Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TAFSIR AYAT TENTANG PUASA DALAM PRESPEKTIF


QS. AL-BAQARAH AYAT 183-185
Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tahlili

Disusun Oleh:
Annisa khikmiyatul Faizah
Dina Aulia
Melati Sari Habibatillah
Nasywa Rosyida

PROGRAM STUDI TAKHASSUS AL QUR’AN WA ULUMUHU


MA’HAD ALY DARUL ULUM
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Dan tidak lupa sholawat serta salam semoga
tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad SAW .

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dr.KH. Musta‟in Syafi‟i, M.Ag,
selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Penyusun sangat berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca amalkan dalam
kehidupan sehari hari . Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada teman teman yang sudah berpartisipasi
dalam mewujudkan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga allah SWT senantiasa
meridhoi usaha kita.

Jombang, 23-Nopember-2024

Tim penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.....................................................................................................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Tafsir jalalain Q.S Al- Baqarah ayat 183 ........................................................................ 3

B. Tafsir jalalain Q.S Al-Baqarah ayat 184 ......................................................................... 4

C. Tasfir Jalalain Q.S Al-Baqarah ayat 185 ......................................................................... 8

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................ 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa bulan Ramadhan termasuk salah satu dari lima rukun islam. Puasa
difardhukan atas umat islam yang mukallaf selama tidak ada halangan yang menghalangi
pelaksanannya. Sesungguhnya puasa itu suatu fardhu yang tidak boleh ditinggalkan dan
suatu syi‟ar agama allah yang besar. Hukum puasa Ramadhan adalah wajib berdasarkan
Al Qur‟an, As Sunnah dan ijma‟.
Kewajiban melaksanakan puasa merupakan kewajiban yang dibebankankepada
umat islam yang telah baligh, dan berakal, maka tidak ada alasan bagi umat islam untuk
tidak berpuasa pada bulan Ramadhan , kecuali apabila orang tersebut secara syara‟ boleh
diberikan keringanan (rukhsoh) untuk tidak melaksakan puasa Ramadhan.
Adapun syariat wajibnya puasa memiliki beberapa tahapan-tahapan
• Rasulullah datang ke Madinah dan beliau melaksanakan puasa Asyura dan berpuasa
tiga hari dalam setiap bulannya. Sampai kemudian Allah menurunkan ayat yang
memerintahkan untuk berpuasa yaitu al-baqarah ayat 183 sampai dengan ayat 184
saat pertama ayat ini turun umat Islam dibebaskan untuk berpuasa ataupun tidak
dengan catatan memberi makan kepada orang miskin setiap harinya.
• Kemudian turunlah surat al-baqarah ayat 185 yang menjelaskan tentang wajibnya
puasa Ramadan sekaligus menjadi penghapus hukum puasa sebelumnya yang hanya
3 hari ganti menjadi satu bulan penuh, dalam ayat ini pula Allah mewajibkan bagi
orang yang tidak bepergian dan sehat untuk berpuasa dan memberikan keringanan
kepada orang yang bepergian atau sakit juga orang tua yang sudah tidak mampu
melaksanakan puasa untuk tidak berpuasa.
• Tahapan yang ketiga adalah tahapan pelengkap hukum yaitu ketika turun ayat yang
menjelaskan tentang waktu diharamkannya makan minum dan berhubungan suami
istri dan waktu dihalalkannya hal-hal tersebut, yang hal itu diterangkan pada surat
al-baqarah ayat 187
Adapun kali ini kami hanya akan memaparkan penjelasan QS. Al-Baqarah
ayat 183-185.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ٌَ ُْٕ‫ٍَ ِي ٍْ قَ ْثهِ ُك ْى نَ َؼهَّ ُك ْى ذَرَّق‬ْٚ ‫ة َػهَٗ انَّ ِز‬ َ ِ‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا ُكر‬ْٚ ‫َُّٓا انَّ ِز‬َٚ‫ٰٓا‬ٰٚ
َ ِ‫َا ُو َك ًَا ُكر‬ٛ ِّ‫ ُك ُى انص‬ْٛ َ‫ة َػه‬
(Q.S Al-Baqarah ayat 183)
ٍْ ًَ َ‫ٍْ ف‬ٛ‫َح طَ َؼا ُو ِي ْس ِك‬ٚ‫قُْٕ ََّ فِ ْذ‬ْٛ ‫ ُِط‬ٚ ٍَْٚ ‫َّاو ا ُ َخ َش َٔ َػهَٗ انَّ ِز‬َٚ‫ضًا أَْ ػ َٰهٗ َسفَش فَ ِؼ َّذج ِّي ٍْ ا‬ْٚ ‫َّا ًيا َّي ْؼ ُذْٔ ٰدخ فَ ًَ ٍْ َكاٌَ ِي ُْ ُك ْى َّي ِش‬َٚ‫ا‬
ٌَ ًُْٕ َ‫ْش نَّ ُك ْى اِ ٌْ ُك ُْرُ ْى ذَ ْؼه‬ٛ‫ْش نَّّ ۗ َٔاَ ٌْ ذَصُْٕ ُيْٕ ا َخ‬ٛ‫شًا فَُٓ َٕ َخ‬ْٛ ‫( ذَطَ َّٕ َع َخ‬
Q.S Al-Baqarah ayat 184 )

