JESIKA WULANDARI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS VOKASI
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III
PROGRAM STUDI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
SURABAYA
2015
TUGAS AKHIR
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON FISIOLOGIS TENAGA KERJA
AKIBAT HEAT STRESS DI CONFINED SPACE
(Studi Di Unit Heater Superabsorbent Polymer Plant PT Nippon Shokubai
Indonesia)
JESIKA WULANDARI
NIM 101210113039
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS VOKASI
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III
PROGRAM STUDI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir dengan judul FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA RESPON FISIOLOGIS TENAGA
KERJA AKIBAT HEAT STRESS DI CONFINED SPACE (Studi di Unit Heater
Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia), sebagai salah
satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Program
Pendidikan Diploma III Program Studi Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas
Vokasi Universitas Airlangga.
Dalam tugas akhir ini dijabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya respon fisiologis tenaga kerja akibat heat stress di confined space,
sehingga nantinya dapat digunakan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan
pekerjaan yang berhubungan dengan heat stress di confined space. Pada
kesempatan ini disampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya
kepada Meirina Ernawati, drh., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan petunjuk, koreksi serta saran hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
Terima kasih dan penghargaan disampaikan pula kepada yang terhormat:
1.
Prof. Dr. Dian Agustia, S.E., M.Si, CMA., Ak., CA, selaku Dekan
Fakultas Vokasi Universitas Airlangga;
2. Prof. Dr. Tri Martiana, dr., M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga;
3. Eni Inayati, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Fakultas
Vokasi Universitas Airlangga;
4. Erwin Dyah Nawawinetu, dr., M.Kes, selaku Koordinator Program
Pendidikan Diploma III Program Studi Higiene Industri, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Fakultas Vokasi Universitas Airlangga;
5. Retno Adriyani, S.T., M.Kes, selaku ketua tim penguji tugas akhir;
6. Wahzani Syukri Setyawan, S.T, selaku anggota tim penguji tugas akhir;
7. Dr. Y. Denny Ardyanto Wahyudiono, Ir. M.S yang telah memberikan
arahan dan bimbingan agar tugas akhir ini terselesaikan dengan baik;
8. Dr. Diah Andriani, S.Si., M.Si selaku dosen biostatistika yang telah
membimbing penulisan tugas akhir ini;
9. Sayid Jakfar, selaku Kepala Departemen Safety and Environment PT.
Nippon Shokubai Indonesia;
10. Tri Winarno selaku Kepala Departemen Superabsorbent Polymer Plant
11. Reza, Julius, Nasorudin, Firmansyah, Wisnu, Andri, Asnawi, Sofwan,
Fuad dan Rifky, selaku responden dalam penelitian tugas akhir;
12. Khoiri, Ukki, Yolanda, Nina, Firman, Eka, Alifuddin, Susan, Herman
dan seluruh tenaga kerja PT. Nippon Shokubai Indonesia yang telah
membantu dan membimbing saya dalam penyelesaian tugas akhir;
13. Bapak Salim, Ibu Marmi dan Reza, selaku keluarga yang telah
memberikan dukungan agar tugas akhir ini terselesaikan dengan baik;
14. Shella, Dinia, Mirantika, Kurnia dan Onny, sahabat yang telah
memberikan dukungan, bantuan dan doa demi kelancaraan tugas akhir
ini;
15. Rekan rekan seperjuangan Hiperkes dan Keselamatan Kerja 2012 yaitu
Ajeng, Alfiya, Awan, Andik, Bagas, Bagus, Dewangga, Dwiajeng, Dian,
Eindo, Faisal, Fitria, Hardianti, Igusti, Ita, Japri, Kurnia, Lailatul,
Lailiyah, Lukman, Isa, Putra, Maisaroh, Mareta, Mila, Niken, Nurmalla,
Rambang, Rendhar, Reymon, Ria, Rima, Rizki, Sheilla, Suci, Tyta dan
Wulan yang saling mendukung, membantu dan mendoakan supaya
tugas akhir lancar;
16. Amirul yang memberikan dukungan dan doa sampai tugas akhir ini
selesai.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga tugas akhir ini berguna baik bagi diri saya maupun pihak lain
yang memanfaatkan.
Penulis
vi
ABSTRACT
Factor Influencing Physiological Response of Workers due to Heat Stress in
the Confined Space (Studi in Heater Unit Superabsorbent Polymer Plant PT.
Nippon Shokubai Indonesia)
Hot work environment is additional workload for workers. Heat stress is the
limit of ability to accept heat workers received from the combination of body
metabolism, clothing and environmental factors such as temperature, humidity, air
movement, radiation. Heat stress can cause physiological response such as increase
the body temperature, pulse rate and blood pressure (systole and diastole) and
decrease the weight.
The aim of this study is to measure heat stress and workload and analyze
factors influencing physiological response in workers exposed to heat in confined
space heater PT. Nippon Shokubai Indonesia. This was an observational study with
cross-sectional research design. The sample was all of population (10 workers).
Data was collected by measuring physiological response before and after working,
heat stress with ISBB measurement and workload. Workload was calculated based
on SNI 7269-2007 about calorie needs according to energy expenditure.
The result of heat stress measurement show that value of ISBB is above the
Threeshold Limit Value established by PER.13/MEN/X/2011 (34,9oC) with the
workload of the workers was in the heavy category (461,94 ccal). Based on data
analysis, there was difference in the result of body temperature, pulse rate, blood
pressure and weight measurement before and after working. Based on analysis
using regression logistic statistical test, it was discovered that factors influencing
physiological response was workers age, smoking behavior and consume water.
The suggestion is the workers drinking small amount of water 250 ml every
half hour or so, avoid beverages such as tea and coffe, avoid eating hot, and heavy
meals. Do training and education about heat stress and make schedule to charging
water in drinking room.
vii
ABSTRAK
Faktor Yang Mempengaruhi Respon Fisiologi Tenaga Kerja Akibat Heat
Stress di Confined Space (Studi di Unit Heater Superabsorbent Polymer Plant
PT. Nippon Shokubai Indonesia)
Lingkungan kerja panas merupakan beban tambahan bagi tenaga kerja. Heat
stress adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang diterima tenaga kerja dari
kombinasi metabolisme tubuh, pakaian kerja dan faktor lingkungan seperti
temperatur udara, kelembapan, kecepatan udara dan suhu radiasi. Heat stress dapat
menyebabkan respon fisiologis tenaga kerja seperti meningkatnya suhu tubuh,
denyut nadi, tekanan darah (sistolik dan diastolik) dan menurunnya berat badan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur iklim kerja dan beban
kerja serta menganalisis faktor yang mempengaruhi terjadinya respon fisiologis
tenaga kerja akibat heat stress di confined space unit heater PT. Nippon shokubai
Indonesia. Jenis penelitian ini bersifat observasional dengan desain cross-sectional.
Jumlah sampel adalah keseluruhan populasi yaitu 10 orang. Data didapatkan dari
pengukuran respon fisiologis sebelum dan sesudah bekerja, heat stress dengan
pengukuran ISBB dan pengukuran beban kerja. Beban kerja dihitung berdasarkan
SNI 7269-2007 tentang tingkat kebutuhan kalori menurut pengeluaran energi.
Hasil pengukuran heat stress didapatkan rerata nilai ISBB adalah 34,9oC
sehingga telah melebihi Nilai Ambang Batas berdasarkan PER.13/MEN/X/2011
dengan beban kerja termasuk dalam kategori berat yaitu 461,94 kkal. Berdasarkan
analisis, diperoleh data bahwa terdapat perbedaan antara suhu tubuh, denyut nadi,
tekanan darah (sistolik dan diastolik) dan berat badan sebelum dan sesudah bekerja.
Berdasarkan uji statistika regresi logistik didapatkan pula hasil bahwa faktor yang
mempengaruhi terjadinya respon fisiologis tenaga kerja adalah umur, kebiasaan
merokok dan intake cairan tenaga kerja.
Disarankan pekerja mengkonsumsi air minum secara rutin setiap setengah
jam sekali minimal 250 ml atau lebih, menghindari konsumsi teh, kopi, makan
makanan panas dan berat. Dilakukan pula pelatihan dan edukasi mengenai heat
stress dan membuat jadwal pengisian air minum yang terdapat di ruang minum.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .....................................................................................................
PENGESAHAN .......................................................................................
PERSETUJUAN ......................................................................................
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS ........................
KATA PENGANTAR ..............................................................................
ABSTRACT ..............................................................................................
ABSTRAK ................................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
DAFTAR TABEL ....................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN .................................
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................
1.2 Identifikasi Masalah .......................................................
1.3 Rumusan Masalah ..........................................................
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................
1.4.1 Tujuan Umum ....................................................
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................
1.4.3 Manfaat Penelitian ..............................................
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Hukum ...........................................................
2.2 Pengertian Ruang Terbatas ............................................
2.3 Bahaya Ruang Terbatas ..................................................
2.4 Persyaratan Keselamatan Ruang Terbatas .....................
2.4.1 Persyaratan Umum .............................................
2.4.2 Persyaratan Dengan Izin Khusus ........................
2.4.3 Persyaratan Kesehatan Pekerja yang Memasuki
Ruang Terbatas ...................................................
2.5 Heat Stress .....................................................................
2.6 Beban Kerja ....................................................................
2.7 Komponen Pengukuran Temperatur Lingkungan ..........
2.8 Mekanisme Pertukaran dan keseimbangan Panas ..........
2.9 Respon Fisiologis Tubuh Terhadap Tekanan Panas ......
2.9.1 Pengeluaran Keringat .........................................
2.9.2 Peningkatan Suhu Tubuh ...................................
2.9.3 Berat Badan ........................................................
2.9.4 Denyut Nadi .......................................................
2.9.5 Tekanan Darah ...................................................
2.10 Karakteristik Individu yang Mempengaruhi Kerentanan
Tubuh Terhadap Tekanan Panas ....................................
