Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang windu merupakan salah satu jenis udang yang memiliki nilai ekonomis yang

cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor andalan pemerintah. Konsekuensi dari

peningkatan tersebut adalah semakin tingginya kebutuhan benur yang berkualitas baik.

Dalam usaha perikanan untuk memenuhi pasar dunia akan ketersediaan udang windu,

para pengusaha pembenihan memulai kegiatan dari pembenihan, pembesaran, pemanenan

hingga pemasaran larva udang windu. Salah satu usaha yang menentukan keberhasilan

produksi udang windu yakni usaha pembenihan. Usaha pembenihan adalah usaha yang

menyediakan benih yang berkualitas baik untuk dibesarkan dan memberikan harapan untuk

dikembangkan sekaligus peluang kerja yang lebih luas. Hal ini tidak saja disebabkan oleh

teknologi yang dikuasai sepenuhnya, akan tetapi bagian-bagian dalam siklus pembenihan

udang skala perusahaan sudah menggunakan teknologi yang berkembang hingga saat ini.

Unit usaha pembenihan yang ada harus melakukan pembenahan agar dapat memenuhi

standar kualitas akan kebutuhan bagi para petani tambak. Untuk menjadi tenaga kerja yang

berkualitas siswa SMK SUPM Kalbar melakukan praktik kerja lapang di unit usaha

perikanan milik pemerintah maupun swasta. Siswa PKL yang melakukan pembelajaran

dan praktik di lapangan tentang teknik pembenihan udang windu dari tahap persiapan

sampai pemanenan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan kami mengambil judul “Teknik Pembenihan Udang Windu ”ini adalah

1. Untuk menerapkan teori yang diberikan disekolah dengan ilmu yang didapatkan di

lapangan secara langsung

2. Untuk meningkatkan pengalaman tentang teknik pembenihan Udang Windu

1
3. Meningkatkan pengetahuan dalam berbudidaya udang , terutama udang windu

4. Mengisi nilai raport semester II

1.3 Manfaat

Manfaat penulisan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan dengan judul “Teknik

Pembenihan Udang Windu ”iniadalah :

1. Dapat mengetahui teknik pembenihan ikan baung secara langsung di lapangan

2. Meningkatkan kemampuan dalam berbagai aspek kegiatan pembenihan Udang Windu

3. Serta dapat menerapkan ilmu yang di dapatkan Hatcry Sedau

4. Membentuk kemampuan siswa sebagai berkat untuk memasuki dunia kerja

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Udang Windu

Adapun klasifikasi udang windu (Penaeus monodon) menurut amri (2003)

berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Family : Penaeidae

Genus : Penaeus

Species : Penaeus monodon

Gambar .1 Udang Windu

2.2. Morfologi Udang Windu

Menurut morfologis, udang windu terbagi dua bagian, yang pertama

bagian Cephalothorax atau bagian kepala dan dada dan bagian Abdomen atau perut. Untuk

lebih lanjut berikut morfologi udang windu,

a. Bagian Cephalothorax

Bagian Cephalotorax dari udang windu dilindungi oleh kulit chitin yang tebal dan

keras, kulit chitin tersebut dinamakan Carapace.

Pada bagian kepala, udang windu memiliki cucuk kepala atau rostrum, rostrum dari

udang windu mempunyai rumus 7/3 yang artinya gigi pada bagian atas cucuk

kepala ada 7 buah dan di bawah ada 3 buah, untuk bagian lainnya

dari Cephalotorax sebagai berikut,

1. Sepasang mata majemuk (mata facet) bertangkai dan dapat digerakkan.

2. Mulut di bawah kepala dengan rahang (mandibula) yang kuat.

3
3. Sepasang antena.

4. Dua pasang antennula.

5. Sepasang sirip kepala (Scophocerit).

6. Sepasang alat pembantu rahang (Maxilliped).

7. Lima pasang kaki jalan (pereopoda), kaki jalan pertama, kedua dan ketiga

bercapit yang dinamakan chela.

8. Pada bagian dalam terdapat hepatopankreas, jantung dan insang.

b. Bagian Abdomen atau Perut

Pada bagian abdomen atau perut udang windu memiliki ciri warna berloreng-

loreng besar melintang berwarna hijau kebiru-biruan, jika hidup dialam liar memiliki

warna agak kehitaman dengan kulit relatif keras dan tebal. Morfologis lainnya yang

terletak pada bagian diantaranya dua ruas ekor dan alat kelamin.

2.3. Karakteristik Udang Windu

Udang Windu biasa hidup di perairan pantai yang berlumpur atau berpasir. Berasal dari

perairan laut antara Afrika Selatan dan Jepang, dan antara Pakistan Barat sampai Australia

Bagian Utara. Udang Windu (Penaeus monodon) dalam bahasa daerah udang ini

dinamakan juga sebagai udang pancet, udang bago, udang lotong, liling, udang baratan,

udang palaspas, udang tepus, dan udang userwedi. Dalam dunia perdagangan dikenal

dengan nama ”tiger prawn” atau ”jumbo tiger prawn” (Suyanto dan Mujiman 2002).

