Oleh:
Kelompok 10
Anggota Kelompok:
Kepemimpinan adalah topik yang kompleks dan dapat dipelajari dengan cara
yang berbeda membutuhkan definisi yang berbeda. Untuk penelitian ini, kepemimpinan
adalah 'proses mempengaruhi pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi
melalui perubahan.' Secara tradisional, ada lima elemen penting untuk mendefinisikan
kepemimpinan (DeRue & Ashford, 2010) termasuk pemimpin - pengikut, pengaruh,
tujuan organisasi, orang, dan perubahan.
Gaya kepemimpinan adalah kombinasi dari sifat, keterampilan, dan perilaku yang
digunakan pemimpin saat berinteraksi dengan pengikut. Lussier dan Achua (2013)
merangkum teori kepemimpinan perilaku sebagai:
The Leadership Grid Theory (Blake & Mouton, 1964), yang didasarkan pada
studi Ohio dan Michigan, mendefinisikan dua dimensi: (1) kepedulian terhadap produksi
dan (2) kepedulian terhadap orang, diukur melalui kuesioner dengan skala dari 1 sampai
9, memiliki 81 kemungkinan kombinasi kepedulian terhadap produksi dan orang, dan
mengidentifikasi lima gaya kepemimpinan:
1) The impoverished leader = memiliki kepedulian yang rendah terhadap produksi dan
manusia. Pemimpin melakukan minimum yang diperlukan untuk tetap bekerja di
posisinya.
2) The authority-compliance leader = memiliki kepedulian yang tinggi terhadap
produksi dan kepedulian yang rendah terhadap orang. Pemimpin berfokus untuk
menyelesaikan pekerjaan sementara orang diperlakukan seperti mesin.
3) The country-club leader = memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang-orang
dan kepedulian yang rendah terhadap produksi. Pemimpin berusaha untuk
mempertahankan suasana yang bersahabat tanpa memperhatikan produksi.
4) The middle-of-the-road leader = memiliki perhatian yang seimbang dan sedang
terhadap produksi dan manusia. Pemimpin berusaha untuk mempertahankan kinerja
dan moral yang memuaskan.
5) The team leader = memiliki kepedulian yang tinggi terhadap produksi dan manusia.
Pemimpin ini berusaha untuk kinerja maksimum dan kepuasan karyawan. Gaya
kepemimpinan tim umumnya paling tepat digunakan dalam segala situasi.
B. Kepemimpinan pada Masa Revolusi Industri 4.0
Industri 4.0 adalah singkatan dari “revolusi industri keempat” dan merupakan
istilah yang mengacu pada transformasi cepat dalam desain, produksi, implementasi,
operasi, dan layanan sistem manufaktur, produk, dan komponen. Untuk mendapatkan
hasil maksimal dari teknologi Industri 4.0, organisasi harus banyak berinvestasi dalam
membangun kemampuan dalam dimensi berikut: data dan konektivitas, analitik dan
kecerdasan, konversi ke dunia fisik, dan interaksi manusia-mesin. Dalam kajian ini,
dimensi manusia industri 4.0 memiliki prioritas, dengan menganalisis teori-teori
kepemimpinan perilaku yang berfokus pada studi tentang perilaku spesifik seorang
pemimpin (perilaku pemimpin adalah prediktor pengaruh kepemimpinannya dan
merupakan penentu terbaik dari keberhasilan kepemimpinannya). Matriks gaya
kepemimpinan 4.0 dua dimensi dikembangkan (sumbu x: perhatian inovasi/ teknologi;
sumbu y: perhatian orang). Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa gaya
kepemimpinan industri 4.0 yang dikembangkan mungkin memiliki dimensi siswa tahun
pertama, sosial, teknologi atau digital, di mana pemimpin digital 4.0 merupakan level
tertinggi yang dapat dijangkau dalam matriks kepemimpinan 4.0.
