Anda di halaman 1dari 11

“Ketetapan Yang Dikeluarkan Fiskus”

Mata Kuliah Perpajakan 1

Kode Mata Kuliah EKU216A

Kelas A2

Pertemuan 5

Kelompok 4 :

1. Luh Sintya Resini (12)


2. Ni Luh Ayu Anggreni (14)
3. Ni Putu Pratiwi Ika Dharma Lestari (15)
4. Ni Putu Diah Pranaya Kusuma Putri (27)
5. Agung Mirah Prayoga (30)
6. I Gusti Ayu Sintya Dewi (31)

Prodi Sarjana Akuntansi 2022


DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................. i

Peta Konsep ............................................................................................ ii

Pembahasan

Ketetapan Yang Dikeluarkan Fiskus ...................................................... 1

5.1 Surat Teguran ................................................................. 1

5.2 Surat Paksa .....................................................................

5.3 Penyitaan ........................................................................

5.4 Pelelangan ......................................................................

5.5 Hak Mendahulu Pajak ....................................................

5.6 Penagihan Seketika dan Sekaligus .................................

5.7 Pencegahan, Penyanderaan dan Gugatan .......................

5.8 Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak ...............

5.9 Penghapusan Piutang Pajak ............................................

Kesimpulan .............................................................................................

Daftar Pustaka ........................................................................................

Lampiran ................................................................................................
PETA KONSEP
PEMBAHASAN

Ketetapan Yang Dikeluarkan Fiskus


5.1 Surat Teguran
5.2 Surat Paksa
5.3 Penyitaan
5.4 Pelelangan

Pelelangan merupakan tindakan hukum berikutnya untuk melunasi


utang pajak atas wajib pajak atau penanggung pajak. Dasar hukum
pelaksanaan lelang untuk saat ini diatur dalam Vendu Reglement
(Peraturan Lelang, Stbl. 1908 – 198) dan Vendu Instructie (Instruksi
Lelang, Stbl. 1908 – 190) sebagai landasan penyelenggaraan lelang di
Indonesia. Sesuai dengan aturan yang telah ditentukan tersebut,
pelaksanaan penjualan secara lelang terhadap barang yang telah disita
dilakukan sekurang – kurangnya 14 hari setelah pengumuman lelang.
Pengumuman lelang itu sendiri dilakukan dalam kurun waktu sekurang –
kurangnya 14 hari setelah pelaksanaan penyitaan. Pengumuman lelang ini
mempunyai tujuan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap
pihak ketiga yang berkepentingan dan juga dimaksdudkan memberi
kesempatan bagi penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya
sebelum lelang dilaksanakan serta memberi perlindungan hukum terhadap
pembeli atas objek barang yang dilelang dari semua kemungkinan gugatan
pihak – pihak lain dikemudian harinya.

Pelaksanaan lelang merupakan upaya hukum terakhir dalam rangka


mencairkan tunggakan pajak yang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Undang
– Undang Penagihan Pajak yang menyatakan bahwa “Apabila utang pajak
dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan
penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang
terhadap barang yang disita melalui kantor lelang.” Sebelum lelang
dilaksanakan, pejabat pemohon lelang bersama dengan pejabat lelang akan
memberikan penjelasan lelang agar lelang benar – benar transparan dan
calon peserta lelang tahu apa permasalahannya. Dalam penjelasan lelang,
peminat lelang dapat melihat barang yang akan dilelang dan penjelasan
mengenai kondisi terakhir atas barang yang akan dilelang.

Namun, tidak semua objek yang telah disita oleh jurusita pajak
dapat dilakukan lelang. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 136 Tahun 2000
dengan tegas menyebutkan adanya objek sita yang dikecualikan dari
pelaksanaan lelang, yaitu :

1. Uang tunai;
2. Surat berharga berupa deposito berjangka, tabungan, saldo
rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya,
piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain;
3. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.

Meskipun demikian, khusus untuk lelang dengan objek berupa tanah


dan/atau bangunan, walaupun tidak memiliki dokumen, tetap harus
memiliki dokumen lain, seperti Surat Keterangan Tanah (SKT) dari
instansi yang berwenang.

Oleh karena itu, barang – barang tersebut tidak dapat dilakukan


proses pelelangan, maka cara pelunasan utang pajak dan biaya penagihan
pajak dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

1. Terhadap uang tunai dilakukan penyetoran ke kas negara atau


kas daerah.
2. Atas deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro
dan lainnya yang dipersamakan dengan itu dipindahbukukan ke
rekening kas negara atau kas daerah atas permintaan pejabat
kepada bank yang bersangkutan.
3. Atas obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang
diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas
permintaan pejabat.
4. Atas obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak
diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh pejabat.
5. Terhadap piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang
pengalihan hak menagih dari penanggung pajak kepada
pejabat.
6. Atas pernyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akta
persetujuan pengalihan hak menjual dari penanggung pajak
kepada pejabat.

Persoalan hukum yang mungkin agak pelik terjadi adalah Ketentuan


Pasal 27 Undang – Undang Penagihan Pajak, Ketentuan Pasal 40 ayat (1)
dan Ketentuan Pasal 40 ayat (2).

5.5 Hak Mendahulu Pajak

Pengaturan hak mendahulu pajak diatur dalam Pasal 21 UU No 6


Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009
(UU KUP) Selengkapnya Pasal 21 menyatakan sebagai berikut.

Ayat (1), Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas
barang – barang milik penanggung pajak.

Ayat (2), Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga. denda,
kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

Ayat (3), Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak
mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman


untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak
bergerak.
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
dimaksud, dan/atau
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan

Ayat (3A), Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikda
penyelesaian suatu warisan. maka kurator, likuidator, atau orang atau
badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan
harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran, atau likuidasi kepada
pemegang sahan atau kreditur lainnya sebelum inenggunakan harta
tersebut unt membayar utang pajak wajib pajak tersebut.

Ayat (4), Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tabun
sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambaha Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabka jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah.

Ayat (5), Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai


berikut:

a. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahuka secara


resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak pemberitahuan Sura
Paksa; atau
b. dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan
angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun
tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.

Dari penjelasan pasal tersebut akan memberi kesempatan kepada negara


untuk mendapatkan pembagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil
pelelangan barang milik penanggung pajak Setelah utang pajak dilunasi
barulah diselesaikan pembayaran kepada kreditur lainnya. Rupanya hak
preferen ini juga mempunyai pengecualian, artinya pembayaran
(pelunasan) terhadap utang pajak masih kalah kuat atau masih dapat
dihindari jika ada hak preferen lain yang juga harus didahulukan
pelunasannya. yaitu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a, b, dan
c tersebut. Permasalahan lembaga hak mendahulu tidak hanya diatur
dalam undang undang pajak, tetapi juga diatur dalam perundang-undangan
lainnya, seperti di bawah ini.
1. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda benda yang Berkaitan dengan Tanah (Hak
Tanggungan) Pasal 1 ayat (1).
2. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada Pasal 1
ayat (2).
3. UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan SP
pada Pasal 19 ayat (6).
4. UU No. 39 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Pasal 39 ayat (3)
5. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Pasal 18 ayat (3) ,
ayat (5) serta Pasal 41 ayat (1) sampai dengan ayat (3).
5.6 Penagihan Seketika dan Sekaligus
5.7 Pencegahan, Penyanderaan dan Gugatan
5.8 Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
5.9 Penghapusan Piutang Pajak

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai