Anda di halaman 1dari 22

Pengertian TAQW 

(Takwa)
Secara etimologis kata ini merupakan bentuk masdar
dari kata ittaqâ–yattaqiy (‫ يَ تَّقِ ْى‬-‫)اتَّقَ ى‬, yang berarti
“menjaga diri dari segala yang membahayakan”.
Sementara pakar berpendapat bahwa kata ini lebih
tepat diterjemahkan dengan “berjaga-jaga atau
melindungi diri dari sesuatu”.
Dalam istilah syar‘i (hukum), kata taqwâ mengandung
pengertian “menjaga diri dari segala perbuatan dosa
dengan meninggalkan segala yang dilarang Allah Swt.
dan melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya”.
 Kata taqwâ yang diungkapkan dalam bentuk kata
kerja masa sekarang (fi‘l mudhâri‘) ditemukan
sebanyak 54 kali.
 Al-Quran menggunakan kata itu untuk:
(1) Menerangkan berbagai ganjaran, kemenangan, dan pahala
yang diberikan kepada orang yang bertakwa, seperti dalam
QS. Ath-Thalâq [65]: 5;
(2) Menerangkan keadaan atau sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh seseorang sehingga ia diharapkan dapat mencapai
tingkat takwa, yang diungkapkan bentuk la‘allakum tattaqûn
ْ ُ‫ = لَ َعلَّ ُك ْم تَ تَّق‬semoga engkau bertakwa), seperti dalam QS.
(‫ـو َن‬
Al-Baqarah [2]: 183; dan
(3) Menerangkan ancaman dan peringatan bagi orang-orang
yang tidak bertakwa, seperti dalam QS. Al-Mu’minûn [23]:
32.
 Obyek takwa dalam ayat-ayat yang menyatakan
perintah takwa tersebut bervariasi, yaitu:
(1) Allah sebagai obyek ditemukan sebanyak 56 kali,
misalnya pada QS. Al-Baqarah [2]: 231 dan Asy-
Syu‘arâ’ [26]: 131;
(2) Neraka sebagai obyeknya dijumpai sebanyak 2 kali,
yaitu pada QS. Al-Baqarah [2]: 24 dan ‫آ‬li ‘Imrân [3]:
131;
(3) Fitnah/siksaan sebagai obyek takwa didapati satu kali,
yaitu pada QS. Al-Anfâl [8]: 25;
(4) Obyeknya berupa kata-kata rabbakum ( ‫) َربَّ ُك ْم‬, al-ladzî
khalaqakum ( ‫)ا َّل ِذ ْي َخلَقَ ُك ْم‬, dan kata-kata lain yang semakna
berulang sebanyak 15 kali, misalnya di dalam QS. Al-
Hajj [22]: 1.
 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ayat-
ayat yang berbicara mengenai takwa di dalam Al-
Quran pada dasarnya yang dimaksudkan adalah
ketakwaan kepada Allah Swt.
 Perintah itu pada dasarnya menunjukkan bahwa
orang-orang yang akan terhindar dari api neraka
dan siksaan hari kemudian nanti adalah orang-
orang yang bertakwa kepada Allah Swt.
 Takwa kepada Allah merupakan sesuatu yang
harus dilaksanakan.
 Takwa kepada Allah, menurut Muhammad
Abduh, adalah menghindari siksaan Tuhan
dengan jalan menghindarkan diri dari segala
yang dilarang-Nya serta mengerjakan segala
yang diperintahkan-Nya.
 Hal ini hanya dapat terlaksana melalui rasa takut
dari siksaan yang menimpa dan rasa takut
kepada yang menjatuhkan siksaan, yaitu Allah.
 Perintah dan larangan Allah dapat dikategorikan dalam dua
kelompok, yaitu
(1) Perintah dan larangan yang berkaitan dengan alam raya, yang
disebut hukum-hukum alam, seperti dinyatakan dalam QS.
Fushshilat [41]: 11, misalnya api membakar atau bulan berputar
mengelilingi bumi; dan
(2) Perintah dan larangan yang berkaitan dengan pelaksanaan ajaran
agama yang ditujukan kepada manusia, seperti perintah
melakukan shalat yang dinyatakan dalam QS. Al-Isrâ’ [17]: 78.
Ketakwaan mempunyai dua sisi, yaitu sisi duniawi dan
sisi ukhrawi.
 Sisi duniawi yaitu memperhatikan dan menyesuaikan
diri dengan hukum-hukum alam,
 Sisi ukhrawi yakni memperhatikan dan melaksanakan
hukum-hukum syariat.
Al-Quran menyebut orang yang bertakwa dengan muttaqî (‫)ا ْل ُمتَّقِى‬,
jamaknya muttaqîn (‫)ا ْل ُمتَّقِي َْن‬, yang berarti “orang yang bertakwa”.
Kata tersebut disebut al-Quran sebanyak 50 kali.
