Anda di halaman 1dari 11

NASKAH

APRESIASI TENAGA KEPENDIDIKAN INSPIRATIF


JENJANG KEPALA SEKOLAH DASAR
TAHUN 2022

JUDUL:
POLA KEPEMIMPINAN TRAIN COMER
DALAM PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Nama: Lina Kamalin, S.Pd., M.Pd.


Nip. 197405112000022001
Lembaga: SD Negeri 1 Lateng Banyuwangi
A. Pendahuluan
Nama saya Lina Kamalin, saat ini sebagai adalah Kepala SD Negeri 1 Lateng
Banyuwangi. Mulai mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah sejak Pebruari
2017 di SD Negeri 3 Panderejo selama 3 tahun. Pada tahun 2020 mendapat surat
mutasi tugas ke SD Negeri 1 Lateng. Tempat tugas saat ini adalah sekolah dasar
negeri yang berada di jantung kota Banyuwangi, tepatnya di jalan Basuki Rahmat
nomor 4 Kecamatan Banyuwangi. Dengan jumlah murid sebanyak 690 dibagi dalam
23 rombongan belajar. Dibimbing oleh 30 orang guru dan 7 tenaga kependidikan.
Sekolah berakreditasi A di tahun 2018 ini memiliki konsep Sekolah Sahabat Anak
yang mengedepankan kenyamanan belajar menuju student wellbeing. Visi sekolah
mewujudkan siswa berprofil pelajar Pancasila yang berbudaya lingkungan dan
berwawasan global, merupakan mimpi yang akan diraih SD Negeri 1 Lateng
Banyuwangi
Di bulan April 2022 sekolah kami sudah terdaftar sebagai implementator
Kurikulum Merdeka dengan kategori Mandiri Berbagi. Dari 23 rombongan belajar
hanya kelas 1 dan 4 yang mengimplementasikan kurikulum merdeka di tahun ini.
Sedangkan jenjang kelas yang lain masih menggunakan kurikulum 13. Kami
menitikberatkan Implementasi pembelajaran berdiferensiasi yang sangat sesuai
dengan konsep Sekolah Sahabat Anak, karena memperhatikan perbedaan individu
yang berhak mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhannya.