2.10.1 Umur ...................................................................
2.10.2 Jenis Kelamin .....................................................
ix
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xii
xiv
xv
xvi
1
3
5
5
5
5
6
8
8
9
13
13
14
18
18
21
24
25
28
29
29
32
33
34
37
37
37
BAB 3
BAB 4
BAB 5
38
38
38
39
39
39
40
40
42
42
42
42
43
43
46
47
48
48
48
48
48
49
49
50
53
54
54
55
56
56
57
57
58
59
59
62
63
64
67
68
68
69
BAB 6
BAB 7
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
70
70
71
73
74
75
75
77
78
81
82
82
84
86
89
92
94
95
97
102
107
108
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul Tabel
Halaman
2.1
21
2.2
4.1
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
5.10
xii
23
50
68
69
69
70
70
72
73
74
83
84
5.11
5.12
5.13
xiii
86
88
89
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul Tabel
Halaman
3.1
46
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
xiv
65
76
77
79
80
81
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1
2
3
4
5
Judul Lampiran
Lembar Kuesioner
Lembar Penjelasan Penelitian
Output Hasil Perhitungan Statistik Penelitian
Hasil Perhitungan Beban Kerja
Peta PT. Nippon Shokubai Indonesia
xv
= Lebih kurang
%
= Persen
o
C
= Derajat celcius
cm
= Sentimeter
kg
= Kilogram
kg/jam
= Kilogram per jam
kkal
= Kilokalori
m
= meter
mmHg
= Milimeter higranium
Daftar Arti Singkatan
2EHA
AA
ACGIH
AE
APD
BA
BK
EA
IMT
ISBB
K3
LHK3
MB
NAB
NIOSH
OSHA
PMA
PT
SAP
SNI
WBGT
WHO
= 2-Ethylexyl Acrylate
= Acrylic Acid
= American Conference of Govermental Industrial Hygienist
= Acrylic Ester
= Alat Pelindung Diri
= n-Butyl Acrylate
= Beban Kerja
= Ethyl Acrylate
= Indeks Masa Tubuh
= Indeks Suhu Basah dan Suhu Bola
= Keselamatan dan Kesehatan Kerja
= Lingkungan Hidup Keselamatan dan Kesehatan Kerja
= Metabolisme Basal
= Nilai Ambang Batas
= National Institute for Occupational Safety and Health
= Occupational Safety and Health Administration
= Penanaman Modal Asing
= Perseroan terbatas
= Super Absorbent Polymer
= Standar Nasional Indonesia
= Wet Bulb Globe Temperature
= World Health Organization
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, yang dimaksudkan dengan tempat kerja adalah ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, yang menjadi tempat tenaga kerja atau
sering dimasuki oleh tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat
sumber atau sumbersumber bahaya. Pada suatu kondisi tertentu pekerja dapat
melakukan pekerjaan pada suatu ruang terbatas atau confined space.
Sumber bahaya yang terdapat di ruang terbatas atau confined space cukup
banyak, salah satunya adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja yang panas.
Energi panas yang berasal dari sumber panas dipancarkan ke lingkungan kerja
sehingga menyebabkan temperatur udara lingkungan kerja menjadi naik. Dengan
demikian iklim kerja akan berubah dan menimbulkan tekanan panas (heat stress)
pada pekerja sebagai beban panas tambahan (Soeripto, 2008). Sehingga tenaga
kerja dengan iklim kerja panas membutuhkan energi yang lebih besar
dibandingkan dengan tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja yang bersuhu
nyaman yaitu 2426oC (Sumamur, 2009).
Selama bekerja pada lingkungan panas tersebut, suhu tubuh manusia
dipertahankan hampir menetap oleh suatu pengaturan suhu. Suhu menetap ini
dapat dipertahankan akibat keseimbangan di antara panas yang dihasilkan dari
metabolisme tubuh dan pertukaran panas di antara tubuh dan lingkungan
sekitarnya (Tarwaka, 2004).
pekerja akibat paparan panas dan kelembaban udara yang tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian Siswantara (2004) yang dilakukan pada pekerja bagian peleburan
dan forming PT. IGLAS (Persero) Gresik diketahui bahwa area kerja tersebut
telah melebihi nilai ISBB yang diperkenankan yaitu 41,67oC dengan beban kerja
sedang dalam 8 jam kerja. Pada kondisi tersebut, tenaga kerja mengalami
perbedaan yang bermakna antara denyut nadi dan tekanan darah sebelum dan
sesudah bekerja.
Pada penelitian Rahmawati (2005) di PT. IGLAS (Persero) Gresik, iklim
kerja pada bagian peleburan dan forming telah melebihi NAB dengan nilai ISBB
berkisar antara 31,32oC38,75oC. Pada kondisi tersebut sebagian besar suhu tubuh
tenaga kerja naik, dan terjadi pengeluaran keringat berlebihan selain itu pekerja
mengalami dehidrasi, kelelahan dan kram otot. Suhu tubuh yang meningkat
membutuhkan oksigen yang lebih banyak sedangkan dengan suhu lingkungan
kerja yang panas akan menganggu kekuatan otot dan pengangkutan oksigen dalam
darah tersebut.
Berdasarkan data tersebut, maka untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan atau bahkan kematian pada pekerja akibat paparan panas dilakukan
penelitian untuk mengetahui nilai ISBB yang terdapat di ruang terbatas atau
confined space yang akan digunakan untuk melihat respon fisiologis terhadap
pekerja. Serta menganalisis pengaruh faktorfaktor individu terhadap respon
fisiologis pekerja tersebut.
1.2
Identifikasi Masalah
PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan perusahaan Petrokimia yang
memproduksi Acrylic Acid (AA), Acrylic Ester (AE) seperti Ethyl Acrylate (EA),
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktorfaktor apa saja yang
1.4.1
Tujuan Umum
Menganalisa
faktorfaktor
yang
mempengaruhi
terjadinya
respon
fisiologis pada pekerja akibat paparan heat stress di confined space unit heater
Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia.
1.4.2
Tujuan Khusus
1. Mengukur dan mengidentifikasi karakteristik tenaga kerja yaitu umur,
status gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, dan intake cairan terhadap
pekerja yang terpapar heat stress di confined space unit heater
Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia;
paparan
heat
stress
di
confined
space
unit
heater
Manfaat Penelitian
1. Bagi Industri
Sebagai masukan dan informasi bagi perusahaan mengenai iklim kerja,
respon fisiologis pekerja serta faktorfaktor yang mempengaruhi respon
fisiologis pekerja akibat paparan heat stress di confined space unit heater.
Sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan bagi pekerja.
2. Bagi Fakultas
Sebagai literatur keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja mengenai
faktorfaktor yang mempengaruhi respon fisiologis pekerja akibat paparan
heat stress di confined space.
3. Bagi Peneliti
Menambah dan meningkatkan wawasan pengetahuan, kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan, serta pengalaman belajar khususnya
mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi respon fisiologis pekerja
akibat paparan heat stress di confined space.
4. Bagi Pembaca
Sebagai tambahan informasi untuk perkembangan ilmu pengetahuan
dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja khususnya mengenai
faktorfaktor yang mempengaruhi respon fisiologis pekerja akibat paparan
heat stress di confined space serta dapat digunakan sebagai masukan yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Pasal 2 ayat 2 huruf 1 tentang
Ketentuan Keselamatan Kerja Dalam Tangki Sumur atau Lubang;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 86 ayat 1 huruf a tentang Hak Pekerja Memperoleh Perlindungan
Atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
3. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Nomor Kep.113/DJPPK/IX/2006 tentang Pedoman dan Pembinaan
Teknis Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ruang Terbatas
(Confined Space);
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun
2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja;
5. Standar Nasional Indonesia (SNI) 7269:2009 Penilaian Beban Kerja
Berdasarkan
Tingkat
Kebutuhan
Kalori
Menurut
Pengeluaran
Keringat;
6. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-0229-1987 Pekerjaan di Dalam
Ruang Tertutup.
2.2
tempat kerja yang memiliki ventilasi alami yang jelek dan dimana dalam udara
atmosfer ruang tersebut terdapat gas atau uap yang mudah terbakar, beracun,
menyebabkan iritasi, atau kadar oksigennya kurang dari 17% atau defisiensi
oksigen. Contoh confined spaces misalnya, tangki, silo, digester, ketel uap
(boiler), palka kapal, lubang atau terowongan (pit atau tunnel), saluran air kotor
(sewer) dan lain-lain (Siswanto,2010). Ciri- ciri ruang terbatas (confined space)
adalah memiliki ventilasi yang buruk, didesain untuk tidak berada di dalam secara
terus menerus, dan memiliki risiko kekurangan oksigen.
National
Institute
Occupational
Safety
and
Health
(NIOSH)
mendefinisikan bahwa ruang terbatas (confined space) adalah ruang dengan pintu
yang sangat terbatas untuk jalan masuk dan keluar, mempunyai ventilasi udara
yang terbatas yang memungkinkan mengandung atau menghasilkan pencemaran
udara yang berbahaya, dan tidak dimaksudkan untuk pekerjaan yang terus
menerus
di
dalamnya.
Selanjutnya
Occupational
Safety
and
Health
lain adalah:
1. Kurangnya kadar oksigen (oxygen-deficient atmosphere)
Kadar oksigen pada ruang terbatas kurang dari 19,5% sebaiknya tidak
dimasuki tanpa menggunakan alat pelindung yang sesuai, seperti Self-
10
11
12
udara
ruang
terbatas
yang
terlalu
panas
akan
13
Persyaratan Umum
1. Pengurus wajib melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap tempat
kerja untuk menentukan apakah terdapat ruang terbatas dengan izin
khusus.
14
2. Jika pada tempat kerja terdapat ruang terbatas dengan izin khusus,
maka pengurus wajib menginformasikannya kepada pekerja dengan
memasang tanda bahaya atau peralatan lain yang efektif, mengenai
keberadaan dan lokasi serta bahaya yang terdapat dalam ruang terbatas
yang memerlukan izin khusus tersebut.
3. Jika pengurus memutuskan bahwa pekerja tidak diperbolehkan
memasuki ruang terbatas dengan izin khusus, maka pengurus wajib
melakukan langkahlangkah untuk mencegah dan melarang pekerja
memasuki ruang terbatas tersebut.
2.4.2
15
16
17
18
2.4.3
bagi pekerja. Hal ini dikarenakan kualitas penerangan yang buruk dan ruangan
yang sempit, dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan keseimbangan karena
menurunnya fungsi koordinasi dan peredaran darah yang tidak normal. Pengurus
wajib memastikan petugas yang bekerja di ruang terbatas dalam keadaan sehat
secara fisik dan dinyatakan oleh dokter pemeriksa kesehatan kerja bahwa petugas
tersebut tidak mempunyai riwayat:
1. Sakit sawan atau epilepsi;
2. Penyakit jantung atau gangguan jantung;
3. Asma, bronchitis atau sesak napas apabila kelelahan;
4. Gangguan pendengaran;
5. Sakit kepala seperti migrain ataupun vertigo yang dapat menyebabkan
disorientasi;
6. Klaustropobia, atau gangguan mental lainnya;
7. Gangguan atau sakit tulang belakang;
8. Kecacatan penglihatan permanen;
9. Penyakit lainnya yang dapat membahayakan keselamatan selama
bekerja di ruang terbatas.
