Anda di halaman 1dari 35

ANALISA JURNAL

EUTHANASIA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu : Ns. Hana Ariyani, M. Kep

Disusun Oleh :

1. Aulia Rahman C2114201001


2. Vina Mardiana C2114201015
3. Nabila Bintang R C2114201055
4. Vinda Zalfa Aulia C2114201056
5. Nafil Ikhsan H C2114201059
6. Alsa Daiva Azhaara C2114201068
7. Rinda Nuraisyah C2114201095
8. Wilfa Silmi N C2114201102
9. Putri Salsa Nabila A C2114201104
10. Dila Pebrianti C2114201105
11. Herni Devi P. S C2114201057

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2024
A. ABSTRAK
No. Judul Jurnal Abstrak
1. Perlindungan hak asasi manusia Penelitian ini dilakukan dengan
terhadap pasien Euthanasia di tujuan untuk mengetahui bagaimana
Indonesia perlindungan hak asasi manusia terhadap
pasien euthanasia di Indonesia dan
bagaimana penerapan hukum bagi pelaku
Euthanasia di Indonesia. Dengan
menggunakan metode penelitian yuridis
normatif, disimpulkan: Dalam Hak Asasi
Manusia, seperti yang kita ketahui bahwa
hal yang terpenting dalam masalah Hak
Asasi Manusia adalah hak untuk hidup. Jika
perbuatan euthanasia tetap dilakukan
maka telah melanggar hak mutlak
seseorang yang Pasal 3 Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, Pasal 6 Undang-
Undang No. 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan ICCPR dan terdapat dalam
Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana telah dengan jelas
melarang perbuatan-perbuatan yang
mengancam nyawa seperti yang tertulis
dalam Pasal 338 KUHP s/d Pasal 350
KUHPidana, termasuk didalamnya adalah
perbuatan euthanasia yang perbuatannya
dilarang oleh hukum positif di Indonesia,
sesuai dengan Pasal 304 KUHPidana yang
melarang adanya perbuatan euthanasia
secara pasif dan Pasal 344 KUHPidana
yang melarang adanya perbuatan
euthanasia secara aktif, serta pasal-pasal
lain yang termasuk dalam delik-delik
perbuatan euthanasia. 2. Dilihat dari
hukum positif di Indonesia maka

1
perbuatan euthanasia adalah ilegal.
Perbuatan euthanasia itu sendiri dititik
beratkan pada unsur “atas permintaan
orang itu sendiri yang jelas dinyatakan
dengan kesungguhan hati”, jika dapat
dibuktikan maka pelaku dapat dijerat
dengan Pasal 344 KUHP, sedangkan jika
unsur “atas permintaan” tersebut tidak
terbukti maka pelaku dapat dijerat dengan
pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan
dengan rencana. Jika pelaku melakukannya
dengan cara membiarkannya sengsara dan
menyebabkan kematian korban dan unsur
“atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan
hati” dapat dibuktikan maka pelaku
dikenakan pasal 304 KUHPidana, tetapi
jika unsur “atas permintaan tersebut”
tidak dapat dibuktikan maka pelaku dapat
dijerat dengan Pasal 338 KUHPidana yaitu
mengenai pembunuhan biasa
2. Euthanasia dalam hukum pidana Euthanasia berkaitan dengan hukum
Indonesia dan kode etik pidana dan ilmu kedokteran. Euthanasia
kedokteran secara umum adalah dengan sengaja tidak
melakukan sesuatu untuk memperpanjang
hidup seorang pasien atau sengaja tidak
melakukan sesuatu untuk memperpendek
atau mengakhiri hidup seorang pasien.
Euthanasia dibagi menjadi dua yaitu
euthanasia aktif (tindakan aktif yang
dilakukan oleh dokter atas persetujuan
pasien demi cepatnya proses kematian)
dan euthanasia pasif (tindakan pasif dari
seorang dokter dengan membiarkan
pasien meninggal dengan sendirinya tanpa
perawatan atau pengobatan). Adapun

2
permasalahan yang diangkat adalah
mengenai pengaturan euthanasia dalam
hukum positif Indonesia dan mengenai
perkembangan praktik euthanasia
dibeberapa negara di mana menimbulkan
kontroversi terhadap pihak-pihak
yang menyetujui dan tidak menyetujui
euthanasia.
Metode penelitian yang dilakukan
adalah deskriptif analisis, yuridis
sosiologis komparatif. Pengaturan
euthanasia dalam hukum pidana
khususnya Pasal 344 KUHP tidak secara
terperinci mengatur mengenai masalah
euthanasia, sementara dari Kode Etik
Kedokteran Indonesia dalam Pasal 7,
seorang dokter berkewajiban
mempertahankan dan memelihara
kehidupan manusia.
3. Konsep Euthanasia di berbagai Euthanasia merupakan topik yang
negara dan pembaruannya di selalu mengundang perdebatan khususnya
Indonesia pertentangan antara penghormatan
terhadap hak hidup manusia dengan nilai
moral, etika, dan kesucian hidup sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa.
Belanda dan Belgia sebagai negara yang
terbuka dan cenderung bebas telah
mengakomodir euthanasia dalam praktik
kedokteran mereka. Artikel ini
memberikan uraian bagaimana Belanda
dan Belgia menjalankan praktik
euthanasia meraka dan seperti apa
Indonesia dalam menyikapi isu euthanasia
baik dalam perundang-undangan maupun
pandangan hidup masyarakat Indonesia.
Jenis penelitian yang digunakan adalah

3
normatif melalui pendekatan kasus,
pendekatan perundang-undangan,
pendekatan konsep serta pendekatan
perbandingan. Sementara itu di Indonesia,
secara tegas euthanasia belum dikenal
dalam hukum Indonesia, namun terdapat
beberapa peraturan yang dapat menjerat
pelaku euthanasia misalnya dalam Pasal
344 dan Pasal 345 KUHP Lama serta Pasal
461 dan Pasal 462 KUHP Baru. Hal baru
yang dapat dikemukakan yaitu proses
legislasi dan pembaruan hukum
khususnya menyangkut euthanasia masih
harus terus dilakukan dengan
mendasarkan pada Pancasila dan UUD NRI
1945 dengan mempertimbangkan norma-
norma agama maupun budaya yang
berlaku di masyarakat Indonesia.
4. Kepastian hukum pengaturan Artikel ini mempunyai tujuan
Euthanasia (Suntik Mati) di memberikan analisis tentang kepastian
Indonesia hukum dalam pengaturan euthanasia
(suntik mati) di Indonesia. Metode yang
dipergunakan di kajian ini menggunakan
kajian hukum dengan jenis yuridis
normatif, berpendekatan perundang-
undangan agar melakukan pembahasan
masalah hukum kekosongan norma pada
jurnal ini. Kajian ini mendapatkan bahwa
perlunya sebuah kerangka hukum yang
jelas dan tegas untuk mengatasi
kompleksitas isu ini. Tanpa regulasi yang
tepat, praktik euthanasia dapat
menimbulkan ketidakpastian dalam
penanganan kasus penderitaan kronis atau
terminal, dan memunculkan potensi
konflik etika serta hukum. Namun,

4
pengaturan ini juga harus memperhatikan
nilai-nilai kemanusiaan, agama, dan etika,
serta memastikan perlindungan terhadap
hak-hak pasien dan integritas tenaga
medis. Oleh karena itu, mendesaknya
pengaturan terkait euthanasia di
Indonesia mencerminkan kebutuhan akan
pendekatan yang matang, yang dapat
memastikan bahwa setiap keputusan
terkait akhir hidup seseorang didasarkan
pada pertimbangan yang bijak, etis, dan
memenuhi standar hukum yang ketat.
5. Perlindungan hukum pasien Pelayanan di bidang kesehatan tidak
euthanasia ditinjau dari terpisah akan adanya penyedia jasa
perspektif Undang-undang no. 8 kesehatan dengan konsumen pengguna
tahun 1999 tentang perlindungan jasa kesehatan. Pasien dalam hal ini
konsumen berkedudukan sebagai konsumen dikenal
sebagai penerima jasa pelayanan
kesehatan dari pihak rumah sakit sebagai
pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam
bidang perawatan kesehatan, Status pasien
sebagai konsumen jasa kesehatan, maka ia
juga mendapatkan perlindungan sesuai
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kemajuan di bidang kesehatan telah
dapat menyembuhkan dan merawat
kesehatan pasien untuk dalam jangka
waktu tertentu. Namun, adakalanya sakit
pasien tidak dapat disembuhkan lagi.
Untuk pasien yang yang telah lama sakit
dan dirawat, dalam keadaan seperti itu,
tidak jarang keluarga pasien menjadi iba
juga selain sudah tidak ada biaya
perawatan (ekonomi) sehingga meminta
dokter untuk segera melakukan tindakan

5
medis untuk mengakhiri penderitaan
pasien yang lebih dikenal dengan
euthanasia atau dengan kata lain mercy
killing.
6. Kebijakan formulasi Perlindungan hukuman bagi dokter
pertanggungjawaban pidana yang melakukan cuthanasia adalah
dokter yang melakukan diperlukan oleh karena Negara Indonesin
Euthanasia adalah negara yang berdasarkan atas
Hukum dan bukan berdasarkan atas
kekuasaan belaka. Sitat dan hakekat dari
pada euthanasia tidaklah secara mutlak
universal merupakan delik yang harus
dihukum. Femulasi Pasal 344 KL II Pidana
mengenal euthanasia mempunyai
kelemahan antara kram: Adiva ansun atus
permintaan orang itu sendiri yang
dinyatakan dengan kesungguhan hati, yang
mempersula pembuktian dan penuntutan
Pasal 344 KUH Pidana adalah mengem
vathanasia til langkan mengenai
euthanasia pasit tidak ada si atur Undang-
undang

B. DESKRIPSI SINGKAT
No. Judul Jurnal Deskripsi Singkat
1. Perlindungan hak asasi manusia Euthanasia merupakan perbuatan
Terhadap pasien Euthanasia di yang terlarang karena dikategorikan
Indonesia sebagai suatu perbuatan yang dilarang
menghilangkan nyawa seseorang dan
terhadap pelakunya, diancam pidana,
tetapi bukan mustahil jika selama ini
euthanasia telah banyak terjadi di
Indonesia, walaupun hal tersebut
dilakukan secara diam-diam. Pada seperti
halnya jika seorang pasien telah dirawat di

6
rumah sakit dan mengalami koma sampai
waktu yang cukup lama dan perawatan
yang telah diberikan selama pasien
tersebut dirawat, tidak memberikan hasil
atas kesembuhan pasien, sering kali
ditemukan bahwa pasien tersebut
dipulangkan dari rumah sakit dan
mendapatkan perawatan jalan.
2. Euthanasia dalam hukum pidana Euthanasia berhubungan erat dengan
Indonesia dan kode etik hukum pidana maka dipandang dari
kedokteran sifatnya, perihal euthanasia termasuk
dalam hubungan antara individu dengan
masyarakat atau dengan negara (hukum
publik). Bahwa hukum itu pada umumnya
dipergunakan untuk kepentingan manusia
sendiri. Hukum itu mengatur hubungan
antara orang dengan orang lain, dan di
samping itu membatasi beberapa
kepentingan serta mengadakan larangan
atau keharusan, agar supaya tercapai
ketertiban hukum di dalam masyarakat.
Tidak saja maka berkaitan dengan hukum
pidana akan tetapi berkaitan pula dengan
kode etik kedokteran di mana seorang
dokter harus bertujuan untuk
menyembuhkan penyakit dan
menyelamatkan jiwanya yang telah terikat
Oleh sumpah. Dalam hubungannya
antara hak untuk hidup dan hak untuk
mati maka permasalahan yang dihadapi
adalah mempunyai hubungan erat dalam
masalah Hukum pidana yang menyangkut
pasal 344 kitab undang-undang hukum
pidana (kuhp). Dalam penelitian ini
penulis membatasi Ruang lingkup
euthanasia dalam hukum Positif indonesia

7
yakni berkaitan dengan Hukum pidana dan
ilmu kedokteran.
3. Konsep Euthanasia di berbagai Euthanasia merupakan proses
negara dan pembaruannya di pembunuhan atau suatu tindakan praktik
Indonesia pembunuhan kepada seseorang yang
sedang dalam kondisi sakit atau sesorang
yang mengalami penyakit yang tidak dapat
disembuhkan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia,2 mendefinisikan euthanasia
sebagai suatu perbuatan dengan sengaja
mengakhiri makhluk (baik orang atau
hewan piaraan) yang sedang luka parah
atau sakit berat menggunakan cara
kematian yang tenang dan mudah dengan
cara kemanusiaan.
4. Kepastian hukum pengaturan Euthanasia, atau yang sering disebut
euthanasia (suntik mati) di sebagai "suntik mati", merupakan
Indonesia tindakan medis yang bertujuan untuk
mengakhiri penderitaan seseorang yang
menderita penyakit atau kondisi medis
yang tidak dapat disembuhkan dan
hidupnya menjadi sangat menyakitkan.
(puspitaningrum et al. 2023, 505) di
indonesia, isu ini telah menjadi perdebatan
yang kompleks, karena terkait dengan
faktor-faktor sosial, budaya, agama, dan
hukum yang beragam. Situasi kesehatan
masyarakat di indonesia terus
berkembang, termasuk dalam hal
perawatan pasien dengan kondisi kronis
atau terminal.
5. Perlindungan hukum pasien Undang - undang no. 8 tahun 1999
euthanasia ditinjau dari dan kode etik dan sumpah dokter pada
perspektif undang-undang no. 8 dasarnya tidak bertentangan, tetapi tidak
bisa langsung diterapkan dalam pelayanan