Digitalisasi mengarah pada transformasi produksi, logistik, komunikasi, dan
manajemen sumber daya manusia. Pendekatan inovatif perlu menciptakan nilai dari
digitalisasi, perangkat pintar yang terhubung, dan membangun cara komunikasi dan
kolaborasi baru. Industri 4.0 adalah tentang daya saing dan inovasi. Organisasi perlu
menyesuaikan kemampuan mereka untuk menangani tantangan baru. Selain manajemen
perubahan, yang merupakan konsep berurutan, pemikiran desain adalah pendekatan
iteratif yang menghubungkan metode kreatif dan analitis. Tujuannya adalah untuk
mendorong pengembangan ide dan konsep baru dan meningkatkan daya inovatif serta
daya saing organisasi. Tantangan signifikan untuk Industri 4.0 tidak hanya menemukan
atau mengimplementasikan teknologi yang tepat, tetapi juga kurangnya budaya dan
keterampilan digital dalam organisasi. Perusahaan perlu mengembangkan budaya digital
yang kuat dan untuk memastikan bahwa kepemimpinan yang jelas mendorong
perubahan.
Kepemimpinan digital (kepemimpinan 4.0) adalah pendekatan yang cepat, lintas
hierarki, berorientasi pada tim, dan kooperatif, dengan fokus kuat pada inovasi.
Kompetensi pribadi pemimpin, pola pikir mereka serta kemampuan mereka untuk
menerapkan metode dan instrumen baru seperti pemikiran desain, merupakan dimensi
penting bagi para pemimpin 4.0. Design Thinking adalah metodologi yang digunakan
oleh desainer untuk memecahkan masalah yang kompleks dan menemukan solusi yang
diinginkan. Pola pikir desain adalah solusi yang berfokus pada dan berorientasi pada
tindakan untuk menciptakan masa depan yang lebih disukai. Dalam manajemen bisnis,
ini dapat digunakan sebagai proses selangkah demi selangkah untuk menemukan dan
menjalankan solusi yang meningkatkan keuntungan, efisiensi, dan kepuasan pelanggan;
dan untuk menjaga bisnis di depan kurva inovasi. Industri 4.0 menuntut perusahaan untuk
berpikir dengan cara baru.
Matriks kepemimpinan 4.0 dua dimensi dikembangkan (sumbu x: perhatian
inovasi/teknologi; sumbu y: perhatian orang). Matriks ini akan membantu memilih gaya
kepemimpinan 4.0 yang paling tepat, berdasarkan tingkat inovasi dan orientasi teknologi
serta orang-orang yang memimpin. Matriks dibagi menjadi empat kuadran. Setiap
kuadran mencantumkan satu gaya kepemimpinan yang paling cocok untuk orang
tertentu. Sumbu X menggambarkan kemampuan individu dan berfokus pada teknologi
dan orientasi inovasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi bagaimana teknologi / inovasi
berorientasi individu adalah seperti pendidikan, keahlian, keterampilan, dan motivasi.
Sumbu Y mendefinisikan 'kepedulian orang' dari orang tersebut. Beberapa faktor
mempengaruhi bagaimana seseorang berorientasi pada orang seperti pendidikan,
keterampilan, dan keinginan untuk interaksi dan komunikasi. Matriks kepemimpinan 4.0
ditunjukan sebagai berikut.
Studi menunjukkan bahwa pengakuan atas praktik tata kelola perusahaan yang
baik di antara para subjek penelitian sebagian disebabkan oleh sifat para pemimpin
perusahaan. Menariknya, ditemukan bahwa atribut etis dari para pemimpin perusahaan
berkontribusi pada perusahaan-perusahaan yang dianugerahi sebagai perusahaan
Malaysia Malaysia yang berprestasi dalam tata kelola perusahaan, karena semua
perusahaan berada di peringkat teratas tiga puluh lima perusahaan dari total sembilan
ratus lebih perusahaan yang terdaftar dalam Survei Bersama University of Nottingham
dan Kelompok Pengawas Pemegang Saham Malaysia (2008).