2.4. Habitat dan Penyebaran

Udang windu bersifat bentik, dan menyukai dasar perairan yang lembut, biasanya

terdiri dari campuran lumpur dan pasir. Udang windu lebih suka bersembunyi di rumpon

dan membenamkan diri dalam lumpur pada saat moulting, hal ini dilakukan udang untuk

menghindari pemangsaan. Menurut Mudjiman (2003), udang dewasa bertelur di laut

4
kemudian larva yang menetas bergerak ke daerah muara. Semakin dewasa udang akan

bergerak secara berkelomok menuju ke laut untuk melakukan perkawinan.

Udang windu bersifat bentik, dan menyukai dasar perairan yang lembut, biasanya

terdiri dari campuran lumpur dan pasir. Udang windu lebih suka bersembunyi di rumpon

dan membenamkan diri dalam lumpur pada saat moulting, hal ini dilakukan udang untuk

menghindari pemangsaan. Menurut Mudjiman (2003), udang dewasa bertelur di laut

kemudian larva yang menetas bergerak ke daerah muara. Semakin dewasa udang akan

bergerak secara berkelomok menuju ke laut untuk melakukan perkawinan.

Udang windu tersebar di sebagian besar daerah Indo-Pasifik Barat, Afrika Selatan,

Tanzania, Kenya, Somalia, Madagaskar, Saudi Arabia, Oman, Pakistan, India, Bangladesh,

Srilangka, Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina, Hongkong, Taiwan, Korea,

Jepang, Australia, dan Papua Nugini (Khairul Amri, 2003).

Udang windu tersebar di sebagian besar daerah Indo-Pasifik Barat, Afrika Selatan,

Tanzania, Kenya, Somalia, Madagaskar, Saudi Arabia, Oman, Pakistan, India, Bangladesh,

Srilangka, Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina, Hongkong, Taiwan, Korea,

Jepang, Australia, dan Papua Nugini (Khairul Amri, 2003).

2.5 Makanan dan Kebiasaan Makan.

Jenis makanan alami udang windu bervariasi tergantung pada tingkatan umurnya. Pada

stadia nauphilus belum mengambil makanan dari luar, masih memanfaatkan makanan

cadangan makanan berupa kuning telur. Stadia Zoea mulai mengambil makanan dari luar

berupa Phytoplnkton [skeletonema, Navicula dan Amphora], sedangkan stadia mysis mulai

makan zooplankton [Protozoa, Rotifera, Balanus]. Setelah mencapai stadia post larva

sampai juvenil disamping makanan tersebut di atas, mereka juga makan benthos, moluska

kecil [anak tiram, anak tritip], crustacea kecil [larvaa udang-udangan, anak kepiting],

cacing annelida, detritus [sisa-sisa hewan dan tetumbuhan yang sedang membusuk]. Udang

dewasa suka memakan daging moluska [kerang, tiram, siput], cacing polychaeta, crustacea
5
[udang-udangan], anak insekta [chironomus] dan lain-lain. Di dalam perut udang juga

sering ditemukan lumpur dan pasir yang secara tidak sengaja termakan.Nutrisi yang harus

ada pada ikan adalah protein,karbohidrat,lemak,mineral,dan vitamin.Sekitar 50% dari

kebutuhan kalori yang diperlukan oleh ikan berasal dari protein bahan ini berfungsi untuk

membangun otot sel-sel dan jaringan tubuh, terutama bagi ikan-ikan muda kebutuhan

protein sendiri bervariasi tergantung pade jenis ikan nya .

`Pertumbuhan pada tingkat individu dapat diartikan sebagai pertambahan ukuran

panjang atau bobot dari suatu organisme selama kurun waktu tertentu (Effendi,1979)

selanjutnya (fujaya,2008)menjelaskan bahwa pertumbuhan dapat dianggap sebagai hasil

dari suatu proses metabolisme pakan yang diahkiri dengan penyusutan unsur-unsur tubuh.

Tidak semua pakan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan,sebagian besar

energi dari pakan digunakan untuk pemeliharaan tubuh sisanya digunakan tubuh untuk

aktifitas, pertumbuhan dan reproduksi .

Gambar 2 Pakan udang

6
2.6 Tingkat Kematangan Gonat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kematangan gonad induk

udang windu (P. monodonFab.) selama penelitian dan hasil tersaji pada Tabel 4 dan

Gambar 1menunjukkan nilai rata-rata pada masing-masing perlakuan dari yang paling

cepat yaitu perlakuan C Cumi-cumi 30%, cacing laut 35% dan tiram 30 % selama 5 –6

hari dan paling lama pada perlakuan D Cumi-cumi 40%, cacing laut 20% dan

tiram 40% selama 6 –9 hari.

2.7 Ciri ciri induk yang matang gonad

Sebelum induk udang dilakukan pemijahan, petambak harus memastikan bahwa induk

jantan dan betina sudah dalam masa matang gonad. Kondisi tersebut memungkinkan udang

betina mengalami pematangan sel telur dan siap untuk dibuahi oleh sperma dari induk

jantan.

Dengan begitu, petambak harus jeli dan bisa mengenali tanda-tanda indukan udang

yang sudah mengalami pematangan gonad. Tingkat kematangan telur diukur berdasarkan

perkembangan ovari yang terletak di bagian punggung udang.

Ovari berwarna hijau, semakin matang ovari makan semakin gelap warnanya serta

akan terlihat melebar dan berkembang ke arah kepala. Berikut ini tanda-tanda dari Tingkat

Kematangan Gonad (TKG) induk udang betina.

Gambar 3. Ciri ciri matang gonad

7
 TKG I (Early Maturing Stage): Garis ovari akan terlihat berwarna hijau kehitaman

yang kemudian membesar. Pada akhir fase TKG 1, akan terlihat jelas garis lurus

yang tebal.

 TKG II (Late Maturing Stage): Warna ovari akan terlihat semakin jelas dan

semakin tebal. Pada akhir fase TKG II, ovarium akan membentuk gelembung pada

ruas abdomen pertama.

 TKG III (The Mature Stage): Pada fase ini akan terbentuk beberapa gelembung

lagi, sehingga ovarium akan mempunyai beberapa gelembung di ruas abdomennya.

Gelembung pada ruas pertama akan membentuk cabang ke kiri dan kanan yang

terlihat menyerupai bulan sabit. Fase ini merupakan fase terakhir sebelum udang

melepaskan telurnya.

 TKG IV (Spent Recovering Stage): Pada fase ini ovarium akan terlihat pucat, hal

itu menandakan bahwa telur telah dilepaskan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kematangan gonad pada induk

udang betina ialah jika udang telah memasuki fase TKG III. Sementara untuk udang

jantan, kematangan gonad bisa dilihat dari perkembangan petasma yang sempurna dan

biasanya mengandung spermatophora. Langkah selanjutnya adalah mengamati

perkembangan telur udang. Untuk mengamati perkembangan telur udang dapat dilakukan

dengan 2 cara, yaitu:

 Angkat induk betina, kemudian arahkan bagian bawah badan udang ke sinar.

 Bisa juga dengan menyinari bagian tubuh udang dengan lampu kedap air, sehingga

kegiatan tersebut bisa dilakukan di dalam bak atau tanpa harus mengeluarkan

induk.

8
BAB III
GAMBARAN
UMUM

3.1. Keadaan Umum Lokasi Praktek

UPT PBAPL terletak di Desa Teluk Mak jantu , Teluk Karang, Kelurahan Sedau

Kecamatan Singkawang Selatan , Kota Singkawang Kalimantan Barat. Lokasi yang

berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan dengan lokasi seluas 6.5 hektar. Lokasi

UPT PBAPL yang berdekatan dengan sungai sedau menyebabkan salinitas berkisar 26-33

ppt dan laju sedimentasi pantai cukup tinggi.

Sektor yang memiliki peran besar baik dalam penyerpan tenaga kerja maupun

perekonomian adalah sektor kelautan dimana masyarakatdi kawasan ini rata-rata bermata

pencarian sebagai nelayan.

3.2. Sejarah Lahan UPT PBAPL

UPT PBAPL didirikan pada tahun 2003 di atas lahan seluas 4.5 hektar yang terletak di

desa sedau, Teluk Karang Kecamatan Singkawang Selatan, yang berhadapan langsung

dengan laut Cina Selatan

UPT PBAPL mulai beroperasi pada tahun 2006, setelah 4 tahun pembangunan fisik,

kegiatan operasional meliputi pendederan ikan kerapu pada tahun 2006 dan 2007,

pembenihanidang galah pada tahun 2008 dan sempat terhenti dan kembali dikembangkan

lagi pada tahun 2011 hingga sekarang pendederan udang vaname dan Udang Windu.

3.3. Letak Geografis

Letak UPT PBAPL kelurahan Sedau Kecamatan Singkawang Selatan , Kota

Singkawang Kalimantan Barat, secara geografis berada di desa teluk karang, kelurahan

sedau Kecamatan Singkawang Pemerintahan Kota Singkawang . Sedangkan jarak lokasi

dengan Kota Singkawang adalah 15 Km sedangkan dengan jarak dengan Kota Pontianak

9
adalah 145 Km .

10
Gambar 4. Letak Geografis

3.4. Sumber Air

Sumber air yang ada di Lahan UPT PBAPL Praktek berasal dari air Gunung dan air

laut yang berada di sekitar Dengan salinitas 29 – 34 ppt dan oksigen terlarut 5,6 ppm.

3.5. Komoditas yang dikembangkan di Lahan UPT PBAPL

- Udang Windu (Penaeus monodon)

- Ikan Nila Salin (Oreochromis niloticus)

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Waktu dan Lokasi

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)Smester II ini dilaksanakan pada

tanggal 4 Juli 2022 sampai 31 Oktober 2022 yang berkolasi di Lahan UPT PBAPL,

Desa Sedau , Kecamatan Singkawang Selatan, Kota Singkawang

4.2. Jurnal Kegiatan

Table 1. Jurnal Kegiatan

Hari/ Uraian kegiatan Penanggung Keteran


No
tanggal hasil pengamatan jawab gan
Senin 4 Juli
1  Sampai Lokasi Praktek
2022
 Pembagian Materi bersama
Selasa 5 Juli anak untan dan putusibau
2
2022 tentang udang windu dan
nila salin
 Penyerokan benih ikan nila
salin
Rabu 6 juli  Mengganti air pada bak nila
3
2022 salin
 Pendederan larva ikan nila
salin di bak C4 C2 dan C1
 Pemberian pakan ikan nila
Kamis 7 Juli salin 3 x sehari
4
2022  Pencucianbak sisa udang
windu memijah
 Pencucian bak udang
Jumat 8 Juli
5 windu, terpal , selang,
2022
dan batu aerasi
Sabtu 9 Juli –  Pemberian pakan ikan nila
7
19 Juli 2022 salin 3x sehari
 Induk udang datang dari
aceh
Rabu 20 Juli
8  Penyesuain suhu air
2022
(aklimatisasi) untuk induk
udang yang baru datang
Kamis 21 Juli  Pemberian Pakan ikan nila
9
2022 salin 3x Sehari

12
Jumat 22 Juli -
10  Penyikatan Bak
24
Senin 25 Juli –
 Pemberian pakan Ikan nila
11 3 Agustus
2022 salin 3x Sehari

Kamis 4  Udang windu datang dari


12
Agustus 2022 aceh
Jumat 5 – 9  Pemberian pakan dan
13
Agustus 2022 pembersihan bak udang
 Membersihkan lap pakan
 Memotong pakan udang
Rabu 10
14 windu
Agustus 2022
 Persiapan bak untuk
penetasan telur
 Penyerokan novli
 Pendederan novli ke bak
Kamis 11 yang sudah disediakan
15
Agustus 2022  Persiapan bak
 Mencuci bak pasca
pemijahan
 Penyerokan novli
 Pendederan novli ke bak
Jumat 12
16  Menimbang pakan
Agustus 2022
 Pemberian pakan pagi
siang, sore dan
malam
 Menimbang pakan
Sabtu 13  Pemberian pakan udang
17
Agustus 2022  Penebaran novli

Minggu 14  Penimbangan pakan dan


18
Agustus 2022 pemberian pakan
 Menimbang pakan
Senin 15  Persiapan bak
19
Agustus 2022  Membuat pakan alami

 Pemberian pakan udang


Selasa 16
20  Persiapan bak dan
Agustus 2022
kebersihan lingkungan
Rabu 17
21  Kebersihan Lingkungan
Agustus 2022
Kamis 18
22  Persiapan bak untuk novli
Agustus 2022

Jumat 19  Menimbang pakan


23
Agustus 2022  Menyuci bak pasca
13
penetasan tekur udang
windu

24 

4.3. Struktur Organisasi UPT PBAPL

UPT PBAPL mempunyai struktur organisasi berbentuk lini (line), dimana kekuasaan

dan tanggung jawab di pimpin Kepala Unit sampai ke bawah.

Gambar. 5 Struktur Organisasi

14
4.4. Alur Proses Budidaya/Teknik Budidaya Udang Windu

Proses/teknik budidaya yang perlu di lakukan dalam budidaya udang windu

sebagai berikut:

a. Pengadaan Induk Udang Windu

Kualitas induk Udang Windu menjadi prasyarat yang harus dipenuhi,

karena akan menentukan mutu benur yang dihasilkan. Induk udang yang terbaik

adalah induk Udang Windu yang ditangkap di laut. Induk yang ditangkap

merupakan induk betina yang matang telur dan induk jantan yang gonadnya dapat

berkembang secara sempurna. Induk yang didatangkan di seleksi secara fisik dan

juga mengalami seleksi secara acak yang kemudian diambil sebagai speciment

untuk dilakukan uji PCR (Polimerase Chain Reaction). Uji PCR lebih baik

dilakukan pada tiap ekor induk agar dapat diketahui induk yang membawa penyakit

dapat langsung diambil. Uji PCR ini dilakukan jauh dari lokasi sehingga dilakukan

seleksi secara acak terhadap induk yang akan mengalami uji PCR.Induk Udang

Windu UPT PBAPL didatangkan langsung dari perairan Aceh.

Gambar 6. Induk udang windu dari Aceh

15
b. Pemilihan dan Pemeliharaan Induk Udang

Pemilihan dan Pemeliharaan Induk Udang ini bertujuan untuk menyeleksi

dan memelihara induk udang yang memenuhi kriteria serta cara memelihara induk

udang, agar diperoleh hasil yang optimal.

