Taenia Saginata
Taenia Saginata
Taenia saginata (cacing pita sapi) adalah cacing pita pipih panjang dengan lebar 6
sampai 7 milimeter. T. saginata dewasa biasanya tumbuh menjadi sekitar 4 sampai 8
meter panjangnya, dengan sekitar 1000 segmen yang disebut proglotida. Berbeda
dengan taenia solium, skoleks (kepala, organ pelampir) t. saginata tanpa senjata
karena memiliki 4 pengisap tetapi tidak ada pengait. Saat cacing pita tumbuh di usus
manusia, proglotida matang yang disebut proglotida gravid akan dilepas keluar tubuh
manusia. Setiap proglotida gravid berisi organ reproduksi jantan dan betina dan 80 ribu
rumah telur yang berisi embrio (onkosfir).
Manusia adalah inang definitif, dengan sapi sebagai hospes perantara. Cacing pita
mendiami manusia sebagai parasit di jejunum. Penularannya melalui daging sapi
mentah atau dimasak tidak benar.
Terdapat tiga spesies penting cacing pita Taenia, yaitu Taenia solium, Taenia saginata, dan Taenia
asiatica.[2][3] Ketiga spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, yang dikenal dengan istilah taeniasis dan sistiserkosis.[2]. Adapun
perbedaan antarspesies cacing pita Taeniadapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan antara Taenia solium, Taenia saginata dan Taenia asiatica
N
o.
Keterangan
Inang definitif
danhabitat
Taenia solium
[4]
Usus
halus manusia
[1]
Taenia saginata
[1][4]
Taenia
asiatica [5]
Usus halus
manusia
Inang antara
Babi (utama), sa
pi
Cysticercus
cellulosae
Cysticercus bovis
Cysticercus t.s.
taiwanensis
Ukuran panjang xl
(3-8)x 0,01 meter
ebar
4-8 meter
Jumlah segmen
700-1000
1000-2000
712
Jumlah telur
30.000-50.000 di
setiap segmen
Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang
definitif. [4] Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif
dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia. [4] Bila inang definitif (manusia)
maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan
mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding usus.[4] Embrio cacing yang
mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di
dalam otot tertentu. [4] Otot yang paling sering terserang sistiserkus
yaitujantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot
antar tulang rusuk. [6]
Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis.
[1]
Taeniasis adalah penyakit akibatparasit berupa cacing pita yang tergolong dalam
genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya.[7] Taeniasis
pada manusia disebabkan oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengancacing pita babi [7],
sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi.[7][8]
Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus) akibat
termakantelur cacing Taenia solium (cacing pita babi). [2] Cacing pita babi dapat menyebabkan
sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada
manusia. [7] Sedangkan kemampuan Taenia asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis belum
diketahui secara pasti. [3] Terdapat dugaan bahwa Taenia asiatica merupakan penyebab sistiserkosis
di Asia. [3]
Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang yang
mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taeniadewasa
dalam usus manusia. [6] Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang
mengandung telur Taenia solium. [9] Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh
individu penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan. [10].
Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu [11]
1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh
(proglotid) cacing pita.
2. Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).
3. Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.
Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. [13] Adapun kasus infeksi cacing pita Taenia di
negara tropis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kasus Infeksi Cacing Pita Taenia di Negara Tropis
Negara
Kasus
Taiwan,Ci
1.661 orang penderita taeniasis.