8
tahun 1999 tentang perlindungan kesehatan karena pelayanan kesehatan
konsumen memiliki karakteristik tersendiri. Pasien
tidak sama dengan konsumen biasa,
mereka memiliki hakikat, ciri-ciri, karakter
dan sifat yang berbeda. Hubungan antara
pasien dan dokter adalah hubungan
kontraktual dan konsensual dengan
persetujuan dari pasien atau keluarganya
untuk tindakan medis setelah
mendapatkan penjelasan rinci. Transaksi
antara pasien dan dokter, dikenal sebagai
transaksi terapeutik, adalah perjanjian
dengan objek pelayanan medis. Ini
bertumpu pada dua hak asasi manusia,
yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri
dan hak atas informasi.
Dokter yang memberikan pelayanan
kepada pasien mengetahui tentang
penderitaan pasien, baik itu akibat
penyakit atau kecelakaan. Tindakan medis
yang dilakukan dokter adalah untuk
meredakan rasa sakit dan menyembuhkan
penyakit pasien.
Kemajuan dalam ilmu dan teknologi
kedokteran telah mengubah konsep
kematian. Dengan adanya alat bantu
pernafasan dan pacu jantung, seseorang
yang mengalami henti nafas atau henti
jantung masih bisa ditolong. Namun,
pertanyaannya adalah sampai kapan orang
itu bisa bertahan dengan alat bantu
tersebut. Dalam keadaan seperti itu,
keluarga pasien seringkali meminta dokter
untuk melakukan tindakan Euthanasia
atau mengakhiri penderitaan .

9
6. Kebijakan formulasi Kebijakan formulasi pertanggung
pertanggungjawaban pidana jawaban pidana terhadap dokter yang
dokter yang melakukan melakukan euthanasia dalam hukum
euthanasia positif saat ini yaitu pasal 344 kuh pidana
yang berbunyi:
"barang siapa merampas nyawa orang
lain atas perrnintaan orang itu sendiri
yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun".
Pengaturan pasal 344 kuh pidana
mengenai euthanasia mempunyai
kelemahan antara lain:
 Adanya unsur: atas permintaan
orang itu sendiri yang dinyatakan
dengan kesungguhan hati, yang
selama ini nyata mempersulit
pembuktian dan penuntutan.
 Pasal 344 kuh pidana adalah
euthanasia mengenai aktif.
Sedangkan mengenai euthanasia
pasif tidak ada di atur undang-
undang secara jelas.
 Delik euthanasia adalah delik biasa
dan bukan delik aduan, sehingga
dalam pembuktiannya penyelidik
dan penyidik dituntut untuk lebih
memahami tidak hanya ilmu hukum
secara umum saja namun lebih
menguasai ilmu hukum kesehatan .
Kebijakan formulasi
pertanggungjawaban pidana dokter yang
melakukan euthanasia dalam upaya
pembaharuan hukum pidana indonesia

10
dapat dilihat pada pasal 588 ruu kuh
pidana yang berbunyi:
Setiap orang yang merampas nyawa
orang lain atas permintaan orang lain
tersebut yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati atau atas permintaan
keluarganya dalam hal orang lain tersebut
tidak sadar, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 9 (sembilan) tahun
Atas dasar iman dan kepercayaan
indonesia saat ini belum ingin mengikuti
jejak negara-negara yang mengakui hak
umuk mati melainkan hanya hak untuk
hidup saja, terlihat pada pasal 588 ruu kuh
pidana mempertegas pelarangan etik ke
medan: us euthanasia

C. ANALISIS IMRAD
No. Judul Analisis Jurnal
jurnal
Introduction Method Result Discussion
Permintaan untuk Dalam Dalam Hak Selaku
1. Perlindunga
Dilakukannya penulisan ini Asasi Lembaga
n hak asasi
euthanasia penulis Manusia, sepert Negara yang
manusia
Memang diingini menggunak i yang kita menjamin
terhadap
oleh pasien karena an metode ketahui bahwa Hak Asasi
pasien
merupakan satu- penelitian hal yang Manusia
Euthanasia
satunya jalan yuridis terpenting dapat
di Indonesia
untuk mengakhiri normative . dalam masalah membentuk
penderitaannya Hak Asasi tim untuk
yang tak Manusia adalah mengawasi
Tertahankan. hak untuk dokter dan
Munculnya pro hidup. tim medis
dan kontra Pasal 344 untuk tidak
mengenai masalah kuhpidana yang melakukan

11
euthanasia melarang tindak
menjadi beban adanya pidana
tersendiri bagi perbuatan euthanasia.
pakar hukum, euthanasia
persoalan secara Peninjauan
“legalitas” dari aktif, serta kembali
perbuatan pasal-pasal lain perlu
euthanasia. yang termasuk diberlakuka
Kejelasan tentang dalam delik- n terhadap
sejauh mana delik perbuatan aturan-
hukum pidana euthanasia. aturan
memberikan Dilihat dari mengenai
regulasi atau hukum positif euthanasia
pengaturan di Indonesia agar
terhadap maka menjadi
persoalan perbuatan lebih mudah
euthanasia akan euthanasia dalam
sangat membantu adalah ilegal. pembuktian
masyarakat Perbuatan karena
didalam euthanasia itu unsur “atas
menyikapi sendiri dititik permitaan
persoalan tersebut beratkan pada orang itu
. unsur «atas sendiri”
permintaan sangatlah
orang itu sulit untuk
sendiri yang dibuktikan.
jelas
dinyatakan
dengan
kesungguhan
hati», jika dapat
dengan Pasal
344
KUHP, sedangk
an jika unsur
«atas

12
permintaan»
tersebut tidak
terbukti maka
pelaku dapat
dijerat dengan
pasal 340 KUHP
mengenai
pembunuhan
dengan
rencana.
Dalam hal ini, Dalam Euthanasia Pengalaman
2. Euthanasia
masalah penulisan ini berkaitan masalah
dalam
euthanasia penulis dengan hukum euthanasia
hukum
berhubungan erat menggunak pidana dan di Indonesia,
pidana
dengan hukum an metode ilmu terdapat di
Indonesia
pidana maka penelitian kedokteran. pasal 344
dan kode
dipandang dari yang bersifat Euthanasia KUHP. Pasal
etik
sifatnya, perihal deskriptif secara umum ini melarang
Kedokteran
euthanasia analis adalah dengan adanya
termasuk dalam sengaja tidak euthanasia
hubungan antara melakukan aktif, yaitu
individu dengan sesuatu untuk suatu
masyarakat atau memperpanjan tindakan
dengan negara g hidup seorang yang positif
(hukum public). pasien atau dari dokter
Bahwa hukum itu sengaja tidak untuk
pada umumnya melakukan mempercep
dipergunakan sesuatu untuk at terjadinya
untuk kepentingan memperpende kematian.
manusia sendiri. k atau Untuk dapat
Hukum itu mengakhiri memenuhi
mengatur hidup seorang unsur yang
hubungan antara pasien. terdapat
orang dengan Euthanasia dalam Pasal
orang lain , dan dibagi menjadi 344 KUHP
disamping itu dua yaitu ini tidaklah

13
membatasi euthanasia mudah
beberapa aktif (tindakan karena
kepentingan serta aktif yang unsur “atas
mengadakan dilakukan oleh permintaan
larangan atau dokter atas sendiri, yang
keharusan agar persetujuan jelas dengna
supaya tercapai pasien demi ksungguhan
ketertiban hukum cepatnya hati” dengan
di dalam proses kondisi
masyarakat. kematian) dan pasien yang
Euthanasia euthanasia dalam
dengan sengaja pasif (tindakan keadaan in a
tidak melakukan pasif dari persistent
sesuatu (nalaten) seorang dokter vegetative
untuk dengan state,
memperpanjang membiarkan sehingga ia
hidup seorang pasien tidak dapat
pasien untuk meninggal berkomunik
sengaja dengan asi.
melakukan sendirinya Sedangkan
sesuatu untuk tanpa menurut
memperpendek perawatan atau kode etik
atau mengakhiri pengobatan). Kedoteran
hidup seorang Adapun Indonesia
pasien, dan semua permasalahan dalam pasal
ini dilakukan yang diangkat 7 berbunyi
khusus untuk adalah “seorang
kepentingan mengenai dokter harus
pasien itu sendiri pengaturan senantiasa
euthanasia mengingat
dalam hukum akan
positif kewajiban
Indonesia dan melindungi
mengenai makhluk
perkembangan insasi” jadi
praktik apapun

14
euthanasia alasan
dibeberapa dokter
negara di mana maupun ahli
menimbulkan medis tidak
kontroversi boleh
terhadap pihak- melakukan
pihak yang tindakan
menyetujui dan Euthanasia.
tidak Karena
menyetujui tugas utama
euthanasia. dokter
Metode adalah
penelitian yang untuk
dilakukan menyelamat
adalah kan jiwa
deskriptif manusia dan
analisis, yuridis bukan untuk
sosiologis mengakhirin
komparatif. ya.
Pengaturan Praktik
euthanasia euthanasia
dalam hukum dibeberapa
pidana negara
khususnya memiliki
Pasal 344 KUHP latar
tidak secara belakang
terperinci yang
mengatur berbeda
mengenai beda, baik
masalah didalam
euthanasia, ketentuan
sementara dari hukum atau
Kode Etik perundang
Kedokteran undangan
Indonesia dari negara
dalam Pasal 7, tersebut

15
seorang dokter maupun
berkewajiban kasus kasus
mempertahank yang terjadi
an dan di dalam
memelihara masyarakat.
kehidupan
manusia.
Euthanasia Artikel ini Dalam hak Pemikiran
3. Konsep
merupakan menggunak asasi manusia tentang
Euthanasia
wacana yang an jenis Pasal 33 ayat euthansia
di Berbagai
berkaitan dengan penelitian (2) mengatur dilatarbelak
Negara dan
pengobatan medis normatif bahwa tiap angi dengan
Pembaruan
karena adanya orang bebas adanya
di Indonesia
anggapan bahwa dari perasaan pendapat
setiap individu takut akan bahwa
memiliki pilihan penghilangan pelaksanaan
dalam hidupnya. paksa dan euthansia
Setiap individu penghilangan didasarkan
memiliki proses nyawa. Individu agar pasien
kehidupan yang dalam tidak
berbeda dan yurisdiksi menderita
berhak untuk suatu negara lama serta
menjalani wajib untuk harus
kehidupannya dilindungi dan mendapatka
sendiri sebagai dihormati hak n
manusia tanpa asasinya, persetujuan.
campur tangan apapun kondisi
individu lain. individu yang
bersangkutan
Bila diteliti lebih Pengkajian Kepastian Untuk
4. Kepastian
jauh di Indonesia, terkaitkepas hukum adalah mengatur
hukum
euthanasia tian hukum prinsip hukum euthanasia
pengaturan
termasuk ke dalam pengaturan yang mengacu di Indonesia,
Euthanasia
kejahatan euthanasia pada kejelasan langkah
(suntik
terhadap nyawa. (suntik dan kepastian pertama

16
mati) di Sebagaimana mati) di mengenai yang dapat
Indonesia bunyi Pasal 344 Indonesia norma-norma diambil
KUHP yaitu ini hukum yang adalah
“barang siapa mempergun berlaku di penyusunan
menghilangkan akan jenis suatu negara undang-
nyawa orang lain penelitian atau yurisdiksi. undang
atas permintaan hukum Prinsip ini khusus yang
sungguh-sungguh yuridis merupakan mengatur
orang itu sendiri, normatif. salah satu pilar praktik ini
dipidana dengan Penelitian utama dalam secara rinci.
pidana penjara yuridis sistem hukum Undang-
selama-lamanya normatif yang berfungsi undang
dua belas tahun”. yakni untuk tersebut
Dalam penjelasan penelitian menjamin harus
pasal tersebut yang stabilitas, memuat
dinyatakan bahwa memiliki keadilan, dan definisi yang
yang diancam fokus pada ketertiban jelas tentang
hukuman adalah analisa dalam apa yang
orang yang bahan masyarakat.(De dianggap
membunuh orang hukum ssy Sunarsi and sebagai
lain atas berbentuk Liza Marina, euthanasia,
permintaan yang segala jenis n.d., 3) serta
sungguh-sungguh aturan yang Pertama-tama, menguraika
dari si korban ada di kepastian n
indonesia hukum persyaratan
sebagai mengimplikasi dan
bahan acuan kan bahwa prosedur
utama pada hukum harus yang harus
pengkajian tersedia secara dipenuhi
itu.(Tan terbuka dan sebelum
2021, 20) dapat diakses tindakan
suatu oleh seluruh tersebut
penelitian warga negara. dapat
hukum dilakukan.
yuridis Selain itu,
normatif undangunda

