(BBLR)
Tatalaksana BBLR
a. Mempertahankan suhu dengan ketat
b. Mencegah infeksi dengan ketat
c. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu menentukan pilihan susu
yang sesuai, tata cara pemberian dan pemberan jadwal yang cocok dengan kebutuhan
bayi dengan BBLR
Contoh kasus
Ny. R 22 tahun. HPHT 14-05-2017 dengan riwayat IUGR pada kehamilan ini dan
sebelumnya dan keadaan sosial ekonomi yang rendah. Data obyektif yang diperoleh yaitu
berat badan bayi 2300 gram, panjang badan 46 cm, bayi tampak aktif, verniks sedikit, reflex
rooting dan sucking lemah.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah mengobservasi keadaan umum dan TTV bayi,
memberikan cairan PASI per oral 10-30 cc/ 3 jam, melakukan pemantauan berat badan
secara ketat, mengobservasi intake dan output, mengobservasi tanda-tanda bahaya pada bayi
baru lahir, menjaga kehangatan bayi, dan melakukan PMK
Inersia Uteri
Pengertian
Inersia Uteri adalah His yang sifatnya lemah, pendek, dan jarang dari His yang normal.
Menurut Reeder, dkk dalam Fauziyah (2014), inersia uteri adalah kontraksi uterus tidak
cukup kuat atau tidak terkoordinasi secara tepat selma kala I persalinan untuk menyebabkan
pembukaan dan penipisan serviks.
Macam-macam Inersia Uteri
Menurut Sofian dalam Fauziyah (2014), inersia di bagi kedalam 2 bagian, yaitu :
a. Inersia Uteri Primer
Inersia Uteri Primer adalah kelemahan his hilang timbul sejak dari permulaan
persalinan.
b. Inersia Uteri Sekunder
Inersia Uteri Sekunder adalah his yang timbul setelah adanya his yang kuat teratur dan
dalam waktu yang lama. His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah.
Penyebab Inersia Uteri
a. Penyebab Inersia Uteri menurut Taufan, dkk dalam Fauziyah (2014) :
b. Kelainan his terutama di temukan pada primigravida khusunya primigravida tua
c. Inersia uteri sering dijumpai pada multigravida
d. Faktor Herediter
e. Faktor emosi dan ketakutan
f. Salah pimpinan persalinan
g. Kehamilan Postmatur
Komplikasi persalinan Inersia Uteri
Inersia uteri yang tidak diatasi dapat memanjakan wanita terhadap bahaya
kelelahan, dehidrasi, dan infeksi selama intrapartum. Inersia uteri juga dapat
menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat terhadap ibu dan janin
yaitu infeksi, kehabisan tenaga dan dehidrasi.
Penatalaksanaan
Penanganan Inersia Uteri : periksa keadaan serviks, presentasi dan kondisi janin,
penurunan bagian terbawah janin dan keadaan panggul kemudian buat tindakan dan rencana :
berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam dextrosa 5% ( 12 tetes/menit) kemudian naikan
setiap 10-15menit sampai 40-50 tetes/menit, bila his tidak kuat oksitosin drips di stop
kemudian berikan obat penenang : Valium 10mg
Contoh kasus
Ny R mengeluh mulas sejak pukul 21.00 namun tidak terasa kuat dan sering. Keluar lendir
dan rembesan air - air sejak pukul 01.00 WIB. Hamil anak pertama belum pernah keguguran.
HPHT tanggal 21 Juni 2015. Ibu merasa khawatir menghadapi proses persalinannya karena
sudah melebihi dari taksiran persalinan. Saat ibu datang, hasil pemeriksaan his 1x10’15” kuat,
pukul 06.00 his 2x10’15” kuat, pembukaan 4 cm. Hingga pukul 10.00 WIB his 2x10’20”, tidak
kuat dan lembek, tanpa ada kemajuan pembukaan
Analisa
Diagnosa yang ditegakkan yaitu Ny. R usia 24 tahun G1P0A0 hamil 40 minggu 2 hari
inpartu kala I fase aktif dengan inersia uteri sekunder. Janin tunggal, hidup, presentasi
kepala.
Penatalaksanaan
Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan infus RL 500 ml + 5 IU oksitosin 12 tpm
dan menaikkan 4 tpm setiap 15 menit hingga 40 tpm, melakukan observasi setiap 1 jam
sekali, dan pada fase aktif 30 menit sekali. Persalinan berlangsung pervaginam pada
tanggal 30 Maret 2016 pukul 17.30 WIB. Bayi lahir spontan, menangis kuat, tonus otot
baik, kulit kemerahan, jenis kelamin laki – laki, BB 3000 gram, PB 48 cm. Pada kala IV
ibu mengalami atonia uteri. Dilakukan masase uterus dan pemberian oksitosin sehingga
perdarahan dapat tertangani. Ibu tetap dipantau hingga 2 jam post partum.
Terimakasih
Hatur nuhun