Kata ini digunakan al-Quran untuk
(1) Menggambarkan bahwa orang-orang yang bertakwa dicintai oleh
Allah Swt. dan di akhirat nanti akan diberi pahala dan tempat yang
paling baik (surga), seperti yang diungkapkan dalam QS. ‫آ‬li ‘Imrân
[3]: 76, Adz-Dzâriyât [51]: 15, dan Ad-Dukhân [44]: 51;
(2) Menggambarkan bahwa orang-orang yang bertakwa adalah orang-
orang yang mendapat kemenangan, seperti diungkapkan dalam QS.
An-Naba’ [78]: 31;
(3) Menggambarkan bahwa Allah merupakan pelindung (wali) bagi
orang-orang yang bertakwa, seperti diungkapkan dalam QS. Al-
Jâtsiyah [45]: 19;
(4) Menggambarkan bahwa beberapa kisah yang terjadi merupakan
peringatan dan teladan bagi orang-orang yang bertakwa, seperti yang
diungkapkan dalam QS. Al-Anbiyâ’ [21]: 48 dan Al-Hâqqah [69]: 48.
 Orang-orang bertakwa diberi berbagai kelebihan oleh
Allah Swt, tidak hanya ketika mereka di akhirat nanti
tetapi juga ketika mereka berada di dunia ini.
 Beberapa kelebihan mereka disebutkan di dalam al-
Quran, antara lain:
(1) Dibukakan jalan keluar pada setiap kesulitan yang
dihadapinya (QS. Ath-Thalâq [65]: 2);
(2) Dimudahkan segala urusannya (QS. Ath-Thalâq [65]: 4);
(3) Dilimpahkan kepadanya berkah dari langit dan bumi (QS.
Al-A‘râf [7]: 96);
(4) Dianugerahi furqân (‫)فُ رْ قَان‬, yakni petunjuk untuk dapat
membedakan yang hak dan bathil (QS. Al-Anfâl [8]: 29;
(5) Diampuni segala kesalahan dan dihapus segala dosanya
(QS. Al-Hadîd [57]: 28 dan Al-Anfâl [8]: 29). (Hasan Zaini)
Taqwa itu Letaknya Didalam Hati
• Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata:”…taqwa itu disini, seraya
menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali…”[3]
• Imam Nawawi -rahimahullah- menjelaskan: Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menunjuk ke dadanya, maksudnya hati. Dalam hadits Arba’in nawawi ke-
6 Beliau menjelaskan ‘dalam jasad ada segumpal daging, jika baik maka baik
seluruh jasad’
• Ibnu Daqiq Al ‘id -rahimahullah- menjelaskan: makna dari hadits tersebut, dan
dalam riwayat lain: ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad
kalian dan rupa-rupa kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian’
maknanya, amalan dhohir  (yang tampak) belum tentu dapat menghasilkan
ketaqwaan, namun ketaqwaan itu adalah apa yang terdapat di dalam hati dari
pengagungan, khasy-yah (rasa takut yang disertai pengagungan), mendekatkan
diri kepada Allah dan hati yang merasa diawasi Allah ta’ala yaitu dengan
menyadari bahwa Allah melihat dan meliputi segala sesuatu. Dan makna melihat
hati-hati kalian –wallahu a’lam- adalah melihat harapan dan persangkaan, dan
hal itu semua dilakukan dengan hati.
Perintah Bertaqwa Hingga Maut
Menjemput
 “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan
sebenar-benarnya taqwa kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali
dalam keadaan muslim.” (QS. Ali imron: 102)
 Syaikh As sa’di -rahimahullah- menjelaskan: “Ayat di atas merupakan
perintah Allah untuk hamba-Nya yang beriman agar bertaqwa kepada-Nya
dengan sebenar-benarnya taqwa dan tetap bertaqwa hingga akhir hayat.
 Barangsiapa bersungguh-sungguh terhadap sesuatu, maka ia akan
menginggal di atas sesuatu itu.
 Maka barang siapa yang keadaannya, hidupnya dan keberadaannya terus
menerus di atas taqwa kepada Rabbnya dan ketaatan kepada-Nya,
kematian akan menimpanya di saat seperti itu.
 Allah ta’ala akan mengokohkan taqwa ketika kematiannya dan
memberinya kematian khusnul khatimah.
• Adapun pendapat dari Abdullah Ibnu Abbas ra.
menerangkan bahwa orang yang bertakwa itu
ialah : 
– Orang yang selalu berhati-hati dalam ucapan dan
perbuatannya agar tidak mendapatkan suatu murka
dan siksa Allah juga meninggalkan dorongan hawa
nafsu.
– Orang yang selalu mengharapkan suatu rahmat dari
Allah dengan jalan meyakini dan juga melaksanakan
semua ajaran yang telah diturunkan Allah. 
Ada seorang mufassir dan muhaddis
terkemuka, Syekh Muhammad bin ‘Alan
Ashodiqy (1996- 1057 H). Membagi
ketaqwaan itu menjadi 3 tingkatan.
Pertama, golongan yang berusaha menjauhkan diri dari ancaman siksa
yang kekal.
