0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan34 halaman
Penyakit ginjal kronik pada anak memiliki berbagai penyebab seperti kelainan bawaan saluran kemih, glomerulopati, dan penyakit ginjal kistik. Deteksi dini dan pengobatan penyakit penyebabnya dapat mencegah progresinya ke stadium lanjut seperti gagal ginjal."
Penyakit ginjal kronik pada anak memiliki berbagai penyebab seperti kelainan bawaan saluran kemih, glomerulopati, dan penyakit ginjal kistik. Deteksi dini dan pengobatan penyakit penyebabnya dapat mencegah progresinya ke stadium lanjut seperti gagal ginjal."
Penyakit ginjal kronik pada anak memiliki berbagai penyebab seperti kelainan bawaan saluran kemih, glomerulopati, dan penyakit ginjal kistik. Deteksi dini dan pengobatan penyakit penyebabnya dapat mencegah progresinya ke stadium lanjut seperti gagal ginjal."
Pediatric Department FK. USU/ RS. H.Adam Malik Medan Prevalensi • Angka kejadian penyakit ginjak kronik (= PGK = chronic kidney disease = CKD) pada anak sulit diperoleh • Data mengenai prevalens PGK diambil dari renal replacement registry yang menunjukkan data pasien yang telah mendapatkan renal replacement therapy (RRT) karena telah mencapai gagal ginjal terminal, padahal anak dengan gangguan fungsi ginjal, terutama yang disebabkan oleh kelainan kongenital, umumnya akan mencapai gagal ginjal terminal pada usia dewasa. Prevalensi (lanjutan) • Laporan European Society of Pediatric Nephrology (2008) : angka kejadian PGK 15,6% di antara anak berusia 0-14 tahun • Penyebab terbanyak adalah CAKUT (= congenital abnormality of kidney and urinary tract), glomerulopati, dan penyakit ginjal kistik. Penyebab Penyakit Ginjal Kronik Pada Anak Definisi • Kerusakan ginjal berlangsung > 3 bulan; meliputi kelainan struktural ataupun fungsional, dengan atau tanpa disertai penurunan fungsi ginjal. Manifestasi kerusakan ginjal yang dimaksud di sini dapat berupa keadaan-keadaan berikut: – Kelainan pada komposisi darah atau urin – Kelainan pada pencitraan ginjal – Kelainan pada biopsi ginjal • Laju filtrasi glomerulus < 60 mL/menit/1,73 m2 yang telah berlangsung selama > 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal seperti yang disebutkan pada kriteria No.1. di atas. Klasifikasi Patogenesis • Ginjal mempunyai kemampuan untuk mempertahankan fungsi homeostasis walaupun sebagian besar nefron sudah rusak. • Kerusakan pada sebagian besar nefron akan menimbulkan peningkatan aliran darah pada glomerulus yang masih normal dengan cara terjadi vasodilatasi pada arteri aferen dan eferen. • Dilatasi pada arteri aferen lebih besar daripada arteri eferen, akibatnya terjadi peningkatan tekanan hidrolik transkapilar yang meningkatkan laju filtrasi glomerulus (LFG). • Peningkatan LFG ini diiringi dengan peningkatan reabsorbsi di tubulus, sehingga produksi urin tidak berubah. Patogenesis • Mekanisme kompensasi ini menyebabkan tekanan intraglomerulus meningkat dan hipertrofi glomerulus, sehingga terjadi hiperperfusi dan hiperfiltrasi pada glomerulus yang berlangsung progresif, yang kemudian memicu serentetan reaksi yang mengikut sertakan berbagai sitokin dan zat vasoaktif, dan berakhir dengan pembentukan jaringan sklerotik. • Pembentukan jaringan sklerotik ini menyebabkan makin banyak nefron yang hilang fungsinya, menimbulkan penurunan LFG yang progresif. Sindrom uremik • Sistem kardiovaskular: hipertensi, overload cairan, kardiomiopati, aritmia, gagal jantung, perikarditis • Sistem neurologi: ensefalopati, gangguan kesadaran, polineuropati, tremor • Sistem koagulasi: perdarahan, hiperkoagulasi • Sistem hematologi dan imunologi: anemia, disfungsi granulosit dan limfosit, imunodefisiensi • Sistem respirasi: pneumonia, uremic lung, edema paru Sindrom Uremik (lanjutan) • Sistem endokrin dan metabolik: intoleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak dan asam amino, hipoalbuminemia, malnutrisi, muscle