Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KASUS

SNAKE BITE
Pembimbing:
Dr. Rudiyanto, Sp. B

Oleh :
Rizal Palero
712017037

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
•BAB I
•PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Gigitan ular merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai di Instalasi
Gawat Darurat terutama banyak dialami oleh negara di daerah tropis dan
subtropis dimana pekerjaan utamanya adalah agrikultural. Indonesia yang
mayoritas merupakan area persawahan, savanna, hutan, perkebunan, dan rawa
merupakan habitat yang ideal untuk ular.

Tidak ada data yang jelas tentang kasus gigitan ular di Indonesia karena
kurangnya administrasi yang baik. Hal ini juga disebabkan oleh karena
kebanyakan korban gigitan ular hanya dirawat menggunakan obat tradisional,
bukan pelayanan medis. Data yang saat ini terkumpul, terhimpun data selama
tahun 2007 didapatkan bahwa telah terjadi 12.739 kasus dan dua puluh kasus
korban meninggal dunia karena gigitan ular berbisa.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh Harian
Status Perkawinan: Sudah Menikah
Alamat: Jakabaring.
Agama : Islam
No. Rekam Medik : 58.56.51
Mrs Tanggal : 18 Desember 2019
Anamnesis diberikan : Pasien dan Adik Pasien
Keluhan Utama :
Terdapat Gigitan ular di kaki sebelah kiri Sejak 30 menit SMRS

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke UGD RSUD Palembang Bari dengan keluhan terdapat Terdapat
Gigitan ular di kaki sebelah kiri Sejak 30 menit SMRS saat pasien berjalan mencari ikan
di rawa. Pasien mengaku tidak melihat jenis ular tersebut. Ketika itu pasien langsung
terkejut dan merasakan kesakitan pada punggung telapak kaki dan melihat dua tanda
bekas gigitan ular kemudian pasien mengikat dengan kain bagian pergelangan kaki,
bengkak dan kemerahan mulai timbul sekitar 20 menit kemudian, bengkak tersebut
sampai pergelangan kaki. Sebelum dibawa kerumah sakit pasien diberika ramuan
tradisional oleh warga sekitar namun pasie tidak mengetahui jenis ramuan tersebut.
Setelah itu pasien mengalami penurunan kesadaran dan langsung dibawa ke rumah sakit.
Pasien juga merasakan keram di seluruh tubuh (-), mulut tidak bisa membuka (-), sesak
nafas (-), mata berkunang-kunang (+), mual (+), muntah (+), kelopak mata selalu turun
dan tidak bisa terbuka (+), air ludah banyak (+), susah menelan (+), kencing berdarah
(-).
Keluhan Tambahan:
Pasien mengalami penurunan kesadaran saat sebelum masuk rumah sakit, selain itu
pasien merasa keram dan nyeri dibagian tungkai sebelah kiri pasien yang dirasakan
sekitar 10 menit sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit dahulu Riwayat DM (-)
Riwayat digigit ular sebelumnya (-)  
Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Pekerjaan dan Sosial


Riwayat keluarga dengan keluhan yang Pasien merupakan seorang buruh harian
serupa (-)
PEMERIKSAAN FISIK

Tanda Vital

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 96x/menit.
Suhu : 36,8oC.
Respirasi : 28x/menit.

9
Jantung : Kepala : bentuk simetris, deformitas
I : Ictus Cordis Mata : Pupil isokor, Reflek cahaya (+/+), Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera
terlihat Ikterik (-/-), edem papelbra (-/-)
P : Ictus Cordis teraba Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
di ICS V linea Mulut : Bentuk normal, bibir kering (-), gusi berdarah (-)
midclavicula sinistra Leher : Pembengkakan KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
teraba 2-3 jari
P : batas atas jantung
ICS II linea
parasternal sinistra Paru :
batas kanan bawah I : Simetris, tidak ada pergerakan dinding dada tertinggal,j ejas (-)
jantung ICS IV linea P : pergerakan dinding dada simetris, Fremitus taktil Kanan = Kiri
parasternal dextra P= Sonor
Batas kiri atas ICS V A : Vesikuler )(+/+), Wheezing (-), Ronki (-)
linea midclavicularis
sinistra
A : BJ I/II reguler, Abdomen :
murmur (-), gallop (-) I : datar, sikatrik(-), jaringan parut (-)
P : nyeri tekan (-), hati tidak tebaba, limoa tidak teraba, ginjal tidak teraba
P : timpani
A : BU (+) Normal