2.5
Heat Stress
Tekanan panas atau heat stress adalah batasan kemampuan penerimaan
panas yang diterima tenaga kerja dari kontribusi kombinasi metabolisme tubuh
akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan seperti temperatur udara,
19
Istilah iklim kerja dan tekanan panas (heat stress) mempunyai interpretasi
yang sama yaitu merupakan kombinasi diantara suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan udara dan suhu radiasi. Interpretasi yang sama sehingga memudahkan,
selanjutnya mempergunakan istilah tekanan panas (heat stress).
Kemampuan manusia beradaptasi dengan temperatur lingkungan secara
umum dilihat dari perubahan suhu tubuh. Manusia dianggap mampu beradaptasi
20
dengan temperatur lingkungan bila perubahan suhu tubuh tidak terjadi atau
perubahan suhu tubuh yang terjadi masih pada rentang yang aman. Sebagaimana
diketahui bahwa suhu tubuh atau core body temperature harus berkisar 3738OC
(Hendra, 2009).
Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada suhu tubuh normal),
maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh karena tubuh
menerima panas dari lingkungan, sedangkan hal yang sebaliknya terjadi, yaitu bila
suhu lingkungan rendah (lebih rendah daripada suhu tubuh normal). Maka panas
tubuh akan keluar melalui evaporasi dan ekspirasi sehingga tubuh dapat
mengalami kehilangan panas (Hendra, 2009)
Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika
perubahan temperatur luar yang terjadi tidak lebih dari 20% untuk suhu panas dan
35% untuk suhu dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh. Batas toleransi
untuk suhu tinggi adalah 35oC40oC, kecepatan gerakan udara 0,2 m/detik,
kelembapan udara 40%-50% dan perbedaan suhu permukaan 40oC.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja, Nilai Ambang Batas (NAB) iklim kerja berdasarkan nilai
Indeks Suhu Basah dan Suhu Bola (ISBB) dapat dijelaskan sebagai berikut:
21
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Lingkungan Panas Berdasarkan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun
2011
Ringan
31,0
31,0
32,0
32,2
ISBB (OC)
Beban Kerja
Sedang
28,0
29,0
30,0
31,1
Berat
27,5
29,0
30,5
Sumber: Lampiran I Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011
Catatan:
1.
Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kkal per jam
2.
Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan
kurang dari 350 kkal per jam
3.
Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang
dari 500 kkal per jam
2.6
Beban Kerja
Beban kerja menurut Hart dan Staveland 1988 dalam Tarwaka (2011),
22
Dengan demikian penempatan tenaga kerja harus tepat di bidang pekerjaan dan
tempatnya (Sumamur, 2009).
Ada dua macam metode pengukuran beban kerja yaitu pengukuran secara
tidak langsung dan pengukuran secara langsung. Pengukuran beban secara tidak
langsung biasanya dilakukan dengan mengukur berat dan ringan beban fisik
secara subyektif, denyut nadi dan aktivitas kerja. Pengukuran beban kerja secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan kalorimeter (Tarwaka,
2004).
Beban kerja adalah beban
melaksanakan
pekerjaannya.
Sedangkan
panas
yang
diakibatkan
oleh
23
= Rerata BK + MB
Keterangan:
BK
MB
= Metabolisme Basal
Tabel 2.2 Perkiraan Beban Kerja Menurut Pengeluaran Energi Berdasarkan SNI
13-7269-2007
Pekerjaan
Posisi Badan
Duduk
hmkjhj
0,3
Berdiri
Jhkjhh
0,6
Berjalan
.jjjkjkjkj
3,0
Berjalan
Mendaki
3,8
0,30
0,70
1,10
0,60
1,00
1,40
0,90
1,30
1,70
3,30
3,70
4,10
4,10
4,50
4,90
0,90
1,60
2,30
1,20
1,90
2,60
1,50
2,20
2,90
3,90
4,60
5,30
4,70
5,40
6,1
1,25
2,25
3,25
1,55
2,55
3,55
1,85
2,85
3,85
4,25
5,25
6,25
5,05
6,05
7,05
4,95
9,05
14,05
4,35
9,35
14,35
6,75
11,75
16,75
7,55
12,55
17,55
24
2.7
temperatur
lingkungan
dilakukan
dengan
mengukur
komponen temperatur yang terdiri dari suhu kering, suhu basah alami, dan suhu
radiasi. Disamping itu juga perlu dilakukan pengukuran terhadap kelembapan
udara relatif dan kecepatan angin. Temperatur lingkungan umumnya dinyatakan
dalam Wet-Bulb Gobe Temperature (WBGT) atau juga dikenal dengan Indeks
Suhu Basah dan Bola (ISBB) (ACGIH, 2001).
Komponen dari iklim kerja atau heat stress adalah sebagai berikut
(ACGIH, 2001):
1. Suhu Kering (Dry Bulb Temperature)
Suhu kering adalah suhu udara lingkungan tanpa adanya pengaruh dari
radiasi yang ditunjukkan oleh suatu termometer yang akurat setelah panas
radiasi yang dapat mempengaruhi hasil pembacaan dikoreksi.
2. Suhu Basah Alami (Natural Wet Bulb Temperature)
Suhu basah alami adalah suhu yang menunjukkan bahwa udara telah
jenuh dengan uap air. Pengukuran suhu basah alami dilakukan dengan
menggunakan termometer yang dilengkapi dengan kain katun yang bersih
dan diberi air yang telah disuling atau didistalasi.
3. Kelembapan udara (Humadity)
Kelembapan udara adalah kandungan uap air dalam udara. Pengukuran
kelembapan udara penting dilakukan karena merupakan salah satu faktor
kunci dari iklim yang mempengaruhi proses perpindahan panas dari tubuh
dengan
lingkungan
melalui
evaporasi.
Kelembapan
yang
tinggi
25
26
Menurut Sumamur (2009), suhu nikmat adalah sekitar 2426oC bagi orang
Indonesia, namun pada umumnya orang Indonesia mampu beraklimatisasi dengan
iklim tropis yang suhunya sekitar 29-30 oC. Pada suhu ini pekerja dapat bekerja
dengan optimal, apabila suhu dinaikkan atau diturunkan maka akan terjadi
penurunan produktivitas. Lingkungan yang sangat panas atau sangat dingin akan
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.
Terjadinya proses pemindahan panas dari dalam tubuh ke lingkungan akan
menjadi hal yang sangat penting dalam usaha mempertahankan suhu tubuh agar
tetap konstan. Panas dari dalam tubuh akan dibawa oleh darah menuju kulit
kemudian dipindahkan ke lingkungan luar melalui proses konduksi, konveksi,
radiasi dan penguapan atau evaporasi (Guyton & Hall, 2000). Faktor yang dapat
menyebabkan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan luar meliputi
konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi (Guyton & Hall, 2000).
1. Konduksi
Konduksi yaitu perpindahan panas antara tubuh dan benda sekitar
melalui sentuhan kontak. Pertukaran secara konduksi terjadi pada kontak
tubuh dengan udara, cairan, atau padat. Udara merupakan suatu konduktor
yang kurang baik sehingga dalam rumus persamaan keseimbangan panas
tidak ikut diperhitungkan. Namun, peranan konduksi tidak dapat diabaikan
bila kulit kontak dengan logam, karena logam umumnya konduktor baik.
Apabila terjadi perpindahan panas dari kulit ke udara, maka supaya
perpindahan panas dari tubuh tetap dapat berlangsung maka temperature
udara harus lebih dingin dari suhu kulit (Soeripto, 2008).
27
2. Konveksi
Konveksi adalah proses pertukaran panas dari tubuh dengan
lingkungan
melalui
kontak
udara
dengan
tubuh.
Faktor
yang
mempengaruhi proses konveksi ini adalah perbedaan suhu kulit dan suhu
udara sekitarnya serta kecepatan aliran udara atau angin.
3. Radiasi
Radiasi adalah pertukaran panas tubuh dengan lingkungan melalui
radiasi gelombang elektromagnetik. Pertukaran panas dengan cara radiasi
antara tubuh dan benda sekitarnya yakni dengan cara menyerap atau
memancarkan panas. Pertukaran panas dengan cara demikian, tidak
dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan aliran udara, tetapi dipengaruhi oleh
perbedaan suhu kulit dan suhu dari benda padat yang berada di sekitar
tubuh. Panas yang diakibatkan metabolisme sangat tergantung dari
kegiatan tubuh.
Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas paling besar pada
kulit yaitu sebesar 60% seluruh mekanisme kehilangan panas. Panas
adalah energi kinetik pada gerakan molekul. Sebagian besar energi pada
gerakan ini dapat dipindahkan ke udara apabila suhu udara lebih dingin
dari kulit. Sekali suhu udara bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi
sama dan tidak terjadi lagi pertukaran panas.
4. Evaporasi
Evaporasi adalah proses pertukaran panas tubuh dengan lingkungan
melalui penguapan keringat. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
banyaknya penguapan keringat yaitu kecepatan aliran udara dan perbedaan
28
tekanan uap air pada suhu kulit dan tekanan parsial uap air dalam udara
atmosfer (Siswanto, 1991).
Penguapan keringat oleh tubuh akan terganggu apabila suhu dan
kelembapan udara lingkungan sekitarnya sangat tinggi (Hot Humid
Environment) karena udara telah jenuh dengan uap air. Sebagai akibat dari
terganggunya evaporasi ini, maka suhu tubuh akan meningkat. Cara tubuh
dalam mempertahankan suhu tubuhnya agar selalu normal yaitu 37oC
adalah sebagai berikut (Siswanto, 1991):
a. Peningkatan aliran darah ke kulit;
b. Pengeluaran keringat;
c. Peningkatan produksi panas oleh tubuh dengan cara menggigil
apabila suhu udara di lingkungan sekitar tubuh rendah.
2.9
temperatur udara di luar comfort zone. Heat strain ditandai dengan meningkatnya
suhu tubuh >38oC. (Siswanto, 1991). Reaksi fisiologis yang terjadi seperti
vasodilatasi, denyut jantung meningkat, temperatur kulit meningkat, dan suhu inti
tubuh yang pada awalnya menurun menjadi meningkat. Selanjutnya apabila
pemaparan panas terus berlanjut, maka resiko terjadinya gangguan kesehatan akan
meningkat. Reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan juga dapat
menyebabkan penurunan berat badan (Bernard, 2000). Beberapa indeks yang
digunakan untuk menentukan besarnya respon fisiologis terhadap tekanan panas,
antara lain adalah (Siswanto, 1991):
29
2.9.1
Pengeluaran Keringat
Respon tubuh terhadap tekanan panas dapat dilihat dari banyaknya
keringat yang dihasilkan oleh tubuh. Banyak keringat akan ditentukan oleh jumlah
kelenjar keringat yang aktif dan banyaknya keringat yang diproduksi oleh kelenjar
keringat tersebut. Seseorang yang telah beraklimatisasi dapat mengeluarkan
keringat sebanyak 11,5 kg per jam dan keadaan ini berlangsung sampai beberapa
jam. Keringat menetes pada permukaan kulit apabila intensitas keringat telah
melampaui 1/3 dari kapasitas evaporasi maksimal (Siswanto, 1991).