B. Isi
1. Situasi
Sebelum digulirkannya pendaftaran Implementasi Kurikulum Merdeka bagi
sekolah, SD Negeri 1 Lateng telah mengawali kegiatan training yang dikemas dalam
Workhsop Peningkatan Kompetensi Guru untuk mengimplementasikan Pembelajaran
Berdiferensiasi bagi semua guru, tepatnya tanggal 3 – 4 November 2021. Workshop
dilaksanakan sebagai upaya mewujudkan Sekolah Sahabat Anak. Melalui
pembelajaran yang bisa memberikan ruang dan pengalaman belajar sesuai dengan
karakteristik siswa. Selama dua hari workshop, semua guru mendapatkan pemahaman
terkait pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi dan juga praktik
mengimplementasikannya bersama rekan sejawat di sekolah.
Sebagai narasumber utama, saya memperoleh data dari brainstorming bahwa
100% guru belum mengenal pembelajaran berdiferensi sebelumnya. Dalam
kegiatan
workshop, peserta dituntun untuk mampu memetakan kesiapan belajar siswa, minat
siswa, dan profil belajar siswa. Semua guru aktif menghasilkan produk sesuai dengan
kondisi masing – masing kelas yang diampu.
Di akhir workshop diperoleh hasil refleksi yang menyatakan bahwa peserta telah
memahami konsep pembelajaran berdiferensiasi. Namun masih membutuhkan
pendampingan lebih lanjut terkait penyusunan skenario pembelajaran berdiferensiasi.
Hasil refleksi dan monitoring yang dilakukan menunjukkan bahwa workshop telah
berjalan sesuai dengan perencanaan dan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan
workshop. Rencana Tindak Lanjut dari kegiatan workshop adalah penyusunan modul
ajar dan monitoring terhadap implementasi pembelajaran berdiferensiasi di masing –
masing kelas yang dilaksanakan pada bulan awal semester 2 tahun 2021. Dari sinilah
tantangan muncul.
2. Tantangan
Di awal semester 2, monitoring implementasi pembelajaran diferensiasi mulai
dilakukan. Selaku kepala sekolah, saya melakukan monitoring dan evaluasi
pembelajaran. Dalam hal ini tidak dilakukan supervisi akademik, karena dari hasil
refleksi guru masih membutuhkan pendampingan. Untuk mengukur kebutuhan para
guru maka dilakukan monitoring dalam pembelajaran. Selama bulan Januari – Maret
2022 monitoring ini dilakukan dengan harapan ada 1 potret yang mewakili masing –
masing jenjang kelas secara efektif.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemahaman guru terhadap hasil
workshop mencapai 54%. Angka ini tidak berbanding lurus dengan hasil refleksi di
akhir workshop. Data berikutnya menyatakan bahwa, hampir semua strategi
pembelajaran diferensiasi meliputi diferensiasi konten, proses, dan produk sudah
pernah diimplementasikan oleh para guru. Namun masih terdapat kesulitan dalam
memetakan kesiapan belajar untuk penerapan diferensiasi konten, data survei sebesar
39%. Data penyusunan asesmen menunjukkan prosentase kesulitan yang sama yaitu
39%. Sedangkan kesulitan kedua adalah menerapkan proses pembelajaran sesuai
dengan pemetaan profil belajar siswa sebesar 12% disusul dengan penyusunan
skenario pembelajaran. Sedangkan penerapan strategi diferensiasi produk sama sekali
tidak ada kendala.
Dari hasil survei yang dilakukan terkait kesulitan implementasi pembelajaran
berdiferensiasi, rerata guru ingin meningkatkan kompetensi dan skillnya. Pihak –
pihak yang dapat membantu para guru adalah jika mendiskuisikan dengan rekan
sejawat dan
kepala sekolah. Disusul dengan kebutuhan pelatihan serta melakukan refleksi di akhir
pembelajaran. Refleksi dibutuhkan sebagai upaya untuk memperoleh informasi positif
dan negatif dari pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Sedangkan kebutuhan yang
paling diharapkan adalah adanya pelatihan dengan pendampingan berkelanjutan serta
diskusi untuk memperoleh praktik baik dari rekan sejawat dalam satu sekolah ataupun
guru lain dalam satu komunitas.
Merujuk hasil monitoring, terdapat tantangan yang merupakan upaya untuk
meningkatkan pemahaman serta mengatasi kendala yang dihadapi guru diantaranya
adalah: mengatasi kesulitan penerapan strategi diferensiasi konten sebagai bentuk
manifestasi pemetaan kesiapan belajar siswa dan penyusunan asesmen pembelajaran.
Adapun bentuk penanganannya, disesuaikan dengan kebutuhan masing – masing
guru. Dengan asumsi bahwa masing – masing guru juga memiliki karakteristik yang
berbeda. Pelayanan kepala sekolah kepada guru untuk menyelesaiakan kendala juga
berbeda – beda.
Untuk memudahkan pelayanan kebutuhan tersebut secara diferensiasi, maka
dibuat strategi Train Comer yang merupakan akronim dari Training, Implementation,
Monitoring and Evaluation, Coaching, Mentoring, dan Reflection.

3. Aksi
Setelah mengetahui kendala beragam yang dihadapi oleh para guru, maka
penyelesaian secara diferensiasi juga harus dilakukan menggunakan flowchart
berikut:
Gambar 3.1: Flowchart Train Comer
a. Training
Pola pertama adalah training yang bisa dikemas dalam bentuk apapun. Kali ini
training dikemas dalam bentuk workshop pembelajaran berdiferensiasi. Workshop
dilakukan karena konten yang akan dipelajari guru adalah konsep baru. Training
yang dilaksanakan selama 2 hari secara in on ini berjalan sesuai harapan. Dengan
dibuka dan didampingi oleh Pengawas Sekolah, sangat mempengaruhi motivasi
guru untuk belajar. Sedangkan narasumber adalah kepala sekolah yang sekaligus
memberikan pendampingan secara langsung. Benefit yang diperoleh adalah,
kepala sekolah mengetahui kompetensi yang telah dikuasi guru dan yang perlu
mendapatkan pendampingan atau coaching.
Output training adalah, guru memahami konsep pembelajaran berdiferensi
yang diukur melalui produk pada lembar kerja. Guru terlihat sangat aktif dan
antusias dalam mengikuti dinamika kelompok serta grup diskusi. Hasil refleksi
peserta menyatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi sangat sesuai dengan
filosofi Ki
Hajar Dewantara yang memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman murid. Hal
ini relevan dengan pembelajaran yag berpihak pada murid.
Workshop memberikan beberapa hal penting bagi peserta diantaranya:
1) Pemahaman tentang konsep pembelajaran berdiferensiasi serta manfaatnya
bagi siswa. Semua peserta memahami bahwa pembelajaran berdiferensiasi
sangat sesuai dengan kebutuhan masing – masing siswa.
2) Melatih memetakan siswa berdasarkan kesiapan belajar, profil belajar, dan
minat siswa. Berdasarkan produk yang berupa Lembar Kerja menyatakan
bahwa, 90% guru sudah menguasai pemetaan ini.
3) Menyusun skenario pembelajaran. Semua guru mampu menyusun skenario
pembelajaran. Kendalanya adalah merancang proses belajar yang mampu
mengakomodir perbedaan konten dan semua gaya belajar siswa. Rerata guru
masih menggunakan model pembelajaran untuk semua kebutuhan siswa.
4) Penyusunan asesmen. Semua guru mampu menyusun asesmen. Kesulitannya
adalah membuat alat evaluasi yang efektif dan autentik berdasarkan perbedaan
konten.