1
ٌَ‫ص ًُّْ َٔ َي ٍْ َكا‬ ِ َُّ‫ ِّ ْانقُشْ ٰاٌُ ُْذًٖ نِّه‬ْٛ ِ‫٘ اُ َْ ِز َل ف‬
ُ َٛ‫ِّ ُٰد ِّيٍَ ْانٓ ُٰذٖ َٔ ْانفُشْ قَا ِۚ ٌِ فَ ًَ ٍْ َش ِٓ َذ ِي ُْ ُك ُى ان َّش ْٓ َش فَ ْه‬َٛ‫اس َٔت‬ ٰٓ ْ ‫ضاٌَ انَّ ِز‬
َ ‫َش ْٓ ُش َس َي‬
ٰ ّ ٰ ْ ُ ْ ْ ْ ّ ٰ ُ ٰ
‫ ُذ تِ ُك ُى ان ُؼ ْس َش و َٔنِرُك ًِهٕا ان ِؼ َّذجَ َٔنِرُ َكثِّشُٔا ّللَ ػَهٗ َيا‬ْٚ ‫ ُِش‬ٚ ‫ُ ْس َش َٔ ََل‬ٛ‫ ُذ ّللُ تِ ُك ُى ان‬ْٚ ‫ ُِش‬ٚ ‫َّاو ا َخ َش‬َٚ‫ضًا أَْ ػَهٗ َسفَش فَ ِؼ َّذج ِّي ٍْ ا‬ْٚ ‫َي ِش‬
ٌَ ُْٔ‫ْ َٰذى ُك ْى َٔنَ َؼهَّ ُك ْى ذَ ْش ُكش‬
(Q.S Al-Baqarah ayat 185)

B. Rumusan Masalah

1. Apa kajian tafsir dari Q.S Al-Baqarah ayat 183 dari beberapa kitab tafsir?
2. Apa kajian tafsir dari Q.S Al-Baqarah ayat 184 dari beberapa kitab tasfir?
3. Apa kajian tafsir dari Q.S Al-Baqarah ayat 185 dari beberapa kitab tafsir?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir jalalain Q.S Al- Baqarah ayat 183

} ٌَُٕ‫ٍ ِيٍ لَ ْجهِ ُك ْى } يٍ األيى { نَ َعهَّ ُك ْى رَزَّم‬ٚ‫ت َعهَٗ انز‬


َ ِ‫بو َك ًَب ُكز‬ٛ‫ ُك ُى انص‬ْٛ َ‫ت } فشض { َعه‬
َ ِ‫ٍ َءا َيُُٕ ْا ُكز‬ٚ‫ٓب انز‬ٚ‫بأ‬ٚ {
‫ يجذؤْب‬ْٙ ٙ‫كسش انشٕٓح انز‬ٚ َّ‫ فا‬ٙ‫ انًعبص‬.

Artinya: (wahai orang orang yang beriman telah ditetapkan) difardhukan (atas kalian
semua berpuasa sebagaimana telah ditetapkan atas orang orang sebelum kalian) dari
beberapa umat) agar kalian semua bertaqwa) dari kemaksiatan kemaksiatan. Maka
sesungguhnya puasa itu memecah syahwat. Yang mana syahwat adalah permulaan
dari maksiat.

Pada ayat ayat sebelum al baqarah ayat 183 ini, disitu diterangkan beberapa
kewajiban dan tuntunan allah yang berkaitan dengan pemeliharaan jiwa manusia,
setelah kelompok ayat ayat sebelumnya yang berbicara tentang larangan yang
melampaui batas dalam mengkonsumsi makanan demi mememlihara jasmani
manusia. kemudian diayat setelahnya, orang orang beriman diajak untuk memelihara
jiwa dengan jalan menuntut qishas bagi keluarga korban yang keberatan atau
memaafkannya bila mereka berlapang dada, maka disini - setelah selingan ayat ayat
yang mengandung wasiat sebelum mati - ayat ayat surat ini kembali berbicara tentang
pemeliharaan jiwa manusia melalui ajakan mesra untuk berpuasa .Ayat puasa dimulai
dengan ajakan kepada setiap orang yang memiliki iman ia dimulai dengan panggilan
mesra yakni “wahai orang orang yang beriman”

Diayat ini menggunakan khitab untuk orang mukmin yang berada di kota
madinah akan tetapi, yang dimaksudkan itu umum untuk seluruh ummat islam di
dunia. Secara bahasa Shiam atau shoum adalah masdar dari ‫صٕو‬ٚ ‫ صاو‬yang berarti
menahan atau meninggalkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah adalah menahan
makan dan minum dan jima‟ dari shubuh sampai maghrib dengan niat. Puasa jika
menurut bahasa lebih umum dengan arti menahan dari ucapan atau perbuatan atau
bermakana meninggalkan . sedangakan menurut istilah lebih khusus yaitu
meninggalkan makan dan minum dan menikah dari terbitnya fajar sampai
tenggelamnnya matahari dengan niat yang khusus. Dalam al qur‟an lafadz shoum
datang sebanyak 14 kali, menggunakan shighot fiil mudhorek 2 kali, isim masdhar 10
kali dan isim fa‟il 2 kali. Dalam al qur‟an, penggunaan kata shiam itu ada 2 wajah
yaitu puasa syar‟i yang telah diketahui yang kedua bermakna diam seperti firman
allah Q.S Maryam ayat 26 yang berbunyi:

‫َْٕ َو‬ٛ‫صْٕ ًيا فَهَ ٍْ اُ َكهِّ َى ْان‬ ُ ْ‫ ََ َزس‬ْٙ َِِّ‫ ا‬ْٰٙٓ ِ‫ِ ٍَّ ِيٍَ ْانثَ َش ِش اَ َحذًا فَقُْٕ ن‬ٚ‫ًُا ِۚفَا ِ َّيا ذَ َش‬ْٛ ‫ َٔقَشِّ ْ٘ َػ‬ْٙ ِ‫ َٔا ْش َشت‬ْٙ ِ‫فَ ُكه‬
َ ٍِ ًٰ ْ‫خ نِهشَّح‬
‫ًّا‬ٛ‫اِ َْ ِس‬