17
juga ng harus
dikatakan memasukka
suatu tata n ketentuan
cara tentang
penelitian siapa yang
dengan berhak
logika ilmu untuk
hukum pada meminta
sisi normatif euthanasia,
dalam bagaimana
mendapatka proses
n kebenaran. konsultasi
dan
persetujuan
dari tenaga
medis dan
pihak
keluarga
harus
dilakukan,
dan
bagaimana
dokumentas
i dan
pelaporan
kasus
euthanasia
akan diatur.
Selain
undang-
undang,
penting juga
untuk
membentuk
badan atau
lembaga

18
independen
yang
bertugas
mengawasi
dan
mengaudit
praktik
euthanasia,
memastikan
bahwa
semua
prosedur
telah
dijalankan
sesuai
dengan
ketentuan
yang telah
ditetapkan.
Sekalipun Undang- Penulisan Kehadiran Undang-
5. Perlindunga
undang No. 8 karya euthanasia Undang
n hukum
Tahun 1999 pada ilmiahini sebagai suatu Perlindunga
pasien
dasarnya tidak menggunak hak manusia n Konsumen
Euthanasia
bertentangan an metode berupa hak mengandun
ditinjau dari
dengan Kode Etik pendekatan untuk mati, g asas “Lex
perspektif
dan Sumpah yang bersifat dianggap specialis
undang-
Dokter, bukan lalu yuridis sebagai derogat lex
undang no.8
berarti Undang- normatif konsekuensi generalis”
tahun 1999
Undang No. 8 dengan cara logis adanya artinya
tentang
Tahun 1999 ter- meneliti hak untuk ketentuan
perlindunga
sebut dapat bahan hidup. umum
n konsumen
langsung pustaka Mengenai hak Undang-
diterapkan pada yang untuk hidup, undang
pela-yanan merupakan memang telah Kesehatan
kesehatan. data diakui oleh sebagai lex
Pelayanan sekunder dunia yaitu specialis,

19
kesehatan sebagai dan disebut dengan Undang-
suatu jasa juga dengan dimasuk- Undang
memiliki berbagai penelitian kannya dan Perlindunga
karakteristik hukum diakuinya n Konsumen
tersendiri. Dengan kepustakaan Universal sebagai lex
demikian . Declaration of generalis.
penerapan Human Right Artinya jika
Undang-undang oleh kedua-
No. 8 Tahun 1999 perserikatan duanya
pada pelayanan bangsa-bangsa mengatur,
kesehatan harus tanggal 10 maka yang
memperhatikan Desember berlaku
berba-gai 1948. adalah yang
karakteristik Sedangkan bersifat
tersebut. Pasien Mengenai “hak khusus,
tidak sama sekali untuk mati”, yaitu
dengan konsumen karena tidak Undang-
biasa, karena dicantumkan Undang No.
pasien memiliki secara tegas 36 Tahun
hakikat, ciri-ciri, dalam suatu 2009
karakter dan sifat deklarasi dunia, tentang
yang sangat maka masih Kesehatan,
berbeda dengan merupakan Namun jika
konsumen yang perdebatan dan dalam
dikenal dalam pembicaraan Undang-
dunia dagang pada dikalangan ahli Undang No.
umumnya. berbagai 36 Tahun
bidang dunia, 2009
seperti tentang
diperagakan Kesehatan
dalam tidak
“Peradilan mengatur
Semu” dalam sendiri,
rangka maka
Konperensi Undang-
Hukum Se- Undang No.

20
Dunia di 8 Tahun
Manila. 1999
tentang
Perlindunga
n Konsumen
berlaku
untuk jasa
pelayanan
kesehatan.
Oleh karena
itu, aspek
yuridis bagi
pasien
sebagai
perlindunga
n pasien
selaku
konsumen
meliputi dua
hal yaitu
aspek
hukum
pidana
perlindunga
n pasien dan
aspek
hukum
perdata
perlindunga
n pasien.
Dikarenakan Penulisan Peraturan Tradisi
6. Kebijakan
semakin majunya dalam perundangan manusia
formulasi
zaman tentu pola skripsi ini, yang khusus khususnya
pertanggung
fikir manusia pun tentunya tentang di Indonesia,
jawaban
juga semakin akan Euthanasia saat rasa kasih
pidana
maju, dan dengan melakukan ini 'belum ada. sayang

21
dokter yang majunya teknologi penelitian Sebetulnya, terhadap
melakukan tentu saja untuk sudah ada keluarga
Euthanasia merupakan suatu mengumpul peraturan memang
kemajuan bagi kan data perundangan jauh lelah
masyarakat untuk yang yang arahnya besar
mengenal diperlukan. ke Euthanasia daripada
berbagai Hal akan pasif, misalnya logika dan
kemajuan zaman. menggunak Permenkes kenyataan
Masyarakat an metode nomor pahit yang
dewasa ini pada penelitian 290/MENKES/- seringkali
umumnya apabila yang bersifat III?PER/2008, sudah
seseorang normatif. tahun 2008 diperhitung
menderita sakit Hal ini tentang kan secara
yang tidak ditempuh perawatan matematis
tertahankan akan dengan cara paliatif, oleh dokter
berusaha untuk melakukan didalamnya ada atau tenaga
menghindari penelitian ketentuan medis
sebab rasa kepustakaan diperbolehkan lainnya.
sakitnya, namun (library tidak resusitasi Pihak
apabila tidak research), dalam keadaan keluarga
memungkinkan. atau biasa tertentu. cenderung
Apalagi ditambah dikenal Namun akan
dengan faktor lain dengan Undang- meminta
sebutan Undang memperpan
Dan cukup berat, studi diatasnya tidak jang umur
maka tidak kepustakaan ada dari
tertutup , walaupun keberlanjutan keluarganya
kemungkinan demikian secara hirarkis entah
pasien tersebut penelitian dan tidak ada bagaimanap
akan memilih dimaksud sanksi yang un cara dan
bunuh diri. tidak lepas ditetapkan. berapa
Manusia sudah pula dari Oleh karenanya banyak
dapat menempuh sumber lain pada hukum biaya yang
kematian tanpa selain positif yang dikeluarkan,
elakukan sumber berlaku di Hal tersebut
penyiksaan kepustakaan Indonesia saat bukanlah