Menurut Siswanto (1991), satu gram keringat dapat mengelimanisasi
panas tubuh sebanyak 0,58 kkal dan banyak keringat yang menguap akan
ditentukan oleh perbedaan antara tekanan uap air pada kulit dan tekanan parsial
uap air yang terdapat dalam udara atmosfer. Apabila udara suatu ruang telah jenuh
terhadap uap air maka penguapan keringat tidak berlangsung lagi sehingga suhu
tubuh akan meningkat dan produksi keringat akan terganggu apabila suhu tubuh
meningkat hingga 1,2oC. Oleh sebab itu, suhu tubuh dari pekerja yang terpapar
panas diusahakan agar tidak melebihi batas aman yaitu 38oC.
2.9.2
keseimbangan
suhu
tubuh
pada
kisaran
37,02oC,
diantaranya
adalah
hipotalamus, asupan makanan, kelenjar keringat, pembuluh darah kulit dan otot
rangka. Pemakaian energi oleh tubuh menghasilkan panas yang penting dalam
pengaturan suhu tubuh. Manusia dapat hidup di beberapa wilayah dengan suhu
yang berbeda, oleh karena itu mereka harus terus menerus mengatur panas
30
internal untuk mempertahankan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi kimia sel
bergantung pada suhu tubuh (Sumamur, 2009).
Pelepasan suhu tubuh dan lingkungan sekitar selalu terjadi pertukaran
panas. Proses pertukaran panas tergantung dari suhu lingkungan. Suhu tetap
akibat adanya keseimbangan panas antara panas yang dihasilkan tubuh akibat
proses metabolisme dengan panas yang ada di lingkungan (Sumamur, 2009). Hal
ini disebabkan oleh adanya sistem pengatur suhu, yang dikendalikan oleh
hipotalamus (Guyton, 2000)
Suhu tubuh normal manusia mulai dari 36oC37oC. Apabila diukur
melalui rectal nilainya sekitar 0,6oC lebih tinggi dari pada suhu oral (Ganong,
2001). Suhu tubuh normal manusia di ukur melalui oral sekitar 37oC. Apabila
suhu tubuh sampai dibawah 35oC atau meningkat hingga 40,6oC maka beberapa
reaksi kimia dan aktivitas enzim dalam tubuh akan terganggu dan kematian terjadi
apabila suhu tubuh menurun hingga dibawah 27oC atau meningkat hingga diatas
42oC (Siswanto, 1991)
Beberapa cara pengukuran suhu tubuh, meliputi (Liana, 2012) :
1. Oral (sublingual), yaitu mengukur suhu tubuh melalui mulut.
Keuntungan:
a. Mudah dijangkau dan tidak membutuhkan perubahan posisi;
b. Nyaman bagi pasien;
c. Memberi pembacaan suhu permukaan yang akurat.
Kerugian:
a. Tidak boleh dilakukan pada pasien yang bernafas lewat mulut;
31
32
Berat Badan
Penurunan berat badan pada pekerja diakibatkan karena pengeluaran
keringat (Sumamur, 2009). Penurunan berat badan sebesar 1,4% dapat ditolerir
oleh pekerja tanpa menimbulkan pengaruh yang serius. Kehilangan air sebanyak
1,5 kg atau lebih selama bekerja dapat mengakibatkan naiknya denyut nadi dan
suhu tubuh, rasa haus dan ketidak nyamanan. Apabila tubuh kehilangan air
sebanyak 24 kg (36% dari berat badan), maka keadaan ini dapat menyebabkan
gangguan dalam melakukan pekerjaan (Siswanto, 1991).
33
2.9.4
Denyut Nadi
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut atau detak jantung yang dapat
dipalpasi atau diraba di permukaan kulit pada tempat tertentu. Pada jantung
manusia normal, setiap denyut berasal dari noddus SA (irama sinus normal) dan
NSR (Normal Sinus Rhythm). Waktu istirahat, jantung berdenyut kirakira 70
kali, kecepatannya berkurang dalam waktu tidur dan bertambah karena emosi,
kerja, demam dan banyak rangsangan lainnya. Denyut nadi seseorang akan terus
meningkat apabila suhu tubuh meningkat kecuali apabila tenaga kerja yang
bersangkutan telah beraklimatisasi terhadap suhu udara yang tinggi (Siswanto,
1991).
Denyut jantung adalah jumlah denyutan jantung per satuan waktu,
biasanya dalam satuan menit. Denyut jantung didasarkan pada jumlah kontraksi
ventrikel (bilik bawah jantung). Denyut jantung mungkin terlalu cepat (takikardia)
atau terlalu lambat (bradikardia). Denyut nadi adalah denyutan arteri dari
gelombang darah yang mengalir melalui pembuluh darah sebagai akibat dari
denyutan jantung. Denyut nadi sering diambil di pergelangan tangan untuk
memperkirakan denyut jantung.
Denyut jantung yang optimal untuk setiap individu berbedabeda
tergantung pada kapan waktu dilaksanakannya pengukuran denyut jantung
tersebut, pada saat istirahat atau beraktivitas. Variasi dalam denyut jantung sesuai
dengan jumlah oksigen yang diperlukan oleh tubuh saat itu. Denyut jantung atau
juga dikenal dengan denyut nadi adalah tanda penting dalam bidang medis yang
bermanfaat untuk mengevaluasi dengan cepat kesehatan atau mengetahui
kebugaran seseorang secara umum.
34
Tekanan Darah
Tekanan darah menunjukkan keadaan dimana tekanan yang dikenakan
oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh
anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang
dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh (Guyton dan
Hall, 2000).
Tekanan darah dihasilkan dari denyut jantung dan jantung berdenyut
secara otomatis selama hidup seseorang. Mengecilnya ukuran jantung dinamakan
35
kontraksi, pada setiap susunan peredaran darah setelah itu jantung mengalami
relaksasi untuk kemudian berkontraksi kembali dan seterusnya dalam keadaan
rileks, jantung diisi oleh darah. Dengan demikian peredaran darah menerima
darah setiap kali jantung berkontraksi dan mengisi ruang jantung setiap kali
jantung berelaksasi. Lingkaran yang dibentuk oleh susunan peredaran darah dari
jantung dinamakan lingkaran jantung atau sirkulasi jantung atau sirkulasi
kardiovaskuler (Guyton dan Hall, 2000).
Tekanan darah sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu
diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler
dan sistem vena, sehingga terbentuklah aliran darah yang menetap (Pearce 1999).
Adapun tekanan darah dibagi menjadi 2 (dua) yaitu tekanan sistolik dan
diastolik (Ganong, 2001):
1. Tekanan sistolik, yaitu tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung
berkontraksi;
2. Tekanan diastolik, yaitu tekanan ketika jantung sedang berelaksasi
Menurut Grandjean (1993), apabila suhu lingkungan meningkat, maka
efek fisiologis yang terjadi adalah:
a. Peningkatan kelelahan;
b. Peningkatan denyut nadi;
c. Peningkatan tekanan darah;
d. Peningkatan aktivitas organ pencernaan;
e. Sedikit peningkatan suhu inti dan peningkatan tajam suhu shell
atau suhu kulit;
f. Peningkatan aliran darah melalui kulit;
36
37
2.10
meliputi:
2.10.1 Umur
Tenaga kerja yang berusia diatas 40 tahun sebaiknya tidak ditempatkan di
tempat kerja yang panas karena kelenjar keringat mereka menunjukkan respon
yang lebih lambat terhadap beban panas metabolik dari lingkungan. Mereka yang
berusia lanjut mulai mensekresikan keringat 29 menit setelah masuk ke dalam
waktu ruangan yang panas, sedangkan orang muda hanya membutuhkan 15 menit
(Siswanto, 1991).
Kondisi temperatur ruangan kerja yang tinggi, tenaga kerja yang berusia
lanjut akan menyerap lebih banyak panas dari lingkungan dari pada orang muda
terutama arena pembuluh darah mereka yang terdapat atau dekat dengan
permukaan kulit lebih banyak terpapar panas (Siswanto, 1991) selain itu maximal
oxygen intake pekerja yang berusia tua lebih rendah dibandingkan pekerja yang
muda (Siswanto, 1991). Selain itu proses menjadi tua diikuti pula dengan
berkurangnya kemampuan kerja, dikarenakan perubahan baik kardiovaskuler
maupun hormonal (Sumamur, 2009).
2.10.2 Jenis Kelamin
Pria pada umumnya memiliki daya tahan tubuh tubuh terhadap panas yang
lebih baik daripada wanita. Seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin
daripada suhu panas. Hal ini disebabkan karena tubuh seorang wanita mempunyai
jaringan dengan daya konduksi yang lebih rendah terhadap dingin dan daya
38
konduksi yang lebih besar terhadap panas dibandingkan pria, sehingga praktis
wanita akan lebih banyak memberikan reaksi perifer apabila bekerja dengan cuaca
yang panas (Siswanto, 1991).
2.10.3 Masa Kerja
Semakin lama masa kerja seseorang, maka besar pemaparan panas yang
diterimanya. Oleh karena itu semakin besar kemungkinan anak mendapat keluhan
kesehatan (Siswanto, 1991).
2.10.4 Lama Kerja
Lamanya orang bekerja sehari secara baik umumnya 68 jam dan sisanya
digunakan untuk istirahat. Memperpanjang waktu kerja lebih dari 8 jam biasanya
disertai menurunnya efisiensi, timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan kerja
(Sumamur, 2009).
2.10.5 Intake Cairan
Menurut Sumamur (2009), pekerjaan di tempat panas harus di perhatikan
secara khusus kebutuhan air dan garam sebagai pengganti cairan untuk
penguapan. Lingkungan kerja yang panas dan berat diperlukan minimal 2,8 liter
air minum, bagi tenaga kerja dengan pekerjaan ringan dianjurkan 1,9 liter. Kadar
garam tidak boleh lebih tinggi melainkan sekitar 0,2% (Siswanto, 1991). Tenaga
kerja yang bekerja di lingkungan kerja yang panas diharuskan minum air tanpa
menunggu tenaga kerja merasa haus dan minum sebanyak 250 ml setiap 30 menit
(Construction Safety Association of Ontario, 2000).
Kekurangan air lebih dari 6% dari berat tubuh berakibat dengan
munculnya tanda kelemahan kemampuan fisik dan mental, kekurangan garam
39
40
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan
41
telah didapat ini dapat pula menghilang dengan cepat apabila pekerja tidak masuk
bekerja selama satu minggu (Siswanto, 1991).
Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk
beberapa waktu misalnya 2 jam. Mengingat pembentukan keringat tergantung
pada kenaikan suhu tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai sesudah 2
minggu. Dengan bekerja dalam suhu tinggi saja belum dapat menghasilkan
aklimatisasi yang sempurna. World Health Organization (1999), mengemukakan
adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara lakilaki dan perempuan. Perempuan
tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti lakilaki. Hal ini dikarenakan
mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil. Faktor yang perlu
diperhatikan sehingga timbul aklimatisasi adalah faktor pembebanan dan lamanya
kerja. Cara atau proses aklimatisasi adalah sebagai berikut (Santosa, 2004) :
1. Pada hari pertama kerja, pembebanan fisik dan lamanya kerja
diusahakan agar tidak melebihi 50% dari beban kerja yang sebenarnya;
2. Pada hari kedua beban kerja ditambah 10% menjadi 60% dari beban
dan lamanya kerja yang sebenarnya;
3. Demikian seterusnya hingga pada hari keenam pembebanan fisik dan
lama kerja mencapai 100%.
Proses aklimatisasi perlu dilakukan bila mana suhu basah tempat kejra
25oC28oC atau bila suhu kering 33oC35oC. Hal ini tergantung dari keadaan
aklimatisasi alami pekerja yang bersangkutan. Bagi mereka yang beraklimatisasi
dianjurkan agar minum air yang bergaram dapur (Siswanto, 1991).
42
2.12
tubuh maupun paparan panas dari lingkungan kerja dapat menimbulkan masalah
kesehatan dari yang sangat ringan seperti heat rash, heat syncope, heat cramps,
heat exhaustion hingga yang sangat serius aitu heat stroke (Siswanto, 1991) :
2.12.1 Heat Rash
Menurut Construction Safety Association of Ontario (2000), heat rash
yang disebut juga prickly heat merupakan masalah yang paling umum dalam
lingkungan kerja yang panas. Heat rash ini terjadi dalam apabila kondisi lembab
dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini
mungkin terjadinya pada sebagian kecil area kulit atau sebagian tubuh (Siswanto,
1991)
Gejala terjadinya heat rash pada pekerja adalah (Siswanto, 1991):
1. Merah bercak dan gatalgatal yang ekstrem di daerah yang terus
menerus lembab oleh keringat;
2. Di area kulit yang berkeringat terjadi sensasi seperti tertusuk tusuk.
2.12.2 Heat Cramps
Gejala dari heat cramps adalah rasa nyeri dan kejang pada kaki, tangan
dan abdomen dan banyak mengeluarkan keringat. Hal ini disebabkan karena
ketidakseimbangan cairan dan garam selama melakukan kerja fisik yang berat di
lingkungan kerja yang panas (Siswanto, 1991).
2.12.3 Heat Exhaustion
Heat exhaustion diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume
darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat
43
melebihi dari air yang diminum selama terkena panas (Siswanto, 1991). Menurut
Construction Safety Association of Ontario (2000), heat exhaustion terjadi ketika
tubuh tidak bisa lagi mengalirkan darah menuju organorgan vital di dalam tubuh
dan dalam waktu yang sama tidak dapat mengirim darah menuju kulit untuk
mengurangi suhu tubuh.
Gejala yang terjadi apabila heat exhaustion mengenai pekerja adalah
(Construction Safety Association of Ontario, 2000):
1. Kelelahan;
2. Kesulitan untuk melanjutkan pekerjaan;
3. Sakit kepala;
4. Sesak nafas;
5. Mual atau muntah;
6. Pingsan.
2.12.4 Heat Stroke
Heat stroke terjadi apabila tubuh tidak dapat lagi menjaga keseimbangan
panas sehingga suhu tubuh meningkat pada level kritis. Heat stroke dapat
menyebabkan koma hingga kematian.
Gejala pada heat stroke adalah kebingungan, perilaku irasioanal,
penurunan kesadaran, kejang - kejang, keringat berkurang, kulit kering dan panas,
detak jantung cepat dan suhu tubuh tinggi (Construction Safety Association of
Ontario, 2000).
2.13
44
metode pengukuran tidak sulit dan besarnya tekanan panas di lingkungan kerja
dapat ditentukan dengan mudah dan cepat (ACGIH, 2001).
Formula ISBB merupakan suatu model matematika yang memuat
indikator iklim kerja. Kecepatan angin dan kelembapan udara diperlukan agar
lingkungan kerja dapat dievaluasi dengan baik (Ardyanto, 2006).
ISBB dan Nilai ambang Batas (NAB) dari ISBB berasal dari Amerika
Serikat telah diadopsi oleh Indonesia untuk menjadi NAB yang dapat diterapkan
bagi tenaga kerja maupun iklim kerja di Indonesia. Namun diketahui bahwa iklim
kerja dan tenaga kerja antara Amerika Serikat dan Indonesia berbeda, sehingga
memungkinkan untuk meneliti kembali NAB yang sesuai untuk diterapkan sesuai
dengan kondisi Indonesia (Ardyanto, 2006).
Langkah pengukuran ISBB dengan menggunakan Digital Questemp 36
dapat dilaksanakan dengan tahap tahap sebagai beikut:
1. Tahap persiapan
Beberapa hal yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai
beikut (Hendra, 2009):
a. Peralatan yang harus dipersiapkan antara lain Questemp 36,
aquadest, kain katun dan baterai yang sesuai;
b. Memastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengan benar
serta masih dalam masa kalibrasi, terutama Questemp 36;
c. Memeriksa daya baterai pada alat masih dalam kondisi dapat
digunakan;
45
2. Tahap pengukuran
a. Meletakkan alat pada titik pengukuran dan sesuaikan ketinggian
sensor dengan kondisi pekerja;
b. Membuka tutup termometer suhu basah alami, lalu basahi sumbu
yang terdapat di dalam termometer dengan aquadest sampai wadah
hampir terisi penuh untuk menjamin agar termometer dalam
kondisi basah selama pengukuran;
c. Menyalakan alat dan menunggu alat membaca kondisi lingkungan
kerja selama 15 menit;
d. Apabila telah 15 menit, mencatat hasil yang didapatkan dan
menonaktifkan alat kemudian dipindahkan ke titik pengukuran lain;
e. Dan prosedur kerja dapat diulang dari poin c.
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama proses pengukuran di
tempat kerja adalah sebagai berikut (Hendra, 2009):
1. Meletakkan alat harus pada posisi yang aman, waspadai alat jangan
sampai bergetar, bergoyang atau kondisi lain yang membahayakan;
2. Meletakkan alat pada titik pengukuran yang tidak menganggu
aktivitas tenaga kerja;
3. Operator harus memperhatikan aspek keselamatan diri saat
melakukan pengukuran. Bila diperlukan gunakan alat pelindung diri
yang sesuai dengan kondisi bahaya di lingkungan kerja;
4. Berkoordinasi dengan tenaga kerja dan penanggung jawab tempat
kerja untuk kelancaran proses pengukuran.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1
Kerangka Konseptual
Confined Space
Faktor Lingkungan
Potensi Bahaya
1.
2.
3.
4.
5.
Kekurangan Oksigen
Kebisingan
Kejatuhan Objek
Keracunan Gas atau Uap Beracun
Electric Shock
1.
2.
3.
4.
5.
6. Heat Stress
Pakaian Kerja
Karakteristik Pekerja
Suhu Tubuh
Tekanan Darah
Denyut Nadi
Berat Badan
1.
2.
3.
4.
5.
Umur
Status Gizi
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Intake Cairan
6. Jenis Kelamin
7. Lama Kerja
8. Ukuran Luas
Permukaan Tubuh
9. Kesegaran Jasmani
= Diteliti
= Tidak Diteliti
Gambar 3.1
47
3.2
berada di dalamnya memiliki ruang gerak dan jarak visual yang terbatas serta
ventilasi yang kurang. Di dalam confined space terdapat potensi bahaya bagi para
pekerja yaitu heat stress, kekurangan oksigen, kebisingan, kejatuhan objek,
keracunan gas atau uap beracun dan electric shock. Dalam penelitian ini yang
menjadi perhatian adalah potensi bahaya dari heat stress, karena potensi bahaya
tersebut belum pernah dilakukan pengukuran di confined space.
Heat stress merupakan kombinasi dari faktor lingkungan seperti suhu
basah alami, suhu bola, suhu kering, kelembapan udara dan kecepatam aliran
udara, lalu faktor pekerjaan yaitu beban kerja dan faktor pakaian kerja. Sedangkan
dalam penelitian ini yang menjadi perhatian adalah faktor lingkungan dan faktor
pekerjaan.
Pekerja yang terpapar heat stress akan menunjukkan respon respon
fisiologis yang ditunjukkan oleh perubahan suhu tubuh, tekanan darah, denyut
nadi dan perubahan berat badan. Selain akibat paparan heat stress, besar kecilnya
respon fisiologis pada pekerja juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik pekerja.
Karakteristik pekerja tersebut adalah umur, status gizi, masa kerja, intake cairan,
kebiasaan merokok, beban kerja, jenis kelamin, lama kerja, ukuran luas
permukaan tubuh dan kesegaran jasmani. Dalam penelitian ini yang akan diteliti
adalah umur, status gizi, masa kerja, kebiasaan merokok dan intake cairan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4. 1
Jenis Penelitian
Penelitian ini apabila ditinjau dari aspek tujuan dan sifatnya termasuk
4.2.1
Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan cleaning di dalam confined space unit heater yaitu sebanyak 10 orang.
4.2.2 Sampel dan Besar Sampel.
Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari jumlah populasi.
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 10 orang.
4.3
terletak di Jalan Raya Anyer KM 122 Kawasan Industri Panca Puri Ciwandan,
Cilegon Banten. Pemilihan lokasi penelitian pada perusahaan ini dikarenakan
terdapat confined space dengan temperatur tinggi dan belum pernah dilakukan
pengukuran lingkungan kerja tersebut serta belum pernah dilakukan pula
48
49
pemeriksaan suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, berat badan secara khusus
untuk pekerja yang bekerja dengan tekanan panas di confined space.
Waktu pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 27 April
sampai dengan 15 Mei 2015. Sedangkan waktu penelitian dimulai pada tanggal 23
Maret 2015 yaitu awal pembuatan proposal.
4.4
4.4.1
Variabel Penelitian
1. Variabel Tidak Terikat (Independet Variable), yaitu :
a. Heat stress, yang terdiri dari :
1) Suhu basah alami;
2) Suhu kering;
3) Suhu radiasi;
4) Kelembapan udara;
5) Kecepatan angin;
6) Beban kerja.
b. Karakteristik pekerja, yang meliputi :
1) Umur;
2) Status gizi;
3) Masa kerja;
4) Kebiasaan merokok;
5) Intake cairan;
2. Variabel Terikat (Dependent Variable):
a. Suhu tubuh;
b. Tekanan darah;
50
c. Denyut nadi;
d. Berat badan;
4.4.2
Tabel 4.1
No
1
Variabel
Heat Stress
Faktor
Lingkungan
Suhu Basah
Alami
Suhu Kering
Suhu radiasi
Kelembapan
udara
Definisi Operasional
Tekanan panas pada
lingkungan kerja
dengan mengukur
faktor lingkungan yaitu
suhu basah alami, suhu
kering, suhu radiasi,
kelembapan udara dan
kecepatan angin dan
faktor pekerjaan yaitu
beban kerja.
Faktor kombinasi heat
stress meliputi suhu
basah alami, suhu
kering, suhu radiasi,
Kelembapan udara dan
kecepatan angin.
Suhu yang
menunjukkan bahwa
udara telah jenuh
dengan uap air, dengan
satuan oC
Suhu udara lingkungan
tanpa pengaruh dari
radiasi yang
ditunjukkan dengan
satuan oC.
Suhu yang
menunjukkan panas
radiasi yang terdapat di
tempat kerja dengan
satuan oC.
Banyaknya kandungan
uap air dalam udara
yang ditunjukkan
dengan satuan %.
Cara Pengukuran
Skala
dan Kriteria
Data
Menggunakan
Interval
Thermal Environment
Monitor Questemp34.
Menggunakan
Interval
Thermal Environment
Monitor Questemp34.
Menggunakan
Interval
Thermal Environment
Monitor Questemp34.
Menggunakan
Interval
Thermal Environment
Monitor Questemp34.
Menggunakan
Rasio
Thermal Environment
Monitor Questemp34.
51
No
5
Variabel
Kecepatan
angin
Faktor
Pekerjaan
Beban Kerja
Waktu Kerja
Karakteristik
Tenaga Kerja
Umur
Status Gizi
Definisi Operasional
Kecepatan angin yang
bergerak pada tempat
kerja dengan satuan
m/det atau meter per
second.
Faktor kombinasi heat
stress yang berasal dari
pekerjaan yaitu beban
kerja
Beban yang ditanggung
oleh pekerja dalam
melakukan
pekerjaannya
Cara Pengukuran
Skala
dan Kriteria
Data
Menggunakan
Rasio
Thermal Environment
Monitor Questemp34.
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
52
No
Variabel
Definisi Operasional
10
Masa Kerja
13
Kebiasaan
Merokok
Tindakan responden
dalam mengkonsumsi
rokok
14
Intake Cairan
Respon
Fisiologis
15
Suhu Tubuh
14
Tekanan
Darah
Cara Pengukuran
dan Kriteria
Skala
Data
Kuesioner dengan
ukuran:
1. 3 tahun
2. 46 tahun
3. 7 tahun
Kuesioner dengan
kategori:
1. Ya = Merokok
2. Tidak = Tidak
Merokok
Ordinal
Kuesioner dengan
kategori :
1. Kurang = 1
botol
2. Cukup = 2-3
botol
3. Banyak = 4
botol
Ordinal
Pengukuran
dilakukan dengan
menggunakan digital
thermometer
Ordinal
Keadaan dimana
tekanan yang dikenakan
oleh darah pada
pembuluh arteri ketika
darah dipompa oleh
jantung ke seluruh
anggota tubuh, dengan
komponen
pemeriksaannya
diastole dan systole.
Pemeriksaan
Rasio
dilakukan sebelum
dan sesudah bekerja
dengan pekerja dalam
kondisi duduk. Alat
yang digunakan
adalah Automatic
Blood Pressure
Monitor Omron HEM
7117.
Nominal
53
No
Variabel
Definisi Operasional
15
Denyut Nadi
16
Berat Badan
4.5
Cara Pengukuran
Skala
dan Kriteria
Data
Pemeriksaan denyut
Rasio
nadi dilakukan
sebelum dan sesudah
bekerja, dengan
pekerja dalam kondisi
duduk. Alat yang
digunakan adalah
Automatic Blood
Pressure Monitor
Omron HEM 7117.
Pemeriksaan berat
Rasio
badan dilakukan
sebelum dan sesudah
bekerja. Alat yang
digunakan adalah
microtoise and
bathroom scale.
54
4.6.1
dilaksanakan saat pekerja melakukan pekerjaan dalam waktu 15 menit. Alat dan
bahan yang digunakan adalah Thermal Environment Monitor Questemp 34,
aquades, kain kasa dan alat tulis. Prosedur kerja dilakukan sebagai berikut :
55
sesudah bekerja. Alat dan bahan yang digunakan adalah digital thermometer
sebanyak 5 buah, alkohol sebagai pembersih termometer, sarung tangan, kapas
dan alat tulis. Prosedur pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan kepada responden tindakan apa yang akan dilakukan
kemudian alat disimpan didekat responden;
2. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan;
3. Menempatkan termometer dibawah lidah responden dalam kantung
sub lingual lateral ke tengah rahang bawah dan meminta responden
menahan termometer dengan bibir terkatup dan hindari penggigitan;
4. Menunggu termometer digital selesai membaca suhu tubuh dengan
tanda suara beep lalu mengeluarkan termometer dengan hati hati;
5. Mencatat hasil pemeriksaan yang ditunjukkan oleh thermometer;
6. Membersihkan termometer dengan menggunakan alkohol swab dengan
gerakan memutar dari ataske arah reservoir, kemudian membuang
kapas di bengkok;
7. Mengulangi prosedur kerja terhadap pekerja lainnya dan setelah
dilakukan pekerjaan.
56
4.6.3
dan setelah bekerja. Pemeriksaan dilakukan dengan alat dan bahan sebagai
berikut; Automatic Blood Pressure Monitor dan alat tulis. Prosedur kerja
pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
1. Menjelaskan kepada responden perlunya pemeriksaan yang akan
dilakukan dan membuat responden santai dan nyaman;
2. Responden dalam keadaan duduk, alat diletakkan setinggi jantung
responden, kira kira ICS IV;
3. Lengan dalam keadaan bebas santai, membebaskan dari tekanan oleh
pakaian dan memasang manset 1 2 cm diatas siku;
4. Menekan tombol start dan menunggu hingga hasil pemeriksaan
muncul di layar monitor;
5. Mencatat hasil pemeriksaan;
6. Mengulangi pemeriksaan pada pekerja lain dan mengulanginya
kembali setelah pekerjaan selesai.
4.6.4
57
4.7.1
sebagai berikut :
1. Editing (pemeriksaan data)
Editing yaitu pengecekan terhadap semua isian kuesioner yang telah
dikumpulkan yang dilakukan setelah pengambilan data di lapangan dan
hasil pengukuran sudah ada. Mengolah data karakteritik responden, hasil
pengukuran heat stress, dan hasil pemeriksaan respon fisiologis pekerja
meliputi suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah dan berat badan.
a. Intake cairan diukur dengan cara menghitung banyak air minum
yang dikonsumsi saat bekerja. Ukuran botol yang digunakan sama
yaitu 600 ml sehingga dapat diketahui berapa banyak air minum
yang dikonsumsi.
b. Status gizi diperoleh dengan menghitung nilai IMT dengan
menggunakan rumus :
IMT = Berat Badan / Tinggi Badan2 (meter)
2. Entry data
Data hasil pengukuran iklim kerja, karakteristik pekerja dan hasil
pemeriksaan respon fisiologis pekerja diolah dengan menggunakan
program komputer.
58
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dilakukan analisis dengan :
1. Analisis Univariat
Analisis univariat atau analisis secara deskriptif yang digunakan untuk
menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti. Deskripsi berupa hasil
pengukuran dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menguji hipotesis yaitu respon
fisiologi tenaga kerja sebelum dan sesudah terpapar heat stress dan
pengaruh karakteristik pekerja terhadap adanya respon fisiologis tenaga
kerja. Uji statistik dilakukan dengan uji regression logistic untuk
mengetahui pengaruh karakteristik tenaga kerja terhadap respon fisiologis
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1
5.1.1
Jepang yang berlokasi di Kawasan Industri Pancapuri, Jl. Raya Anyer km 112,
Ciwandan Cilegon Banten. PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan
perusahaan Petrokimia yang memproduksi Acrylic Acid (AA), Acrylic Ester (AE)
seperti Ethyl Acrylate (EA), n-Butyl Acrylate (BA), 2-Ethylexyl Acrylate (2EHA)
dan Super Absorbent Polymer (SAP). PT Nippon Shokubai merupakan anak
perusahaan Nippon Shokubai CO. Ltd. Japan yang memiliki anak perusahaan di
beberapa Negara (Nippon Shokubai Group).
PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan perusahaan manufaktur
pertama di Asia Tenggara yang memproduksi Acrylic Acid (AA) dan Acrylic
Ester (AE), serta merupakan perusahaan manufaktur pertama di Indonesia yang
memproduksi Super Absorbent Polymer (SAP) yang mulai produksi komersial
pada Tahun 2013.
PT. Nippon Shokubai Indonesia didirikan pada Bulan Agustus 1996
dengan nama PT. Nisshoku Trypolyta Acrylindo. Pada Januari 1997 dilakukan
Ground Breaking Ceremony untuk memulai pembangunan pabrik. Pembangunan
selesai pada Juli 1998 dan November 1998 dimulai produksi secara komersial 1
AA atau first Acrylic Acid dan Esters. Pada Tahun 2000 PT. Nisshoku Trypolyta
Acrylindo terkena dampak dari adanya krisis moneter, tepatnya Bulan Agustus
PT. Nisshoku Trypolyta Acrylindo melakukan pengalihan saham kepada Nippon
59
60
Shokubai CO.,LTD dan Tomen Corporation yang telah berganti nama menjadi
Toyota Tsusho Corporation. Sehingga pada Bulan Januari 2001 berganti nama
menjadi PT. Nippon Shokubai Indonesia. Demi mengembangkan produknya, PT.
Nippon Shokubai Indonesia membulai pembangunan pabrik baru untuk Super
Absorbent Polymer (SAP) dan 2AA (Second Acrylic Acid) pada Juli 2011 yang
selesai pada Agustus 2013. Proses produksi secara komersial dilakukan mulai
Oktober 2013. Toyota Tsusho Corporation melakukan pengalihan saham kepada
Nippon Shokubai Co, LTD. Lalu Nippon Shokubai Co, LTD melakukan
pengalihan saham sebesar 0,002 dan kepada PT. Indochemical Citra Kimia.
