Anda di halaman 1dari 79

Uji Pirogenitas

Standart Produk parenteral

• Purity (kemurnian)
• Safety (keamanan) yang berbeda dari produk lain
• Standar potensi dan stabilitas 
• Standar terkait mikroba (sterilitas dan pirogen)
• parameter fisik (bebas dari kontaminasi partikel)
• parameter kimia (isotonisitas, kapasitas dapar)
Pendahuluan
• Studi mengenai efek demam setelah pemberian larutan tertentu
secara intravena  abad ke-19 (1894)  Sanarelli  kultur ebert
bacillus  intoksikasi  kematian
• Dikenal “ injection fever” setelah disuntik  evaluasi peneliti
• Penelitian awal  1912, Hort dan Penfold membuat nama
“pyrogenic”untuk “air”yang ketika diinjekkan menyebabkan
“hipertermia”
• Florance Seibert (1923) yang menyebutkan senyawa
 pirogenik sebagai “hyperthermising” atau zat yang menyebabkan
hipertermi (protein  denaturasi,  endotoksin,  atau eksotoksin). 
Pendahuluan
• Pyro yang berarti keadaan yang berhubungan dengan panas,
dan Gen yang berarti menghasilkan atau membentuk
• Pyrogen : produk dari mikroorganisme
• Pyrogen : senyawa dengan berat molekul tinggi yang
dinyatakan sebagai senyawa lipopolisakarida yang diproduksi
oleh 5 – 10% massa total bakteri gram negatif
Pendahuluan
 Matinya mikroorganisme dalam produk farmasi, belum
menjamin tiadanya efek-efek merugikan akibat kontaminan
mikroorganisme.
 Karena apabila komponen-komponen penyusun mikroorganisme
yang sudah mati tersebut dalam jumlah yang cukup, mereka
akan dapat menimbulkan efek-efek yang tidak dikehendaki.
 Salah satu komponen penyusun dinding sel bakteri, khususnya
dari golongan gram negatif yang sering menimbulkan efek
merugikan adalah Lipopolisakarida, yang dikenal sebagai
endotoksin.
• Endotoksin adalah toksin yang dihasilkan oleh bakteri gram
negatif
• Pirogen adalah senyawa yang menyebabkan kenaikan suhu
tubuh akibat penggunaan produk farmasi yang diberikan secara
intravena
• Semua endotoksin bersifat pirogen, tetapi tidak semua senyawa
pirogen itu merupakan endotoksin
PIROGEN
• Pirogen adalah senyawa dengan berat molekul tinggi yang, dinyatakan
senaai senyawa lipopolisakarida yang diproduksi oleh kira kira 3 -10 %
massa total bakteri.
• Pirogen ini merupakan senyawa yang jika masuk ke dalam aliran darah
akan mempengaruhi suhu tubuh dan biasanya menghasilkan demam.
• Pengobatan demam yang disebabkan oleh pirogen sangat sulit dan pada
beberapa kasus dapat menyebabkan kematian.
• Selain pirogen beberapa senyawa lain juga diketahui menyebabkan
reaksi piretik ini, yaitu steroid, virus, bahan kimia dan obat tertentu.
• endotoksin adalah suatu molekul yang berasal dari membran luar
bakteri gram negatif.
• Organisme gram negatif membawa 3 – 4 juta LPS pada permukaannya
yang meliputi 75% permukaan membrane luar
• Endotoksin dihasilkan oleh bakteri gram negatif patogen ataupun
nonpatogen selama masa pertumbuhannya atau pada saat sel lisis.
• Endotoksin bersifat tahan panas, merupakan antigen lemah, dan tidak
dapat di ubah menjadi toksoid.
• Endotoksin bakteri terdiri dari Lipopolisakarida (LPS), umumnya terikat
pada protein dan fosfolipid.
• LPS ini menyusun membran luar bakteri Gram negatif.
– Contoh: LPS dari Salmonella terdiri dari bagian Lipid A yang hidrofob yang
terikat pada suatu daerah inti yang mengandung molekul KDO (2-keto-3-
deoksioktonat)
• Meskipun seluruh bakteri gram negatif memiliki LPS pada dinding
selnya, LPS tidak bersifat toksik hingga dilepaskan dari membran
luar dinding sel.
• Pada saat bakteri gram negatif mati, disintegrasi dinding selnya
mengakibatkan pelepasan toksin LPS.
• Pelepasan endotoksin dalam sistem peredaran darah dapat
menyebabkan syok akibat penurunan tekanan darah dan
kegagalan fungsi banyak organ
Efek Endotoksin Bagi Tubuh
– Demam,
– aktivasi sistem sitokin,
– rusaknya sel-sel endotelial,
– mengganggu permeabilitas pembuluh darah berubah
sehingga menyebabkan turunnya tekanan darah
Sifat sifat pirogen
• Termostabil, hingga hanya dapat dihilangkan pada suhu diatas 650ºC
selama 1 menit, 250ºC selama 15 menit atau180ºC selama 4 jam
• Larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan penyaring bakteri
• Tidak bisa dipengaruhi oleh bakterisida biasa
• Tidak menguap, tapi pada destilasi biasa dapat ikut bersama percikan air
• BM, 15. 000 – 4.000.000
• Ukurannya 1 – 50 µm
SIFAT EKSOTOKSIN ENDOTOKSIN