Di ayat terdapat pentasybihan (penyamaan) puasa antara umat nabi


muhammad SAW dan umat terdahulu akan tetapi, penyamaan tersebut, hanya dalam

3
kefardhuannya saja bukan tata cara dan pahalanya. Faedah atau hikmah penyebutan
tasybih di ayat ini, adalah sebagai penguat dalam perintah dan tasalli (penghibur)
karena puasa adalah ibadah yang berat namun, ketika sesuatu yang berat itu umum
dilakukan maka akan menjadi lebih mudah dan ringan untuk ditanggung. Kewajiban
berpuasa dimaksudkan agar bertaqwa yakni terhindar dari segala macam sanksi dan
dampak buruk, baik duniawi maupun ukhrawi. Pada lafadz la‟allakum tattaquun
lafadz la‟alla tidak bermakna tarajji karena jika bermakna tarajji berarti
mengisyaratkan adanya ketidaktahuan akhir dari suatu perkara dan hal tersebut
mustahil bagi Allah. Maka lafadz laalla disitu ditakwil dengan beberapa makna:
1. Bahwasanya allah itu telah menjelaskan dengan lafadz ini bahwa, puasa itu
memunculkan taqwa karena di dalam puasa itu ada usaha untuk
menghancurkan syahwat dan menahan hawa nafsu. karena hal itu ada sesuatu
yang menghilangkan segala macam kejelekan. Dan juga menutup pandangan
serta merendahkan kenikmatan dunia dengan segala macam perhiasannya.
Karena puasa itu menghancurkan syahwatnya perut dan juga farji.
2. Bahwa dengan puasa ini maka kamu bisa memperkuat benteng atau pondasi
dalam taqwa
3. Agar kamu bertaqwa kepada allah dengan puasamu itu dan meninggalkan hal
hal yang disenangi oleh syahwat dan nafsu. Karena ketika semakin besar
kecintaan terhadap sesuatu maka meninggalkannya pun semakin berat. Dan
kecintaan manusia terhadap makanan dan yang berhubungan dengan nikah itu
lebih besar dari hal hal yang lain. Maka jika dia sudah bisa meninggalkan 2 hal
tersebut akan semakin mudah baginya bertaqwa pada Allah
4. Agar kamu masuk dalam golongan orang orang bertaqwa sebab puasamu itu

B. Tafsir jalalain Q.S Al-Baqarah ayat 184

ٌ‫ سيضب‬ْٙٔ ‫بو أٔ ة ( صٕيٕا ) يمذّساً { يعذٔداد } أ٘ لالئم أٔ يإلزبد ثعذد يعهٕو‬ٛ‫ت ثبنص‬ ِ َُ } ‫َّب ًيب‬َٚ‫{ أ‬
َ ‫ص‬
‫سفَ ٍش } أ٘ يسبفشا‬ َ ٗ‫ضب أَ ْٔ عه‬ً ٚ‫ٍ شٕٓدِ { َّي ِش‬ٛ‫ٍ { فَ ًٍَ َكبٌَ ِيُ ُكى } ح‬ٛ‫الً عهٗ انًكهف‬ٛٓ‫ ٔلهَّهّ رس‬ٙ‫أر‬ٛ‫كًب س‬
{ ّ‫صٕيٓب ثذن‬ٚ } ‫َّ ٍبو أُ َخ َش‬َٚ‫ّ عذح يب أفطش { ِّيٍْ أ‬ٛ‫ٍ فأفطش { فَ ِع َّذحٌ } فعه‬ٛ‫ انحبن‬ٙ‫سفش انمصش ٔأجٓذِ انصٕو ف‬
ٙ‫أكهّ ف‬ٚ ‫س ِك ٍٍ } أ٘ لذس يب‬ ْ ‫ { طَ َعب ُو ِي‬ْٙ } ٌ‫َخ‬ٚ‫ُشجٗ ثشؤِ { فِ ْذ‬ٚ ‫مََُّٕ ُ } نكجش أٔ يشض ال‬ٛ‫ُ ِط‬ٚ { ‫ٍ } ال‬ٚ‫َٔ َعهَٗ انز‬
ٌ‫ب‬ٛ‫ نهج‬ْٙٔ ) ‫خ‬ٚ‫ٍ ] ثاضبفخ ( فذ‬ٛ‫خ طعبو يسك‬ٚ‫ لشاءح [ فذ‬ٙ‫ ٔف‬، ‫ٕو‬ٚ ‫ٕيّ ْٕٔ ي ّذ يٍ غبنت لٕد انجهذ نكم‬ٚ
ًٍ‫ٍ انصٕو ثمٕنّ ( ف‬ٛٛ‫خ ثى َسخ ثزع‬ٚ‫ٍ انصٕو ٔانفذ‬ٛ‫ صذس اإلسالو ث‬ٙ‫ٍ ف‬ٚ‫ش‬ٛ‫ش يمذسح ٔكبَٕا يخ‬ٛ‫م «ال» غ‬ٛ‫ٔل‬
‫خ ثال‬ٛ‫ ئال انحبيم ٔانًشضع ئرا أفطشرب خٕفب ً عهٗ انٕنذ فآَب ثبل‬: ‫صًّ ) لبل اثٍ عجبس‬ٛ‫شٓذ يُكى انشٓش فه‬
ٌَ‫ ٌش نَُّّ َٔأ‬ْٛ ‫خ { فَُٓ َٕ } أ٘ انزطٕع { َخ‬ٚ‫ انفذ‬ٙ‫بدح عهٗ انمذس انًزكٕس ف‬ٚ‫ ًشا } ثبنز‬ْٛ ‫ حمًٓب { فَ ًٍَ رَطَ َّٕ َع َخ‬ٙ‫َسخ ف‬
‫بو‬ٚ‫ش نكى فبفعهِٕ رهك األ‬ٛ‫خ { ئٌِ ُكُزُ ْى رَ ْعهَ ًٌَُٕ } أَّ خ‬ٚ‫ ٌش نَّ ُك ْى } يٍ اإلفطبس ٔانفذ‬ْٛ ‫صٕ ُيٕ ْا } يجزذأ ٔ خجشِ { َخ‬ ُ َ‫ ر‬.

Artinya: (beberapa hari) dinashabkan dengan as shiyam/ dengan fiil yashuumu yang
dikirakirakan (yang ditentukan) yakni sedikit atau ditentukan waktunya dengan
bilangan yang ditetapkan yaitu bulan ramadhan. Sebagaimana keterangan yang akan
datang . allah menyedikitkan bilangan tersebut untuk memudahkan orang yang
terkena beban taklif.(Barang siapa diantara kalian) ketika menyaksikan ramadhan
(dalam keadaan sakit atau bepergian) yakni seorang yang bepergian jarak qoshor ,
maka puasa itu membenaninya dalam 2 keadaan tadi, kemudian dia berbuka (maka
wajib menggantinya) wajinb bagi dia mengganti hari ia berbuka ( di hari hari yang

4
lain) yakni puasanya di hari hari yang lain itu sebagai pengganti. (Dan orang orang
yang) tidak (mampu berpuasa membayar fidyah) yaitu (memberi makan orang
miskin) yakni sekiranya memberi makan dalam satu hari yaitu 1 mud dalam
kebiasaannya makanan pokok setiap harinya. Dan dalam suatu bacaan
mengidhofahkan lafadz fidyah sebagai penjelas. Dan dikatakan tidak mengira
ngirakan laa. Dulu dipermulaan islam, umat islam disuruh memilih antara puasa atau
membayar fidyah. Kemudian hukum tersebut dihapus dengan memperjelas puasa
(ta‟yin) dengan ayatnya allah ُّ‫َصًُۡ و‬ٛ‫فَ ًٍَ َش ِٓ َذ ِيُ ُك ُى ٱن َّش ۡٓ َش فَ ۡه‬. Ibnu abbas berkata kecuali
wanita hamil dan menyusui maka jika keduanya berbuka karena khawatir pada
anaknya maka ayat tersebut tetap hukumnya, tanpa di nasakh dalam hak keduanya.
(maka barang siapa yang berbuat kesunahan) dengan menambah kadar yang telah
disebutkan dalam fidyah (maka hal tersebut itu lebih baik baginya. Dan berpuasalah
kalian) menjadi mubtada‟ adapun khobarnya ( itu lebih baik bagi kalian) daripada
berbuka dan membayar fidyah (jika kalian mengeahuinya) bahwasannya puasa itu
lebih baik bagi kalian maka kerjakanlah.

Di ayat sebelumnya telah diperintahkan berpuasa tanpa menjelaskan berapa


lamakah berpuasa itu dan siapa saja yang dibebani kewajiban puasa serta siapa saja
yang mendapatkan keruhsoan tidak berpuasa. Maka di ayat ini dijelaskan beberapa
ketentuan puasa selanjutnya.
Ada beberapa pendapat mengenai dinashabkannya lafadz ‫ايا يؼذٔداخ‬ٚ‫ ا‬:
1. Dinashabkan dengan ‫بو‬ٛ‫ انص‬yakni menjadi dhorof ‫او‬ٚ‫ ا‬ٙ‫او ف‬ٛ‫انص‬
2. Maf‟ul kedua dari lafadz ‫سى فاػهّ( كرة‬ٚ ‫)خثش نى‬
3. Dinashabkan dengan fiil yang dibuang taqdirannya ‫او يؼذٔداخ‬ٚ‫ صٕيٕا ا‬dan ini
pendapat yang ahsan.
Penggunaan lafadz (ma‟dudaat) menjukan arti kurang dari 40 hari. Karena
dalam kebiasaan bahasa arab Ketika menyebutkan lafadz ma‟dudat maka yang
dimaksud adalah kurang dari 40 hari. Dimungkinkan juga jama‟ pada lafadz tersebut
adalah jama‟ qillah yang mengisyarotkan sedikitnya hari. Jadi dari sini menjadi jelas
bahwa allah mewajibkan puasa hanya beberapa hari yang sedikit dari satu tahun
bukan kebanyakan hari dalam setahun atau seluruh hari dalam setahun. Kemudian
pada ayat ‫ضًا‬ٚ‫ فَ ًٍَ َكاٌَ ِيُ ُكى َّي ِش‬yang dimaksudkan disini adalah bahwa kewajiban
berpuasa itu bagi orang yang mukim sehat adapun orang yang sakit atau berpergian
maka boleh baginya mengakhirkan puasa dan menggantinya di hari hari selain bulan
ramadhan. Lafadz ٌ‫ كا‬tersebut tidak bermakna madhi tapi bermakna istiqbal karena
disitu terdapat makna syarat dan jawab. Sebagaimana ucapanmu ُُّ‫ر‬ْٛ َ‫ أذ‬َِٙ‫َيٍ أذا‬
Ulama’ berbeda pendapat mengenai sakit yang diperbolehkan untuk berbuka.
Terbagi menjadi 3 pendapat:
1. Sakit apapun itu maka baginya mendapat keruhsoan. Maka disini melihat pada
keumuman lafadz dalam keadaan minimal. Ini adalah pendapat hasan al
bashri dan ibnu sirin
2. Keruhsoan ini terkhusus untuk orang sakit yang apabila berpuasa maka akan
menimbulkan kepayahan dan kesulitan baginya. Ini pendapat al asham maka
disini melihat keumuman lafadz dalam keadaan maksimal

5
3. Pendapat kebanyakan fuqoha‟. Sesungguhnya sakit yang mendapat keruhsoan
adalah sakit yang bisa mendatangkan pada bahayanya jiwa atau dengan puasa
bisa bertambah sakitnya. Tidak bisa dikatakan sakit apapun itu bisa mendapat
keruhsoan puasa karena terkadang sakit bisa berkurang sebab berpuasa.
Adapun safar yang maksud di ayat ini juga diperselisihkan ulama:
1. Berpergian yang mendapat keruhsoan adalah berpergian jarak qoshor yakni 16
farsah. Ini pendapat ulama‟ jumhur
2. Jarak berapapun itu bisa hasil ruhsoh walaupun hanya 1 farsah. ini pendapat
daud
3. Perjalanan mubah yang jaraknya satu hari ini pendapat al auzai
4. Perjalanan dengan jarak 24 farsah ini menurut Abu Hanifah dan At tsauri
Sedangkan menurut madzhab syafii safar yang diperbolehkan berbuka adalah safar
yang jaraknya 16 dan tidak dihitung perjalanan pulangnya.