Sehingga saat ini saham yang dimiliki oleh Nippon Shokubai Co, LTD adalah
sebesar 99,998%.
PT. Nippon Shokubai Indonesia memiliki filosofi yaitu TechnoAmenity
yang memberikan kemakmuran dan kenyamanan bagi kehidupan manumur dan
masyarakat melalui inovasi teknologi. NSI yang merupakan singkatan dari PT.
Nippon Shokubai Indonesia memiliki makna yang lain yang yaitu Never-ending of
Spirit yang berarti semangat yang tak pernah berakhir demi kemajuan. Sejalan
dengan slogan tersebut, PT. Nippon Shokubai Indonesia berkomitmen dapat
memuaskan pelanggan dengan menyediakan produk dan pelayanan dengan
kualitas tinggi serta meningkatkan perlindungan terhadap keselamatan dan
lingkungan.
PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan perusahaan multinasional
yang memiliki kewajiban untuk menyediakan produk dan jasa dengan kualitas
yang tinggi. Dengan adanya predikat tersebut serta untuk mewujudkan
61
2.
3.
4.
Logistic,
menyediakan
dan
menyimpan
barangbarang
yang
6.
7.
8.
62
merupakan cara untuk menjaga proses dan hasil proses produksi agar
tetap baik dan berkualitas tinggi;
9.
dengan
modifikasi,
pemeliharaan,
perbaikan
suatu
63
Misi
secara
berkesinambungan
untuk
memperbaiki
sistem
pihak serta merupakan hal yang sangat penting di dalam sebuah industri. PT.
Nippon Shokubai Indonesia berusaha untuk mencapai nihilnya angka kecelakan
kerja (zero accident), penyakit akibat kerja dan selalu menaati peraturan
perundangundangan yang mengatur hal tersebut. Programprogram K3
dilakukan dan dikembangkan sehingga tingkat kesadaran pekerja terhadap K3
64
diapers atau popok sekali pakai yang kini digunakan oleh bayi, anakanak, dan
juga orang dewasa. Dalam penggunaannya yang lain, sebagian kecil produk ini
digunakan untuk mnahan air dalam pemasangan kabel bawah tanah, holtikultura
dan lainlain. Superabsorbent Polymer adalah sejenis polimer berikatan silang
yang dapat mengembang, yang memiliki kemampuan untuk menyerap dan
65
menyimpan cairan berkalikali lipat lebih banyak dari beratnya sendiri dengan
membentuk sebuah gel. Cairan tersebut dapat dipertahankan, walaupun diberikan
tekanan.
Proses produksi dari Superabsorbent Polymer (SAP) terdiri dari beberapa
tahap,
yaitu
netralisasi,
polymeralisasi,
pengeringan,
pengayakan
dan
penggilingan, pelapisan dan pengemasan. Bahan baku utama dari produk ini
adalah acrylic acid (AA) dan sodium hidroksida (NaOH).
Bahan
Penolong
Fine Powder
Recovery
AA
Neutralization
Polymerization
Drying
Surface
Treatment
Pulverizing
NaOH
Bahan Penolong
Classification
Packing
Product
Sumber : UKL-UPL
66
Acrylic acid (AA) dan larutan sodium hidroksida (NaOH) secara terus
menerus dimasukkan kedalam bagian netralisasi untuk dinetralisasikan sebagian.
Campuran yang telah dinetralkan, dimasukkan ke dalam bagian polymerisasi lalu
dicampur dengan larutan sodium hidroksida dan beberapa aditif, dan kemudian
dimasukkan ke dalam reactor. Gelgel polimer dalam bentuk lembaranlembaran
secara terus menerus terbentuk ke dalam reactor.
Bubukbubuk halus dari bag filter dan sifter dikumpulkan dan dicampur
dengan air di mixer untuk mengaglomerasi bubukbubuk tersebut. Gelgel
aglomerasi dikirimkan ke dryer. Gelgel polimer yang keluar dari reactor
dimasukkan ke dryer setelah dihancurkan terlebih dahulu di gel crusher. Dryer
memiliki sistem sirkulasi udara panas yang mana udara tersebut dipanaskan oleh
steam pada heat exchanger. Pada keluaran dryer, gelgel polimer yang telah
kering dan berupa agregat dihancurkan menjadi bagianbagian yang lebih kecil.
Polymer gel yang sudah dihancurkan dimasukkan ke bagian puliverizing
dan ditimbuk menjadi bubuk. Bubuk diayak dengan menggunakan ayakan untuk
mengontrol ukuran partikel bubuk. Bubuk tersebut lalu dicampur dengan
menggunakan beberapa bahan kimia dalam mixer dan campuran tersebut secara
terus menerus dimasukkan kedalam pemanas. Setelah melalui proses pelapisan
tersebut, bubuk didinginkan dan dicampur dengan beberapa bahan kimia di dalam
pendingin. Bubuk kemudian dimasukkan ke sifter dan dikontrol ukuran partikel
produknya. Setelah pengontrolan ukuran partikel, produk di transfer ke bagian
pengepakan.
Heater merupakan salah satu mesin produksi di Superabsorbent Polymer
Plant, mesin ini memiliki temperatur saat beroperasi mencapai 200oC, untuk
67
fisiologis pada pekerja yang terpapar heat stress di confined space unit heater
Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia, diperoleh data
mengenai karakteristik tenaga kerja yaitu seluruh tenaga kerja berjenis kelamin
lakilaki. Selain itu diperoleh pula data umum responden seperti umur, masa
kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan intake cairan.
68
5.2.1
Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia menurut umur dapat dilihat pada
Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Tenaga Kerja di Confined
Space Unit Heater Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon
Shokubai Indonesia Bulan Mei Tahun 2015.
Umur (Tahun)
18 20
21 23
24 27
Jumlah
Jumlah (Orang)
1
6
3
10
Persentase (%)
10
60
30
100
Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia menurut masa kerja dapat dilihat
pada Tabel 5.2
69
Masa Kerja
3 Tahun
4 6 Tahun
7 Tahun
Jumlah
Jumlah (Orang)
5
3
2
10
Persentase (%)
50
30
20
100
Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia menurut status gizi yang diperoleh
dari perhitungan IMT dapat dilihat pada Tabel 5.3 sebagai berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Tenaga Kerja di
Confined Space Unit Heater Superabsorbent Polymer Plant PT.
Nippon Shokubai Indonesia Bulan Mei Tahun 2015.
Status Gizi
Kurus
Normal
Gemuk
Jumlah
Jumlah (Orang)
3
5
2
10
Persentase (%)
30
50
20
100
70
5.2.4
Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia menurut kebiasaan merokok dapat
dilihat pada Tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok Tenaga Kerja
di Confined Space Unit Heater Superabsorbent Polymer Plant PT.
Nippon Shokubai Indonesia Bulan Mei Tahun 2015.
Kebiasaan Merokok
Ya
Tidak
Jumlah
Jumlah (Orang)
3
7
10
Persentase (%)
30
70
100
Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia menurut intake cairan dengan air
mineral yang disediakan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Intake Cairan Tenaga Kerja di
Confined Space Unit Heater Superabsorbent Polymer Plant PT.
Nippon Shokubai Indonesia Bulan Mei Tahun 2015.
Intake Cairan
Tidak Minum
Kurang ( 1 botol)
Cukup (2-3 botol)
Banyak (4 botol)
Jumlah
Sumber: Data Primer
Jumlah (Orang)
5
5
0
0
10
Persentase (%)
50
50
0
0
100
71
Berdasarkan Tabel 5.5 seluruh tenaga kerja yang bekerja di confined space
unit heater diketahui bahwa sebesar 5 orang pekerja (50%) pekerja tidak
mengkonsumsi air minum saat bekerja dan sebesar 5 orang pekerja (50%)
memiliki kategori kebiasaan minum kurang yaitu 1 botol dengan ukuran botol
yang digunakan adalah 600 ml.
5.3
72
Metabolisme Basal untuk lakilaki = berat badan dalam kg x 1 kkal per jam
Total Beban Kerja = Rerata Beban Kerja + Metabolisme Basal
Dari perhitungan total beban kerja setiap responden tenaga kerja,
didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut:
Tabel 5.6 Total Beban Kerja Tenaga Kerja di Confined Space Unit Heater
Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia Bulan
Mei Tahun 2015
Metabolisme
No
Jam 1
Jam 2
Jam 3
Basal
(kkal)
Total
Beban
Kategori
Kerja
(kkal/jam)
Jam 4
Rerata
467,18
56
523,18
Berat
425,25
83
508,25
Berat
260,40
295,47
49
344,47
Berat
543,00
43
586,00
Berat
371,73
297,71
58
355,71
Berat
432,95
55
487,95
Berat
413,25
61
474,25
Berat
430,94
44
474,94
Berat
0,00
407,25
92
499,25
Berat
10
0,00
307,38
58
365,38
Berat
461,94
BERAT
73
kerja responden di confined space tersebut termasuk dalam kategori berat dengan
kebutuhan kalori per jam sebesar 350500 kkal per jam.
5.4
setiap jam. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kategori waktu kerja
responden setiap jamnya. Berikut adalah hasil perhitungan waktu kerja pekerja
yang terpapar panas di confined space:
Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Waktu Kerja Tenaga Kerja di Confined Space Unit
Heater Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai
Indonesia Bulan Mei Tahun 2015
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RataRata
Jam 1
12
21
20
12
11
13
31
13
56
19
20,8
Jam 4
17
12
19
17
6
20
8
6
0
0
10,5
Dari hasil yang tertera pada Tabel 5.7 tersebut dapat dilakukan
perhitungan ratarata waktu kerja tenaga kerja di confined space unit heater
Superabsorbent Polymer Plant. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :
Rerata waktu kerja = (20,8 + 10 + 27 + 10,5) menit = 18,7 menit
4
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa ratarata waktu kerja
tenaga kerja di confined space unit heater Superabsorbent Polymer Plant adalah
74
titik pengukuran, yaitu titik 1 pada area manhole 1 dan titik kedua pada area
manhole 2. Setiap titik dilakukan pengukuran sebanyak 2 (dua) kali yaitu sebelum
istirahat dan setelah istirahat. Hasil pengukuran iklim kerja dapat disajikan
sebagai berikut:
Tabel 5.8 Hasil Pengukuran Iklim Kerja di Confined Space Unit Heater
Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia
Bulan Mei Tahun 2015
Lokasi
Pengukuran
Pengukuran
Heater 1 CA
(titik 1)
Heater 1 CA
(titik 2)
Heater 2 CA
(titik 1)
Heater 2 CA
(titik 2)
RataRata
I
II
I
II
I
II
I
II
Suhu
Basah
(oC)
29,9
27,8
29,1
38,2
31,2
27,9
53,0
31,0
33,5
Suhu
Kering
(oC)
39,4
37,4
41,8
41,7
40,5
36,7
33,4
46,6
39,7
Suhu
Bola
(oC)
43,9
38,0
43,9
43,4
48,9
37,0
56,5
48,0
45,0
Kelembapan
Udara
(%)
44
52
42
50
46
50
28
33
43,13
ISBB
(oC)
33,0
31,1
33,9
33,7
35,3
31,0
42,5
38,9
34,9
75
Rerata dari hasil dari pengukuran suhu bola yang merupakan suhu radiasi di
lingkungan kerja adalah 45 oC. Selanjutnya rerata dari kelembapan udara yang
merupakan parameter banyaknya kandungan uap air dalam udara adalah sebesar
43,13 %. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) digunakan sebagai pengukur iklim
kerja yang panas, dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa rerata nilai ISBB di
confined space unit heater adalah 34,9oC.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor:PER.12/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja, menunjukkan bahwa dengan beban kerja yang
termasuk kategori beban kerja berat dan dengan pengaturan waktu kerja kategori
025%, nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) di unit heater Supeabsorbent
Polymer Plant sebesar 34,9oC telah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang
ditetapkan yaitu 30,5 oC.