Pada 2 April 2019, PT. Garuda Indonesia dicurigai telah melakukan fraud yang mulai
terkuak saat Komisaris Garuda Indonesia menolak untuk menandatangani laporan keuangan
2018-nya karena adanya transaksi janggal yang tidak sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Kasus yang diduga adalah salah satu tindakan window
dressing merugikan banyak pihak, terutama para investor. Pencatatan pendapatan yang tidak
sesuai standar menghasilkan angka keuntungan yang terlihat baik di atas kertas, namun
kenyataannya Garuda Indonesia tetap mengalami kerugian seperti tahun sebelumnya. Mereka
yang menginvestasikan uang-nya kepada Garuda dalam jangka panjang tidak akan
mendapatkan keuntungan sesuai dengan apa yang mereka ekspektasikan di awal.
Kasus ini terjadi di bawah pengawasan dan kepemimpinan direktur utama Garuda kala
itu, yaitu I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau kerap dikenal Ari Askhara. Sayang sekali
dapat dikatakan bahwa kepemimpinan Ari Askhara ini kurang kompeten yang bisa dilihat
dari rekam jejak-nya selama memimpin Garuda Indonesia. Beberapa kasus buruk yang terjadi
di bawah kepemimpinan Ari Askhara, yaitu:
● Memoles laporan keuangan 2018, dari rugi jadi untung yang menipu ekspektasi
investor.
● Menyediakan layanan live music di dalam pesawat yang tidak efisien karena kondisi
keuangan Garuda yang sedang bermasalah.
● Pengalihan rute penerbangan London dan Amsterdam melalui Denpasar dan
Kualanamu yang membuat overwork dan terpotongnya jam istirahat awak kabin
dengan alasan untuk menekan kerugian.
● Penyelundupan onderdil Harley Davidson dan sepeda Brompton untuk mengelabui
pajak barang impor, dll.
Dengan banyaknya kasus-kasus tersebut, Ari Askhara telah gagal menjalankan
beberapa peran manajerial-nya dengan baik sebagai direktur utama Garuda Indonesia.
Direktur utama yang salah satu perannya adalah menjadi 'figurehead' untuk merepresentasi
nama perusahaan dengan karisma dan citra baik dirinya malah dikotori oleh Ari Askhara. Tak
luput juga pemilihan keputusan dan kemampuan meng-handle masalah yang kurang
kompeten dapat dilihat lewat banyaknya kasus yang berulang kali terjadi tanpa tindak
korektif yang tegas. Menurut Sekjen Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia 2019, Jacqueline
Tuwanakkota, kepemimpinan Ari Askhara di Garuda Indonesia sangat buruk, tidak
profesional, terkesan otoriter dan harus dikatakan tidak peka atau sensitif di tengah kondisi
keuangan Garuda yang bermasalah.
Iklim kerja di Garuda dianggap kurang kondusif sebab kebanyakan orang takut atau
terpaksa menjilat karena banyak karyawan yang diangkat atau diturunkan jabatannya hanya
karena mereka disukai atau tidak disukai oleh direktur utama. Hal tersebut adalah tindakan
kepemimpinan yang otoriter dan menyalahi etika. Jika disambungkan dengan teori gaya
kepemimpinan milik Stogdill, Ari Askhara adalah pemimpin dengan gaya kepemimpinan
impoverished yang kepeduliannya rendah terhadap produksi maupun orang-orang di dalam
perusahaan. Memberdayakan tata kelola perusahaan yang baik berarti menjaga efisiensi,
kejujuran, tanggung jawab, transparansi, dan akuntabilitas. Dan membahas tentang
kepemimpinan yang etis adalah kepemimpinan yang memberdayakan tata kelola yang baik.
Sayang sekali Ari Askhara kurang mampu menerapkannya dalam kepemimpinannya di
Garuda Indonesia dan kepemimpinan tersebut adalah kepemimpinan yang buruk dan tidak
layak untuk dijadikan contoh. Sifat kepemimpinan memainkan peran utama dalam efektivitas
praktik tata kelola perusahaan yang diinginkan. Pemimpin dituntut untuk berperilaku etis,
sehingga komitmen dari kepemimpinan etis sangat penting.