Gambar. 7 Pemeliharaan Induk

c. Persiapan Bak Pemijahan

Pembersihan bak ( pembersihan bak dilakukan dengan mencampurkan

kaporit dengan air kedalam suatu wadah dan di aduk secara merata, setelah kaporit

merata kemudian di campurkan kedalam bak pemijahan dan di tunggu 7 jam.

setalah itu air di kuras dan dengan menyikat dinding bak Selanjutnya dibilas

dengan air laut yang bersih kemudian didiamkan beberapa menit. Setelah agak

mengering, bak diisi dengan air laut bersih yang memiliki salinitas 29 ppt – 34 ppt

dan temperatur 28oC – 29oC. Jika temperatur dan salinitas sudah stabil, aerasi

diaktifkan agar air dalam bak jenuh dengan oksigen terlarut

16
Gambar. 8 Persiapan Bak pemijahan

d. Pemijahan Udang

Pemijahan yang dilakukan di UPT PBAPL yaitu dengan cara ablasi atau

mengikat salah satu mata udang dengan karet.

Ablasi mata merupakan suatu teknik untuk mempercepat proses

pematangan gonad dengan memanfaatkan sistem hormonal dalam tubuh udang

dengan merusak salah satu tangkai mata.. Pemijahan udang umumnya pada malam

hari, setelah udang betina ganti kulit ( moulting ) Adapun Fase perkawinan udang

dapat di bagi menjadi 4 tahapan yaitu :

1. Udang secara parallel berenang bersama – sama dengan posisi betina diatas dan

jantan di bawah.

2. Udang jantan berputar keatas, sehingga bagian perutnya saling menempel.

3. Udang jantan berputar tegak lurus terhadap tubuh udang betinanya.

4. Udang jantan melingkari tubuh udang betina dan membentuk huruf “U” serta

menghentakan kepala dan ekor secara bersamaan.

17
Gambar 9. Ablasi Mata

e. Pemeriksaan Ovary

Pemeriksaan ovary bertujuan untuk memastikan induk udang sudah

memijah atau belum. Pemeriksaannya dilakukan tujuh hari setelah kegiatan ablasi .

Tahap pemeriksaan ovary yaitu :

a) Bak pemeliharaan/perkawinan disurutkan airnya hingga ± 60 cm

b) Hapa di pasang sebanyak 2 buah, untuk menampung induk yang matang dengan

yang belum.

c) Sinari bagian tubuh udang dengan lampu yang kedap air.

d) Induk betina yang telah matang pada bagian atas tubuhnya (abdoment) nampak

garis hitam tebal dan berlekuk di bagian kepala.

e) Induk yang telah matang, direndam dalam larutan Formalin 10 ppm sekitar 2-3

menit, lalu di bilas dengan air laut dan dimasukan dalam bak peneluran. Induk –

induk yang ada dalam bak peneluran di beri larutan chloramphenicol 2 ppm agar

tidak stress. Bagian atas bak di tutup agar induk merasa aman dan proses keluarnya

telur tidak terganggu . Telur dilepaskan pada malam hari. Adapun tanda-tanda
18
induk telah melepaskan telur yaitu pada bagian atas tubuh tampak bersih dan di

permukaan air tampak busa.

Gambar. 10 Pemeriksaan Ovary

f. Penetasan Telur

Seperti pada proses pemijahan, sebelum digunakan bak penetasan juga

harus dicuci bersih seperti pada cara membersihkan bak pemijahan. Induk Udang

Windu yang sudah bertelur dapat diketahui melalui sisa-sisa jaringan berwarna

jingga yang mengapung di permukaan air bak perkawinan. Di dalam sisa-sisa

jaringan ini tercampur telur hasil pemijahan. Untuk mengambil telur hasil

pemijahan digunakan serok bermata 500 mikron. Telur hasil pemijahan harus

dikumpulkan dengan hati-hati, dengan menggunakan saringan bermata 20 mikron.

Selanjutnya, telur ditempatkan dalam waskom yang berisi air laut bersih. Semua

telur yang telah terkumpul dalam saringan dibilas dengan air laut yang bersih dan

segar. Setelah itu, telur dipindahkan ke bak penetasan yang telah disiapkan. Telur

19
yang baik akan menetas dalam waktu 10-12 jam sejak dipijahkan. Untuk

mempercepat proses penetasan dapat dilakukan pengadukan.

Telur yang menetas akan menjadi larva yang masih bersifat

planktonisbergerak mengikuti arus air . larva yanf beruntung akan mencapai

nuriground pada akhir fase nyaris atau fase post larva.

g. Persiapan Bak Pendederan

Dalam proses pendederan hal terpenting ialah pembersihan bak

( pembersihan bak dilakukan dengan mencampurkan kaporit dengan air kedalam

suatu wadah dan di aduk secara merata, setelah kaporit merata kemudian di

campurkan kedalam bak pemijahan dan di tunggu 7 jam. setalah itu air di kuras

dengan menyikat dinding bak dan dasar bak.

Gambar. 11 Persiapan Bak pendederan

h. Pendederan Larva Udang

Pemindahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Cara yang dilakukan

sangat sederhana namun menjamin keamanan yaitu dengan menyerok

menggunakan gayung plastik. Pada stadium larva nauplius, larva udang windu

20
tidak perlu diberi makanan.

21
Dalam proses penebaran benur, anda harus memerhatikan suhu lingkungan

sekitar benur, tepatnya saat berada di dalam wadah . Keberhasilan penebaran

dipengaruhi oleh penyesuaian suhu antara wadah benur dengan bak

Umumnya, suhu pada wadah benur termasuk rendah. Maka, sebaiknya

anda melakukan penebaran pada dini hari menjelang subuh, karena pada saat itu

suhu bak masih dalam kondisi rendah. berikut ini caranya

Pertama, apungkan wadah yang berisini benur ke permukaan Bak dan tunggu 15-

30 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar suhu wadah dan air bak saling

beradaptasi. Kedua, kemudian biarkan wadah dalam keadaan terbuka selama 15

sampai 30 menit agar udara dalam wadah beradaptasi dengan udara luar.

Ketiga, sirami wadah perlahan dengan air tambak untuk membantu adaptasi

salinitas.

Gambar. 12 Pendederan

i. Pemeliharaan Larva udang


Bak pemeliharaan yang akan digunakan dibersihkan dan dibilas dengan klorin,

dibiarkan selama 24 jam dengan tujuan untuk sterilisasi (membunuh organisme

22
penyebab kontaminasi). Kemudian bak dicuci kembali dengan menggunakan air

bersih yang sudah tersaring melalui sand filter. Selanjutnya, bak diisi air sampai

ketinggian air 70 cm (4 m3 ) dan aerasi diatur posisinya agar penyebaran oksigen

merata dalam bak pemeliharaan larva.

Dari hasil pengamatan selama pemeliharaan larva udang windu sampai stadia

PL-12, pemberian probiotik yang berbeda masing masing Alteromonas sp. dan

komersial (ecoclean), menunjukkan pertumbuhan yang tidak berbeda, yaitu ukuran

yang seragam, perkembangan anggota tubuh yang cukup sempurna, dan respons

terhadap pakan yang baik. Dengan demikian penggunaan probiotik komersial

(ecoclean) perlu diaplikasikan lagi dengan skala yang lebih besar (10 m3 ) untuk

memperkuat hasil yang telah diperoleh.

Dalam perkembangan pertumbuhannya , larva udang windu mengalami

perubahan bentuk berkali kali atau bermetamorfosa dan ganti kulit. Stadia

metamorfosa dan ganti kulit berbeda beda setiap jenis udang akan tetapi pada garis

besarnya sama. Di bawah ini diuraikan tentang keadaan pada setiap stadia mulai

dari fase nauplius sampai post larva. Stadia naoplius terdiri dari 6 tingkatan .

Naoplius I : Badan berbentuk bulat dan beranggota badan tiga pasang

Naoplius II : Pada ujung antena pertama terdapat sera ( rambut) yang satu

Panjang dan dua lainnya pendek

Naoplius III : Furcal dua buah mulai jelas terlihat masing – masing dengan tiga

Duri (spine) (1) tunas maxila dan maxili ped mulai tampak

Naoplius IV : Pada masing masing furcal terdapat 4 buah duri satu expoda pada

antena kedua beruas ruas

Naoplius V : Struktur tonjolan tumbuh pada pada tangkai maxilla, organ bagian

Neoplius VI : Perkembangan bulu bulu makin sempurna dan duripada furcal

tumbuh makin panjag


23
Stadia Naoplius berlangsung sekitar 35 jam pada P. japonicus dan berkisar antara

46 – 50 jam pada P. monodon

Stadia Zoea terdiri dari tiga tingkatan dengan tanda tanda sebagai berikut :

Zoea I : Badan pipih dan carapace mulai nyata , mata mulai tampak, maxilla

Zoea II : Mata bertangkai, pada carapace sudah terlihat retrum dan duri supraorbital

yang bercabang

Zoea III : Sepasang uropada yang biramus ( bercabang dua) mulai berkembang,

duri pada ruas ruas perut mulaitumbuh

Setelah stadia zoea selesai maka stadia selanjutnya adalah mysis, stadia ini terdiri

dari tiga tahap yaitu antara lain :

Mysis I : Bentuk badan sudah seperti udang desawa

Mysis II : Tunas pleopada mulai tampak nyata tetapi belum beruas ruas

Mysis III : Pleopada bertambah panjang dan beruas ruas

Selanjutnya setelah mysis tingkat terakhiradalah post larva PL.1 yang umumnya

telah mempunyai pleopada yang berambut untuk berenang

Gambar. 13 pemeliharaan Larva udang

24
j. Pemberian Pakan

Pemberian pakan dimulai dari stadium zoea atau setelah larva nauplius

berusia 6 hari (N6). Jenis makanan alami yang digunakan untuk satadium zoea

berupa plankton biasanya dari genus Skeletonema sp. Stadium zoea berlangsung 4

hari. Plankton diberikan pada saat larva sudah mencapai zoea pertama (Z1) sampai

zoea ketiga (Z3). Untuk stadium zoea , makanan yang diberikan berupa plankton

sebagai makanan alami. Pemberian makanan alami untuk zoea dilakukan 2 kali

sehari, yakni pada pukul 12.00 dan 20.00. Selain pakan alami, diberikan pula pakan

buatan yang diberikan 4 jam sekali. Setelah mencapai hari keempat, zoea biasanya

hampir seluruhnya telah berubah menjadi misis. Stadium misis selalu dicirikan

dengan posisi renang selalu terbalik. Stadium misis berlangsung mulai dari misis

pertama (M1) sampai misis ketiga (M3). Pakan alami yang diberikan berupa

Artemia sp. Artemia sp ini dikultur sendiri dari telur atau kista yang dibeli di toko

perikanan. Sementara itu, untuk pakan buatan yang diberikan sebaiknya berupa

butiran halus yang agak melayang di dalam air.

Gambar.14 Pemberian pakan

25
Setelah melewati stadium nauplius, zoea dan misis pada hari ketujuh larva

udang sudah berubah menjadi stadium post larva. Stadium ini dicirikan dengan

bentuk tubuh yang lurus atau tidak berenang dengan kaki terbalik. Pakan alami

yang diberikan berupa Artemia sp 100 gr/hari. Pemberian pakan dilakukan pada

pukul 08.00 dan 20.00. Sementara itu makanan buatan diberikan sebanyak 2 gr/hari

dengan saringan makanan yang berukuran 200 mikron. Takaran pemberian pakan

alami berbagai stadium larva Udang Windu dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Takaran pemberian pakan

Stadium Larva Kepadatan (sel/cc)

Zoea pertama (Z1) 5000 – 10.000

Zoea kedua (Z2) 10.000 – 15.000

Zoea ketiga (Z3) 15.000 – 30.000

Misis pertama (M1) 20.000

Misis kedua (M2) 20.000

Misis ketiga (M3) 20.000

Post larva 100 gr/hari

k. Manajemen Kualitas Air

kualitas air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat

kelangsungan hidup udang. Pemeliharaan pada benih udang umumnya

menggunakan sistem tertutup dan selama pemeliharaan benih umumnya air media

pemeliharaan tidak diganti. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kualitas air

media yang pada akhirnya dapat mengganggu atau membahayakan kehidupan

benih udang yang dipelihara.

26
Air laut yang digunakan harus memiliki persyaratan optimum bagi

kehidupan larva. Air laut yang bersih dapat diperoleh melalui berberapa kali

penyaringan yaitu pertama disaring dengan ukuran 5-10 micron kedua melakukan

sendfilter ke empat melalui proses ozonisasi atau sinar ultraviolet dan yang terakhir

dengan saringan mesh size sebesar 1 micro. Sebelum napleus dimasukan dalam bak

pemeliharaan larva terlebih dahulu air di sterilisasi dengan menggunakan kaporit

sebanyak 5 ppm dan biarkan selama 12-24 jam. Air laut yang digunakan sebaiknya

memenuhi persyaratan untuk pemeliharaan larva udang windu , persyaratan yang

dimaksud antara lain :

Tabel 3. Parameter Air

Para Meter Ukuran/satuan

Suhu Air : 29-32 ℃

Salinitas : 29-34 ppt

PH : 7-8,5

Oksigen Terlarut : > 5 ppm

NH3 : < 0,01 ppm

NO2 : < 1 ppm

NO3 : < 150 ppm

Phosphat : 10-1100 ppm

BOD : Minimal 3 ppm

l. Pengendalian Hama dan penyakit


Berdasarkan penyebabnya, penyakit udang dapat dibedakan menjadi dua

yaitu penyakit infeksi (protozoa,bakteri,virus dan cacing) serta penyakit noninfeksi

(lingkungan,bahan beracun, nutrisi). Sementara itu pada usaha pembenihan Udang

27
Windu ada dua jenis penyakit berdasarkan objek yang diserang yaitu, penyakit

induk

Udang Windu serta penyakit pada telur dan larva Udang Windu.

Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adapun

cara yang dilakukan antara lain adalah perbaikan kualitas air, mengurangi

kepadatan, mengurangi stres (cekaman), dan pemberian obat-obatan secara

terkontrol seperti terramicin, eritromicin,choramphericol, dan furanace. Tabel 3.

Penggunaan Obat-Obatan Terhadap Penyakit Larva Udang Windu

Table 4. Obat dan penyakit udang

Obat - Obatan Penyakit


Terramicin Bakteri non-filamen (bakteri menyala)
Eritromicin Bakteri non-filamen (bakteri menyala)
Choramphericol Bakteri non-filamen (bakteri menyala)
Furanace Bakteri filamen (Leuconthrix mucor)
dan bakteri non- filamen (bakteri
menyala)

Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan sistem pemeliharaan yang baik dan

benar akan menentukan keberhasilan dalam upaya melakukan pencegahan terhadap

penyakit.

m. Panen
Setelah semua tahap dilalui, maka benur telah siap dipanen. Benur yang

dipanen adalah benur antara PL-11 dan PL-12, karena benur pada umur panen

tersebut merupakan benur yang banyak dipesan oleh pelanggan. Untuk melakukan

pemanenan benur perlu dilakukan cara-cara sebagai berikut :

1. Air dalam bak pemeliharaan larva diturunkan perlahan-lahan dengan

penyifonan, sampai tertinggal setengahnya

28
2. Benur diambil atau dipanen dengan menggunakan serok, selanjutnya

diambil gayung plastik, dan ditempatkan dalam ember plastik yang diaerasi.