• Dengan jalan membersihkan diri terhadap sifat syirik kepada Allah
SWT. Ini sebagaimana disebutkan dalam surat Alfath : 26 yang
maknanya : ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka
kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkan
ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan
Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka
berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. dan adalah
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
• Dalam firmanNya ini Allah SWT mewajibkan kepada orang-orang
mukmin agar mencapai taqwa dengan menjauhkan diri dari sifat syirik
kepada Allah SWT, memurnikan kepercayaannya, hanya kepada Allah
SWT.
• Sehingga nantinya akan selamat dari siksaan api neraka yang kekal.
• Jadi golongan ini hanya mementingkan agar dirinya selamat dari siksa
neraka yang kekal. Mereka tidak sanggup lebih dari itu. Mereka seakan
rela masuk neraka asal tidak selamanya. Inilah tingkatan taqwa yang
terendah.
Kedua, yaitu golongan yang berusaha menjauhi segala sesuatu yang berakibat dosa.
• Apakah dosa yang diakibatkan oleh perbuatan manusia yang karena dilarang oleh
agama, seperti makanan yang diharamkan. Atau keengganan untuk melakukan sesuatu
yang diperintah oleh agama, seperti meninggalkan shalat wajib. Kelompok inilah yang
dimaksudkan Allah SWT sebagaimana firmanNya surat AlA’Raf : 96): Jikalau Sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
• Dalam ayat ini, Allah menjanjikan pemberian rahmat bagi orang yang beriman. Taqwa
yang dimaksud dalam firman ini menurut tafsir Alkhozin ialah taqwa dalam arti
menjauhkan diri dari larangan-larangan Allah SWT dan apa saja yang di haramkanNya.
• Maksudnya bukan hanya sekedar memurnikan kepercayaan kepada Allah saja, akan
tetapi kepercayaan yang sudah tertanam itu diwujudkan dalam bentuk nyata, yakni
dengan menjauhi larangan-larangan Allah SWT.
• Golongan ini hanya mementingkan dirinya sendiri untuk selalu menghindar dari hal-
hal yang mengakibatkan dosa. Tentunya setelah terlebih dahulu menanamkan
keimanannya. Mereka tidak mampu berbuat selebihnya. Mereka tidak mampu
menjalankan perintah-perintah agama secara sempurna. Mereka tidak mampu
melakukan amalan-amalan yang mendapatkan pahala untuk kepentingan
ketaqwaannya.
• Golongan ini adalah golongan pertengahan, lebih tinggi dibanding golongan yang
pertama.
Ketiga, golongan yang berusaha membersihkan hatinya yang sedang lalai dan mengerahkan
segalanya hanya untuk Allah SWT semata.
• Apa yang dikerjakan selalu disandarkan kepada Allah SWT dalam rangka mencari
keridhoanNya. Taqwa inilah yang dikatakan betul-betul taqwa kepada Allah SWT. Dan
taqwa inilah yang sebagaimana diisyaratkan Allah SWT dalam firmanNya surat Ali Imran :
102 yang maknanya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-
benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan
beragama Islam. Tuntutan taqwa pada ayat ini sangat berat, karena taqwa di sini
mengandung tiga unsur.
• Pertama, harus mentaati ajaran agama, baik yang berbentuk perintah ataupun larangan.
Dan tidak boleh sedikitpun lalai, atau berbuat maksiyat.
• Kedua, harus selalu ingat kepada Allah SWT, tanpa melupakan sejenakpun.
• Ketiga, harus selalu bersyukur kepadaNya, tanpa pernah mengingkarinya.
• Karena ketiga unsur ini amat berat, maka muncullah seorang sahabat yang
mengungkapkan keberatannya kepada baginda Rasulullah SAW. : Ya Rasulullah, siapa yang
mampu menjalankan taqwa yang seperti itu? maka turunlah Surat At Taghobun : 16 yang
menjelaskan ayat di atas : Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk
dirimu. dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-
orang yang beruntung.
• Setelah turun ayat ini, maka taqwa yang mengandung unsur di atas, hendaklah dilakukan
dalam batas kemampuan maksimal. Sebagai manusia, wajarlah kalau seorang sahabat
Nabi menyatakan keberatan dalam menjalankan taqwa sepenuhnya pada tingkatan
terakhir ini, sebab tuhan menciptakan manusia disertai hawa nafsu.
• Pengendalian hawa nafsu inilah yang sulit dilakukan oleh setiap manusia.
• Walaupun tuhan telah berkali-kali mengingatkannya agar berhati-hati
dalam menghadapi hawa nafsu.
• Di antaranya dalam surah . Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa
yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.
• Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan kepada kita dalam
mengendalikan keinginan, menguasai kekayaan dan anak-anak. Bila
keinginan nafsu itu sampai melalaikan akan mengingat Allah, berarti
telah mengurangi kualitas ketaqwaan kita.
• Dalam hal menginginkan untuk menguasai harta kekayaan dan anak-
anak, memang manusia sering kali sampai melupakan Tuhannya.
• Hal ini karena harta kekayaan dan anak-anak itu merupakan fitnah
(cobaan) Allah SWT.
• Bagi yang mampu melewatinya dengan baik, akan mendapatkan
keuntungan besar, dan Allah telah menjanjikan pahala yang besar.

Anda mungkin juga menyukai