na
[14]
Brazil
Thailand
[15]
[16]
Laos
[18]
Salah satu bukti lebih luasnya penyebaran Taenia di daerah tropis yaitu
ditemukannya spesies ketiga penyebab taeniasis pada manusia di beberapa negara Asia yang
dikenal dengan sebutan Taiwan Taenia atau Asian Taenia. [19]. Asian Taenia dilaporkan telah
ditemukan di negara-negara Asia yang umumnya
beriklim tropis seperti Indonesia,Thailand, Malaysia, Filipina, Korea dan Cina. [20] Kini Asian
Taenia disebut Taenia asiatica [21]. Kejadian T. asiatica yang tinggi terutama ditemukan
di Pulau Samosir, Indonesia.[17]
Sistiserkosis merupakan infeksi yang sering ditemukan pada babi dan manusia terutama
di negara berkembang. [3] Penyebaran sistiserkus pada manusia dipengaruhi oleh kontak
antara babi dan feses manusia, tidak adanya pemeriksaan kesehatan daging saat penyembelihan,
dan konsumsi daging mentah atau setengah matang.[6] Penyebaran penyakit ini luas
karena Taenia dapat memproduksi puluhan bahkan ratusan ribu telur setiap hari yang dapat disebar
oleh air hujan ke lingkungan bahkan pada lokasi yang jauh daritempat pelepasan telur. [4]
160 responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari babi [3]. Sementara
28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba benjolannya di
bawah kulit [3]. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita sistiserkosis selulosae
yang menunjukkan gejala epilepsi [3]. Dari 257 pasien yang menderita luka bakar di Papua,
sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak. [3]
Prevalensi sistiserkosis pada manusia berdasarkan pemeriksaan serologis pada
masyarakat Bali sangat tinggi yaitu 5,2% sampai 21%, sedangkan prevalensi taeniasis
di provinsiyang sama berkisar antara 0,4%-23%. [17] Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang
mengalami epilepsi di Bali didiagnosa menderita sistiserkosis di otak. [23] Prevalensi taeniasis T.
asiatica di Sumatera Utara berkisar 1,9%-20,7%. [17] Kasus T. asiatica di Provinsi ini umumnya
disebabkan oleh konsumsi daging babi hutan setengah matang. [17]
Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Gejala
klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah[14]:
Mual (46%)
Pusing (42%)
Diare (18%)
Lemah (17%)
Sembelit (11%)
Letih (4%)
Muntah (4%)
Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan gangguan
pernapasan (masing-masing <1%).
Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam
tubuh. [4] Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbedabeda. [4] Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak
(disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit [17].
Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu
neurosistiserkosis yang dapat menimbulkan kematian. [24] Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem
saraf pusat akibat sistiserkus dari larva Taenia solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko
penyebab stroke baik pada manusia yang muda maupun setengah baya[25], epilepsi dan kelainan
pada tengkorak. [8] Sistiserkosis merupakan penyebab 1% kematian pada rumah sakit umum
di Meksiko City dan penyebab 25% tumordalam otak [8].
Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidupnya. Pemutusan
siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat dilakukan melalui diagnosa dini
dan pengobatan terhadap penderita yang terinfeksi. [8] Beberapa obat cacing yang dapat digunakan
yaitu Atabrin, Librax dan Niclosamide [5] dan Praziquantel [17]. Sedangkan untuk mengobati
sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan Dexamethasone. [26] Untuk mengurangi kemungkinan
infeksi oleh Taenia ke manusia maupun hewan diperlukan peningkatan daya tahan tubuh inang. Hal
ini dapat dilakukan melalui vaksinasi pada ternak, terutama babi di daerah endemis
taeniasis/sistiserkosis serta peningkatan kualitas dan kecukupan gizi pada manusia. [27]
Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk memutuskan siklus hidup Taenia karena
lingkungan yang kotor menjadi sumber penyebaran penyakit. Pelepasan telur Taenia dalam feses ke
lingkungan menjadi sumber penyebaran taeniasis/sistiserkosis. [8] Faktor risiko
utama transmisitelur Taenia ke babi yaitu pemeliharaan babi secara ekstensif, defekasi manusia di
dekat pemeliharaan babi sehingga babi memakan feses manusia dan pemeliharaan babi dekat
dengan manusia. [28] Hal yang sama juga berlaku pada transmisi telur Taenia ke sapi. Telur cacing ini
dapat terbawa oleh air ke tempat-tempat lembap sehingga telur cacing lebih lama bertahan hidup
dan penyebarannya semakin luas. [4]
Kontrol penyakit akibat Taenia di lingkungan dapat dilakukan melalui peningkatan sarana sanitasi,
pencegahan konsumsi daging yangterkontaminasi, pencegahan kontaminasi tanah dan tinja
pada makanan dan minuman. [28] Pembangunan sarana sanitasi, misalnya kakus danseptic tank,
serta penyediaan sumber air bersih sangat diperlukan. Pencegahan konsumsi daging yang
terkontaminasi dapat dilakukan melalui pemusatan pemotongan ternak di rumah potong
hewan (RPH) yang diawasi oleh dokter hewan. [29]
GEJALA
Meskipun infeksi ini biasanya tidak menimbulkan gejala, beberapa penderita merasakan nyeri perut bagian atas,
diare dan penurunan berat badan.