22
terhadap dirinya , yakni ini, yang sesuatu hal
sendiri. Jika penelitian disebut sebagai yang salah
seseorang tidak terhadap peraturan yang karena
dapat lagi bahan media paling memang
menahan massa mendekati manusia
penderitaan yang ataupun dari Euthanasia dalam
dialaminya karena internet. sebatas Pasal hakikatnya
sakit maka dengan Penelitian 344 KUH sebagai
kemajuan kepustakaan Pidana. makhluk
peralatan yang Memang ada sosial harus
kedokteran ia normatif pendapat dari senantiasa
dapat meminta adalah sejumlah saling
kepada dokter penelitian penulis mengasihi
untuk dengan termasuk satu sama
menghilangkan mengolah diantaranya lain, begitu
jiwanya. dan adalah Siska pula dengan
Permintaan untuk menggunak Elvandari yang para dokter
menghilangkan an bahan dalam bukunya dimana
nyawa tersebut hukum Hukum melakukan
menurut Ilmu primer dan Penyelesaian yang terbaik
Hukum Pidana juga bahan Sengketa Medis bagi pasien
lazim disebut hukum menyatakan yang
dengan sekunder bahwa Pasal- ditanganiny
Euthanasia di yang Pasal lain a
Indonesia yang berkaitan seperti Pasal: merupakan
seringkali dengan 338, 340,345 kewajiban
disebutkan aspek dan 359 pun dan mereka
sebagai peraturan hukum bisa dikaitkan telah
mengenai pidana yang dengan disumpah
Euthanasia adalah berkaitan Euthanasia untuk itu.
Pasal 344 KUH dengan (Siska Namun
Pidana yang masalah Elvandari, 2015 bagaimana
berbunyi: euthanasia. 2111. dengan
Sedangkan mereka yang
"Barang siapa Anny memang
merampas nyawa Isfandyarie penyakitnya

23
orang lain atas mengatakan telah
perrnintaan orang bahwa sedemikian
itu sendiri yang Euthanasia parahnya
jelas dinyatakan dapat dan tak
dengan dikenakan mungkin
kesungguhan hati, naman lagi
diancam dengan berdasarkan terselamatk
pidana penjara Pasal 544 slan an.,
paling lama dua 45 KUHP (Anny bagaimana
belas tahun". Islands me. dengan
1381). keluarganya
Ketentuan Pasal Melihat yang tak lagi
344 KUH Pidana formulasi Pasal mampu
ini merupakan 344 KUH membiaya
suatu perbuatan Pidana yang upaya
yang menimbulkan perpanjanga
menghilangkan polemik n umur dari
nyawa orang lain mengenai pasien yang
yang harus bagaimana menderita
dikenakan sebaiknya tersebut?
hukuman, dan penegak Mungkin
setiap dokter hukum dan mereka
harus lebih pelaku sangat ingin
berhati-hati bila kesehatan untuk terus
melakukan menyikapi membiayai
Euthanasia. Euthanasia, tim pengobatan,
Adanya perancang namun
permintaan dari undang- memang
pasien untuk undang sejauh karena
menghilangkan ini telah keterangan
nyawanya maka membuat dari dokter
dokter perlu rancangan KUH yang
dihndungi demi Pidana baru, mengatakan
menjaga nama yang bahwa
baik seorang diharapkan segala
dokter. Di mana kelak upayanya

24
menjalankan membawa sudah tidak
tugas-tugasnya perbaikan bagi akan
schari-hari penegakan membawa
seorang dokter hukum di Ipada
terikat dengan Indonesia. keadaan
sumpah tabatan yang lebih
dan kode etik yang Mengenai baik lagi dan
digariskan Euthanasia hanya akan
kepadanya sendiri, upaya membawa
untuk pada
Berdasarkan apa memperbaharu kerugian
yang telah i formulasi dari dari segi
diuraikan diatas Pasal 344 KUH finansial, hal
maka dapat dilihat Pidana pada ini patut
bahwa perlu RUU KUH dipertimban
ditegaskan lagi Pidana 2014 gkan.
sikap dari hukum lalu terdapat Karena para
Indonesia pada Pasal 588, dokter telah
terhadap yang berbunyi: disumpah.
Euthanasia. Mereka
Apakah "Setiap orang mengupayak
kedepannya akan yang merampas an yang
melegalkan nyawa orang terbaik bagi
Euthanasia atau lain atas pasien, bila
memperjelas permintaan menurutnya
pelarangannya di orang lain hal itu yang
negara ini. tersebut yang terbaik dan
Berdasarkan jelas pihak
paparan di atas, dinyatakan keluarga
maka penelitian dengan pun setuju,
ini berjudul: kesungguhan patut
"Kebijakan hati atau atas dipertimban
Pertanggungjawab permintaan gkan untuk
an Dokter Yang keluarganya memberikan
Euthanasia. dalam hal orang dilakukanny
lain tersebut a Euthanasia

25
Formulasi Pidana tidak sadar, sebagai hak
Melakukan dipidana untuk mati
dengan pidana dari sang
penjara paling pasien.
lama 9
(sembilan)
tahun".

Formulasi ini
secara
keseluruhan
tetap
mempertahank
an
sebagaimana
yang terdapat
pada Pasal 344
KUH Pidana.
Hanya saja
pada formulasi
di RUU KUH
Pidana 2014 ini
ditambahkan
atas
permintaan
keluarganya
dalam hal orang
lain tersebut
tidak sadar".
Hal ini
merupakan
usaha
menemukan
solusi dari
kekurangan
yang terdapat

26
pada formulasi
yang berlaku
sekarang
dimana
memang sangal
sulit
membuktikan
telah terjadi
Euthanasia
karena sang
pasien
seringkali
sudah dalam
kondisi tak
sadar dan pihak
keluarga lah
yang meminta
untuk
dilakukannya
tindakan
Euthanasia

D. PEMBAHASAN
Dalam Hak Asasi Manusia, seperti yang kita ketahui bahwa hal yang terpenting dalam
masalah Hak Asasi Manusia adalah hak untuk hidup. Jika perbuatan euthanasia tetap
dilakukan maka telahmelanggar hak mutlak seseorang yang Pasal 3 Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, Pasal 6 Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
ICCPR dan terdapat dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah dengan jelas melarang perbuatan-
perbuatan yang mengancam nyawa seperti yang tertulis dalam Pasal 338 KUHP s/d Pasal
350 KUHPidana, termasuk didalamnya adalah perbuatan euthanasia yang perbuatannya
dilarang oleh hukum positif di Indonesia, sesuai dengan Pasal 304 KUHPidana yang
melarang adanya perbuatan euthanasia secara pasif dan Pasal 344 KUHPidana yang
melarang adanya perbuatan euthanasia secara aktif, serta pasal-pasal lain yang termasuk
dalam delik-delik perbuatan euthanasia.