b. Implementasi
Implementasi dilaksanakan di awal tahun ajaran baru. Semua guru
mengimplementasikan hasil workshop di kelas yang diampu. Semua guru mampu
mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi. Masing – masing guru
mengimplemntasikan sesuai kurikulum yang digunakan. Data survei menunjukkan
sebagai berikut:

Gambar 3.2: diagram penerapan pembelajaran berdiferensiasi


Data ini menujukkan bahwa 55,6 % guru telah melaksanakan pembelajaran
berdiferensiasi dengan penerapan startegi diferensiasi proses dan mengalami
kesulitan dalam penerapan strategi diferensiasi konten. Sedangkan strategi
diferensiasi produk di bawah proses.
c. Monitoring and Evaluation
Dalam aktivitas monitoring evaluasi dikombinasikan dengan hasil survei yang
diisi oleh 27 guru terdiri dari 22 guru kelas dan 5 guru mapel. Meskipun 23
rombongan belajar dan 6 guru mapel telah menerapkan pembelajaran
berdiferennsiasi, namun hanya 6 rombongan belajar yang mampu dimonitoring.
Monitoring dilakukan dengan menggunakan instrument untuk mengukur:
1) Penyusunanan skenario pembelajaran
Hasil survei menyatakan bahwa hanya ada 11% guru yang mengalami
kesulitan dalam menyusun skenario dalam RPP. Namun hasil monitoring
menunjukkan bahwa skenario yang disusun guru belum menunjukkan strategi
diferensiasi proses dan konten yang akan diterapkan dalam pembelajaran.

Gambar 3.3: grafik kesulitan pembelajaran berdiferensiasi.

2) Pementaan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa.


Hasil monitoring dan survei menunjukkan kesamaan bahwa guru telah mampu
memetakan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa.
3) Observasi pembelajaran berdiferensiasi
Hasil monitoring menunjukkan 56% guru sudah menerapkan strategi
diferensiasi proses. Namun hasil monitoring terhadap proses belajar,
menunjukkan adanya kelemahan guru dalam mengakomodir perbedaan gaya
belajar siswa dalam satu waktu pembelajaran secara efektif. Strategi
diferensiasi konten terlihat belum dikuasai oleh guru. Selain itu, hasil
pemetaan tidak digunakan untuk memberikan perbedaan konten dalam
pembelajaran. Hal ini dikarenakan guru belum mengusai teknik membedakan
konten dalam pembelajaran. Rerata guru masih menyamakan konten
pembelajaran bagi semua siswa meskipun kesiapan belajarnya berbeda. Data
ini berbanding lurus dengan hasil survei.
4) Penyusunan asesmen
Data survei menunjukkan bahwa guru masih kesulitan menyusun asesmen
yang sesuai dengan kesiapan belajar siswa. Hal ini tidak berbanding lurus dengan
hasil monitoring yang menunjukkan guru sudah mampu membuat alat evaluasi
yang sesuai dengan perbedaan konten. Dari hasil monitoring dan survei tersebut
maka kepala sekolah menggali harapan guru untuk bisa meningkatkan
kompetensi dalam pembelajaran berdiferensiasi. Adapun data survei
menunjukkan sebagai berikut:

Gambar 3.4: grafik cara mengatasi kesulitan dalam pembelajaran berdiferensiasi


Terdapat 2 cara yang menjadi favorit guru untuk mengatasi kesulitan dalam
pemebelajaran berdiferensiasi, yaitu bertanya pada rekan sejawat dan bertanya kepada
kepala sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa guru memiliki kenyamanan dan
kepercayaan pada rekan sejawat dan kepala sekolah.
Dari data yang diperolah maka bisa disimpulkan bahwa perlu adanya coaching yang
bisa memberikan motivasi internal guna menggali potensi yang dimiliki guru.