Sumber Baktei Gram (+), dan Dinding sel bakteri Gram (-)
beberapa Bakteri Gram (-)

Kimia
perbedaan
Protein Lipopolisakarida

Ketahanan panas Inaktif pada suhu 60-80oC, Stabil pada suhu sterilisasi
kecuali beberapa eksotoksin

Sifat imunologi Toksin dapat diubah menjadi Tidak dapat diubah emnjadi
toksoid, dapat dinetralisasi toksoid, sukar dinetralisir
dengan antitoksin dengan antitoksin

Dosis letal Rendah, sangat toksik Biasanya lebih tinggi dari


pada eksotoksin

Cara kerja Spesifik untuk sel tertentu Kurang spesifik; gejala umu
adalah shok
Pirogen dikelompokkan menjadi dua golongan 
• Pirogen endogen
merupakan factor faktor yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri sebagai
reaksi kekebalan melawan kuman penyakit yang masuk ke tubuh. misalnya
interleukin 1, interleukin 6, alpha interferon dan tumor necrosis factor 
• Pirogen eksogen
merupakan faktor eksternal tubuh yang menyebabkan gangguan pada fungsi
tubuh manusia. misalnya bagian dari sel bakteri dan virus. Selain itu bisa juga
merupakan racun /toksin yang dihasilkan oleh bakteri atau virus tertentu
Sumber pirogen
• Air
merupakan sumber utama endotokin. Proses pembuatan sediaan steril
harus bebas pirogen (tidak mengandung pirogen) atau non pirogen
(kurang atau ama dengan 0,5 EU/ml)
• Wadah dan alat
dapat menempel kuat pada gelas dan permukaan lainnya. Terdapat pada
sisa cairan pada alat atau media
• Zat zat kimia terlarut
 zat zat kimia yang dihasilkan dari fermentasi misalnya glukosa, fruktosa,
natriu sitrat, garam fosfat,  asam amino, heparin dan beberapa antibiotic
yang memiliki tingkat risiko kontaminasi endotoksin yang tinggi.
Cara pembebaan pirogen
1. air atau larutan air 
• Dengan bantuan penyaring khusus
hal ini terjadi melalui adsorpsi pirogen pada material penyaringdengan menggunakan lapisan asbes 
selulosa yang berbeda beda jenisnya menurut lebar porinya. 
• Penyaring karbon aktif 0,1% dari volume total
• Sinar gamma (kobalt 60)
• Ditambahkan hidrogen peroksida 0,1 % dan dimasak selama 1jam
• Ditambahkan 10 mL larutan kalium permanganate 0,1 N dan 5 mL larutan natrium hidroksida
(NaOH) 1 N per liter larutan sewaktu aquadest disuling
• melalui metode elektroosmosis atau reverse osmosis
2.bahan obat atau bahan pembantu
• melalui pemanasan selama 30 menit pada suhu 250°c atau 1 jam pada suhu 200°C untuk
bahan tahan panas dilarutkan, kemudian dibebas pirogen
3. wadah, bahan tutup dan sebagainya
 gelas piala, corong, ampul, botol infuse dan lainnya membebaskan pirogen dengan cara
sterilisasi 
 metode kimi pengunaan asam kromsulfat atau asam nitrat dibilas kembali dengan air suling
bebas pirogen
 material karet silikon dipanaskan 30 menit pada suhu 90°C dalam larutan fenil merkuriborat
0,002%
 diautoklaf suhu 121 - 124°C selama 120 menit.
 Disterilkan secara dingin yaitu dengan penyinaran sinar terionisasi atau dengan etilen oksida
Tujuan uji pirogen

• Membatasi resiko reaksi demam yang dapat


diterima oleh pasien apabila diinjeksi dengan
suatu sediaan farmasi.
• Pirogenik merupakan substansi yang mampu
menyebabkan demam sampai pada kematian.
Rabbit Test
UJI PIROGENITAS MENGGUNAKAN KELINCI
• Uji kelinci telah lama digunakan untuk membantu industri
farmasi menguji pirogenitas sediaannya.
• Pengujian ini pada prinsipnya merupakan injeksi intravena ke
tubuh kelinci di bawah kondisi tertentu dan selanjutnya
dipantau dan dicatat temperatur 3 kelinci dalam jangka waktu
tertentu.
 
