Anda di halaman 1dari 83

Diskusi 1 Pemicu 2

Kelompok 4

Modul Gangguan Kesehatan Bayi dan Anak


Fasilitator: Dr. dr. Natalia Sri Martani, M. Si.
Anggota Kelompok:
1. Ni Nyoman Putri Riasni FAA 117 026
2. Muhammad Muhyiddin Khazin FAA 117 047
3. Ibra Hafish Bagaskara FAA 117 008
4. Siska Aprianti FAA 117 053
5. Fatmawati FAA 117 030
6. Lelia Pebriani FAA 116 032
7. Egi Claudia Pratiwi FAA 117 032
8. Dea Tutut FAA 117 050
9. Theofanni Ari FAA 117 054
Sakit Paket Komplit
Pasien dibawa orang tua karena kencing keruh seperti air cucian daging. Hal ini
sudah dialami sejak 2 hari yang lalu. Kedua kelopak mata anak juga tampak
sembab. Panas badan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu dan tidak ada perubahan.
Sebelumnya pasien infeksi tenggorokan 1 minggu yang lalu. 1 hari setelah di RS
pasien mengeluh nyeri dada terasa seperti tertindih beban berat dan tidak menjalar,
dan berkurang jika pasien istirahat. Berdebar-debar (+) Keringat dingin seluruh
tubuh (+) dan anak merasa lemas serta tidak nafsu makan. Pasien mengeluhkan
sesak dan tubuhnya terasa lemas dan cepat lelah. Pasien merasa lebih nyaman jika
kepala agak ditinggikan saat berbaring . Batuk (+) Batuk sering pada malam hari.
Nyeri perut (-), mual dan muntah (-).
KATA KUNCI
 Identitas pasien :
- Pasien anak dibawa orang tua • Keterangan tambahan
 Keluhan utama : - Berdebar-debar
Kencing keruh seperti air cucian daging - Keringat dingin seluruh tubuh
Onset : 2 hari lalu - Lemas dan cepat lelah
 Keluhan penyerta : - Tidak nafsu makan
Mata tampak sembab - Sesak
Demam. Onset : 1 minggu - Batuk pada malam hari
 Riwayat penyakit sebelumnya : - Pasien lebih nyaman jika kepala
Infeksi tenggorokan.Onset : 1 minggu yang lalu ditinggikan saat berbaring
 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh nyeri dada kiri
Sifat muncul : hilang timbul
Onset : sejak 9 hari yang lalu
Durasi : +10 menit
Sifat sakit : seperti tertindih beban berat, tidak menjalar.
Faktor memperingan : saat istirahat
IDENTIFIKASI MASALAH
Pasien dengan keluhan kencing keruh seperti air cucian daging sejak 2 hari yang
lalu. Kedua kelopak mata anak sembab dan panas badan yang tidak ada
perubahan, serta mengalami infeksi tenggorokan 1 minggu yang lalu. Pasien juga
mengeluh nyeri dada kiri hilang timbul , lama nyeri + 10 menit , terasa seperti
tertindih beban berat, tidak menjalar dan berkurang ketika istirahat sudah sejak 9
hari yang lalu. Keluhan lain seperti berdebar-debar, keringat dingin, lemas, tidak
nafsu makan, cepat lelah, batuk lebih sering pada malam hari. Pasien lebih nyaman
kepala ditinggikan saat berbaring.
Anak

Riwayat:
K.U.
K.P. Sakit
Kencing keruh
• Kedua kelopak mata sembab tenggorokan 1
seperti air cucian
• Panas minggu yang
daging
• Nyeri dada kiri hilang timbul, durasi + 10 lalu
Onset: 2 hari
menit, tidak menjalar, seperti tertindih,
berkurang saat istirahat. Onset: + 9 hari
• Berdebar debar, lemas, keringat dingin,
cepat lelah, batuk sering pada malam hari,

Dd: Penyakit Jantung rematik, GNAPS, Sindrom nefrotik, Definisi, etiologi,


sindrom nefritik, SLE, endokarditis, miokarditis, CHF, tanda & gejala,
Analisis glomerulonefritis kronik, Membranoproliferatif
glomerulonefritis,
pemeriksaan

Masalah Pemeriksaan fisik dan penunjang

Dx: penyakit jantung rematik, GNAPS

Jelaskan definisi sampai prognosis


Hipotesis
 Berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan
penunjang, pasien didiagnosis mengalami penyakit jantung
rematik dan GNAPS (Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptococcus)
Pertanyaan terjaring
1. Jelaskan interpretasi data tambahan pasien!
2. Jelaskan diagnosis banding pasien (definisi, etiologi, tanda gejala,
pemeriksaan)!
3. Jelaskan diagnosis kerja pasien (penyakit jantung rematik dan
GNAPS)!
a. definisi h. penegakan diagnosis
b. etiologi i. tatalaksana
c. epidemiologi j. faktor risiko
d. klasifikasi k. komplikasi
e. patogenesis l. pencegahan
f. patofisiologi m. prognosis
g. tanda dan gejala
INTERPRETASI
DATA TAMBAHAN
ANAMNESIS
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien menderita infeksi tenggorokan, sudah
01 diberi antibiotik oleh dokter namun orang tua RIWAYAT ANTENATAL
tidak memberikan sesuai aturan pakai. Hamil 9 bulan, ANC (+) ANB (-) penyakit
02 kehamilan (-) lahir spontan di rumah dengan
bidan. Lahir langsung menangis. Berat badan
2800gr. Riwayat neonatus ikterik (-) sianosis
(-)
Riwayat perkembangan
Perkembangan sesuai usia, saat ini anak sudah
berusia 10 tahun anak sudah masuk sekolah dasar,
03 dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang tua,
kegiatan hari-hari anak di rumah yaitu bermain
Bersama tetangga dan teman, belajar, anak suka RIWAYAT IMUNISASI
bermain sepeda, anak bisa mandi sendiri, memakai
pakaian sendiri dan makan sendiri. 04 Imunisasi dasar lengkap.
ANAMNESIS
RIWAYAT MAKANAN
• Umur –6 bulan ASI semau anak tanpa makanan tambahan.
• Umur 7-12 bulan diberikan asi dengan bubur halus bergantian
05 dengan tambahan sayur dan lauk, ibu penderita mengatakan
bahwa satu mangkok sedang makanan tidak habis.
• Umur 1 tahun hingga usia sekarang diberikan makanan keluarga,
namun anak suka jajan diluar.

RIWAYAT KELUARGA

06 Tidak ada keluarga yang mengalami


penyakit yang sama dengan
penderita, penderita anak tunggal.
ANAMNESIS

RIWAYAT SOSIAL KELUARGA


Pasien tinggal di rumah dengan kedua orang tua, luas rumah +

07
25x25 m2 lingkungannya padat penduduk, rumah terbuat dari kayu,
beratapkan sirap. Jumlah kamar 2 kamar, jendela (+), ventilasi (+)
sinar matahari tidak masuk ke rumah, kamar mandi dan WC
berada di dalam rumah, sumber air dari air pompa listrik dan air
minum dari air sumur pompa listrik yang direbus sampai mendidih.
Sebelum dan sesudah makan jarang mencuci tangan
menggunakan sabun. Ayah seorang perokok dan di rumah sering
menggunakan obat nyamuk bakar.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum : tampak sakit berat, lemas, sesak.
• Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
• Tanda Vital :
1.Tekanan darah : 90/60 mmHg
2.Nadi : 108 kali/menit, regular, tidak kuat angkat, isi kurang.
3.Suhu : 37,1°C
4.Pernapasan : 26 kali/ menit

• Kulit : warna kulit cokelat, sianosis (-), eritema marginatum (-), turgor
kembali cepat, kelembapan cukup, pucat (-), patekie (-)
KEPALA
PEMERIKSAAN FISIK KEPALA

Rambut
Rambut berwarna hitam, tipis, tidak mudah
tercabut, distribusi merata.

Kepala
Mesocepal

Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), diameter pupil 3 mm/
3 mm, isokor, refleks cahaya +/+ langsung
tidak langsung, mata cekung (-)

Telinga
Telinga simetris, sekret (-), serumen
minimal, nyeri pada telinga (-)
KEPALA
PEMERIKSAAN FISIK KEPALA
Hidung
Hidung normal, nafas cuping hidung (-),
epistaksis (-), sekret (-)

Mulut
Mulut normal, pucat, sianosis (-) mukosa bibir
kering (-) , tidak ada pembengkakan, gusi
berdarah (-) , lidah normal, tampak kotor, tidak
tremor, warna kemerahan pada sisi lidah kiri
maupun kanan, tonsil faring hiperemi (-)

Leher
Pembesaran KGB (-) , kaku kuduk (-) ,
massa (-) , peningkatan JVP (-)
Thoraks
PEMERIKSAAN FISIK THORAKS

PARU
• Inspeksi : simetris, retraksi (+) di in-
terkostal, bentuk simetris, inspirasi
dan ekspirasi tidak memanjang, tidak
ada ketinggalan gerak, jenis perna-
pasan torako-abdominal.
• Palpasi : fremitus taktil kanan kiri
sama, fremitus fokal kanan kiri sama
• Perkusi : sonor pada kedua lapang
paru
• Auskultasi : terdengar suara napas
vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada
wheezing.
ABDOMEN
• Inspeksi : Datar, bising usus normal, hepar
dan lien tidak teraba, tidak ada teraba
massa lainnya, ascites (-), nyeri tekan (-)
• Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada
edema, capillary refill time < 2’’, hiperpig-
mentasi (-) ulserasi (-)
• Genitalia : Tidak ada kelainan
• Anus : Tidak ada kelainan

JANTUNG
• Inspeksi : iktus kordis terlihat ICS V
• Palpasi : Teraba pada ICS V linea mediana
• Perkusi : batas atas pada ICS II parasternalis
sinistra, batas kanan pada ICS IV parasternalis
dextra, batas kiri pada ICS V linea mediana.
• Auskultasi : S1-S2 tunggal, regular, tidak ada
gallop, murmur (+) sistolik, bising (+) di area
katup mitral, bising derajat 3-4, punctum mak-
simum di apek jantung.
Urinalisis
Warna : kuning tua keruh
Berat Jenis : 1020 ( N : 1.003-1.030)
pH :6
Albumin :-
Protein : + + (Proteinuria)
Hematologi
Hemoglobin : 11 g/dL
Eritrosit : 3,75 juta (N : 4-6,9 juta)
Leukosit : 19060 /uL
Hematokrit : 30,7 % ( N : L= 40-54%, P= 36-
47%)
Trombosit : 204.000 /uL
EKG

• Anak N, Perempuan 10 tahun.


• FN : 107x/m
• Irama : Sinus takikardi
• Axis : Lead I (+), Lead aVF (+) -> Normoaxis
• Gelombang P : Defleksi (-) di aVR, defleksi (+) di lead lain, P mitral di lead II
• Interval PR : 0,20 detik pada lead II -> Interval PR memanjang ( AV Block 1)
• Kompleks QRS : Narrow complex
• Segmen ST : Tidak ditemukan ST depresi dan ST elevasi
• Gelombang T : Inversi di III, aVR, dan V1
• Interval QT : Tidak memanjang
• Lain-lain : Sokolow-Iyon (-), lain-lain (-)
• Kesimpulan : Sugesti RHD (Reumatic Heart Disease)
Ekokaridografi

Kesan : Moderate Mitral


Stenosis, Mild Mitral
Regurgitation, aortic
regurgitation.
Tabel Diagnosis Banding
DD Definisi Etiologi Tanda & Gejala
Tabel Diagnosis Banding
Peningkatan permeabilitas
Glomerulonefritis primer, FSGN,
DM nefropati, Glomerulonefritis
Sindrom glomerulus dan Proteinuria masif, edema,
membranosa, Sarkoidosis,
nefrotik pemendekan processus hiperlipidemia, hipoalbuminemia
SLE, sindrom Sjorgen, Hepatitis
podosit
B, Sifilis,
Glomerulonefritis pasca infeksi,
Nefropati IgA (Penyakit Berger),
Sindrom Perubahan proliferatif dan Hematuria, proteinuri +/-,
glomerulonefritis proliferatif,
nefritik inflamasi pada glomerulus oliguria,hipertensi
Henoch-Schonleinpurpura,
Vasculitis
Gejala mulitsistem tergantung
Penyakit autoimun keparahan. Ruam malar, ruam
Faktor genetik yang
multisistem kronis karena diskoid, fotosensitivitas, ulkus
mempengaruhi regulasi sistem
SLE kelainan sistem imun dan orofaring, arthritis, serositis, gang.
imun, diperparah oleh stimulus
deposit kompleks ginjal, gang. saraf/psikologis, gang.
external (sinar UV, infeksi, obat)
komplemen hematologi & imunologi. (bisa
muncul sebagian atau semua)
Demam (pd infeksi), murmur, peteki
Infeksi persisten, bakteremia, mukosa/kutaneus, emboli,
Inflamasi endokardium
Endokarditis reaksi hipersensitivitas, splenomegali, gang. ginjal, gagal
(biasanya katup jantung)
autoimun, induksi obat jantung. Penurunan berat badan,
anorexia
DD Definisi Etiologi Tanda & Gejala

