Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dian Septiani

No. Registrasi : A3S224119


Topik : Eksplorasi Konsep

ARGUMEN KRITIS
Gerakan transformasi Ki Hadjar Dewantara dalam perkembangan pendidikan sebelum
dan sesudah kemerdekaan

Transformasi pendidikan menjadi kunci dalam menciptakan pendidikan berkualitas


dan kemerdekaan belajar sejati bersandarkan pada sejarah bangsa. Ki Hajar Dewantara
merupakan sosok tokoh pendidikan di Indonesia yang dijuluki dengan Bapak Pendidikan
Nasional. Beliau dikenal sebagai tokoh yang berupaya menemukan pendidikan yang paling
cocok untuk anak Indonesia saat itu yang dikenal dengan Taman Siswa (Soeratman, 1989).
Beliau lahir pada 2 Mei 1889 yang karena jasanya setiap tanggal 2 Mei dijadikan sebagai
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Menurut Ki Hadjar Dewantara Pendidikan adalah upaya kebudayaan yang berazaskan


keadaban untuk memberikan dan memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak yang selaras dengan dunianya. Oleh sebab itu
segala alat, usaha, dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan yang
tersimpan dalam adat istiadat setiap rakyat (Tauchid, 2011). Ki Hadjar Dewantara bertekad
untuk meluaskan semangat tentang pendidikan kepada generasi muda. Dalam pandangan
beliau upaya untuk mendidik kaum muda merupakan syarat utama dalam membebaskan diri
dari jeratan penjajah. Pendidikan yang mendasarkan kebudayaan nasional dapat
menghindarkan dari kebodohan. Pendidikan yang ada pada masa kolonial tidak
mencerdaskan, melainkan mendidik manusia untuk tergantung pada nasib dan bersikap pasif.
Keinginan untuk merdeka harus dimulai dengan mempersiapkan kaum bumi putra yang
bebas, mandiri, dan pekerja keras. Sehingga generasi muda harus dipersiapkan agar kelak
menjadi bangsa yang mandiiri, sadar akan kemerdekaan, sehingga kemerdekaan itu dimilikin
oleh orang yang terdidik dan memiliki jiwa yang merdeka (Marihandono, 2017)
Nama : Dian Septiani
No. Registrasi : A3S224119
Topik : Eksplorasi Konsep
Menurut Ki Hadjar Dewantara, seorang guru juga diharapkan mampu
mengembangkan metode yang sesuai dengan sistem pengajaran dan pendidikan, yaitu metode
among, yakni metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pola asih, asah, dan asuh.
Guru diharapkan memiliki keterampilan dalam mengajar, memiliki keunggulan dalam
berelasi dengan peserta didik maupun dengan anggota komunitas yang ada di sekolah, dan
guru juga harus mampu berkomunikasi dengan orang tua murid dan memiliki sikap
profesionalitas dalam menjalankan tugasnya. Seorang pendidik juga diharapkan mampu
mendidik peserta didik dengan memegang semboyan dari Ki Hadjar Dewantara yakni,

1. ing ngarsa sung tuladha (dimuka memberi contoh),


2. ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita),
3. tu wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya) (Haidar Musyafa, 2015).

Perannya terhadap perjuangan sebelum kemerdekaan dalam dunia pendidikan bagi


masyarakat Indonesia mulai membara sejak masa pengasingannya dan kembali ke Indonesia.
KHD bersama teman-teman seperjuangannya membuktikan perhatian besarnya dalam dunia
pendidikan nasional, salah satunya dengan mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di
Yogyakarta.

Ki Hajar Dewantara percaya dan sangat mendukung bahwa pendidikan yang baik
adalah pendidikan yang tidak adanya paksaan kepada peserta didik terhadap keinginan
pendidiknya. Karena itu lah konsep pendidikan jiwa merdeka menjadi landasan yang selalu ia
tekankan demi mencetak generasi yang berintelektual tinggi dan sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila pada masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Soeratman, D. (1989). Ki Hajar Dewantara. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

Tauchid, Muchammad. (2011). Perjuangan da Ajaran Hidup Ki Hadjar Dewantara.


Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa Yogyakarta.
Marihandono, Djoko. (2017). Rawe-Rawe Rantas Malang-Malang Putung: Jejak
Soewardi Soerjaningrat Hingga Pembuangan. Jakarta: Makalah Seminar “Perjuangan Ki
HadjarDewantara dari Politik ke Pendidikan.
Haidar Musyafa. (2015). “Sang Guru”. Novel Ki Hajar Dewantara, Kehidupan, Pemikiran,
Perjuangan Pendirian Taman Siswa, 1889-1959.Yogyakarta: M. Kahfi.

Anda mungkin juga menyukai