Hujjah imam syafii dan ahmad ada 2:

1. Yang dimaksud safar dalam syariat adalah berpergian yang menyebabkan


orang itu boleh mengqoshor sholat, sedangkan lelahnya perjalanan satu hari
satu malam itu masih dalam taraf ringan untuk di tanggung, Adapun Ketika
lelahnya perjalanan itu berulang dalam 2 hari, maka hal itulah yang
menyebabkan beratnya menanggung Lelah dalam perjalanan, dan hal itu pula
yang menjadikan munculnya ruhsoh atau keringanan.
2. Berdasar pada hadist nabi dari ibnu abbas
‫ أ ْدَٗ ِيٍ أسْ تَ َؼ ِح تُشُد‬ٙ‫صشُٔا ف‬ ُ ‫ا أ ْْ َم َي َّكحَ» َل ذَ ْق‬ٚ« :‫ ﷺ قا َل‬ٙ َّ ِ‫أٌ انَُّث‬ َّ َٙ ‫ض‬
َّ ‫ّللُ َػ ًُُْٓا‬ ِ ‫ػ ٍَِ ات ٍِْ َػثّاس َس‬
ٗ‫ ِيٍ َي َّكحَ إن‬، ٌَ‫ُػ ْسفا‬
Artinya : dari ibnu abbas bahwasannya nabi Muhammad saw berkata „wahai
penduduk mekkah janganlah mengqoshor sholat kurang dari 4 burud dari
mekkah ke asfan. Para ahli bahasa berkata setiap 4 barid itu 4 farsah maka
apabila dikumpulkan berjumlah 16 farsah. hadist lain
ٌِ ‫ إنٗ َي ِّش انظَّْٓشا‬:‫ فَقا َل‬.‫ َل‬:‫ص ُش إنٗ َػ َشفَحَ ؟ فَقا َل‬ ُ ‫ أ ْق‬:‫أٌ ػَطا ًء قا َل َِل ْت ٍِ َػثّاس‬ َّ ‫ضًا‬ْٚ ‫ أ‬ِّٙ ‫٘ َػ ٍِ ان ّشافِ ِؼ‬
َ ُِٔ ‫ٔس‬
‫ف‬ ّ ْ ُ َ َّ ْ‫ُش‬ ْ َ
ِ ِ‫ ٔن ِك ٍِ اقص إنٗ ُجذج ٔػسفاٌَ ٔانطائ‬.‫ َل‬:‫؟ فقا َل‬ َ
Artinya : apakah aku mengqoshor sholatku ke arafah? Beliau berkata: tidak.
Kemudian ibnu abbas berkata. apakah aku mengqoshor sholat ke
marridzhuhron? Jawab nabi “tidak tapi qoshorlah shalat ke juddah dan asfan
dan thaif.
Pada lafadz ‫َّاو أُ َخ ِۚ َش‬َٚ‫ فَ ِؼ َّذجࣱ ِّي ٍۡ أ‬itu menjadi dalil bahwa mengqodho‟ puasa itu tidak
harus seketika dan boleh secara berurut urut maupun terpisah pisah. Menurut imam
syafii dan maliki seorang musafir jika di tengah tengah hari dia mukim atau orang
yang sakit di tengah tengah hari dia sembuh maka mereka tidak wajib berpuasa
seketika itu karena allah hanya mewajibkan menggantinya di hari lain . Mereka yang
sebelumnya berbuka atau ifthar maka tetap baginya hukum Ifthar. Dan apabila

6
diwajibkan bagi mereka berpuasa dan menggantinya di hari lain, maka hal itu sama
saja mewajibkan hukum yang lebih banyak dari yang telah allah tetapkan
Sedangkan pada ayat ࣱۗ ‫ٍ و‬ٛ‫َحࣱ طَ َؼا ُو ِي ۡس ِك‬ٚ‫قََُٕ ۥُّ فِ ۡذ‬ٛ‫ُ ِط‬ٚ ٍَٚ‫ َٔ َػهَٗ ٱنَّ ِز‬ada perselisihan ulama‟
mengira ngirakan huruf ‫ َل‬atau tidak. Ulama yang berpendapat tidak menta‟wil ‫َل‬
mereka berdalih bahwa ayat ini menggandung ma‟na istbat yakni penetapan hukum
syariat maka apabila mengira-ngirakan ‫ َل‬pada ayat tersebut akan merubah ma‟na
istbat tadi menjadi meniadakan. Sekalipun membayar fidyah itu bagi yang tidak
mampu berpuasa. Adapun dari segi bahasa ‫ج طاق‬bermakna kesungguhan yang sampai
pada ujungnya atau puncak dalam menanggung sesuatu. Jadi apabila lafadz ‫طاقح‬
disandingkan dengan ‫ َل‬itu bermakna tidak mampu sama sekali. Perintah berpuasa itu
apabila dia mampu melaksanakannya walaupun berat (‫ ) طاقح‬karena tidak ada beban
taklif syariat pada sesuatu yang tidak mampu dilakukan karena allah ‫ّلل ََ ْفسًا ّإَل‬ َّ ‫ُ َكهِّف‬ٚ ‫َل‬
‫ ُٔسْؼٓا‬. ayat ini juga diperselisihkan apakah dinasakh atau tidak. Adapun yang
berpendapat dinasakh mereka berhujah karena sebagian ulama berpendapat bahwa
puasa pada awalnya di syariatkan secara takhyir (pilihan), yakni dia boleh memilih
antara berpuasa atau membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin setiap
hari dia berbuka kemudian hukum tersebut di nasakh dengan firman Allah SWT ًٍَ َ‫ف‬
ُّ‫َصًُۡ و‬ٛ‫ َش ِٓ َذ ِيُ ُك ُى ٱن َّش ۡٓ َش فَ ۡه‬.Pendapat ini menurut kebanyakan mufasir karena mereka berdalil
pada hadist yang diriwayatkan imam Bukhari Muslim dari ‫ سهًح تٍ اكٕع‬dia berkata
Ketika ayat ࣱۗ ‫ٍ و‬ٛ‫َحࣱ طَ َؼا ُو ِي ۡس ِك‬ٚ‫قََُٕ ۥُّ فِ ۡذ‬ٛ‫ ُِط‬ٚ ٍَٚ‫ َٔ َػهَٗ ٱنَّ ِز‬turun maka seorang itu boleh
berpuasa atau berbuka dan membayar fidyah sampai turun ayat setelahnya yang
menasakh ayat ini yaitu ُّ‫َصًُۡ و‬ٛ‫ فَ ًٍَ َش ِٓ َذ ِيُ ُك ُى ٱن َّش ۡٓ َش فَ ۡه‬.Diriwayatkan dari Ibnu Mas‟ud
Mu‟adz dan Ibnu Umar serta yang lainnya. Pendapat yang kedua bahwa ayat tersebut
tidak di nasakh akan tetapi turun untuk orang tua yang sudah sangat tua dan orang
yang sakit yang apabila dia berpuasa maka akan menyusahkannya. Pendapat ini
diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata orang tua yang sudah sangat tua
diberikan kerukhsoan untuk berbuka dan memberi makan orang miskin dihari dia
berbuka itu dan tidak ada qadha‟ baginya,maka makna dari ayat ࣱ‫َح‬ٚ‫قََُٕ ۥُّ فِ ۡذ‬ٛ‫ُ ِط‬ٚ ٍَٚ‫َٔ َػهَٗ ٱنَّ ِز‬
ࣱٍٛ‫ طَ َؼا ُو ِي ۡس ِك‬adalah “dan orang yang mampu untuk berpuasa akan tetapi di sertai
dengan kesulitan dan kepayahan”. Dan pendapat ini di kuatkan dengan satu qira‟at
ٌَ ُْٕ‫ُطَ َّٕق‬ٚ yang bermakna ‫كهفَّٕ يغ انًشقح‬ٚ yakni mereka dibebani puasa dengan kesulitan.
Adapun hukumnya Perempuan hamil dan menyusui jika mereka berbuka
karena khawatir atas diri mereka atau anak mereka maka hukumnya itu sama dengan
hukumya orang sakit ini menurut kesepakatan ahli fiqih,namun mereka berselisih
apakah wajib bagi mereka mengqadha‟ dengan fidyah atau mengqadha‟ saja.
1. Imam abu Hanifah berpendapat bahwa yang wajib keduanya adalah
mengqadha‟ saja.
2. Sedangkan menurut imam Syafi‟I dan Ahmad wajib mengqadha‟ dan fidyah.
Setelah memberi tahu keruhsoan tersebut, Allah Kembali mengingatkan,
bahwa barangsiapa yang melakukan kebajikan dengan kerelaan hati maka itulah
yang lebih baik baginya. ‫ ذطٕع‬atau kebajikan disini bisa bermakna menambah kadar
wajib memberi fidyah atau menambah bilangan orang miskin yang diberikan atau
dengan berpuasa dan membayar fidyah. Dan berpuasa itu lebih baik bagi kalian jika
kalian mengetahuinya maka lakukanlah
7
C. Tasfir Jalalain Q.S Al-Baqarah ayat 185

‫ يُّ { ُْذًٖ } حبل‬،‫هخ انمذس‬ٛ‫ ن‬ٙ‫ب ف‬َٛ‫ ِّ انمشآٌ } يٍ انهٕح انًحفٕظ ئنٗ انسًبء انذ‬ِٛ‫ضبٌَ انزٖ أَُ ِز َل ف‬ َ ‫ش ْٓ ُش َس َي‬ َ {
{ ٍ‫ٓذ٘ ئنٗ انحك يٍ األحكبو { َٔ } ي‬ٚ ‫بد ٔاضحبد { ِيٍَ انٓذٖ} يًب‬ٚ‫ذ } آ‬ َ َٰ
ُ ٛ ‫ث‬
ٍ ِّ َ َ ِ ٔ ‫س‬ ‫ب‬َّ ُ ‫ه‬ّ ‫ن‬ { ‫انضالنخ‬ ٍ‫ي‬ ً ‫ب‬ٚ‫ْبد‬
ٗ‫ضب أَ ْٔ عه‬ ً ٚ‫ص ًُّْ َٔ َيٍ َكبٌَ َي ِش‬ ُ َٛ‫ش ْٓ َش فَ ْه‬ َ ًٍَ َ‫ٍ انحك ٔانجبطم { ف‬ٛ‫فشق ث‬ٚ ‫انفشلبٌ } يًب‬
َّ ‫ش ِٓ َذ } حضش { ِيُ ُك ُى ان‬
‫ ُذ‬ٚ‫ُ ِش‬ٚ َ‫سش َٔال‬ٛ‫ ُذ هللا ثِ ُك ُى ان‬ٚ‫ُ ِش‬ٚ { ) ‫ى ( يٍ شٓذ‬ًٛ‫زْٕى َسخّ ثزع‬ٚ ‫َّ ٍبو أُ َخ َش } رمذّو يثهّ ٔكشس نئال‬َٚ‫سفَ ٍش فَ ِع َّذحٌ ّيٍْ أ‬ َ
ّٛ‫ضب نأليش ثبنصٕو عطف عه‬ٚ‫ يعُٗ انعهخ أ‬ٙ‫ انًشض ٔانسفش ٔنكٌٕ رنك ف‬ٙ‫ثِ ُك ُى انعسش } ٔنزا أثبح نكى انفطش ف‬
{ ‫ذ [ ٔنزك ًِّهٕا ] { ٱ ْن ِع َّذحَ } أ٘ عذّح صٕو سيضبٌ { َٔنِزُ َكجّ ُشٔ ْا هللا } عُذ ئكًبنٓب‬ٚ‫ف ٔانزشذ‬ٛ‫{ َٔنِزُ ْك ًِهُٕ ْا } ثبنزخف‬
. ‫ش ُكشٌَُٔ } هللا عهٗ رنك‬ ْ َ‫ُّ { َٔنَ َعهَّ ُك ْى ر‬ٚ‫عهٗ َيب ْذاكى } أسشذكى نًعبنى د‬

Artinya: hari hari itu (yakni bulan Ramadhan yang diturunkan di bulan Ramadhan
adalah al qur‟an) di lauhul mahfudz pada langit dunia pada malam lailatul qadar
(sebagai petunjuk) dari kesesatan (untuk manusia dan penjalasan penjelasan) ayat ayat
yang jelas (dari petunjuk) dengan apa yang menunjuk pada kebenaran dari beberapa
macam hukum (dan pembeda pembeda ) dari apa apa yang memisahkan dari yang
haqq dan yang bathil. (Maka barang siapa yang menyaksikan) hadir (dari semuanya
pada bulan itu maka berpuasalah pada bulan Ramadhan itu dan barang siapa sakit
atau Ketika shafar maka menggantinya di hari hari yang lain) telah berlalu yang
semisal dengannya dan diulang ulang supaya tidak ada keraguan dalam penjelasannya
dengan umumnya lafadz ‫( يٍ شٓش‬Allah menghendaki pada kamu semua kemudahan
dan AllahSWT tidak menghendaki pada kamu semua kesulitan) dan karena itu
diperbolehkan pada kamu semua Ketika sakit dan saat perjalanan karena keberadaan
semuanya dalam makna illat demikian juga karena perkara puasa yang dikaitkan
dengannya (dan sempurnakanlah kamu semuanya) dengan meringankan dan dengan
kesunngguhan (dengan menggantinya) yakni iddah puasa Ramadhan (dan bertakbirlah
kamu semua pada Allah SWT) Ketika sempurnanya puasa Ramadhan tadi (atas apa
apa yang Allah SWT beri petunjuk pada kamu semuanya) menunjukkan kamu semua
kepada pengetahuan pengetahuan agamanya (agar kamu semua bersyukur) pada Allah
SWT atas semuanya itu.

Lafadz ٌ‫ سيضب‬ada dua pendapat yakni:

1) ‫ اسى ّلل‬berdasar hadist nabi ‫َة‬ َ ْ‫ ”«َل ذَقُٕنُٕا جا َء َس َيضاٌُ ٔ َر‬:‫ ﷺ أََُّّ قا َل‬ِّٙ ِ‫٘ ػ ٍَِ انَُّث‬
َ ُِٔ ‫ٔس‬
َّ
ٗ‫إٌ َس َيضاٌَ اسْى ِيٍ أسًْا ِء ّللِ ذَؼان‬ َ
َّ ‫َة َش ْٓ ُش َس َيضاٌَ ف‬ َ ُ ُ ْ َ
َ ْ‫ جا َء َش ْٓ ُش َس َيضاٌَ ٔر‬:‫» َس َيضاٌُ ٔن ِكٍ قٕنٕا‬
2) ‫ اسى شٓش‬itu ada dua:
i. ‫ اصهّ سيضاء‬artinya adalah hujan yang datang sebelum musim rontok
yang membersihkan permukaan bumi dari debu
ii. ‫ سيض‬artinya adalah panas dari Terik matahari karena membakar dosa
َّ ‫ٕب ِػثا ِد‬
«ِ‫ّلل‬ َ َُ‫َشْ ِيضُ ُر‬ٚ ََُّّ‫ َس َيضاٌَ ِِل‬َٙ ًِّ ‫ »إًََّا ُس‬.artinya sesungguhnya dinamai
bulan ramadhan karena membakar dosa dosanya hamba.

Ditetapkan bulan romadhon yaitu dengan rukyatul hilal Imam malik berkata:
'wajib dengan kesaksian dua laki laki yang adil, karna persaksian yaitu sebagaimana
penetapan hilal syawal, tidak boleh kurang dari dua saksi tersebut ' Imam Tirmidzi
berkata: 'boleh satu orang saksi untuk hukum puasa'. Jika hilal terhalangi sehingga
tidak terlihat maka penetapan bulan Ramadhan dengan menggenapkan menjadi 30

8
hari. Kalimat ٌ‫ّ انقشآ‬ٛ‫ اَزل ف‬yang dari lauhul mahfudz ke langit dunia secara sekaligus
kemudian malaikat jibril turun dengan Al qur'an secara berangsur-angsur. Maka dari
itu ayat ini lebih umum dari ayat .‫هح اقذس‬ٛ‫ ن‬ٙ‫ أَا اَزنُاِ ف‬Pada ayat ini ada penyebutan
lafadz ٖ‫ ْذ‬dua kali dikarenakan:
a. ٖ‫ ْذ‬adakalanya itu jelas dan tampak (ًّ‫ )يحك‬adakalanya juga tidak tampak
(ّٓ‫)يرشات‬
b. Al Qur'an adalah penjelas bagi dirinya sendiri dari penjelas bagi Injil dan
taurat karena lafadz ٌِ ِۚ ‫ ِّيٍَ ۡٱنُٓذ َٰٖ َٔ ۡٱنفُ ۡشقَا‬diartikan sebagai taurat dan injil
c. ٖ‫ ْذ‬yang pertama : Ushuluddin, sedang ٖ‫ ْذ‬yang kedua : Furu'uddin