wasting, retardasi pertumbuhan, asidosis metabolik, hiperkalemia • Sistem muskulo-skeletal: kelemahan otot, miopati, osteodistrofi/osteomalasia, fraktur, hiperparatiroidisme • Sistem gastro-intestinal: mual, anoreksia, muntah, hiccup, fetor uremicum, stomatitis, gastritis, kolitis • Sistem kulit: pruritus, kulit kering, hiperpigmentasi, perdarahan kulit, dan penyembuhan luka yang lama Diagnosis • Anamnesis yang cermat gejala dan tanda penyakit ginjal yang mendasari PGK, termasuk riwayat penyakit ginjal dalam keluarga. • Pemeriksaan fisis meliputi pengukuran antropometri, tekanan darah, status nutrisi, dan status pubertas. Anemia dan tanda osteodistrofia (rikets) perlu dicari. • Pemeriksaan penunjang yang diperlukan meliputi urinalisis, darah perifer lengkap, kadar ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, fosfor). • Pemeriksaan pencitraan yang diperlukan terdiri atas ultrasonografi ginjal, dan miksiosistouretrogram serta DMSA bila perlu. Diagnosis … • Untuk memperkirakan fungsi ginjal seorang anak, maka estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) dapat dihitung dengan menggunakan formula Schwartz: LFG (mL/menit/1,73 m2 LPB) = k x tinggi badan (cm) : kadar kreatinin serum (mg/dL) • Nilai k (konstanta) berbeda-beda sesuai dengan usia anak. untuk bayi berat lahir rendah = 0,34 untuk neonatus cukup bulan = 0,45 untuk anak usia 1-13 tahun= 0,55 untuk anak perempuan berusia>13 tahun=0,55 untuk anak lelaki >13 tahun = 0,70 Strategi tata laksana PGK dalam setiap tahap
Komplikasi
Risiko Kidney CKD
Normal Damage GFR meningkat failure death
Screening CKD risk Diagnosis Estimate Replacement
for CKD reduction; & treatment; progression; by dialysis risk factors Screening for Treat Treat & transplant CKD comorbid complications; conditions; Prepare for Slow replacement progression Tata laksana • Tata laksana PGK pada prinsipnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu: (1). Deteksi dini PGK, (2). Pencegahan progresivitas PGK, dan (3). Prevensi dan pengobatan dini komplikasi PGK. Deteksi dini PGK • Deteksi dini dan pengobatan segera penyakit ginjal merupakan hal yang penting, sehingga progresivitas ke stadium selanjutnya dapat dicegah. Laju progresivitas PGK bervariasi sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. • Anak dengan hipo/displasia ginjal akan mengalami progresivitas penurunan fungsi ginjal yang lebih lambat daripada seorang anak dengan glomerulonefritis. Deteksi dini.. • Deteksi dini kelainan bawaan pada saluran kemih (CAKUT) yang diikuti dengan tata laksana koreksi pembedahan dan pengendalian infeksi saluran kemih dapat mempertahankan fungsi ginjal dan mencegah progresivitas ke arah gagal ginjal terminal. Deteksi dini.. • Demikian pula, deteksi dini dan pengobatan segera pada beberapa jenis glomerulonefritis dengan berbagai obat imunosupresif dapat mencegah kerusakan ginjal yang melanjut sebagai akibat inflamasi glomerulus, • walaupun pada tipe glomerulonefritis tertentu, mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan sebagian besar fungsi ginjalnya menurun progresif sampai ke gagal ginjal terminal. Pencegahan progresif PGK • Pengaturan diet • Mengendalikan tekanan darah • Mereduksi proteinuria • Mencegah hiperlipidemia dengan pengaturan diet restriksi lemak • Mengendalikan hiperkalsemia • Mempertahankan status hidrasi dan mencegah terjadinya hipotensi • Menghindari penggunaaan obat-obatan nefrotoksik • Strategi khusus meliputi penghentian kebiasaan merokok pada remaja dan menurunkan berat badan pada anak dengan obesitas. Prevensi dan pengobatan dini komplikasi PGK
• Tata laksana malnutrisi dan pengaturan diet