• Hewan percobaan: digunakan kelinci yang selama seminggu
sebelum pengujian tidak menunjukkan penurunan bobot
badan.
ALAT DAN PENGENCER
• Alat suntik, jarum dan alat gelas dibebaskan dari pirogen dengan
pemanasan pada 250° selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan
metode lain yang sesuai.
• Perlakukan semua pengencer dan larutan untuk mencuci dan membilas
peralatan atau alat suntik parenteral sedemikian rupa yang dapat
menjamin alat tersebut steril dan bebas pirogen. Lakukan uji pirogen
pada pengencer dan larutan untuk pencuci atau pembilas alat secara
berkala. Bila digunakan Injeksi Natrium Klorida sebagai pengencer,
gunakan larutan yang mengandung natrium klorida 0,9%.
REKAMAN SUHU
• Gunakan alat pendeteksi suhu yang teliti seperti termometer
klinik atau alat termistor atau alat sejenis yang telah dikalibrasi
untuk menjamin ketelitian ± 0,1° dan telah diuji untuk
penetapan bahwa pembacaan maksimum dapat dicapai kurang
dari 5 menit.
• Masukkan alat pendeteksi suhu ke dalam rektum kelinci uji
dengan kedalaman tidak kurang dari 7,5 cm dan setelah periode
waktu tidak kurang dari yang ditetapkan sebelumnya, catat
suhu tubuh kelinci.
HEWAN UJI

• Gunakan kelinci dewasa yang sehat. Tempatkan kelinci satu ekor dalam
satu kandang dalam ruangan dengan suhu yang seragam antara 20-23°
dan bebas dari gangguan yang menimbulkan kegelisahan.
• Perbedaan suhu tidak lebih dari ±3° dari suhu yang ditetapkan. Kelinci
yang belum pernah digunakan untuk uji pirogen, adaptasikan kelinci
tidak lebih dari tujuh hari dengan uji pendahuluan yang meliputi semua
tahap yang tertera pada Prosedur, kecuali penyuntikan.
Kelinci tidak dapat digunakan uji
pirogenitas jika:
• 3 hari sebelumnya telah digunakan untuk pengujian pirogenitas dan
memberikan hasil negatif
• 3 minggu sebelumnya telah digunakan untuk pengujian pirogenitas, sediaan
uji tidak memenuhi syarat
• Telah digunakan kapan saja untuk pengujian pirogenitas dan respon rata-
rata kelompok kelinci melebihi 1,2OC
• FI VI  Kelinci tidak boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali
dalam waktu 48 jam, atau sebelum 2 minggu untuk uji pirogen yang
menunjukkan kenaikan suhu 0,6° atau lebih, atau telah digunakan untuk uji
sediaan yang dinyatakan pirogenik.
• Alat: termometer dengan ketelitian 0,1O C dan alat suntik
• Bahan uji: zat uji dilarutkan atau diencerkan dengan
larutan natrium klorida steril bebas pirogen atau bila
larutan uji sesuai dapat langsung digunakan
Cara/Prosedur pengujian
1 jam sebelum pengujian masukkan kelinci ke dalam
kotak kelinci sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan
dengan letak leher yang longgar, badannya bebas
hingga kelinci dapat duduk dengan bebas
Uji pendahuluan
 1 sampai 3 hari sebelum pengujian, suntikan intravena 10 ml per kg bobot
badan dengan larutan natrium klorida steril bebas pirogen dalam ruangan
yang tenang
 Perbedaan suhu ruangan terhadap suhu pemeliharaan tidak boleh lebih dari
3O.
 Selama 1 malam hingga pengujian selesai kelinci tidak diberi makan dan
selama waktu pengujian tidak diberi minum.
 Catat suhu badan kelinci dengan interval tidak lebih dari 30 menit dimulai
90 menit sebelum penyuntikan hingga 3 jam sesudah penyuntikan dengan
larutan natrium klorida steril bebas pirogen. Kelinci yang menunjukkan beda
suhu lebih besar dari 0,6 tidak dapat digunakan untuk pengujian utama.
Pengujian utama
 lakukan pengujian menggunakan sekelompok hewan percobaan terdiri dari
3 ekor kelinci. Hangatkan sediaan uji hingga lebih kurang 38,5Oc ,suntikkan
perlahan-lahan ke dalam vena auricularis tiap kelinci
 Lama penyuntikan tidak boleh lebih dari 4 menit dan sediaan tidak kurang
dari 0.5 ml dan tidak lebih dari 1 ml /kgbb
 Penafsiran hasil suhu awal tiap kelinci adalah suhu rata-rata 2 pembacaan
suhu dengan interval 30 menit dan dilakukan 40 menit sebelum
penyuntikan sediaan uji.
 Jika gagal ulangi pengujian hingga 4 kali untuk tiap pengujian dengan 3 ekor
kelinci
 Suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang dicatat selama 3 jam setelah
penyuntikan sediaan uji. Catat suhu badan kelinci dengan interval tidak
lebih dari 30 menit dimulai 90 menit sebelum penyuntikan hingga 3 jam
setelah penyuntikan sediaan uji.
 Selisih antara inisial dan suhu maksimum tiap kelinci dinyatakan sebagai
suhu respon.
 Jika suhu respon negatif, dianggap nol
Penafsiran hasil
• Temperatur awal adalah temperatur rata rata 2 pembacaan temperatur
dengan interval 30 menit dan dilakukan 40 menit sebelum penyuntikan
sediaan uji
• Temperatur maksimum adalah : temperatur tertinggi yang dicatat
selama 3 jam setelah penyuntikan
• Catat suhu tubuh kelinci dengan interval tidak lebih dari 30 menit yang
dimulai 90 menit sebelum hingga 3 jam setelah penyuntikan uji
Interpretasi hasil uji ( FI IV 1995)
 Kelinci dinyatakan memenuhi syarat jika perbedaan suhu awal antara kelinci
yang satu dengan yang lain tidak lebih dari 1OC.
 Kelinci dinyatakan tidak memenuhi syarat jika perbedaan suhu awal lebih besar
dari 0,2O suhu awal lebih kecil dari 38,0O dan tidak lebih besar dari 39,8O
 Sediaan uji dinyatakan memenuhi syarat jika jumlah respon tidak melebihi
kolom 2 dan dinyatakan tidak memenuhi syarat jika jumlah respon melebihi
kolom 3 untuk tiap kelompok.
 Jika jumlah respon terletak antara kolom 2 dan kolom 3, pengujian diulangi. Jika
pengujian keempat jumlah respon melebihi 6,60O sediaan uji dinyatakan tidak
memenuhi syarat
Jumlah Sediaan uji memenuhi Sediaan uji tidak
Kelinci syarat jika jumlah memenuhi syarat
respon tidak melebihi jika jumlah respon
melebihi
3 1,20 2,70