d. Coaching
Coaching dilaksanakan tidak lama dari proses monitoring. Model coaching yang
dipilih adalah TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggung Jawab).
Dengan peran kepala sekolah sebagai coach dan para guru sebagai coachee. Tujuan
dari coaching adalah untuk mengoptimalkan potensi guru dalam pembelajaran
berdifereniasi. Selama proses coaching kepala sekolah mengajukan pertanyaan
pemantik yang bisa memberikan penyadaran pada coachee untuk mampu mengatasi
kendala dalam pembelajaran berdifereniasi khususnya konten dan proses. Serta
merencanakan aksi yang akan dilakukannya. Tidak lupa mengunci komitmen sebagai
bentuk tanggung jawab.
Pelaksanaan coaching dilakukan dalam bentuk group. Pemilihan teknik group
adalah untuk efektivitas proses coaching terhadap 8 orang guru pengampu kelas 1 dan
4. Serta efisiensi waktu agar segera mendapat tindak lanjut. Pemiilihan pada guru
kelas 1 dan 4 dengan pertimbangan karena kedua jenjang kelas itulah yang mendesak
untuk segera mendapat penanganan sebagai implementator kurikulum merdeka.
Hasil coaching melahirkan data bahwa 100% guru telah memiliki kesadaran untuk
berupaya memperbaiki pembelajaran berdifrensiasi. Diantaranya adalah melalui
pelatihan dan pendampingan. Dengan berbagai dasar pertimbangan maka pelatihan
direalisasikan dalam program mentoring.
e. Mentoring
Hasil dari coaching mengarah pada kebutuhan coachee dalam pendampingan dan
pembimbingan. Sehingga aktivitas berikutnya adalah mentoring, dengan kepala
sekolah sebagai mentor dan guru sebagai mentee. Proses mentoring dilakukan secara
terpisah antara kelompok guru kelas 1 dan kelas 4. Adapun tahapan kegiatannya
meliputi:
1) Membimbing dalam pemetaan kebutuhan belajar: kesiapan belajar, minat,
dan profil belajar murid.
2) Menetapkan tujuan pembelajaran sesuai dengan CP dan ATP
3) Menyusun scenario pembelajaran
Penyusunan scenario pembelajaran diawali dengan pemahaman terkait
asesemen diagnostic kognitif dan non kognitif. Hal terpenting adalah
menentukan proses pembelajaran yang bisa mengakomodir perbedaan
kesiapan belajar murid. Sebagai mentor, KS memberikan kesempatan guru
kelas untuk mendiskusikan dan memperbaiki miskonsepsi yang muncul
dalam diskusi. Pada prinsipnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran
adalah
prioritas utama. Teknik pendampingan bagi siswa yang kesiapan belajarnya
paling rendah dilaksanakan di saat siswa belum memahami dan atau belum
mampu membaca. Dalam kelompok, guru membentuk rucil (guru kecil) yang
sangat efektif untuk membantu teman satu kelompok yang ada di level
bawah.
4) Menyusun asesmen pembelajaran
Selanjutnya, kepala sekolah mendampingi selama proses implementasi.

f. Reflection
Refleksi dilakukan oleh kepala sekolah dengan tujuan mendapatkan informasi hal
positif dan negatif selama pola TRAIN COMER dilaksanakan. Dengan harapan
kepala sekolah mampu meningkatkan pelayanan dalam pendampingan pada guru
dalam pembelajaran berdiferensiasi. Serta memberikan gambaran apakah pola
kepemimipinan ini bisa diterapkan untuk meningkatkan kompetensi pedagogi yang
lainnya.

Gambar 3.5: hasil refleksi kepala sekolah

4. Result
Dari serangkaian langkah kepemimpinan dengan pola Train Comer maka
diperoleh hasil bahwa, kepala sekolah memiliki data dan informasi valid terkait
implementasi pembelajaran berdiferensiasi. Kepala sekolah juga mampu memberikan
pendampingan searah dengan kebutuhan guru dan sesuai realita di lapangan. Dampak
akhirnya adalah, siswa mendapat pelayanan pembelajaran sesuai dengan
karakteristiknya.

C. Penutup
Dari paparan pelaksanaan pola kepemimpinan Train Comer maka bisa
disimpulkan bahwa pola Train Comer bisa digunakan untuk meningkatkan
pembelajaran berdiferensiasi dan menyelesaikan kendala yang dihadapi oleh guru.
Pola kepemimpinan ini juga bisa digunakan untuk treatmen pada kompetensi
pedagogi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai