Anda di halaman 1dari 30

THAHARAH, MENURUT IMAM

SYAFII

Dosen Pembimbing

: Ida Royani Pasi M.E.I

Disusun oleh
Kelompok

:1

Kelas

: Tif A siang

Nama

1.
2.
3.
4.
5.

Muhammad Sadikin
Prasetyo
Muhammad Ikhsan
Yuritsyu Kayandra
Ratna Sari Ayu

( Semester II )
( 1512000054 )
( 1512000057 )
( 1512000052 )
( 1512000073 )
( 1512000059 )

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS POTENSI UTAMA
MEDAN
2015

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
berkah, rahmat, dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami
juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang
telah memberikan kritik dan saran sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam. Judul
yang dipilih untuk makalah ini adalah THAHARAH. Materi yang disajikan
dalam makalah adalah tentang kaitan dengan alat bersuci, najis, hadas, wudhu,
mandi wajib, tayamum, menurut imam syafii.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Seperti
kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran guna menyempurnakan makalah ini.
Demikianlah makalah ini dibuat, untuk kesalahan yang ada pada makalah
kami mohon maaf. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 12 Maret 2016

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................i


DAFTAR ISI ...............................................................................................ii
BAB 1

PENDAHULUAN................................................................................1
I.1. Latar Belakang ...............................................................................1
I.2. Identifikasi Masalah .......................................................................1
I.3. Rumusan Masalah ..........................................................................2
I.4. Batasan Masalah ............................................................................2
I.5. Tujuan ............................................................................................3
I.6. Manfaat ..........................................................................................3

BAB II

PEMBAHASAN TEORI ...................................................................4


II.1. Pengetian Taharah ........................................................................4
II.2. Sarana Melakukan Taharah ..........................................................5
II.3. Najis .............................................................................................6
II.3.1. Pembagian Najis ..............................................................7
II.3.2. Cara Menghilangkan Najis ..............................................8
II.4. Hadas ............................................................................................8
II.4.1. Macam-macam Hadas ......................................................8

II.4.2. Hal Yang Terlarang Bagi Yang Berhadas .........................10


II.5. Wudhu ..........................................................................................11
II.5.1. Fardhu-fardhu Wudhu ......................................................11
II.5.2. Hal Yang Membatalkan Wudhu .......................................14
II.5.3. Sunnah Wudhu .................................................................15
II.6. Mandi Wajib..................................................................................15
II.6.1. Rukun-rukun Mandi Wajib `.............................................19
II.6.2. Sunnah Mandi ..................................................................20
II.7. Tayamum ......................................................................................21
II.7.1. Rukun-rukun tayamum ....................................................22
II.7.2. Syarat-syarat Tayamum ...................................................23
II.7.3. Sunah Tayamum ...............................................................24
II.7.4. Hal-hal Yang Membatalkan Tayamum ............................25
BAB III PENUTUP ...........................................................................................26
III.1. KESIMPULAN ...........................................................................26
III.2. SARAN .......................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih
dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci.
Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian
ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat
telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari
hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis sehingga
thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar
sah saat menjalankan ibadah.
I.2. Identifikasi Masalah
Kata Thaharah yang berarti bersih, sangat identik sekali dengan agama
islam. Sebab islam itu mengajarkan kepada umatnya agar tetap bersih. Seperti
sabdanya Rasulullah SAW Kebersihan adalah sebagian dari iman. kebersihan
itu adalah sebahagian dari iman. Hanya saja tidak sedikit umat islam yang belum
mengetahui banyak tentang kebersihan yang sebenarnya dalam pandangan islam.
Terkadang tanpa kita sadari hal yang kecil dapat dikatakan najis (tidak bersih),
namun kita tidak membersihkan nya dengan cara yang benar, melainkan hanya
menggunkan air saja.
I.3. Perumusan Masalah
Berikut ini beberapa rumusan masalah yang akan dicari penyelesaiannya
antara lain:
1

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apakah defenisi tentang thaharah itu ?


Apa saja media (alat) untuk bersuci ?
Bagaimana pandanga imam syafii tentang najis ?
apakah defenisi hadas dan pembagiannya ?
Bagaimana cara mengambil wudhu yang benar menurut imam syafii ?
Apa saja jenis-jenis mandi wajib itu ?
Apa saja sebab sebab melakukan tayamum menurut pandangan imam
syafii ?

I.4. Batasan Masalah


Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam penulisan makalah ini, serta
karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga penulis, maka dari itu penulis
membatasi masalah yang akan dibahas dalam pembahasan materi kali ini
diantaranya:
1.
2.
3.
4.

Membahas tentang Thaharah menurut pandangan imam syafii.


Membahas tentang najis dan hadas menurut pandangan imam syafii.
Membahas tentang cara berwudhu yang baik dan benar.
Membahas tentang segala jenis mandi wajib dan mengapa syarat

mengapa madi wajib itu dilakukan.


5. Membahas tentang bertayamum menurut pandangan imam syafii.
I.5. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tentang apa itu defenisi dari thaharah.
2. Mengetahui cara berwudhu yang baik dan benar menurut pandangan imam
syafii.
3. Mengetahui Apa saja jenis-jenis mandi wajib.
4. Mengetahui beberapa golongan dari najis.
5. Mengetahui tantang tayamum menurut imam syafii.

I.6. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menambah wawasan tentang Thaharah.


2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan imam syafii tentang ruang
lingkup Thaharah.
3. Sebagai pedomam yang dapat mengasah bakat pembaca dalam menyusun
makalah selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN TEORI
II.1. Pengertian Thaharah
Thaharah secara bahasa berarti bersih dan membebaskan diri dari kotoran
dan najis. Sedangkan pengertian thaharah secara istilah (syara) yaitu bersuci dari
hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dan bersuci dari najis yang meliputi
badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan atau najis yang
menghalangi ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, atau menghilangkan hukumnya
(hadas dan najis) dengan tanah.
Thaharah terbagi atas dua, yaitu :

1. Thaharah manawiyah atau thaharah qalbu (hati), yaitu bersuci dari syirik
dan maksiat dengan cara bertauhid dan beramal sholeh, dan thaharah ini
lebih penting dan lebih utama dari pada thaharah badan. Karena thaharah
badan tidak mungkin akan terlaksana apabila terdapat syirik.
2. Thaharah hissiyah atau thaharah badan, yaitu mensucikan diri dari hadats
dan najis, dan ini adalah bagian dari iman yang kedua. Allah
mensyariatkan thaharah badan ini dengan wudhu dan mandi, atau
pengganti keduanya yaitu tayammum (bersuci dengan debu).

II.2. Sarana Melakukan Thaharah


Berkenaan dengan air yang digunakan sebagai media bersuci, para ulama
membaginya menjadi 3 macam, yaitu:
1. Air yang suci dan menyucikan.
Air jenis ini bisa dipakai untuk bersuci, seperti air sumur, laut, sungai,
hujan dan mata air maka boleh dipakai untuk bersuci. Ada air yang suci
mensucikan tapi makruh apabila dipakai seperti:
a. Air yang dipanaskan dengan matahari atau dengan alat pemanas dengan
syarat memakai tempat yang terbuat dari besi, selain itu tidak seperti
emas, perak dan tanah liat.
b. Air yang terlalu panas.
c. Air yang terlalu dingin.
2. Air yang suci tetapi tidak mensucikan.

Air yang seperti ini dzatnya suci, tetapi tidak sah apabila dipakai untuk
menyucikan sesuatu. Yang termasuk bagian ini ada 3 macam, yaitu:
a. Air yang mustamal, yaitu air yang sedikit (kurang dari 2 kulah) yang
sudah dipakai untuk bersuci, baik dari hadas maupun najis.
b. Air yang telah tercampur dengan sesuatu yang suci dan telah merubah
salah satu sifatnya, sepeti kopi, teh, susu dan lainnya, tapi kalau air
yang tercampur minyak wangi atau kapur yang dipakai untuk bak
mandi maka hukumnya boleh dipakai

dengan syarat tercampurnya

sedikit sehinnga tidak merubah warna air.


c. Air yang berasal dari pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air
kelapa, air nira dan sebagainya.
3. Air yang bernajis.
Air yang tercampur dengan najis terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Air yang sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis, air ini tidak boleh
dipakai baik jumlahnya sedikit (kurang dari 2 kulah) maupun banyak
(lebih dari 2 kulah).
b. Air yang kejatuhan/bercampur najis tetapi najis tersebut tidak sampai
merubah salah satu sifat air tersebut. Air jenis ini apabila jumlah nya
sedikit (kurang dari 2 kulah) maka tidak boleh dipakai, karena
hukumnya najis. Tetapi jika airnya banyak, maka hukumnya tetap suci
menyucikan. Seperti air bak yang kejatuhan bangkai cicak dan lain-lain.
II.3. Najis
Najis ialah suatu benda yang kotor menurut syara, misalnya:
1. Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang.
2. Darah dan nanah.

3.
4.
5.
6.

Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur.


Anjing dan babi.
Minuman keras seperti arak dan sebagainya.
Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan
sebagainya selagi masih hidup.

II.3.1. Pembagian Najis


Najis itu dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu sebagai berikut :
1. Najis Mukhaffafah (ringan).
Najis Mukhaffafah ialah air kencing bayi laki-laki yang belum
berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya.
2. Najis Mughallazhah (berat).
Najis Mughallazhah ialah najis anjing dan babi dan keturunannya.
3. Najis Mutawassithah (sedang).
Najis Mutawassithah ialah najis yang selain dari dua najis tersebut
diatas, seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia
dan binatang, kecuali air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan
yang tidak halal dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya, kecuali
bangkai-bangkai manusia dan ikan serta belalang.
Najis mutawassithah dibagi menjadi dua macam :
a. Najis ainiyah : ialah najis yang berujud, yakni yang nampak dan dapat
dilihat.
b. Najis hukmiyah : ialah najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti
bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
4. Najis yang Dimanfaatkan (Mafu).
Najis yang dimanfaatkan artinya tak usah dibasuh/dicuci, misalnya
najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang
sedikit, debu dan air lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar
menghindarkannya.
II.3.2. Cara Menghilangkan Najis
Berikut ini cara menghilangkan najis menurut mazhab syafii :

1. Barang yang kena najis mughallazhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib
dibasuh 7 kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
2. Barang yang terkena najis mukhaffafah, cukup diperciki air pada tempat
najis itu.
3. Barang yang terkena najis mutawassithah dapat suci dengan cara di basuh
sekali, asal sifat-sifat najisnya (warna, bau dan rasanya) itu hilang. Adapun
dengan cara tiga kali cucian atau siraman lebih baik. Jika najis hukmiyah
cara menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air saja pada najis tadi.
II.4. Hadas
Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau keadaan badan
tidak suci, jadi tidak boleh shalat. Adapun menurut terminologi (istilah) Islam,
hadats adalah keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat dihilangkan
dengan cara berwudhu, mandi wajib, dan tayamum. Dengan demikian, dalam
kondisi seperti ini dilarang (tidak sah) untuk mengerjakan ibadah yang menuntut
keadaan badan bersih dari hadats dan najis, seperti shalat, thawaf, itikaf.

II.4.1. Macam-Macam Hadas


1. Hadats Kecil
Hadats kecil menurut istilah syara ialah sesuatu kotoran yang maknawi
(tidak dapat dilihat dengan mata kasar), yang berada pada anggota wudhu, yang
menegah dari melakukan solat atau amal ibadah. Hadas kecil ini tidak akan
terhapus melainkan dengan mengambil wudhu yang sah. Selama mana seseorang
itu dapat mengekalkan wudhunya, maka selama itu ia bersih dari hadas kecil.

Sebabnya dinamakan hadas kecil ialah kerana kawasan yang didiami oleh hadas
kecil ini kecil sahaja yaitu sekadar anggota wudhu.
2. Hadats Besar
Hadats besar mengikut istilah syara artinya sesuatu yang maknawi
(kotoran yang tidak dapat dilihat oleh mata kasar), yang berada pada seluruh
badan seseorang, yang dengannya menegah mendirikan solat dan amal ibadah
seumpamanya, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara. Selama seseorang itu
tidak menempuh atau melakukan salah satu perkara yang menyebabkan hadas
besar, maka selama itu badannya suci dari hadas besar. Sebab dinamakan hadas
besar ialah kerana kawasan yang didiami atau dikenai ole hadas besar ini terlalu
luas yaitu meliputi seluruh badan dan rambut.
Sebagaimana yang telah kami kutip dari sebuah buku yang ditulis oleh
Musthafa Kamal Pasha, bahwa yang menyebabkan seseorang dihukumkan terkena
hadats besar antaralian sebagai berikut:
a. Mengeluarkan mani (sperma)
Keluaarnya mani seseorang dapat terjadi dalam berbagai keadaan, baik
diwaktu jaga maupun diwaktu tidur (mimpi), dengan cara disengaja atau tidak,
baik bagi pria ataupun wanita.
Bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: Apabila air itu terpancar keras
maka mandilah. (H.R. Abu Daud)
Sesungguhnya Ummu Sulain r.a. berkata:Ya Rasulullah, sesungguhnya
Allah tidak malu mengenai kebenaran! Wajibkah perempuan itu mandi bilamana

ia bermimpi? Beliau menjawab, benar, bila ia melihat air. (H.R. Bukhari dan
Muslim serta lainnya).
b.

Hubungan kelamin (Coitus, Jima)

Hubungan kelamin, baik disertai dengan keluarnya mani, ataupun belum


mengeluarkannya mengakibatkan dirinya dalam kondisi junub. Hal seperti ini
didasarkan pada surat al-Maaidah ayat 6.
Dan jikalau kamu junub hendaklah bersuci.
Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: Jika seseorang telah duduk
diantara kedua tempat anggota badannya (menggaulinya) maka sesungguhnya
wajiblah untuk mandi, baik mengeluarkan (mani) ataupun tidak. (H.R. Ahmad
dan Muslim).

II.4.2. Hal-hal yang Terlarang Bagi Orang yang Berhadats


1. Orang yang berhadats kecil dilarang:
a. Shalat
b. Thawaf
c. Menyentuh dan membawa mushaf al-Quran. Sebagian ulama ada yang
membolehkan menyentuh dan membawa mushaf bagi orang yang
berhadats kecil.
2. Orang yang berhadats besar karena bercampur suami istri atau keluar mani
dilarang:
a. Shalat
b. Thawaf
c. Menyentuh mushaf atau membawanya dan membaca al-Quran
3. Orang yang berhadats besar karena haid, nifas, dan wiladah dilarang:
a. Shalat
b. Thawaf
c. Berpuasa
d. Menyentuh mushaf atau membawanya dan membaca al-Quran
e. Beritikaf dan berhenti di dalam masjid

f. Berhubungan suami istri (bersenggama)


g. Bercerai
II.5. Wudhu
Wudhu (Arab: al-wud ) adalah salah satu cara mensucikan
anggota tubuh dengan air. Seorang muslim diwajibkan bersuci setiap akan
melaksanakan shalat. Berwudhu bisa pula menggunakan debu yang disebut
dengan tayammum .

II.5.1. Fardhu-fardhu(rukun) wudhu


Para ulama berbeda pendapat ketika menyebutkan rukun wudhu. Ada yang
menyebutkan 4 saja sebagaimana yang tercantum dalam ayat Quran, namun ada
juga yang menambahinya dengan berdasarkan dalil dari Sunnah.

Berikut rukun wudhu menurut imam syafiI antara lain :


1. Niat
Para ulama mazhab terutama mazhab syafii, sepakat bahwa niat itu
salah satu fardhu dalam wudhu
2. Membasuh muka

10

Yang dimaksud dengan membasuh muka adalah mengalirkan air


pada muka. Ia wajib cukup satu kali saja. Batasnya dari tumbuhnya
rambut sampai pada ujung dagu. Syafii juga mengatakan harus
membasahi sesuatu yang dibawah dagu.
3. Membasuh dua tangan
Kaum muslimin sepakat bahwa membasuh dua tangan sampai
siku-siku satu kali adalah wajib. Mazhab syafii mengatakan bahwa
yang wajib itu adalah membasuhnya, sedangkan mendahulukan tangan
yang kanan dan memulai dari jari-jemari adalah lebih utama.
4. Mengusap kepala
Wajib mengusap sebagian kepala, sekalipun sedikit, tetapi cukup
dengan membasahi atau menyirami sebagi pengganti dari mengusap.
dan wajib mengusap dengan air baru.
5. Dua kaki
Wajib membasuhnya sampai mata kaki satu kali. Wajib
mengusapnya sampai ujung-ujung jari sampai pada mata kaki.
Kesepakatan ulama mazhab boleh mendahulukan kanan dari yang kiri.
Perbedaan antara mengusap dan membasuh itu sebenarnya bersumber
dari pemahaman ayat 6 surat al-maidah:
wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengakkan solat,
maka basuhla muka-muka kamu, kedua tangan kamu sampai siku-siku,
dan usaplah kepala kamu dan kaki kamu sampai dua mata kakinya
6. Tertib
Tertib ini berdasarkan keterangan ayat, yaitu: di mulai dari muka,
lalu dua tangan, lalu kepala, lalu dua kaki. Ia wajib sekaligus syarat sah
nya wudhu, menurut Syafii.
7. Muwalat (berurutan)

11

Menurut Syafii tidak wajib muwalat, hanya di makhruhkan


memisahkan dalam membasuh antara anggota-anggota wudhu itu kalau
tidak ada udzur, bila ada udzur, maka hilanglah kemakruhan itu.
8. Ad-Dalk
Yaitu menggosok-gosok anggota badan yang termasuk anggota
wudhu. Syafii berpendapat bahwa itu tidak merupakan fardhu wudhu,
selama basuhan-basuhan terhadap setiap anggota wudhu tersebut dapat
dipastikan sudah mengenai kulit dan tidak ada yang tertinggal.
II.5.2. Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu

NO

HAL-HAL YANG
MEMBATALKAN
WUDHU`

Al-Hanafiyah

Al-Malikiyah

As-Syafi`i

Al-han

Batal

Ba

Keluarnya sesuatu lewat dua


lubang qubul atau dubur

Batal

Batal jika kelua


sesuatu yang lazim
juga dari lubang
yang lazim

Tidur yang bukan dalam posisi


tamakkun

Batal

Batal jika pulas

Batal

Batal w
dalam
tama

Hilang Akal Karena Mabuk,


Tidur Atau Sakit

Batal

Batal

Batal

Ba

Tidak batal

Batal

Batal

Ba

Menyentuh Kemaluan dengan


telalapak tangan
Menyentuh kulit lawan jenis
5
yang bukan mahram
6 Keluarnya Sesuatu dari badan
4

Tidak Batal
Batal

Batal jika merasa


lezat
Tidak Batal

Batal
Tidak Batal

1. Sesuatu yang keluar dari kedua jalan (qubul dan dubur) sepakat bahwa
semua yang keluar dari 2 jalan (qubul dan dubul) dapat membatalkan
wudhu. Sedangkan keluarnya ulat, batu kecil, darah dan nanah maka ia
dapat membatalkan wudhu, Menurut Syafii.

12

Batal d
syah
Tidak

2. Menyentuh lawan jenis, mazhab Syafii berpendapat : jika orang yang


berwudhu itu menyentuh wanita lain tanpa ada aling-aling (batas), maka
wudhunya batal, tapi kalu bukan wanita lain, seperti saudara wanita maka
wudhunya tidak batal. Menyentuh itu dapat membatalkan wudhu secra
mutlak, baik sentuhan denngan telapak tangan maupun dengan balik
tangannya.
3. Muntah menurut Syafii tidak membatalkan wudhu.
4. Keluarnya Sesuatu dari badan, seperti darah, nanah dan semacamnya,
akibat luka atau lainnya, dapat membatalkan wudhu.

II.5.3. Sunnah Wudhu


Menurut Imam Syafii ada 11 sunnah-sunnah wudhu diantaranya adalah:
1. Mengucapkan Bismillah
2. Membasuh 2 telapak tangan sampai pergelangan tangan sebelum kumur
kumur
3. Kumur kumur
4. Memasukkan Air Ke hidung
5. Mengusap semua kepala/rambut semua kepala
6. Mengusap 2 telinga baik luarnya ataupun dalamnya
7. 3x setiap usapan dan basuhan
8. Terus menerus/tidak dijeda

13

9. Mendahulukan Sebelah kanan


10. Menggosok gosok
11. Melakukan siwak sebelum wudhu
II.6. Mandi wajib
Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan
menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan
mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang harus
dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.
Macam-macam mandi wajib yaitu: junub, haid, nifas dan orang yang
meninggal dunia. Keempat hal ini telah di sepakati semua ulama mazhab. Syafii
menambahkan lagi, kalau orang kafir itu masuk islam dalam keadaan junub, maka
ia wajib mandi karena junubnya, bukan islamnya. Dari itu, kalau pada waktu
masuk islam ia tidak dalam keadaan junub, ia tidak wajib mandi.
1. Junub
a. Junub mewajibkan mandi itu ada 2, yaitu:
Keluar mani, baik dalam keadaan tidur maupun bangun.
Syafii: kalau mani itu keluar maka ia wajib mandi, tak ada bedanya,
baik keluar karena syahwat maupun tidak.
Bertemunya dua kemaluan (bersetubuh).
Memasukkan kepala zakar atau sebagian dari hasyafah (kepala zakar)
ke dalam faraj (kemaluan), maka wajib hukum nya untuk mandi,
sekalipun belum keluar mani.
Syafii: sekalipun kepala zakar itu tidak masuk atau sebagiannya saja
belum masuk, maka ia sudah cukup diwajibkan mandi, tak ada bedanya,
baik baligh maupun tidak, yang menyetubuhi maupun yang di setubuhi
14

ada batas (aling-aling) maupun tidak, baik terpaksa maupun karena


suka, baik yang di setubuhi masih hidup maupun sudah meninggal, baik
pada binatang maupun pada manusia.
b. Sesuatu yang mewajibkan mandi junub
Sesuatu yang mewajibkan wudhu pada dasarnya mewajibkan mandi junub,
seperti sholat, tawaf dan menyentuh al-quran, lebih dari itu yaitu berdiam di
mesjid. Semua ulama mazhab sepakat bahwa bagi orang yang junub tidak boleh
berdiam di mesjid. Hanya berbeda pendapat boleh tidak nya kalau ia lewat di
dalamnya, sebagaimana kalau ia masuk dari satu pintu ke pintu lainnya.
Syafi: boleh kalau hanya lewat saja, asal jangan berdiam, pendapat ini
berdasarkan keterangan ayat 43 surat an-nisa:
(jagan pula)hampiri mesjid sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar
berlalu saja.
c. Hal-hal yang wajib dalam mandi junub
Dalam mandi junub di wajibkan apa yang di wajibkan dalam wudhu, baik
dari segi ke-mutlakan air sucinya serta badan harus suci terlebih dahulu, serta
tidak ada sesuatu yang mencegah sampainya ke kulit, sebagaimana yang telah di
jelaskan dalam berwudhu, diwajibkan juga berniat.
Syafii : tidak mewajibkan dalam mandi junub itu dengan cara-cara
khusus, hanya saja mewajibkan untuk meratakan air ke seluruh badan, dan tidak
dijelaskan apakah harus dari atas atau sebaliknya.

15

2.

Haid
Haid secara bahasa berarti: mengalir, sedangkan secara teminologis

(istilah) menurut para ahli fiqih berati: darah yang biasa keluar pada diri wanita
pada hari-hari tertentu. Haid itu mempunyai dampak yang membolehkan
meninggalkan ibadah dan mejadi patokan selesainya iddah bagi wanita yang
dicerai. Biasanya darahnya warna hitam atau merah kental (tua) dan panas.
a. Hukum-hukum haid
Bagi wanita haid yang diharamkan semua yang diharamkan pada orang
yang junub, baik menyentuh al-quran dan berdiam dalam mesjid. Pada hari-hari
haid diharamkan berpuasa dan sholat, hanya ia wajib menggantinya (mengqhada)
hari-hari puasa ramadhan yang di tinggalkannya, tetapi kalu sholat tidak usah
diganti, karena berdasarkan beberapa hadis dan demi menjaga (terhindar)
kesukaran karena banyaknya mengulang-ulang sholat, tapi kalu puasa tidak.
b. Cara-cara mandi
Mandi haid sama dengan mandi junub, baik dari segi airnya, ia wajib air
mutlak, dari sucinya, wajib suci badannya dan tidak ada sesuatu yang mencegah
sampainya air ke badan, niat, mulai dari kepala, kemudian dari bagian tubuh yang
kanan lalu bagian tubuh yang kiri, menurut syafii meratakan air ke semua
badannya, sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan mandi junub,
tanpa ada perbedaan.

16

3.

Nifas
Nifas menurut Syafii adalah darah yang keluar setelah persalinan, bukan

sebelumnya dan bukan pula bersamaan. Kalau wanita hamil itu melahirkan tetapi
tidak ada nampak darah yang keluar, ia tetap diwajibkan mandi. Kalau anak yang
lahir itu keluar dari tempat yang bukan biasanya karena di sebabkan pembedahan,
maka wanita itu tidak bernifas.

II.6.1. Rukun-rukun Mandi Wajib


Fardlu/rukum mandi wajib menurut Syafiiyah ada lima
macam, yaitu:
1. Berniat meratakan tubuh kena air mandi dan dengan
menyiramkannya. Boleh juga masang niat itu sesudah
kering anggota badan, dalam waktu yang singkat. Berturutturut membahasi anggota badan.
2. Mulut, hidung, lubang telinga, dan mata tidak termasuk
anggota tubuh. Jadi harus membasahi semua bagian yang
terlihat dari tubuh. Adapun seperti berkumur-kumur, dan
melansing air ke hidung hanyalah sunah.
3. Berturut-turut dan disegerakan, sehingga belum kering yang
dibasahi sebelumnya, yaitu bila bisa dilakukan demikian.
4. Membasah semua bagian tubuh dengan air mandi, tidak
mesti dengan tangan. Bila hendak menggosok sebagian

17

badan dengan hasta atau salah satu kaki atas yang lain,
maka memadai.
5. Menyilang-nyilangi rambut. Adapun rambut jenggot yang
tebal, terdapat khilafiyah sesama mereka yaitu sebagian
mengatakan wajib dan sebagian mengatakan mandub.
II.6.2. Sunnah Mandi
Menurut imam syafii:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Membaca basmalah bersama dengan niat mandi.


Membasuh dua tangan sampai pergelangan tangan.
Berduduk secara sempurna sebelum mandi.
Berkumur-kumur.
Melansing air ke hidung, bila berwudhu sebelum mandi.
Bila wudhu batal sebelum mandi, maka disunahkan

mengulanginya.
7. Berurutan.
8. Membasuh muka pertama.
9. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.
10. Membuang najis yang melekat pada tubuh.
11. Menutup aurat walaupun mandi sendiri.
12. Meniga-niga kalikan basuhan, menyilangi rambut dan jari.
13. Tidak mencukur rambut sampai habis.
14. Memotong kuku sebelum mandi.
15. Semua yang terdapat dalam berwudhu.
16. Tidak meminta bantuan orang lain kecuali dalam keadaan
udzur.
17. Menghadap ke kiblat.
18. Di tempat yang tidak diperciki air mandi.
19. Tidak menyebabkan basah anggota lain.
20. Tidak bicara kecuali dibutuhkan.
21. Wanita memasang kapas yang harus di dalam kemaluannya.
22. Membasuh bagian atas sebelum yang dibawahnya.
23. Berniat mengangkatkan hadats.
II.7. Tayamum

18

Tayamum secara lughat (bahasa) yaitu menyengaja, sedangkan pengertian


secara syara' adalah mendatangkan debu kewajah dan dua tangan dengan syarat
dan rukun tertentu. Referensi yang dijadikan dasar tayamum adalah firman Allah
pada surat Al Ma-idah ayat 6 yang artinya :
"Kalau kamu sedang sakit atau ketika bepergian atau dari jamban atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak menemukan air, maka tayamumlah
dengan debu yang suci, kemudian usaplah wajah dan tangan kamu (dengan debu
tersebut)" (QS. Al Ma-idah : 6)
Dan berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan imam Muslim :
Artinya: "Bumi dijadikan untuk-Ku sebagai masjid dan debunya dapat
mensucikan". (HR. Muslim)
Tayamum merupakan pengganti wudlu atau mandi ketika seseorang dalam
keadaan udzur, baik udzurnya dari segi hissi (kasat mata), seperti tidak ada air
ketika hendak wudlu atau mandi, atau udzur syar'i, seperti sakit yang menurut
prediksi dokter akan bertambah parah atau semakin lama sembuhnya bila terkena
air.
Ulama mazhab berbeda pendapat tentang orang yang bukan musafir dan
sehat (tidak sakit), tetapi ia tidak mendapatkan air; apakah ia boleh bertayamum ?.
Maksudnya , bila tidak ada air, apakah hanya orang yang berada dalam perjalanan
dan sakit sajalah yang boleh bertayamum, atau justru dibolehkan dalam keadaan
apapun , sampai pada waktu sehat dan orang yang bukan dalam perjalanannya?.
19

Menurut syafii, bahwa orang yang tidak mendapatkan air wajib bertayamum
dan sholat, baik ia dalam keadaan musafir maupun bukan, sakit maupun sehat
berdasarkan hadist yang mutawatir :
Tanah yang baik itu dapat sebagai penyuci orang islam, walupun tidak
mendapatkan air selma 10 tahun.
II.7.1. Rukun-rukun Tayamum
Rukun Tayamum menurut Imam Syafi'I :
1.
2.
3.
4.

Niat ketika mengambil debu.


Mengusap wajah.
Mengusap dua tangan sampai siku-siku.
Tartib (mendahulukan anggota yang seharusnya diawal dan mengakhirkan
anggota yang seharusnya akhir).

II.7.2. Syarat-syarat Tayamum


Syarat-syarat tayammum menurut imam syafii :
1.Dengan debu.
Maka tidak syah tayammum dengan selain debu semisal dengan batu yang
dihancurkan atau pasir yang kasar dan semisalnya.
2.Memakai debu yang suci.

20

Maka tidak syah dengan debu yang bercampur dengan najis semisal debu
yang terkena air kencing walaupun sudah kering.
3.Tidak memakai debu yang musta'mal.
Yaitu tidak memakai debu yang pernah digunakan untuk membasuh najis
mugholladoh atau apa yang telah digunakan tayammum.
4.Hendaknya debu tidak bercampur dengan yang lain.
Maka tidak syah menggunakan debu yang bercampur dengan barang
barang lain semisal tepung dan sejenisnya.
5.Bertujuan tayammum.
Yaitu seorang yang bertayammum maka harus memiliki niat atau sengaja
memindahkan debu ke anggota tayammum.
6.Mengusap wajah dan kedua tangannya.
Seorang yang tayamum mengusap wajah dan kedua tangannya minimal 2
kali dan dihukumi makruh jika lebih dari 2 kali. akan tetapi jika mengusap 2 kali
tidak bisa meratakan debu dianggota tayammum maka wajib ditambahi atau lebih
dari 2 kali.
7.Menghilangkan najasah
Seseorang yang memiliki najis kemudian bertayammum maka tetap wajib
mengqodhoi sholatnya walaupun syah tayammumnya menurut Ibn hajar .
8.Mengetahui kiblat.

21

Seorang yang bertayammum ketika akan bertayammum maka harus tahu


arah kiblat terlebih dahulu.
9. Masuk waktu.
Seseorang yang tayammum yang digunakan untuk sholat maka harus
masuk waktu shalat terlebih dahulu baru melaksanakan tayammum. jika diluar
waktu sholat maka tayammumnya tidak syah.
10. Setiap Sholat.
Tayammum digunakan hanya satu kali untuk setiap sholat fardhu.
II.7.3. Sunat Tayammum
1.

Membaca Basmalah (Bismillahir rahmaanir rahim) pada saat memulai

2.
3.

tayamum.
Mendahulukan anggota yang kanan dari pada yang kiri.
Menipiskan Debu dari tangan dengan cara menghembuskan
(meniupnya kedua sisi telapak tangan dalam posisi terbalik (telapak

4.
5.

tangan bagian dalam menghadap kebawah)).


Muwalat (sambung menyambung dalam menyapu debu).
Membaca do'a seperti do'a setelah berwudhu.

II.7.4. Hal-hal yang membatalkan tayamum


secara umum madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali) tidak ada
perbedaan pendapat pada penyebab batalnya tayamum, yaitu setiap hal yang
membatalkan wudlu juga membatalkan tayamum, karena tayamum merupakan
ganti dari wudlu. Namum menurut imam Syafii diperinci : Bila shalat yang
dilakukan dengan tayamum tidak wajib diulangi ketika ada air, maka tayamum
22

tidak batal dengan sebab melihat air secara mutlak (sebelum, sedang, maupun
sesudah shalat), seperti tayamum karena sakit, tapi bila shalat yang dilakukan
termasuk wajib diulangi ketika ada air, maka jika melihat air sebelum atau sedang
shalat, tayamumnya batal.

BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN
Kebersihan yang sempurna menurut syara disebut thaharah, merupakan
masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam
beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak
ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam,
karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun

23

manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan
ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula
membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena
kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia.
Adapun manfaat dari thaharah antara lain :
1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadats dan najis
ketika hendak melaksanakan ibadah.
2. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak
dilihat oleh orang lain karena Allah swt mencintai kesucian dan
kebersihan.
3. Menunjukkan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan
sehari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
4. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian ataupun tempat
mencerminkan akhlak dan ketaqwaan yang baik dalam kebersihan.
III.2. SARAN
1. Dengan apa yang sudah di jabarkan di atas, penulis berharap pendengar
dapat memahami apa yang sudah disampaikan, dan dapat diaplikasikan ke
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kebersihan itu adalah sebagian dari iman. Untuk dari itu kita dapat tetap dan
terus

menjaga

kebersihan

baik

badan,

pakaian

ataupun

tempat,

mencerminkan akhlak dan ketaqwaan yang baik dalam kebersihan.


3. Dalam makalah ini tentunya terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis
berharap kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaannya makalah ini.

24

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Sarwat, Lc. 2010. Fiqih Thaharah. Jakarta: Du Center Press.
Eko, Haryanto Abu Ziyad (Ed.) (1991).Fiqih level-1. Indonesia: Divisi Dakwah
Kantor Dakwah Rabwah
Syaikh, Muhammad (2011).Hakikat Thaharah. Indonesia: Islam House.
Aboebakar, Atjeh (1977). Ilmu Fiqh Islam Dalam Lima Mazhab. Jakarta:
Islamic Research Institute.
Marhamah, Saleh (2009). Fiqh Thaharah. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Jakarta
25

26

Anda mungkin juga menyukai