Nyeri dada, palpitasi, aritmia, gagal


jantung, demam (pada infeksi),
Inflamasi miokardium,
Miokarditis Sama dengan endokarditis abnormalitas ekg. Elevasi marker
(lapisan otot jantung)
inflamasi (LED, CRP), kardiak
troponin, kreatinin kinase.
Nyeri dada, takipnea, distensi vena
Gagalnya jantung untuk Infark miokardium, penyakit
Gagal Jantung jugularis, edem paru, edem perifer.
memompa darah ke katup jantung, kardiomiopati
Kongestif Aritmia, abnormalitas sistolik &/
tubuh. hipertensi
diastolik
Primer: Kelainan komplemen
Kerusakan/cedera
dan deposit abnormal
glomerulus yang
Membranoprolif kompleks imun Proteinuria, hematuria, gangguan
berhubungan dengan
eratif Sekunder: Infeksi HBV dan filrasi, edema, gagal ginjal,
kelainan GBM,
glomerulonefritis HCV, lepra, SLE, Malaria, hipertensi.
mesangium, dan kapiler
sindrom Sjorgen, sarkoidosis,
yang proliferatif
keganasan (hematologi)
Akumulasi proses Proteinuria, hematuria, LFG < 90
Semua jenis glomerulonefritis
Glomerulonefriti Inflamasi, perlukaan, mL/menit selama > 3 bulan (biasanya
akut berpotensi menjadi
s kronik cedera yang kronis pada penurunan LFG bertahap dan
glomerulonefritis kronik
glomerulus. progresi semakin memburuk)
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
Definisi PJR
Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat
demam reumatik akut sebelumnya.
Etiologi PJR
Etiologi terpenting dari penyakit jantung reumatik adalah demam
reumatik. Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen
multisistem yang terjadi setelah infeksi Streptococcus grup A pada individu
yang mempunyai faktor 2 predisposisi. Keterlibatan kardiovaskuler pada
penyakit ini ditandai oleh inflamasi endokardium dan miokardium melalui
suatu proses ’autoimunne’ yang menyebabkan kerusakan jaringan.
Inflamasi yang berat dapat melibatkan perikardium. Valvulitis merupakan
tanda utama reumatik karditis yang paling banyak mengenai katup mitral
(76%), katup aorta (13%) dan katup mitral dan katup aorta (97%)
Epidemiologi
• Penyakit jantung rematik menyebabkan setidaknya 200.000-250.000
kematian bayi premature setiap tahun dan penyebab umum kematian akibat
penyakit jantung pada anak-anak dan remaja di negara berkembang.
Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-
15 tahun
Patogenesis
 Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada
faring mendahului terjadinya demam
rematik→Respon auto immune terhadap infeksi
Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring
 Terjadinya demam rematik :
 Efek dari toksin Streptococcus grup A pada organ
karena produk-produk ekstraseluler kuman
 Respon abnormalitas dari imun terhadap antigen
ekstraseluler, sebagai akibat kesamaan antigen kuman
dan komponen sel tubuh host
 Faktor host
 Timbulnya toksisitas →→ memiliki supra antigen yang berikatan dengan major
histocompatibility complex kelas 2→berikatan dengan reseptor sel
T→aktivasi→melepaskan sitokin→sitotoksik

 Faktor host→→ genetik marker gen HLA kelas II berpotensi dalam perkembangan
penyakit DR dan PJR
 HLA kelas II terletak pada kromosom 6 dalam control imun respon→berperan pada reseptor sel
T akan memicu sistem imun.
 HLA-DR7 berhubungan pada lesi valvular
 Respon abnormalitas dari imun→→ 1. urutan asam amino yang identik, 2. urutan
asam amino yang homolog namun tidak identik, 3. epitop pada molekul yang
berbeda
 Epitop berada di dinding sel, membran sel, dan protein M dari Streptococcus memiliki
struktur imunologi sama dengan myosin, tropomyosin, aktin, keratin, laminin pada
manusia
 Laminin protein mirip myosin dan protein M yang ada pada endothelium jantung→aktivasi
sel T anti myosin dan anti protein M
 Lesi valvular pada demam rematik
dimulai pembentukan verrucae yang
disusun fibrin dan sel darah terkumpul
di katup jantung→inflamasi mereda
terbentuk jaringan parut→serangan
berulang→kerusakan korda tendinea
 Pemendekan dan penebalan korda
tendinea menyebabkan terjadinya
insufesiensi (kebocoran) katup mitral
 Peningkatan volume yang masuk dan
inflamasi ventrikel kiri →atrium kiri
akan berdilatasi
 Peningkatan tekanan atrium kiri→
kongesti paru
 Kelainan lain regurgitas katup aorta akibat
sclerosis katup aorta menyebabkan
regurgitasi darah ke ventrikel kiri →dilatasi
dan hipertrofi ventrikel kiri
 Stenosis (penyempitan) katup
mitral→fibrosis pada cincin mitral,
kontraktur daun katup, korda dan
m.papillaris
 Stenosis → peningkatan tekanan dan
hipertrofi atrium kiri →dan hipertensi vena
pulmonal →kelainan jantung kanan
PATOFISIOLOGI
TANDA DAN GEJALA

