecantikan,


tidak menggunakan obat-obatan khusus (sifatnya hanya sebatas
kosmetik), dan tenaga pelaksana adalah ahli kecantikan seperti
kapster salon, hairdresser, hairstylist, manicurist, dan make up
artist, mereka tidak dibekali dengan keahlian medis maupun
sertifikasi dari lembaga kedokteran.
SALON KECANTIKAN VS KLINIK KECANTIKAN

Klinik kecantikan:

Tenaga pelaksana adalah dokter kulit maupun dokter umum yang


telah melalui pelatihan khusus di bidang kedokteran, tindakan
yang dilakukan untuk mengobati maupun merawat kesehatan tubuh
klinik kecantikan memiliki peralatan yang canggih dengan
menggunakan teknologi kecantikan terkini, dan dapat menggunakan
obatobatan (dengan beberapa catatan).
KESIMPULAN

Di Indonesia, Telemedicine diatur dalam peraturan


perundang-undangan di Indonesia: Undang- Undang No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan Undang-
Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Pelayanan Telemedicine di Indonesia yang sudah


merupakan kunci dalam peningkatan pelayanan kesehatan
sudah seharusnya mendapatkan regulasi khusus atau
undang-undang khusus mengenai pengaturan pelayanan
Telemedicine.

Telemedicine dalam hal meningkatkan sarana,


prasarana, dan aplikasinya, dan yang terakhir
terdapat badan/otoritas hukum yang mengatur dan
mengawasi layanan kesehatan melalui Telemedicine.
LESSON LEARNED

Lebih teliti dalam melakukan anamnesis, karena lebih


beresiko terjadi kesalahan diagnosa.

Melakukan informed consent, & komunikasi 2 arah


antara pasien & dokter tentang kesepakatan medis
mengenai produk yang di berikan dan menjelaskan
secara detail mengenai efek positif dan efek negative
dari produk tersebut.

Memerlukan peraturan perundang-perundangan yang


secara khusus mengatur mengenai telemedicene dalam
praktik estetik
Melakukan pemeriksaan sesuai SOP dengan
peraturan kesehatan & jenis pelayanan
kesehatan ( klinik kecantikan )

memahami betul hukum-hukum yang ada dan


terkait dengan telemedicine, hubungan dokter
pasien ( transaksi terapetik ), kesepakatan
medik, inform consent, dan izin pendirian
klinik.

Anda mungkin juga menyukai