THE POWER OF POWERPOINT | THEPOPP.COM 10


EKSTREMITAS
Superior Inferior
Edema -/- -/+
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Gerak +/+ +/ +
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus N/N N/N
Refleks fisiologis ++/++ ++/++
Refleks patologis -/- -/-
11
STATUS LOKALISATA
Regio Cruralis Anterior Sinistra :
Inspeksi : fang mark (+), Kulit sekitar fank mark
berwarna biru keunguan, edema (+)
Palpasi : nyeri tekan tungkai kiri (+), akral hangat, Fang
CRT < 2 detik
Marks
Gerakan : gerak aktif dan pasif tidak terbatas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS

Diagnosa Kerja
Vulnus Morsum Pedis Sinistra
derajat 2 e.c Gigitan Ular

SLIDE 14
TATALAKSANA
•a. Melepaskan karet di kaki
•b. Wound toilet
•c. ATS 1500 IU 1 amp IM (skin test dahulu)
•d. SABU 1 vial IM
•e. IVFD RL 30 tpm
•f. Ceftriaxone 2 x 1 gram (skin test dahulu)
•h. omeprazole 1 x 1 amp
•i. Antrain 3 x 1 gram
•j. Metilprednisolon 2 x 125 mg
PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad functionam: Dubia ad Bonam

Quo ad sanationam: Dubia ad Bonam


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik ular
berbisa ataupun tidak berbisa. Akibat dari gigitan ular tersebut dapat menyebabkan
kondisi medis yang bervariasi, yaitu:
1. Kerusakan jaringan secara umum, akibat dari taring ular.
2. Perdarahan serius bila melukai pembuluh darah besar.
3. Infeksi akibat bakteri sekunder atau patogen lainnya dan peradangan.
4. Pada gigitan ular berbisa, gigitan dapat menyebabkan envenomisasi.
EPIDEMIOLOGI
Pria lebih sering digigit dibanding
perempuan, kecuali tempat kerja yang
lebih didominasi perempuan. Usia
umumnya untuk gigitan adalah anak-
anak (WHO UNICEF, 2008) dan
dewasa muda.

Di negara-negara Regional SEA,


risiko gigitan ular ini sangat terkait
Pada wanita hamil, gigitan ular
dengan pekerjaan: pertanian (padi),
membawa risiko untuk ibu dan janin,
bekerja di perkebunan (karet, kopi),
seperti perdarahan dan aborsi.
menggiring, berburu, pemancing
Kebanyakan gigitan ular terjadi pada
dan pertanian, kulit manufaktur
kaki dan pergelangan kaki.
(terutama ular laut), dan pembuatan
tradisional obat (Cina).
ETIOLOGI
Tidak semua spesies ular memiliki bisa sehingga pada kasus gigitan ular perlu
dibedakan atas gigitan ular berbisa atau gigitan ular tidak berbisa. Ular berbisa yang
bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring, pada bagian
depan dari rahang atasnya. Taring-taring ini mengandung saluran bisa (seperti jarum
hipodermik) atau alur, dimana bisa dapat dimasukkan jauh ke dalam jaringan dari
korban. Selain melalui taring, bisa dapat juga disemburkan seperti pada ular kobra
yang meludah dapat memeras bisanya keluar dari ujung taringnya dan membentuk
semprotan yang diarahkan pada mata korban. Efek toksik bisa ular pada saat
menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan
efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta
banyaknya serangan yang terjadi.
KLASIFI
KASI
BERDASAR
KAN CARA Ciri-ciri Tidak berbisa   Berbisa

MENGIDEN Bentuk kepala


Gigi taring
Bulat
Gigi kecil
 
 
Elips, segitiga
2 taring besar

TIFIKASIN Bekas gigitan Lengkung seperti U   Terdiri dari 2 titik

YA Warna
Besar ular
Warna-warni
Sangat bervariasi
 
 
Gelap
Sedang
Pupil ular Bulat   Elips
Ekor ular Bersisik ganda   Bentuk sisik tunggal
Agresifitas Mematuk berulang Mematuk 1 atau 2 kali

membelit sampai
berdaya
MORFOLOGI
BERDASARKAN
GIGI TARINGNYA
1. Familli Colubridae, pada Ular
umumnya bisa yang pohon
dihasilkannya bersifat lemah,
kebanyakan ular berbisa masuk
dalam famili ini, misalnya ular Ular
pohon, ular sapi (Zaocys Tali
carinatus), ular tali (Dendrelaphis
pictus), ular tikus atau ular jali
(Ptyas korros), dan ular serasah
(Sibynophis geminatus).
MORFOLOGI
BERDASARKAN
GIGI TARINGNYA
2. Famili Elapidae memiliki Ular
taring pendek dan tegak sendok
permanen misalnya ular cabai
(Maticora intestinalis), ular
weling (Bungarus candidus),
ular sendok (Naja sumatrana),
dan ular king kobra
(Ophiophagus hannah), ular Ular
welang, ular anang dan ular
cabai
cabai.
MORFOLOGI
BERDASARKAN Ular
GIGI TARINGNYA bandotan
3.    Familli Crotalidae/ Viperidae memiliki
taring panjang yang secara normal dapat
dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat
ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya.
Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi
mangsa berdarah panas (pit organ), yang
terletak di antara lubang hidung dan
mata.misalnya adalah ular bandotan (Vipera
russelli), ular tanah (Calloselasma
rhodostoma), dan ular hijau dan ular bandotan
Ular
puspo.
tanah
MORFOLOGI
BERDASARKAN
GIGI TARINGNYA
4. Familli Hydrophidae, misalnya ular laut.

Ular
laut
KOMPOSISI VENOM
Komposisi bisa ular 90% terdiri dari protein. Masing-masing bisa
memiliki lebih dari ratusan protein berbeda: enzim (meliputi 80-
90% bisa viperidae dan 25-70% bisa elapidae), toksin polipeptida
non-enzimatik, dan protein non-toksik, seperti faktor pertumbuhan
saraf. Enzim pada bisa ular meliputi hidrolase digestif,
hialuronidase, dan aktivator atau inaktivator proses fisiologis,
seperti kininogenase. Sebagian besar bisa mengandung L-asam
amino oksidase, fosfomono- dan diesterase, 5`-nukleotidase,
DNAase, NAD-nukleosidase, fosfolipase A2, dan peptidase.10
PATOFISIOLOGI
GAMBARAN KLINIS
Gejala Lokal Gejala Sistemik Gejala Khusus
• Edema • Hipotensi • Hematotoksik,
• Nyeri tekan pada • Kelemahan otot perdarahan di
luka gigitan • Berkeringat tempat gigitan
• Ekimosis dalam • Menggigil • Neurotoksik,
30 menit sampai • Mual dan hipertonik
24 jam muntah • Kardiotoksik,
• Hipersalivasi hipotensi, henti
• Nyeri kepala jantung
• Pandangan kabur
DERAJAT GIGITAN ULAR (PARRISH)
1. Derajat 0
Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
Bekas gigitan 2 taring
Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
Sama dengan derajat I
Petechie, Echimosis
4. Derajat III
Sama dengan derajat i & II
Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
4. Derajat III
- Sangat cepat memburuk
DERAJAT GIGITAN ULAR (SCHWATZ)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anamnesis

• Pada korban gigitan ular perlu ditanyakan kapan gigitan terjadi, jenis ular teurtama warna
dan bentuk dapat sangat membantu mengenalinya dan bahkan bila ular tersebut dapat
ditangkap. Selain itu, pertolongan pertama yang sudah dilakukan.

Pemeriksaan Fisik

• Terdapat tanda Gigitan ular(fang marks), nyeri lokal, perdarahan lokal, memar, melepuh,
infeksi lokal, dan nekrosis jaringan.
• Nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pusing

Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, elektrolit, waktu perdarahan,


fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal hepar
• Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)
• EKG
• Rotngen thorax
DIAGNOSIS BANDING

Trombosis
Vena
bagian
dalam

Luka Syok
Infeksi DD Septik

Trauma
vaskules
ekstremitas
PENATALAKSANAAN
1. Pertolongan pertama
 Tenangkan korban
 Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan dengan bidai atau ikat
dengan kain dan balut yang ketat
 Jangan melakukan intervensi apapun pada luka, termasuk menginsisi,
kompres dengan es, ataupun pemberian obat apapun
 Tidak direkomendasikan untuk mengikat arteri (pembuluh darah di
proksimal lesi)
 Selalu utamakan keselamatan diri. Jangan mencoba membunuh ular yang
menggigit. Bila sudah mati, bawa ular ke RS untuk identifikasi 3
PERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Lakukan pemeriksaan termasuk ABC (airway, breathing,


circulation), penilaian kesadaran, dan monitoring tanda vital
Beri oksigen dan resusitasi lain jika diperlukan
anamnesa yang meliputi bagian tubuh mana yang tergigit, waktu
terjadinya gigitan dan jenis ular
Lakukan pemeriksaan fisik :
Rawat inap paling tidak selama 24 jam (kecuali jika ular yang
menggigit adalah jenis ular yang tidak berbisa)
PERAWATAN DI RUMAH SAKIT

 Bagian yang digigit untuk mencari bekas gigitan (fang marks), walaupun terkadang
bekas tersebut tidak tampak, bengkak ataupun nekrosis.
 Palpasi arteri di distal lesi (untuk mengetahui ada tidaknya kompartemen sindrom).
 Cari tanda-tanda perdarahan (gusi berdarah, perdarahan konjungtiva, perdarahan di
tempat gigitan).
 Cari tanda-tanda neurotoksisitas seperti ptosis, oftalmoplegi, paralisis bulbar, hingga
paralisis dari otot-otot pernapasan.
 Khusus untuk ular laut terdapat tanda rigiditas pada otot.
 Pemeriksaan urin untuk mioglobinuri.
PERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Lakukan pemeriksaan darah yang meliputi pemeriksaan darah rutin, tes


fungsi ginjal, PPT/PTTK, tes golongan darah dan cross match.
Anamnesa ulang mengenai riwayat imunisasi, beri anti tetanus toksoid jika
merupakan indikasi.
Rawat inap paling tidak selama 24 jam (kecuali jika ular yang menggigit
adalah jenis ular yang tidak berbisa).
TEKNIK PEMBERIAN TERAPI
•Diberikan sebanyak 2 vial @5 ml dalam NaCl atau Dextrose
5% dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40-80 tetes
per menit, lalu diulang setiap 6 jam.
•Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang
atau bertambah) antiserum dapat diberikan setiap 24 jam sampai
maksimal (80-100 ml).
•Tidak dianjurkan melakukan injeksi di tempat lesi/ gigitan ular
PEDOMAN TERAPI SABU
MENURUT LUCK
 Derajat 0 dan I : tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka diberikan SABU
 Derajat II : 3-4 vial SABU
 Derajat III : 5-15 vial SABU
 Derajat IV : berikan penambahan 6-8 vial SABU
REAKSI ANTI VENOM
Terdapat 3 tipe reaksi terhadap pemberian anti venom yang
mungkin terjadi: a. Reaksi anafilaktik tipe cepat
 Terjadi 10-180 menit setelah pemberian anti venom
 Gejala meliputi: gatal, urtikaria, nausea, muntah, dan palpitasi hingga reaksi anafilaktik
yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan udema laring
 Jika terjadi hal seperti itu, hentikan pemberian anti venom, berikan adrenalin IM (0,01
ml/kgBB), antihistamin (misal klorfeniramin 0,2 mg/kg), dan cairan resusitasi
 Jika reaksinya ringan, pemberian anti venom dapat dilanjutkan namun dengan dosis dan
kecepatan yang lebih rendah
REAKSI ANTI VENOM
Reaksi pirogenik
 Terjadi 1-2 jam setelah pemberian, dikarenakan endotoksin dalam anti venom
 Gejala meliputi demam, kaku, muntah, takikardia dan hipotensi
 Tatalaksana seperti pada kasus diatas
 Bila demam dapat diberikan parasetamol

Reaksi tipe lambat


 Terjadi kurang lebih seminggu kemudian
 Gejala serum like illness: demam, atralgia, limfadenopati
 Atasi dengan pemberian antihistamin (klorfeniramin 0,2 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 5 dosis)
 Jika berat, beri prednisolon oral (0,7-1 mg/kgBB/hari) selam 5-7 hari
TERAPI SUPORTIF
Bersihkan luka dengan antiseptik
Analgesik
Antibiotik bila luka terkontaminasi atau nekrosis
Pemberian Anti Tetanus
Awasi kejadian kompartemen syndrome—nyeri, bengkak,
perabaan distal dingin, dan paresis
Buang jaringan nekrosis
TERAPI SUPORTIF
Bersihkan luka dengan antiseptik
Analgesik
Antibiotik bila luka terkontaminasi atau nekrosis
Pemberian Anti Tetanus
Awasi kejadian kompartemen syndrome—nyeri, bengkak,
perabaan distal dingin, dan paresis
Buang jaringan nekrosis
Monitoring
PROGNOSIS
Gigitan ular berbisa berpotensi menyebabkan kematian
dan keadaan yang berat, sehingga perlu pemberian
antibisa yang tepat untuk mengurangi gejala. Ekstremitas
atau bagian tubuh yang mengalami nekrosis pada
umumnya akan mengalami perbaikan, fungsi normal, dan
hanya pada kasus-kasus tertentu memerlukan skin graft.
BAB IV
ANALISIS KASUS
KASUS :
Dari anamnesa didapatkan data pasien laki-laki, usia 45 tahun dengan keluhan nyeri pada
punggung kaki bagian dalam sebelah kiri setelah digigit ular sejak setengah jam yang lalu saat
sedang mencari ikan dirawa-rawa. Pasien mengatakan yang menggigitnya adalah ular namun
pasien tidak mengetahui jenis ular tersebut. kemudian pasien mengikat dengan kain bagian
pergelangan kaki, bengkak dan kemerahan mulai timbul sekitar 20 menit kemudian, bengkak
tersebut sampai pergelangan kaki. Sebelum dibawa kerumah sakit pasien diberika ramuan
tradisional oleh warga sekitar namun pasien tidak mengetahui jenis ramuan tersebut. Setelah
itu pasien mengalami penurunan kesadaran dan langsung dibawa ke rumah sakit.. Pasien
merasa nyeri seperti terbakar yang hilang timbul di daerah sekitar gigitan. Keluhan demam,
sesak, mual, muntah, nyeri kepala disangkal. Hal ini sesuai dengan epidemiologi kasus
gigitan ular dimana laki-laki lebih banyak dibanding wanita dan usia muda dikatakan
merupakan usia umumnya yang sering terkena kasus gigitan ular.
KASUS :
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 98x/menit, laju
pernapasan 21x/menit, suhu 36,70 C. pada angkle kiri tampak edema, sianosis dan bercak
darah. Bekas gigitan ular tampak jelas. Pergelangan kaki kiri terikat kain. Hal ini sesuai
dengan manifestasi klinis pada gigitan ular berbisa, yaitu tanda gigitan taring (fang marks),
nyeri lokal dan inflamasi.
Pada pasien ini didiagnosis dengan Vulnus Morsum pedis sinistra derajat 2 e.c Gigitan Ular
karena Sama dengan derajat I (Bekas gigitan 2 taring, Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm,
Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam), Petechie, echimosis, Nyeri hebat dalam 12
jam.
KASUS
Pemeriksaan fisik: Teori :

Regio Cruralis Anterior sinistra:  Terdapat tanda Gigitan ular(fang


marks), nyeri lokak, perdarahan
Inspeksi : fang mark (+), edema (+), keunguan(+) lokal, memar, melepuh, infeksi
lokal, dan nekrosis jaringan.
Palpasi : nyeri tekan tungkai kiri (+) , akral
hangat, CRT < 2 detik  Nafas menjadi cepat, tangan dan
kaki menjadi kaku, dan kepala
Gerakan : gerak aktif dan pasif tidak terbatas
menjadi pusing
KASUS :
Pada pasien ini tatalaksana yang diberikan adalah melepaskan kain di angkle, kemudian
dilakukan cross insisi karena akan membuat luka menjadi keadaan Aerob. wound toilet, ATS
1500 IU 1amp IM (skin test dahulu) diberikan karena sesuai indikasi pemberian ATS, SABU
3-4 vial IM sesuai dengan derajat gigitan ular yaitu derajat II dan sesuai indikasi pemberian
yaitu Efek lokal yang signifikan, seperti misalnya pembengkakan lokal lebih dari setengah
besar ekstremitas yang terkena, nekrosis atau hematom yang luas, atau bengkak yang
membesar dengan cepat, Temuan laboratorium seperti anemia, trombositopeni, leukositosis,
peningkatan enzim hepar, hiperkalemia, dan mioglobinuri. , IVFD RL 1000cc lalu
maintenance 30gtt untuk stabilisasi cairan, Ceftriaxone 2 x 1 gram (skin test dahulu) sebagai
antibiotik profilaksis, Esomeprazole 1 x 1 amp untuk mengatasi keluhan Gastroentestinal
yaitu pada kasus ini mual, Antrain 3 x 1 gram, Metilprednisolon 2 x 125 mg. Pada pasien ini
tatalaksana yang diberikan sudah sesuai dengan teori.
KASUS
TEORI:
Tatalaksana
• Menghalangi memperlambat absorbsi
• IVFD D5% + SABU 1 vial (5 ml) 20 bisa ular
tpm
• Menetralkan bisa ular yang telah
• SABU 1 vial (5ml) infiltrate luka masuk ke dalam sirkulasi darah
• Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr IV • Mengatasi efek lokal dan sistemik.
• Inj ATS 1500 IU • Antibiotik sebagai terapi profilaksis.
• Bidai kaki
KASUS :
Pada pasien juga dilakukan edukasi yaitu menjelaskan kepada pasien
tentang penyakit yang diderita, rencana pemeriksaan dan rencana terapi
yang akan dilakukan, tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien dan
komplikasi yang dapat terjadi jika tidak dilakukan penanganan dengan
segera dan dengan baik.
KESIMPULAN
Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik ular berbisa
ataupun tidak berbisa. Gigitan ular dapat menjadi keadaan yang mengancam jiwa
jika tidak ditangani dengan benar. Korban dapat mengalami reaksi yang ekstrim
terhadap racun (bisa ular) dan hanya dalam hitungan menit saja, dapat
menyebabkan kematian.
Diagnosis gigitan ular dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Akan tetapi tetap dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui komplikasi lain yang terjadi akibat gigitan ular.
Pemberian serum anti bisa ular harus diberikan dengan cepat dan tepat. Pengobatan
serum anti bisa ular merupakan terapi yang paling efektif untuk kasus gigitan ular
berbisa karena penggunaan serum anti bisa ular mampu menurunkan tingkat
mortalitas korban gigitan ular.
DAFTAR PUSTAKA
1. Daley.B.J. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and Critical Care.
2. USA: University of Tennessee School of Medicine; 2006.
3. De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 1998.
4. Depkes. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
Jakarta: Depkes RI; 2001.
5. Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
6. Warrel, David A. Guidelines for the management of snake bites. WHO Regional Office for South East Asia; 2010.

7. WHO. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia Region; 2008.

Anda mungkin juga menyukai