27
Pengaturan masalah euthanasia di Indonesia, terdapat di dalam Pasal 344 KUHP.
Pasal ini melarang adanya euthanasia aktif, yaitu suatu tindakan yang positif dari dokter
untuk mempercepat terjadinya kematian. Untuk dapat memenuhi unsur yang terdapat
dalam Pasal 344 KUHP ini tidaklah mudah karena unsur “atas permintaan sendiri, yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati” dengan kondisi pasien yang dalam keadaan in
a persistent vegetative state, sehingga ia tidak dapat berkomunikasi. Sedangkan menurut
Kode Etik Kedokteran Indonesia dalam Pasal 7 yang berbunyi, “Seorang dokter harus
senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insani.” Jadi apapun alasan
dokter maupun ahli medis tidak boleh melakukan tindakan euthanasia. Karena tugas
utama dokter adalah untuk menyelamatkan jiwa manusia dan bukan untuk
mengakhirinya. Praktik euthanasia dibeberapa negara memiliki latar belakang atau
alasan yang berbeda-beda, baik di dalam ketentuan hukum atau perundang-undangan
dari negara tersebut maupun kasus-kasus yang terjadi di dalam masyarakat. Di mana
negara-negara tersebut ada yang menyetujui praktik euthanasia dengan alasan bahwa
tindakan euthanasia maupun bantuan dalam hal bunuh diri adalah berdasarkan beberapa
persyaratan yakni pertimbangan aspek kemanusiaan sebagai akibat menderita penyakit
pada stadium akhir dan permintaan itu dilakukan bisa berasal dari pasien, keluarga
pasien maupun dokter atau desakan masyarakat. Sedangkan negara yang menolak untuk
disahkan euthanasia dengan pertimbangan karena euthanasia dapat dikualifikasikan
sebagai membenarkan suatu tindakan pidana bunuh diri khususnya oleh tenaga medis,
namun apabila bunuh diri yang dilakukan oleh pasien itu sendiri maka hal tersebut
merupakan tindak pidana.
Di Belanda dan Belgia, konsep euthanasia telah diakui melalui Undang-undang
Euthanasia mereka. Euthanasia di Belanda dan Belgia dapat dilakukan ketika pasien
meminta permintaan euthanasia dan telah dipertimbangkan oleh pasien maupun
keluarganya, pasien mengalami penderitaan yang tidak tertahankan dan dinilai tidak
ada harapan hidup, dokter yang menangani pasien terlebih dahulu harus berkonsultasi
dengan pasien tentang situasi dan kemungkinan medisnya, dokter harus memiliki
keyakinan bahwa pasien sudah tidak memiliki pilihan lain, dan adanya pendapat
tertulis secara medis dari dokter lain yang bersifat independen mengenai kondisi pasien.
Selanjutnya laporan hasil euthanasia akan dikirimkan kepada komisi federal untuk
memastikan proses euthanasia berjalan sesuai peraturan.
Sementara itu di Indonesia, euthanasia belum dikenal dalam hukum Indonesia,
namun terdapat beberapa peraturan terkait yang telah diatur dalam KUHP lama dan
baru, misalnya dalam Pasal 344 dan Pasal 345 KUHP Lama serta Pasal 461 dan Pasal 462
KUHP Baru. Proses legislasi dan pembaruan hukum khususnya menyangkut euthanasia

28
masih harus terus dilakukan dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD NRI 1945
dengan mempertimbangkan norma-norma agama maupun budaya yang berlaku di
masyarakat Indonesia.
kepastian hukum dalam pengaturan euthanasia (suntik mati) di Indonesia
menunjukkan perlunya sebuah kerangka hukum yang jelas dan tegas untuk mengatasi
kompleksitas isu ini. Tanpa regulasi yang tepat, praktik euthanasia dapat menimbulkan
ketidakpastian dalam penanganan kasus penderitaan kronis atau terminal, dan
memunculkan potensi konflik etika serta hukum. Namun, pengaturan ini juga harus
memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, agama, dan etika, serta memastikan
perlindungan terhadap hak-hak pasien dan integritas tenaga medis. Oleh karena itu,
mendesaknya pengaturan terkait euthanasia di Indonesia mencerminkan kebutuhan akan
pendekatan yang matang, yang dapat memastikan bahwa setiap keputusan terkait akhir
hidup seseorang didasarkan pada pertimbangan yang bijak, etis, dan memenuhi standar
hukum yang ketat. Saran bagi pemerintah terkait kepastian hukum dalam pengaturan
euthanasia (suntik mati) di Indonesia adalah mendesak penyusunan undang-undang
yang jelas dan komprehensif mengenai praktik ini. Proses pengambilan keputusan untuk
mengakhiri hidup seseorang dalam kasus penderitaan yang tak tertahankan memerlukan
panduan hukum yang tegas. Undang-undang ini harus memuat definisi euthanasia yang
jelas, persyaratan yang harus dipenuhi sebelumnya, dan prosedur yang harus diikuti oleh
pihak medis. Disarankan juga untuk memasukkan mekanisme pengawasan dan pelaporan
yang ketat, serta memberikan pedoman khusus mengenai keabsahan permintaan pasien.
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk menginisiasi dialog lintas sektoral dan
melibatkan stakeholder terkait, termasuk ahli medis, ahli hukum, dan perwakilan
masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa undangundang yang dihasilkan
mencerminkan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
Kebijakan formulasi pertanggungjawaban pidana terhadap dokter yang melakukan
euthanasia dalam hukum positif saat ini yaitu Pasal 344 KUH Pidana yang berbunyi:
" Barang siapa merampas nyawa orang lain atas perrmintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun". Pengaturan Pasal 344 KUH Pidana mengenai euthanasia mempunyai
kelemahan antara lain:
1. Adanya unsur : atas permintaan orang itu sendiri yang dinyatakan dengan
kesungguhan hati, yang selama ini nyata mempersulit pembuktian dan
penuntutan.
2. Pasal 344 KUH Pidana adalah mengenai euthanasia aktif, sedangkan mengenai
euthanasia pasif tidak ada di atur Undang-undang secara jelas.