3. Sisa benur diambil dengan cara menempatkan kantong plastik saringan pada

pintu pembuangan air dari bak pemeliharaan larva.

4. Kran pipa pembuangan pada bak pemeliharaan larva dibuka sehingga benur

akan tertampung dalam saringan, kemudian secara bertahap benur

dipindahkan ke dalam ember penampung.

Gambar. 15 Panen

4.5. Analisis Usaha


a. BiayaTetap
Tabel. 5 Biaya Tetap

HARGA
JUMLAH JUMLAH
NO URAIAN SATUAN
ALAT HARGA (Rp)
(Rp)
1 BLOWER 1 buah Rp.50.000 RP.50.000
2 PMPA AIR CELUP 1 buah RP. 1,500.000 RP.1.500.000

3 EMBER 2 buah RP.15.000 RP. 30.000


4 BASKOMSORTIRAN 2buah RP.25.000 Rp.50.000
5 SEROKAN KECIL 1 buah RP.10.000 RP.10.000
6 SELANG AIRASI 5 METER RP.4.000 RP. 20.000

29
b. Biaya Produksi
Saat melakukan pembenihanikan baung,benih yang dihasilkan dalam waktu
pemeliharaan kurang lebih 21 hari dilihat pada tabel 1

c. Biaya Variabel
Tabel. 6 Biaya Variabel

SATUA
NO TANG0GAL URAIAN JUMLAH TOTAL
N
Pakan
1 09-11-2021 12.000 4 kg 48.000
tenggelam
Pakan
2 12-11-2021 12.000 2 kg 24.000
tenggelam
Pakan
3 18-11-2021 12.000 4 kg 50.000
tenggelam
Pakan
4 21-11-2021 12 000 3 kg 36.000
tenggelam
Total 158.000.

d. HASIL PRODUKSI

Tabel 7. Hasil Produksi

SATUA
No TANGGAL URAIAN JUMLAH TOTAL
N
1 17-11-2021 Ukuran 5-8 800 200 160.000
Ukuran 8-12 1000 50 50.000
Ukuran 2-3 400 1000 400.000
Ukuran 3-5 550 1000 550.000

Ukuran 3-5 550 2000 1 .100.000

Ukuran 3-5 550 1000 800.000


Ukuran 8-12 800 1000 800.000
Total 2.760.000.

4.5. Pendapatan
Kebutuhan Produksi+ hasil produksi =2.918.000.
158.000+ 2.760.000=2.91800.

4.6. Keuntungan dan kerugian.


Kerugian pada ikan baung yang sakit dan yang mati mencapai:1.100

30
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) disimpulkan lah sebagai

berikut :

1. Pembenihan udang windu di lahan UPT PBAPL di lakukan dengan cara ablasi

2. Prosedur pembenihan-pembenihan udang windu meliputi pemesanan induk udang

windu , Pemeliharan induk udang , persiapan bak pemijahan pemijahan, pemeriksaan

ovary, penetasan telur , persiapan bak pendederan ,penebaran larva ,pemeliharaan

larva , pemberian pakan , manajemen kualitas air dan panen.

5.2. Saran

Adapun saran dalam praktek kerja lapangan ini ialah sebagai berikut :

Saran yang dapat diberikan setelah mengikuti praktek kerja lapangan ini yaitu :

induk udang windu yang terdapat di lahan praktek kerja lapangan sebaiknya di beri pakan

tumbuhan sehingga induk jantan akan banyak menghasilkan sperma. Bak yang terdapat

induk udang windu di besarkan, karena jika tidak di besarkan induk ikan windu akan

menjadi cacat dan menimbulkan penyakit Pada tubuh udang tersebut.

31
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. 2006. Budidaya Udang Windu Secara Intesif. Penerbit Agromedia


Pustaka. Jakarta.
Amri, K dan Kanna, I. 2008. Budidaya Udang Vannamei. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. hal 161.
Arifin, S.N. Amri, Y dan Gunawan, D. 2012. Riset Pendekatan Ekologi Ekonomi
untuk Peningkatan Produktivita Pertambakan Udang di Kawasan Selat
Makasar, Provinsi Sulawesi Selatan. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 1-
3 hal.
Cahyaningsih,S., Mei A.n, Purnomo S.J., Kusumaningrum L,Pujiati.,Haryono, A.,
Slamet & Asniar. 2005. Petunjuk Teknis Produksi Pakan Alami. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur.
Chumaidi, S., I. Yunus, M. Sahlan R. Utari, A. Prijadi, P. Imanto, Hartati,
Bastiawan, Z. Jangkaru, dan R. Arifudin. 1990. Pedoman Teknis Budidaya
Pakan Alami Ikan dan Udang. Jakarta: Departemen Pertanian.

Comb. Jr. G. F. 1992. The Vitamins Fundamental aspects in Nutrition and Health.
1 Academic Press, Inc., San diego, 528pp.

32

Anda mungkin juga menyukai