6 2,80 4,30

9 4,50 6,0

12 6,60 6,60
Interpretasi hasil uji ( FI V 2014)
• Setiap penurunan suhu dianggap 0
• Sediaan memenuhi syarat apabila tidak ada satupun kelinci yang
menunjukkankenaikan suhu 0,5˚ atau lebih
• Bila ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5˚ atau lebih
dilanjutkan uji dengan 5 ekor kelinci lain
• Sediaan memenuhi syarat bebas pirogen bila tidak lebih dari 3 dari 8
ekor kelinci masing2 menunjukkan kenaikan suhu 0,5˚ atau lebih dan
jumlah kenaikan suhu maksimum 8 kelinci tidak melebihi 3.3˚
Walaupun terdapat variasi prosedur pelaksanaan pada
berbagai Farmakope, tetapi pada prinsipnya adalah sama
yaitu mencatat kenaikan suhu badan kelinci sebagai
respon terhadap substansi pirogenik dalam sediaan yang
disuntikkan ke tubuh kelinci.
PROSEDUR FI ED VI
• Lakukan uji dalam ruang terpisah yang dirancang untuk pengujian pirogen dan pada
kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan hewan dan bebas dari
gangguan yang menimbulkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama
pengujian.
• Boleh diberi minum setiap saat, tetapi terbatas. Jika termistor pengukur suhu rektum
digunakan untuk pengujian, kelinci diletakkan dalam penyekap yang dapat menahan
kelinci dengan leher yang longgar sehingga dapat duduk dengan bebas.
• Tetapkan suhu kontrol dari tiap kelinci tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan
larutan uji. Suhu tersebut digunakan sebagai awal untuk penetapan setiap kenaikan
suhu yang dihasilkan dari penyuntikan larutan uji. Dalam setiap kelompok kelinci uji,
gunakan kelinci yang mempunyai perbedaan suhu kontrol antara satu dengan lainnya
tidak lebih dari 1°, dan suhu kontrol setiap kelinci tidak boleh lebih dari 39,8°.
• Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan 10 mL larutan uji per
kg berat badan kedalam vena telinga setiap tiga kelinci, lakukan penyuntikan dalam
waktu 10 menit.
• Larutan uji berupa sediaan yang perlu dikonstitusi sesuai etiket, atau bahan uji yang
diperlakukan seperti tertera pada masing-masing monografi dan disuntikkan sesuai dosis
tersebut.
• Untuk uji pirogen dari alat atau perangkat injeksi, gunakan cucian atau bilasan
permukaan yang kontak dengan bahan yang diberikan secara parenteral, tempat
penyuntikan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan uji harus terjamin bebas
kontaminasi.
• Lakukan penyuntikan setelah larutan uji dihangatkan pada suhu 37±2°. Rekam suhu
berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30
menit.
FI ED VI
INTERPRETASI HASIL DAN LANJUTAN
• Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat
apabila tidak ada satupun kelinci yang menunjukkan kenaikan
suhu 0,5° atau lebih. Bila ada kelinci yang menunjukkan
kenaikan suhu 0,5° atau lebih, lanjutkan uji menggunakan lima
ekor kelinci lain. Sediaan memenuhi syarat bebas pirogen bila
tidak lebih dari 3 dari 8 ekor masing-masing menunjukkan
kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu
maksimum 8 kelinci tidak melebihi 3,3°.
Keuntungan pengujian
• telah lama dikenal dan digunakan untuk menguji berbagai sediaan dan terbukti
memberikan hasil memuaskan.
• Sensitivitas kelinci dan manusia terhadap substansi pirogenik relatip sama. Kenaikan
suhu kelinci akibat substansi-pirogenik, sampai batas tertentu masih dapat diterima oleh
manusia; sehingga kenaikan suhu kelinci tersebut dapat distandardisasi terhadap
substansi pirogenik yang dapat diterima manusia.
• Bangham menyebutkan, uji kelinci menggambarkan seluruh respon farmakologis
terhadap pirogen dan relevan dengan respon pada manusia.
• dibandingkan dengan uji LAL yaitu mampu mendeteksi semua pirogen termasuk
endoktoksin.
• Pada saat ini endoktoksin diketahui merupakan pirogen yang
paling, kuat, namun kehadiran pirogen lain dalam suatu sediaan
perlu diperhitungkan;
• karena manusia tidak hanya respon terhadap endoktoksin saja
tetapi juga pirogen yang lain.
• Pengujian kelinci menawarkan jasa untuk maksud tersebut dan
sampai saat ini belum dapat digantikan dengan pengujian lain.
Kelemahan uji kelinci

• Memerlukan pemeliharaan dan perawatan hewan dan laboratorium yang


lebih intensif.
• Hewan harus dipelihara dalam ruangan dengan temperatur tidak jauh
berbeda dengan tempat percobaan.
• Pemeliharaan hewan harus dilakukan dengan sebaik mungkin untuk
menghindari infeksi penyakit yang dapat mengganggu percobaan atau
mengacaukan interpretasi hasil.
• Berat badan kelinci harus dijaga jangan sampai mengalami penurunan yang
berarti dalam 1 minggu menjelang digunakan.
• Sensitivitas dipengaruhi oleh musim, kegaduhan, kegelisahan,
makanan dan lain sebagainya. Kegelisahan akan dapat
menyebabkan kenaikan suhu relatip tinggi, sehingga
mengacaukan interpretasi hasil.
• Variabilitas biologis. Respon setiap kelinci terhadap substansi
yang sama belum tentu sama, sehingga terdapat variasi
kenaikan suhu pada tiap kelinci.
Uji pirogen vs Uji Endotoksin
• Uji pirogen : Mengukur kenaikan suhu tubuh kelinci setelah
pemberian bahan uji (sampel) yang diberikan secara
intravena dengan dosis tidak lebih dari 10mL/kg selama
tidak lebih dari 10 menit.
• Uji endotoksin : mendeteksi atau menghitung jumlah
endotoksin bakteri gram negatif yang mungkin ada
dalam sampel,menggunakan metode LAL
Metode LAL
 Sejak diketahui bahwa endotoksin ternyata mampu menggumpalkan sel darah
Limulus, kemudian dikembangkan suatu pengujian untuk mendeteksi adanya
endotoksin dengan menggunakan reagensia yang dibuat dari sel darah Limulus.
 Pengujian ini kemudian dikenal sebagai metode Limulus Amebocyt Lysate (LAL).
Metode LAL merupakan pengujian in vitro; maka mulailah perusahaan-
perusahaan melihat kemungkinan untuk menggantikan uji pirogenitas kelinci
dengan metode LAL.
 The Limulus amebocyte lysate (LAL) test adalah uji in vitro untuk deteksi dan
analisis kuantitatif endotoksin bakteri. Metode analisis LAL yang dilakukan
mencakup teknik gel-clot dan turbidimetri kinetik dan kromogenik(kolorimetri).
Limulus amoebocyte lysate (LAL) test
Cara dengan LAL
Pendahuluan

• Lisat diperoleh dari amubosit kepiting landam kuda (Limulus polyphemus/


tachypleus tridentatus).
• 1956: Penggunaan LAL untuk deteksi endotoksin berawal dari pengamatan Bang
bahwa infeksi bakteri gram negatif pada Limulus polyphemus menyebabkan
koagulasi intravaskular yang parah.
• 1964: Levin and Bang kemudian menunjukkan bahwa penggumpalan itu
merupakan hasil reaksi antara endotoksin dan protein yang dapat menggumpal
dalam amubosit.
• Solum (1970, 1973) dan Young (1972), melakukan pemurnian dan karaterisasi
protein yang dapat bergumpal dari reaksi LAL dan menunjukkan bahwa reaksi
dengan endotoksin merupakan reaksi enzimatik.
• LAL tes adalah uji in vitro untuk mendeteksi dan menganalisis
kuantitatif adanya endotoksin bakteri.
• Reagensia LaL dibuat dari ekstrak set darah Horseshoe Crab
dari spesies  Limulus polvphentus, yaitu jenis invertebrata yang
telah hidup pada jaman prasejarah.
• Corpuscula darah Limulus hanya terdiri dari satu macam set
darah yang disebut sebagai  Amoebocvte.
• Amoebocvte dalam banyak hal menyerupai platelet, tetapi
ukurannya agak lebih besar.
METODE PENGUJIAN LAL
• Uji LAL merupakan pengujian untuk memperkirakan konsentrasi
endotoksin bakteri yang mungkin ada dalam contoh bahan.
• prinsipnya merupakan koagulasi protein yang ada dalam reagensia LAL
oleh endotoksin.
• Pengujian tersebut ialah dinyatakan positif apabila terjadi pembentukan
gel dan dinyatakan negatip bila tidak terjadi pembentukan gel.
Pembentukan gel akan terjadi apabila kandungan endotoksin dalam
contoh sediaan lebih besar daripada sensitivitas reagen yang dinyatakan
dalam Endotoksin Unit per ml (EU/ml) atau ng/ml.
• LAL telah digunakan secara resmi di USP XXI untuk membatasi kandungan
endotoksin bakteri suatu sediaan, terutama sediaan radiofarmasi.
• Peranan LAL untuk membatasi kandungan endotoksin bakteri makin lama
makin luas digunakan terutama untuk sediaan parenteral dan peralatan
medis.
• Kruger (1983) melaporkan kemungkinan pemakaian metode LAL untuk
pengujian berbagai bahan yang berkaitan dengan farmasi, yaitu:
• Pemeriksaan bahan baku untuk parenteral.
• Pemeriksaan air proses untuk parenteral
• Pemeriksaan elemen filter untuk eliminasi pirogen.
• Menentukan penyebab terjadinya pirogen positip.
• Untuk validasi sterilisasi dry-heat.
• Pengujian produk jadi.
• Radiofarmasi.
• Larutan untuk hemodialisis dan air untuk mengencerkan larutan hemodialisis
(pengujian tidak diperlukan secara resmi).
• Injeksi dengan dosis tunggal lebih besar dari 15 ml.
• Infus.
• dan lain-lain.
Prinsip LAL Test
• Uji LAL memanfaatkan dasar respon imun dari kepiting landam kuda
terhadap invasi bakteri gram negatif.
• Bahan-bahan yang terkandung dalam amubosit kepiting landam kuda terdiri
dari berbagai protein, faktor, kofaktor dan ion-ion yang berinteraksi
menyebabkan koagulasi.
• Prinsip : penggumpalan ekstrak cair sel darah kepiting ladam kuda/Limulus
Polyphemus dengan adanya pirogen.
• Endotoksin Gram negatif mengkatalisis aktivasi proenzim
dalam lisat amubosit Limulus.
• Dimana Kecepatan awal aktivasi ditentukan oleh konsentrasi
endotoksin Selanjutnya enzim yang diaktivasi (enzim
koagulase) menghidrolisis ikatan spesifik dalam suatu protein
penggumpal (koagulogen) yang juga terdapat pada lisat
amubosit limulus menghasilkan koagulin  Sekali terhidrolisis,
koagulin yang dihasilkan bergabung dengan sendirinya dan
membentuk suatu gumpalan/bekuan seperti gel.
Keuntungan menggunakan LAL dibandingkan dengan kelinci
• penanganannya lebih praktis. Sebagai pengujian in vitro, tidak ada
kesalahan/kegagalan akibat variasi biologis.
• waktu yang dipergunakan untuk melakukan pengujian lebih singkat, baik
pada waktu pelaksanaan maupun waktu persiapannya.
• Ruangan yang digunakan relatip lebih kecil dan personil yang dibutuhkan
relatip sedikit.
• Selain itu LAL mendeteksi endotoksin lebih sensitif dibandingkan kelinci.
Sensitivitas LAL mencapai 0,01 -- 0,04 ng/ml atau lebih kecil.
Jika dibandingkan dengan uji kelinci, LAL mempunyai beberapa kelemahan antara lain:
• LAL hanya mendeteksi endotoksin dan tidak mampu mendeteksi pirogen eksogen yang
lain seperti virus, fungi, bakteri dan lain-lain.
• Selain itu LAL tidak dapat digunakan untuk memeriksa beberapa sediaan secara
langsung, seperti
– Sediaan yang tidak dapat dinetralkan menjadi pH 6-7, 5 misalnya potasium
kanrenoate.
– Sediaan yang mengandung zat-zat penghambat pembentukan gel misalnya
konsentrasi Ca2 tinggi, tetrasiklin, streptomisin, polimisin, kloramfenikol, penisilin
semisintetik, sitrat, fosfat dan lain-lain.
• Untuk melakukan pemeriksaan bahan-bahan tersebut dengan LAL, memerlukan
beberapa pretreatment yang berfungsi menghilangkan gangguan-gangguan yang ada.
Perlakuan tersebut antara lain dengan pengenceran atau filtrasi.
metode pengujian
Menurut FI Ed VI 2020

• Terdapat dua tipe teknik uji


– teknik pembentukan jendal gel
– teknik fotometrik  Teknik fotometrik mencakup metode
turbidimetri, yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah
penguraian substrat endogen, dan metode kromogenik yang
didasarkan pada pembentukan warna setelah terjadi penguraian
kompleks kromogen-peptida sintetik.
• Pereaksi LAL diformulasikan juga untuk digunakan dalam pengujian
turbidimetri dan kolorimetri, maka pengujian-pengujian tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
• Kedua uji ini memerlukan pembuatan kurva regresi baku dan kandungan
endotoksin dari zat uji ditetapkan dengan interpolasi dari kurva tersebut.
• Prosedur meliputi inkubasi selama waktu yang telah ditetapkan dari
endotoksin yang bereaksi dan larutan kontrol dengan pereaksi LAL, dan
pembacaan serapan cahaya pada panjang gelombang yang sesuai.
"The gel-clot end point test"
(Uji penggumpalan gelatin)

1. Reagensia LAL dicampur dengan sampel larutan uji dalam


tabung gelas masing-masing dengan volume sama yaitu 1,0 ml.
2. Setelah dicampur, tabung gelas tersebut diinkubasi pada
temperatur 37°C ± 2°C selama 60 menit ± 1 menit.
3. Pembacaan pengujian larutan yaitu tabung gelas dari inkubator
diambil dengan hati-hati, kemudian membaliknya 180°, sehingga
permukaan atas tabung berada di bagian bawah.
4) Hasil pembacaan adalah :
• Positif ( + ) jika terbentuk gelatin pada yang tetap, berarti
contoh larutan uji tersebut mengandung sedikitnya sama
dengan sensitivitas Reagensia yang digunakan.
• Negatif (-) jika tidak terbentuk·gelatin padat yang tetap,
berarti bahwa contoh larutan uji tersebut tidak
mengandung endotoksin atau lebih sedikit daripada
sensitivitas reagensia yang digunakan.
"The turbidimetric test" (uji kekeruhan)
• Dalam metode ini, cara inkubasi adalah sama seperti metode yang telah
disebutkan di atas.
• Kalau dalam metode I tersebut evaluasi hasil diamati dari terbentuknya
gelatin, sebaliknya dalam metode ini dicegah jangan sampai terbentuk
gelatin.
• Cara menghindari terbentuknya gel yaitu dengan mengencerkan reagen
LAL atau dengan menambah volume larutan uji sebelum pengujian mulai
dilakukan.
• Dalam metode ini yang diharapkan adalah terbentuknya kekeruhan, yaitu
sebagai akibat presipitasi "protein coagulogen".
• Dalam tes LAL turbidimetri, reagen LAL ditambahkan ke sampel uji untuk
membuat larutan. Jika endotoksin ada dalam sampel, maka reaksi pembekuan
reagen LAL menghasilkan massa padat (yaitu, gumpalan atau gel) dalam larutan.
• Tingkat kekeruhan yang dihasilkan selanjutnya diukur untuk menentukan
keberadaan dan jumlah endotoksin. Analisis ini dapat dilakukan dengan
menggunakan metode titik akhir atau kinetik.
• Metode titik akhir turbidimetri melibatkan pengambilan pembacaan kekeruhan
pada titik waktu yang ditentukan. Namun, hal ini dapat mengakibatkan
kesalahan manipulasi dan pengujian ulang yang memakan waktu jika pembacaan
tidak tepat atau dilakukan pada waktu yang tepat.
• Dasar dari metode  peningkatan jumlah endotoksin akan
menyebabkan bertambahnya kekeruhan dan bertambahnya
kekeruhan ini sebanding dengan bertambahnya endotoksin.
• Nilai optical density dibaca dengan menggunakan
spektrofotometer.
• Hasil yang didapat akan memberikan konsentrasi endotoksin
secara kuantitatif, yaitu dengan mengekstrapolasikan dalam
kurva standar, dan kurva standar diperoleh dengan membuat
seri konsentrasi endotoksin.
The colorimetric test" (uji warna)
• Metode ini didasarkan atas terbentuknya warna, sedangkan
caranya hampir sama dengan metode kedua.
• Namun dalam metode ini presipitasi protein dengan
menggunakan centri fuge.
• Konsentrasi endotoksin dalam suatu contoh juga diperoleh
dengan mengekstrapolasikan dalam kurva standar dan
pembacaan juga menggunakan spektrofotometer.
• Metode turbidimetri mengukur peningkatan kekeruhan. Berdasarkan
prinsip pengujian yang digunakan,
• teknik ini diklasifikasikan menjadi turbidimetri titik akhir dan
turbidimetri kinetik.
• Cara turbidimetri titik akhir didasarkan pada hubungan kuantitatif antara
kadar endotoksin dan kekeruhan (serapan atau transmisi) dari campuran
reaksi pada akhir masa inkubasi.
• Cara turbidimetri kinetik dapat dilakukan dengan dua cara: mengukur
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai serapan yang telah
ditetapkan atau kecepatan pembentukan kekeruhan.
• Seluruh pengujian fotometrik dilakukan pada suhu inkubasi yang
direkomendasikan oleh produsen Pereaksi LAL, umumnya 37 ±1˚.
"The chromogenic subsrate test"
 Metode ini berbeda dengan metode-metode yang terdahulu.
 Metode yang disebutkan sebelumnya tergantung sepenuhnya pada reagensia LAL,
terutama kandungan "protein coagulogen" di dalamnya yang berfungsi membentuk
gelatin protein. Sedangkan metode ini, fungsi untuk membentuk gel protein yaitu
dari suatu substrat kromogenik sintetis untuk menggantikan "protein coagulogen".
 Substrat kromogenik sintetis ini mengandung rangkaian asam amino yang sama
seperti koagulogen reagensia. Pembacaan hasil juga seperti pada 2 metode
sebelumnya, yaitu dengan menggunakan spektrofotometer.
• Metode kromogenik mengukur kromofor yang dilepaskan dari peptida
kromogenik yang sesuai, yang dihasilkan dari reaksi antara endotoksin
dengan pereaksi LAL. Berdasarkan prinsip pengujian yang digunakan,
teknik ini diklasifikasikan sebagai teknik kromogenik titik akhir atau
kromogenik kinetik.
• Cara kromogenik titik akhir didasarkan pada hubungan kuantitatif antara
kadar endotoksin dan pelepasan kromofor pada akhir masa inkubasi.
Cara kromogenik kinetik dapat dilakukan dengan mengukur waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai nilai serapan yang telah ditentukan atau
kecepatan pembentukan warna.
PENYIAPAN LARUTAN INDUK BAKU PEMBANDING DAN
LARUTAN BAKU PEMBANDING ENDOTOKSIN

• Campur dengan pengocok vorteks secara intermiten selama 30 menit.


Gunakan larutan pekat ini untuk membuat seri pengenceran yang sesuai.
Simpan larutan pekat dalam lemari pendingin, selama tidak lebih dari 14
hari untuk membuat pengenceran berikutnya.
• Sebelum digunakan kocok kuat dengan pengocok vorteks selama tidak
kurang dari 3 menit. Campur setiap enceran tidak kurang dari 30 detik
sebelum membuat pengenceran berikutnya. Enceran tidak boleh
disimpan karena menyebabkan hilangnya aktivitas oleh penyerapan
PENETAPAN PENGENCERAN MAKSIMUM YANG ABSAH (PMA)
• Pengenceran Maksimum yang Absah (PMA) adalah pengenceran
maksimum yang diperbolehkan dari suatu contoh agar batas
endotoksinnya dapat ditetapkan. Pengenceran Maksimum yang Absah
diberlakukan untuk injeksi atau larutan parenteral terkonstitusi atau
diencerkan, atau jika diperlukan, untuk jumlah obat dalam bobot jika
volume obat yang diberikan bervariasi.
• PMA = (batas endotoksin x konsentrasi larutan sampel)/ƛ
• ƛ adalah kepekaan Pereaksi LAL yang tertera pada etiket (UE/mL).
Hubungan konsentrasi larutan sampel dan  dijelaskan di bawah ini :
− Jika batas endotoksin dalam monografi dinyatakan dalam konsentrasi
(UE/mL), maka PMA dapat dihitung dengan rumus:
• PMA = batas endotoksin (UE/mL) / λ
− Jika batas endotoksin dalam monografi dinyatakan dalam UE/mg atau
UE/Unit, maka PMA dapat dihitung dengan rumus umum tersebut di atas,
• PMA = (batas endotoksin x konsentrasi sampel)/ λ
PMA yang diperoleh adalah batas pengeceran yang diperbolehkan untuk
uji yang absah.
PENETAPAN BATAS ENDOTOKSIN

• LIHAT FI EDISI VI
CARA JENDAL GEL
• Cara jendal gel mendeteksi atau mengkuantitasi endotoksin berdasarkan
pembentukan jendal dari pereaksi LAL dengan adanya endotoksin.
• Konsentrasi endotoksin yang dibutuhkan untuk menyebabkan lysate
menjendal pada kondisi standar dinyatakan sebagai kepekaan pereaksi
LAL yang tertera pada etiket.
• Untuk menjamin presisi dan keabsahan pengujian, lakukan uji
konfirmasi kepekaan pereaksi LAL yang tercantum dalam etiket dan uji
faktor pengganggu seperti tertera dalam Uji Persiapan untuk Cara
Jendal Gel .
Terima kasih……

Anda mungkin juga menyukai