29
3. Delik euthanasia adalah delik biasa dan bukan delik aduan, sehingga dalam
pembuktiannya penyelidik dan penyidik dituntut untuk lebih memahami tidak
hanya ilmu hukum secara umum saja namun lebih menguasai ilmu hukum
kesehatan.
E. MANFAAT DAN KEKURANGAN
No. Judul Jurnal Manfaat Kekurangan
1. Perlindungan hak  Menyediakan Terkadang mengandung
asasi manusia referensi yang jelas istilah yang hanya berlaku
terhadap pasien  Penjelasan sangat pada bidang tertentu
Euthanasia di baik dan mudah
Indonesia dipahami
 Memperluas
wawasan dan
menambah
pengetahuan
mengenai
Euthanasia
terutama dalam
perlindungan hak
asasi manusia di
Indonesia
2. Euthanasia dalam  Kosa kata yang Ada kosa kata yang
hukum pidana digunakan baik menggunakan Bahasa
Indonesia dan kode dan benar Asing yang mugkin akan
etik kedokteran sehingga mudah sulit di pahami oleh
di pahami oleh sebagian orang.
pembaca
 Penjelasan yang
sangat detail
mengenai
Euthanasia
dalam hukum
pidana di
Indonesia dan

30
kode etik
kedokteran
 Meningkatkan
wawasan dan
melatih kita
untuk berfikir
kritis
3. Konsep Euthanasia di  Memberikan Terdapat beberapa bahasa
Berbagai Negara dan uraian yang sulit dipahami
Pembaruannya di bagaimana khususnya bagi pembaca
Indonesia belanda dan dari kalangan umum.
belgia
menjalankan
praktik eutansia
 Menambah
wawasan bagi
masyarakat
indonesia
terkait
euthansia
 Terdapat
penjelasan yang
sangat detail
yang dapat
memudahkan
pembaca untuk
memahaminya
4. Kepastian hukum  Memberikan  Terletak pada
pengaturan analisis tentang sudut pandang
euthanasia (suntik kepastian yang lebih
mati) di indonesia hukum dalam mendukung
pengaturan regulasi, sehingga
euthanasia di dapat
indonesia yang mengesampingkan
menyoroti pandangan kritis

31
perlunya terhadap praktik
kerangka yang euthanasia.
jelas.
5. Perlindungan hukum  Pasien Dikarenakan masalah
pasien Euthanasia mendapatkan euthanasia menyangkut
ditinjau dari perlindungan soal keamanan dan
perspektif undang- karena keselamatan nyawa
undang no.8 tahun kedudukan manusia, maka harus
1999 tentang pasien adalah dicari pengaturan atau
perlindungan sebagai pasal yang
konsumen konsumen jasa, sekurangkurangnya
maka ia juga sedikit mendekati unsur-
mendapatkan unsur euthanasia itu.
perlindungan
sesuai dengan
Undang-Undang
No. 8 Tahun
1999 tentang
Perlindungan
Konsumen.
 Dapat
diterapkan pada
pelayanan
kesehatan.
6. Kebijakan formulasi  Memaparkan Tidak mendorong untuk di
pertanggungjawaban secara jelas latar lakukannya penelitian
pidana dokter yang belakang lanjut.
melakukan penelitian.
Euthanasia  Pembahasan
metode yang
digunakan
padat dan jelas.
 Penggunaan tata
Bahasa yang
sesuaqi dengan

32
Ejaan yang
Disempurnakan.

F. SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Eutanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang dengan sengaja untuk
menghilangkan penderitaan yang tak tertahankan. Ini adalah tindakan ilegal di sebagian
besar negara, termasuk Indonesia. Namun, beberapa negara bagian di Amerika Serikat,
seperti Oregon dan Washington, telah melegalkan euthanasia.
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk melakukan eutanasia, diantaranya
adalah:
1. Suntikan mematikan: Ini adalah metode yang paling umum digunakan. Dokter
akan memberikan pasien suntikan obat yang kuat yang akan mematikan mereka
dengan cepat dan tanpa rasa sakit.
2. Menghentikan bantuan hidup: Ini adalah metode yang dilakukan dengan
menghentikan semua pengobatan dan perawatan yang membuat pasien tetap
hidup.
3. Bantuan bunuh diri: Ini adalah metode dimana dokter memberikan pasien resep
obat-obatan mematikan yang dapat mereka gunakan untuk mengakhiri hidup
mereka sendiri.
Eutanasia merupakan isu yang kompleks dan kontroversial. Ada banyak argumen
yang mendukung dan menentang legalisasi eutanasia. Aspek hukum eutanasia bervariasi
di setiap negara. Di sebagian besar negara, eutanasia adalah ilegal. Namun, beberapa
negara telah melegalkan eutanasia, dengan ketentuan ketat. Negara pertama yang
melegalkan eutanasia adalah Belanda pada tahun 2002. Sejak saat itu, negara-negara lain
yang telah melegalkan eutanasia termasuk Belgia, Luksemburg, Kanada, Kolombia, dan
beberapa negara bagian di Amerika Serikat.
Di Indonesia, eutanasia adalah ilegal. Pasal 344 KUHP menyatakan bahwa "Barang
siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua
puluh tahun."Ada beberapa alasan mengapa eutanasia ilegal di sebagian besar negara.
Salah satu alasannya adalah karena eutanasia dianggap sebagai pelanggaran terhadap
kesucian hidup manusia. Alasan lainnya adalah karena eutanasia dapat disalahgunakan
untuk mengakhiri hidup orang-orang yang tidak ingin mati, seperti orang tua atau
penyandang disabilitas.
Saran

33
Pada saat pembuatan Analisis Jurnal Euthanasia , Tim penulis menyadari bahwa
banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis harapkan
kritik dan sarannya mengenai pembahasan Euthanasia dalam kesimpulan di atas.

G. DAFTAR PUSTAKA
Pangemanan E G . Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Pasien Euthanasia Di
Indonesia . Lex Et Societatis Vol. VII/No. 6/Jun/2019 .
Krisnalita Y L. Euthansia Dalam Hukum Pidana Indonesia Dan Kode Etik Kedokteran.
Binamulia Hukum Vol. X/ No 2 /Desember /2021
Slamet Sampurno Soewondo, Konsep Euthansia di berbagai Negara dan Pembaruanya di
Indonesia.Vol. 6 /No 2/ june/2023
Widyatama, P. M. M., & Bagiastra, I. N. (2024). KEPASTIAN HUKUM PENGATURAN
EUTHANASIA (SUNTIK MATI) DI INDONESIA. Kertha Widya, 11(2), 113-123.
Atmadja, I. P., & Purwani, S. P. M. (2018). Perlindungan Hukum Pasien Euthanasia Ditinjau
dari Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Jurnal Aktual Justice, 3(1), 50-57.
Butar-butar, E. R., & Eko Soponyono, P. (2016). Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban
Pidana Dokter yang Melakukan Euthanasia. Diponegoro Law Journal, 5(2), 1-14.
Vol. 5/ No. 2

34

Anda mungkin juga menyukai