 Keluhan mungkin tidak spesifik, seperti demam, tidak enak badan, sakit
kepala, penurunan berat badan, epistaksis, kelelahan, malaise, diaforesis dan
pucat. Terkadang pasien juga mengeluhkan nyeri dada, ortopnea atau sakit
perut dan muntah.
 Gejala spesifik yang kemudian muncul adalah nyeri sendi, nodul di bawah
kulit, peningkatan iritabilitas dan gangguan atensi, perubahan kepribadian
seperti gangguan neuropsikiatri autoimun terkait dengan infeksi
Streptococcus, difungsi motorik, dan riwayat rheumatic fever sebelumnya.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
 Sebanyak 70% remaja dan dewasa muda pernah mengalami sakit tenggorok 1-5 minggu
sebelum muncul rheumatic fever dan sekitar 20% anak-anak menyatakan pernah mengalami
sakit tenggorokan. Keluhan mungkin tidak spesifik, seperti demam, tidak enak badan, sakit
kepala, penurunan berat badan, epistaksis, kelelahan, malaise, diaforesis dan pucat.
Terkadang pasien juga mengeluhkan nyeri dada, ortopnea atau sakit perut dan muntah.
 Gejala spesifik yang kemudian muncul adalah nyeri sendi, nodul di bawah kulit, peningkatan
iritabilitas dan gangguan atensi, perubahan kepribadian seperti gangguan neuropsikiatri
autoimun terkait dengan infeksi Streptococcus, difungsi motorik, dan riwayat rheumatic fever
sebelumnya.
b. Manifestasi Klinis
 Untuk diagnosis rheumatic fever digunakan kriteria Jones yang pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1944, dan kemudian dimodifikasi beberapa kali. Kriteria
ini membagi gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestasi mayor dan minor
Ditambah
Bukti infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A sebelumnya (45 hari terakhir)
- Kultur hapusan tenggorok atau rapid test antigen streptococcus betahemolyticus grup A hasilnya
positif
- Peningkatan titer serologi antibodi streptococcus beta hemolyticus grup A
c. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Reaktan Fase Akut
Rapid Test Antigen Streptococcus
Pemeriksaan Antibodi Antistreptokokus
Kultur tenggorok
Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan Ekokardiografi
d. Dasar Diagnosis
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan Kriteria Jones (Revisi 1992). Ditegakkan bila
ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor, ditambah
dengan bukti infeksi streptokokus Grup A tenggorokan positif + peningkatan titer
antibodi streptokokus
Tatalaksana
Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
 Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan
endokarditis pada pasien dengan kelainan katup.
 Pemeriksaan ASTO, CRP, LED, tenggorok dan darah tepi lengkap. Ekokardiografi
untuk evaluasi jantung.
 Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi pasien
dengan alergi penisilin.
 Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit.
 Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:
 Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari sampai 2 minggu,
kemudian diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya.
 Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4-6
dosis selama 4-8 minggu bergantung pada respons klinis. Bila ada perbaikan, dosis
diturunkan bertahap selama 4-6 minggu berikutnya.
 Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2 mg/kgBB/hari
diberikan selama 2-6 minggu.
Tatalaksana
1. Terapi Antibiotik
A. Profilaksis Primer
B. Profilaksis Sekunder
2. Terapi Inflamasi
 Untuk pasien dengan karditis yang buruk atau dengan gagal jantung dan
kardiomegali, obat yang dipilih adalah kortikosteroid.
 Kortikosteroid juga menjadi pilihan terapi pada pasien yang tidak membaik
dengan aspirin dan terus mengalami perburukan
 Pada anak-anak dosis aspirin adalah 100-125 mg/kg/hari, setelah mencapai
konsentrasi stabil selama 2 minggu, dosis dapat diturunkan menjadi 60-70
mg/kg/hari untuk 3-6 minggu. Pada pasien yang alergi terhadap aspirin bisa
digunakan naproxen 10-20 mg/kg/hari.
Obat kortikosteroid yang menjadi pilihan utama adalah prednisone
dengan dosis 2 mg/kg/hari, maksimal 80 mg/hari selama 2 minggu,
diberikan 1 kali sehari. Setelah terapi 2-3 minggu dosis diturunkan
20-25% setiap minggu. Pada kondisi yang mengancam nyawa,
terapi IV methylprednisolone dengan dosis 30 mg/kg/hari. Durasi
terapi dari anti inflamasi berdasarkan respon klinis terhadap terapi.
3. Terapi Gagal Jantung
4. Diet dan Aktivitas
5. Terapi Operatif
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus
mengalami perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang
agresif untuk penanganan rheumatic heart disease, operasi untuk
mengurangi defisiensi katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Pasien yang simptomatik, dengan
disfungsi ventrikel atau mengalami gangguan katup yang berat,
juga memerlukan tindakan intervensi
Faktor Risiko
Penyakit Jantung Rematik
oPenyakit demam rematik (jaringan ikat, terutama sendi, kulit, jantung,
dan otak)
oAnak berusia 5-15 tahun
o Infeksi tenggorok yang tidak di obati atau penangaan yang lambat
oTingkat sosial ekonomi
oLingkungan yang padat
Komplikasi PJR
 Gagal jantung
 Emboli paru
 Hipertensi pulmonal
Pencegahan PJR
 Pencegahan primer  menjaga kebersihan, makan makanan bergizi
seimbang, mencegah infeksi secara umum.
 Pencegahan sekunder ada pasien PJR diberikan selama sekurang-kurangnya
10 tahun, karena pada periode inilah kemungkinan terjadi reaktivasi paling
besar. Profilaksis sekunder yang efektif mencegah serangan berulang
DR/PJR hingga dapat mencegah perburukan status jantung.
Sumber : Sari Pediatri, Vol. 14, No. 3, Oktober 2012
Pencegaha Primer : pencegahan infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup
A sehingga tercegah dari oenyakit demam reumatik.
Pencegahan sekunder : yaitu upaya mencagahan infeksi Streptokokus
hemolitik Grup A pada bekas pasien demam reumatik.

Sumber : Buku Ajar IPD Jilid 1 Ed. IV


GNAPS
Definisi GNAPS
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu
inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan
tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan
mekanisme yang masih belum jelas
Etiologi GNAPS
Peradangan glomerulus Pasca infeksi streptokokus beta
hemolitikus grup A yang berlanjut.
Epidemiologi
• WHO memperkirakan kasus GNAPS terjadi kira-kira 472,000 setiap
tahunnya secara global dengan 5000 kematian setiap tahunnya. Kir-kira
404,000 kasus dilaporkan terjadi pada anak-anak. GNAPS dapat terjadi
secara sporadik ataupun epidemik. Insidensinya meningkat pada
kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang
baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Rasio terjadinya
glomerulonefritis sesudah infeksi pada pria dibanding wanita adalah 2:1.
Penyakit ini dapat terjadi pada segala usia, namun seringnya terjadi pada
anak-anak, terutama usia 6- 15 tahun dan jarang pada usia dibawah 2
tahun.
PATOGENESIS GNAPS
 Berbagai macam kandungan streptokokus atau produknya bersifat antigenik dan
dapat menyebabkan proses imunopatologis yang menimbulkan
glomerulonefritis
 Apabila pasien yang terinfeksi Streptococcus β haemolyticus grup A nefritogenik
memberikan reaksi terhadap antigen streptokokus dengan membuat antibodi. Reaksi
antigen antibodi ini terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus,
menyebabkan reaksi inflamasi yang menimbulkan kerusakan ginjal.
 Reaksi ini dipicu oleh aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase dan
diikuti oleh aktivasi komplemen, pengendapan kompleks antigen-antibodi dalam
glomerulus, dan ikatan antibodi antistreptokokus dengan molekul protein ginjal
(mimicry protein) yang mirip antigen streptokokus.

Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1, Juni 2009


 Penelitian akhir-akhir ini memperlihatkan 2 bentuk antigen yang berperan pada GNAPS yaitu :

1. nephritis associated plasmin receptor (napℓr) napℓr dapat diisolasi dari streptokokus grup A
yang terikat dengan plasmin. Antigen nefritogenik ini dapat ditemukan pada jaringan hasil
biopsi ginjal pada fase dini penderita gnaps.ikatan dengan plasmin ini dapat meningkatkan
proses inflamasi yang pada gilirannya dapat merusak membran basalis glomerulus.

2. streptococcal pyrogenic exotoxin b (speb). Merupakan antigen nefritogenik yang dijumpai


bersama–sama dengan igg komplemen (c3) sebagai electron dense deposit subepithelial yang
dikenal sebagai humps.

 proses imunologik yang terjadi dapat melalui :

1. soluble antigen-antibody complex kompleks imun terjadi dalam sirkulasi napℓr sebagai
antigen dan antibodi anti napℓr larut dalam darah dan mengendap pada glomerulus..

2. insitu formation : kompleks imun terjadi di glomerulus (insitu formation), karena antigen
nefritogenik tersebut bersifat sebagai planted antigen. teori insitu formation lebih berarti
secara klinik oleh karena makin banyak humps yang terjadi, makin lebih sering terjadi
proteinuria dengan prognosis buruk.
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wpcontent/uploads/2017/03/
Konsensus-Glomerulonefritis-Akut.pdf
patofisiologi GNAPS
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang
menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan aliran
darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan
menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%.
Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus
proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus
distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na,
sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan
air didukung oleh keadaan berikut ini:
1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses
radang di glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin
intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na
dan air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi. Efek
proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema
lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan
ekstraselular seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti diuretik
hormon (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada
GNAPS bila ketiga hormon tersebut meningkat.
Diagnosis GNAPS
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya
kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala klinik :
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case
dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan
gejala-gejala khas GNAPS.
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak
eritrosit, hematuria & proteinuria.
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup
A.
4. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin
(hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita
GNAPS
SUMBER : IKATAN DOKTER ANAK Indonesia (JURNAL)
TANDA DAN GEJALA GNAPS
GEJALA KLINIK :
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang
pada usia di bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS
melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi)
dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada
pioderma.
Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui
ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar
31,6%.1
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai
gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk
simtomatik baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui
bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang
disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.
GNAPS simtomatik
PERIODE LATEN
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi
streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode
1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan
periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di
bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka
harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari
glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schöenlein
atau Benign recurrent haematuria.

EDEMA
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah
periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan
hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna
(edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.
HEMATURIA
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan
hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%,
sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.

-Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau
berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu
pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai
beberapa minggu.

-Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang


dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan
proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria
mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah
menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal,
mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.
OLIGURIA
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari
350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut.
Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang
bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria
yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.

GEJALA KARDIOVASKULAR
seperti edema paru dan merupakan gejala paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi.

GEJALA LAIN
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat
mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria makroskopik
yang berlangsung lama.

Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya terjadi dalam
minggu pertama.
SUMBER : IKATAN DOKTER ANAK Indonesia (JURNAL)
Tatalaksana
Bed Rest
 Terutama pada fase akut (minggu pertama), minggu kedua
tidak dianjurkan (tetapi tidak boleh beraktivitas berat)
 Lama perawatan disesuaikan kondisi medis. pada
proteinuria dan hematuria mikroskopik yang belum hilang,
dapat dipulangkan setelah 10 – 14 hari perawatan.
Dengan syarat tidak ada komplikasi lain
 Bila masih ada kelainan lab urin, dapat dilakukan
pengamatan lanjut sewaktu berobat jalan
 Istirahat yang terlalu lama dapat memberikan beban
psikologik dan sosial bagi anak
Terapi Antibiotik
 Masih menjadi pro-kontra, berkaitan dengan ketersediaan
biakan dari apusan tenggorok yang dipengaruhi oleh
periode laten yang lama (> 3 minggu) dan penggunaan
antibiotik SMRS
 Bila diberikan, pilihannya:
- amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10
hari
- jika ada alergi penisilin, berikan eritromisin 30
mg/kgbb/hari
Terapi Simptomatik
a. Hipertensi
 Hiptertensi ringan  istirahat yang cukup dan pembatasan cairan
 Hipertensi berat dengan tanda-tanda serebral  kaptopril 0,3 – 2mg/kgBB/hari
atau furosemid, atau kombinasi keduanya
 Bila asupan oral baik, dapat jjuga diberikan nifedipin sublingual 0,25 – 0,5
mg/kgBB/hari, dapat diulang per 30 – 60 menit.
 Pada hipertensi berat dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) klonidin
0,002 – 0,006 mg/kgBB, bisa diulang sampai 3 kali atau berikan diazoxide 5
mg/kgBB/hari per IV. Keduanya boleh digabung dengan furosemid (1 – 3
mg/KgBB)
Terapi Simptomatik lanjutan
b. Bendungan sirkulasi
 pembatasan cairan, sesuaikan dengan pengeluaran.
 Beri diuretik (e.g furosemid bila edema berat atau edema paru
akut), bila gagal  dialisis peritoneal

c. Gangguan ginjal akut


 Batasi intake cairan, cukupi asupan karbohidrat.
 Bila asidosis  Natrium Bikarbonat
 Bila hiperkalemi  beri Ca glukonas atau Kayexalate untuk
mengikat K
Pengamatan lanjutan
 Fase akut biasanya berlangsung 1-2 minggu. Setelah fase akut, biasanya edema,
hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang
 Gejala laboratorium biasanya menghilang dalam waktu 1-12 bulan.
 Hematuria mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan
hipokomplemenemia 60,4%. Kadar C3 yang menurun (hipokomplemenemia) menjadi
normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan hematuria dapat menetap selama 6
bln–1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melacak
adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat menetap hingga 6 bulan,
sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1 tahun.
 Anjurkan pengamatan berkala setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila gejala
masih ada, lanjutkan pengamatan hingga 1 tahun. Jika setelah 1 tahun masih ada
gejala, pertimbangkan biopsi ginjal
Rencana Terapi Pasien
 Tirah baring
 Antibiotik
Eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari
 Anti inflamasi
Aspirin 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Pantau efek samping
dan respon terapi, bila respon (+) turunkan dosis menjadi 60-70
mg/kg/BB
* Bila ada intoleransi aspirin: naproxen 10-20 mg/kgbb/hari
* Bila tidak ada respon aspirin dalam 4 hari: ganti ke steroid
 Lakukan pemantauan setelah terapi selesai
Faktor Resiko
GNAPS
oRiwayat Faringitis (ISPA) dan infeksi kulit
oAnak-anak usia 6-15 tahun
oTingkat sosio-ekonomi yang rendah
ohigiene yang kurang baik
oMalnutrisi
oAnemia
oInfestasi parasit
Komplikasi GNAPS
 Enselofati hipertensi (EH)
 AKI
 Edema paru
Pencegahan GNAPS
 Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal,
mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi
menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.
 Pola hidup sehat seperti mengkonsumsi makanan sehat.
 Melakukan gaya hidup bersih dan sehat

https://saripediatri.org/index.php/saripediatri/article/download/
929/861
Prognosis
Bila dilakukan pengobatan dan tatalaksana yang cepat dan sesuai, prognosis pasien:
 Ad Vitam : Bonam
 Ad Functionam : Bonam
 Ad Sanationam : Bonam
Kesimpulan
 Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien didiagnosis mengalami Penyakit Jantung Rematik
dan Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi Streptokokus
 Hipotesis diterima

Anda mungkin juga menyukai