Tujuan atau objektif dari pengaturan diet pada anak dengan PGK adalah untuk mempertahankan status nurisi anak tetapi tidak/sedikit mempengaruhi akumulasi sisa metabolisme protein yang toksik. Asupan protein disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan seperti yang ditetapkan oleh recommended daily protein intakes untuk masing-masing usia anak. Pengendalian tekanan darah Pengobatan hipertensi ditujukan dengan target tekanan darah lebih rendah dari persentil 90 untuk usia, jenis kelamin, dan tinggi badan anak. Bila hipertensi yang ada disertai dengan proteinuria, maka dianjurkan menggunakan inhibitor enzim angiotensin konvertase (ACE inhibitor) seperti captopril (0,1-0,5 mg /kg setiap 8-12 jam), enalapril (0,1-0,5 mg /kg setiap 12-24 jam), dan lisinopril) (0,07- 0,6 mg/kg setiap 24 jam); atau angiotensin receptor blocker, seperti losartan, valsartan. Bila hipertensi disertai dengan tanda-tanda kelebihan (overload) cairan , maka dianjurkan menggunakan diuretik seperti furosemid. Reduksi Proteinuria Proteinuria yang terjadi dapat mencetuskan serangkaian reaksi yang melibatkan sitokin, zat vasoaktif dan proinflamasi yang berakhir dengan pembentukan jaringan sklerotik pada glomerulus maupun tubulus. Oleh karena itu proteinuria perlu direduksi dengan memberikan obat golongan ACE inhibitor dan atau angiotensin receptor blocker (ARB); monitor derajat proteinuria secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung rasio protein:kreatinin dalam urin sewaktu. Mempertahankan status hidrasi, keseimbangan asam-basa dan elektrolit
• Pada beberapa kelainan kongenital ginjal, seperti
dysplasia ginjal, dapat terjadi poliuria yang dapat menyebabkan dehidrasi. • Hidrasi adekuat dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan/balans asupan dan keluaran cairan. • Asidosis metabolik yang terjadi perlu dikoreksi dengan pemberian NaHCO3 1-2 mmol/kg/hari per- oral dosis terbagi, secara gradual atau titrasi dengan patokan pH serum dan base excess. • Gangguan elektrolit yang terjadi, seperti hipo/hipernatremia, hipo/hiperkalemia, perlu dievaluasi dan dikoreksi. • Hiperfosfatemia diatasi dengan diet rendah fosfat dan pemberian obat pengikat fosfat (phosphate binders) seperti kalsium-karbonat 50-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi yang diberikan bersama makanan. • Hiperkalsemia pada PGK sering terjadi sebagai akibat suplementasi kalsium, pemberian vitamin D, dan pengobatan hiperparatiroidisme. • Monitor terhadap kadar kalsium dan fosfat penting untuk mencegah pengendapan kalsium- fosfat pada jaringan, pembuluh darah, dan miokardium yang akan menimbulkan kematian, dengan mempertahankan perkalian [Ca x PO4] < 4,4 (mmol/L)2 atau < (55 mg/dL) Pengendalian hiperparatiroid • Pengendalian hiperparatiroidisme dengan memonitor kadar kalsium, fosfat, fosfatase alkali, kadar PTH (hormone paratiroid) dan pemeriksaan foto rontgen pergelangan tangan dan lutut untuk mendeteksi osteodistrofi ginjal. • pengobatan melalui diet dan phosphate binders, serta terapi pemberian vitamin D aktif. Vitamin D aktif dapat diberikan setiap hari dengan dosis kokatriol 10 nanogram/kg/hari atau dalam dosis puls dua atau tiga kali dalam seminggu dengan dosis 0,5-1 mikrogram/hari dengan monitor kadar hormon paratiroid (dapat sampai 2- 3 mikrogram/hari). Anemia pada PGK • Anemia pada PGK merupakan anemia yang normokrom dan normositik. • Penyebab anemia pada PGK adalah multifaktorial. Penyebab utamanya adalah defisiensi hormon eritropoietin yang dihasilkan oleh jaringan interstisial peritubular, penyebab lain: anoreksia, defisiensi besi dan asam folat, pemendekan umur eritrosit karena toksin uremik, hiperparatiroidisme, osteodistrofi ginjal, dan perdarahan. Tata laksana anemia pada PGK • Tata laksana anemia pada PGK, bukan hanya suplementasi hormon erotropoietin saja, termasuk juga nutrisi yang adekuat, koreksi hiperparatiroidisme yang berat, pengobatan infeksi, suplementasi zat hematinik seperti zat besi, asam folat dan vitamin B12. Pemberian hormon eritropoietin rekombinan mulai dilakukan bila kadar hemoglobin < 11 g/dL dengan target hematokrit 33%. Terima kasih