Hikmah Allah SWT mewajibkan puasa di bulan ramadhan adalah bulan yang
disitu diturunkan Al Qur'an yang mana Al Qur'an termasuk paling agungnya tanda
tanda kebesaran kekuasaan Allah SWT, seorang hamba tidak bisa sampai pada derajat
yang luhur dan bisa memahami ayat ayat Allah SWT serta merasakan cahaya nya
sampai dia bisa melepaskan diri dari ikatan ikatan nafsunya dan puasa adalah cara
yang paling jitu untuk melepaskan ikatan nafsunya
Pada lafadz ‫او اخش‬ٚ‫ فؼذج يٍ ا‬diulang dua kali di ayat ini dan ayat sebelumnya,
dikarenakan pada lafadz ًّ‫ص‬ٛ‫ فًٍ شٓذ يُكى انشٓش فه‬itu mansukh dengan ayat sebelumnya
pada lafadz َّٕ‫ق‬ٛ‫ط‬ٚ ٍٚ‫ ٔ ػهٗ انز‬yang mana dikhawatirkan kepada pembaca itu salah
faham apabila tentang masalah kerukhsoan itu juga dihapus, maka pengulangan lafadz
‫او اخش‬ٚ‫ فؼذج يٍ ا‬menunjukkan bahwa kerukhsoan bagi orang dalam keadaan sakit dan
bepergian itu tidak dihapus
Ayat ‫ذ نكى انؼشس‬ٚ‫ش‬ٚ ‫ذ ّلل نكٍ انثشش َٔل‬ٚ‫ش‬ٚMenjadi asal qoidah yang memiliki
cabang yang banyak yakni qoidah fiqh ‫ش‬ٛ‫س‬ٛ‫ة انر‬ٛ‫ انًشقح ذجه‬cabang nya qoidah ‫انخضشٔاخ‬
‫ح انًحظٕساخ‬ٛ‫ ذث‬dan ‫إرا ضاق اِليش اذسغ‬. Ayat ‫ ٔنركًم انؼذج‬bermaksud dalil menggenapkan
hitungan bulan ketika tidak terlihat hilal tidak mengembalikan ke pendapat nya para
munajjimin. Adapun pada lafadz ‫ ٔنركثشٔا ّلل ػهٗ يا ْذاكى‬Maksudnya adalah agar kita
menyebut nama Allah SWT ketika tiap selesainya ibadah, maka nabi Muhammad
SAW menganjurkan adanya membaca tasbih, tahmid, takbir setiap selesainya sholat
maktubah ayat ini juga menjadi dalil disyareatkannya takbir ketika idul fitri setelah
sempurnanya hitungan bulan Ramadhan. Dan pada ٌٔ‫ٔنؼهكى ذشكش‬Maksudnya adalah
ketika kita telah melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT berupa ketho'atan
dengan melaksanakan apa yang difardhukan Allah SWT dan meninggalkan apa yang
di haramkan dan menjaga hukum-hukum Allah SWT maka dengan hal itu hendaknya
kamu bersyukur

9
BAB III
ESIMPULAN

Dalam surat al-baqarah ayat 183 Allah mensyariatkan puasa kepada umat Islam yaitu
menahan diri dari makan minum dan berhubungan suami istri dengan niat yang ikhlas dan
murni Karena Allah. Syariat puasa selain diperuntukkan untuk umat Nabi Muhammad juga
telah disyariatkan oleh Allah kepada umat-umat terdahulu meskipun dari segi tata cara dan
juga waktu pelaksanaannya berbeda.
Kemudian pada ayat 184 Allah menjelaskan kriteria orang yang boleh meninggalkan
puasa yaitu orang yang sakit dan orang yang bepergian akan tetapi Ibnu Mas'ud Ibnu Abbas
dan ulama Salaf lainnya berpendapat bahwa pada saat itu syariat membebaskan kepada umat
Islam untuk berpuasa atau tidak Tapi bagi orang yang tidak berpuasa maka dia harus
membayar Fidyah berupa memberi makan orang miskin setiap harinya.
Dalam berpuasa Allah memberikan keringanan kepada beberapa golongan dengan
memperbolehkannya untuk tidak berpuasa karena adanya uzur atau halangan seperti orang
yang sudah lanjut usia dan tidak mampu untuk melakukan puasa maka orang tersebut boleh
untuk meninggalkan puasa akan tetapi setiap harinya dia harus memberikan makan kepada
satu orang miskin. Dan yang bisa makan dengan kriteria itu adalah wanita yang menyusui
atau hamil yakni ketika keduanya khawatir akan kesehatan dirinya atau bayinya maka
keduanya tidak wajib berpuasa akan tetapi tetap membayar fidyah. Ada beberapa ulama yang
berpendapat bahwa keduanya tetap harus mengqadha puasa tanpa membayar fidyah. Dan
ulama lainnya ada juga yang berpendapat bahwa keduanya tidak wajib mengqadha ataupun
membayar fidyah.
Kemudian pada ayat 185 lebih khusus dari ayat sebelumnya, dengan membahas waktu
puasa secara pasti yakni bulan romadhon, yang disitu diturunkan pula alquran sehingga
menjadi mulia bulan Ramadhan sebab al quran. di ayat ini juga menghapus hukum
pentakhyiran puasa di awal islam, menjadi hukum ta‟yin, akan tetapi menetapkan hukum
tentang kerukhshoh-an bagi orang yang dalam keadaan sakit dan bepergian
Yang ditunjukkan oleh ayat ini
a. Puasa adalah syariat allah swt bagi semua umat, dan allah swt telah mewajibkannya
bagi seluruh umat islam
b. Puasa merupakan bentuk spiritual untuk memurnikan jiwa dan membiasakannya
bersabar
c. Allah swt memilih bulan romadhon sebagai bulan wajib puasa karena merupakan
bulan diturunkannya al quran
d. Bagi orang yang mempunyai udzur, maka allah swt telah memberikan izin tidak
berpuasa kepadanya sebagai rahmat dari allah swt dan untuk memudahkannya
e. Tidak boleh melanggar peritah dan larangannya karena itu demi kebaikan umat
manusia.

10

Anda mungkin juga menyukai