5.6
fisiologis pada pekerja yang terpapar heat stress di confined space unit heater
Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia, diperoleh data
mengenai respon fisiologis responden tenaga kerja sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaan. Respon fisiologis tersebut adalah suhu tubuh, denyut nadi,
tekanan darah dan berat badan.
5.6.1
setelah bekerja. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sebelum dan
sesudah istirahat.
76
38,35
38,25
38,2
38,2
38,2
38,05
38,2
38
37,5
37,4
37
36,5
36,75
36,95
36,8
36,6
36,55
36,55
TK.4
TK.5
36,95
36,95
36,55
36,65
36
35,5
TK.1
TK.2
TK.3
Sebelum
TK.6
TK.7
TK.8
TK.9 TK.10
Sesudah
Gambar 5.2 Grafik Perubahan Suhu Tubuh Sebelum dan Sesudah Bekerja
Merujuk pada Gambar 5.2 menunjukkan bahwa rerata suhu tubuh tenaga
kerja mengalami peningkatan dari sebelum bekerja dan setelah bekerja. Setiap
responden mengalami perubahan suhu tubuh yang berbedabeda, peningkatan
suhu tubuh tertinggi adalah pada responden nomor 1 dari suhu tubuh sebelum
bekerja sebesar 36,6oC dan naik sesudah bekerja sebesar 38,45oC dengan selisih
1,85oC. Sedangkan peningkatan suhu tubuh terendah adalah pada responden
nomor 5 dengan selisih 0,85oC, dengan suhu tubuh sebelum dan sesudah bekerja
berturut turut adalah 36,55oC dan 38,6oC.
Berdasarkan Gambar 5.2 juga diketahui bahwa ratarata hasil pemeriksaan
nilai suhu tubuh sebelum dan sesudah bekerja pada tenaga kerja yang bekerja di
77
confined space unit heater adalah 36,73oC dan 38,13oC. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat peningkatan antara suhu tubuh responden sebelum
dan sesudah bekerja akibat paparan panas di confined space unit heater
Superabsorbent Polymer Plant. Dari hasil pemeriksaan tersebut, disimpulkan
bahwa seluruh pekerja yang bekerja di confined space unit heater mengalami heat
strain dengan ditandai terjadinya kenaikan suhu tubuh 38oC.
5.6.2
setelah bekerja. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sebelum dan
sesudah istirahat.
Berdasarkan hasil pengukuran denyut nadi tenaga kerja yang dilakukan,
diperoleh hasil sebagai berikut:
140
120
115
120
106,5
106
97,5
100
109,5
86,5
88
85
97,5
87
96,5
94,5
80
82,5
80,5
83,5
TK.3
TK.4
TK.5
78,5
97
82,5
75,5
60
40
20
0
TK.1
TK.2
Sebelum
TK.6
TK.7
TK.8
TK.9
TK.10
Sesudah
Gambar 5.3 Grafik Perubahan Denyut Nadi Sebelum dan Sesudah Bekerja
78
Dari Gambar 5.3 tersebut menunjukkan bahwa rerata denyut nadi tenaga
kerja sebelum dan sesudah bekerja sebanyak 7 orang responden mengalami
peningkatan sedangkan 3 orang responden mengalami penurunan. Dari hasil
pengukuran tersebut reponden nomor 3, 9 dan 10 mengalami penurunan nilai
denyut nadi, dengan penurunan tertinggi dialami oleh pekerja nomor 3 dengan
denyut nadi sebelum bekerja sebesar 86,5 denyut per menit dan setelah bekerja
menjadi 82,5 denyut per menit. Sedangkan 7 responden lainnya mengalami
peningkatan denyut nadi, dengan peningkatan tertinggi dialami oleh responden
nomor 2 dengan hasil pengukuran sebelum bekerja sebesar 97,5 denyut per menit
menjadi 115 denyut per menit sesudah bekerja.
Berdasarkan Gambar 5.3 maka dapat diketahui bahwa ratarata hasil
pemeriksaan denyut nadi tenaga kerja sebelum bekerja adalah 90,85 denyut per
menit sedangkan ratarata denyut nadi sesudah bekerja adalah 96,1 denyut per
menit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan antara denyut
nadi tenaga kerja sebelum dan sesudah bekerja akibat paparan panas di confined
space unit heater Superabsorbent Polymer Plant.
5.6.3
setelah bekerja. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sebelum dan
sesudah istirahat. Pengukuran dibedakan menjadi pengukuran tekanan darah
sistolik dan tekanan darah diastolik.
79
160
140
134,5
132,5
118
142
120
115,5
129,5
125
100
135,5
134,5
115
113,5
136
128,5
112
111
TK.4
TK.5
129,5
124,5
114,5
110
TK.7
TK.8
80
60
40
20
0
TK.1
TK.2
TK.3
Sebelum
TK.6
TK.9
TK.10
Sesudah
Gambar 5.4 Grafik Perubahan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah
Bekerja
Dari Gambar 5.4 tersebut menunjukkan bahwa rerata tekanan darah
sistolik tenaga kerja sebelum dan sesudah bekerja sebanyak 6 orang responden
mengalami peningkatan sedangkan 4 orang responden mengalami penurunan.
Dari 6 orang responden yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik,
responden nomor 1 mengalami peningkatan tertinggi dengan tekanan darah
sistolik sebelum bekerja sebesar 125 mmHg dan sesudah bekerja menjadi 132,5
mmHg. Sedangkan dari 4 responden yang mengalami penurunan, penurunan
tertinggi dialami responden nomor 2 dengan tekanan darah sistolik sesudah
bekerja 142 mmHg yang mengalami penurunan sebesar 9 mmHg dari tekanan
sebeum bekerja yaitu 151 mmHg.a;l;
80
90
83,5
80
70
7,5
61,5
76
59
82,5
82
85
71,5
82,5
60,5
57
62
73,5
60
50
71,5
86,5
62,5
65,5
62,5
40
30
20
10
0
TK.1
TK.2
TK.3
TK.4
TK.5
Sebelum
TK.6
TK.7
TK.8
TK.9
TK.10
Sesudah
Gambar 5.5 Grafik Perubahan Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah
Bekerja
Dari Gambar 5.5 tersebut menunjukkan bahwa rerata tekanan darah
diastolik tenaga kerja sebelum dan sesudah bekerja sebanyak 5 orang responden
mengalami peningkatan sedangkan 5 orang responden mengalami penurunan.
Dari 5 orang responden yang mengalami penurunan tekanan darah diastolik,
responden nomor 7 mengalami penurunan tertinggi dengan tekanan darah
diastolik sebelum bekerja sebesar 62,5 mmHg dan sesudah bekerja menjadi 70
mmHg. Sedangkan dari 5 responden yang mengalami penurunan, penurunan
81
setelah bekerja. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu sebelum dan
sesudah istirahat.
Berdasarkan hasil pengukuran berat badan tenaga kerja yang dilakukan,
diperoleh hasil sebagai berikut :
100
92
90
82,75
80
90,5
70
60
50
56
81,5
58
61,25
49,25
43
54,5
40
47,75
30
56,25
58
53,75
59,75
44,5
56
54,75
43,25
40,75
20
10
0
TK.1
TK.2
TK.3
TK.4
TK.5
Sebelum
TK.6
TK.7
TK.8
TK.9
TK.10
Sesudah
Gambar 5.6 Grafik Perubahan Berat Badan Sebelum dan Sesudah Bekerja
82
fisiologis pada pekerja yang terpapar heat stress di confined space unit heater
Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia, diperoleh data
mengenai faktor karakteristik tenaga kerja yang mempengaruhi terjadinya respon
fisiologis tenaga kerja sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan.
5.7.1
83
Karakteristik Tenaga
Kerja
Umur
18 20 Tahun
21 23 Tahun
24 27 Tahun
Masa Kerja
3 Tahun
4 6 Tahun
7 Tahun
Status Gizi
Kurus
Normal
Gemuk
Kebiasaan Merokok
Ya
Tidak
Intake Cairan
Tidak Minum
Kurang
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
2
-
20
-
1
4
3
10
40
30
1
1
-
10
10
-
4
2
2
40
20
20
1
1
1
10
10
10
2
4
1
20
40
10
1
2
10
20
2
5
20
50
1
2
10
20
4
3
40
30
84
berdasarkan karakteristik
tenaga
kerja
di
confined space
unit
heater
Karakteristik Tenaga
Kerja
Naik
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
18 20 Tahun
10
21 23 Tahun
30
30
24 27 Tahun
30
3 Tahun
10
40
4 6 Tahun
10
20
7 Tahun
20
Umur
Masa Kerja
85
Karakteristik Tenaga
Kerja
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Kurus
30
Normal
20
30
Gemuk
20
Kebiasaan Merokok
Ya
10
20
Tidak
10
60
Tidak Minum
10
40
Kurang
10
40
Status Gizi
Intake Cairan
86
berdasarkan karakteristik
tenaga
kerja
di
confined space
unit
heater
Karakteristik Tenaga
Kerja
Umur
18 20 Tahun
21 23 Tahun
24 27 Tahun
Masa Kerja
3 Tahun
4 6 Tahun
7 Tahun
Status Gizi
Kurus
Normal
Gemuk
Kebiasaan Merokok
Ya
Tidak
Intake Cairan
Tidak Minum
Kurang
Sumber: Data Primer
10
20
1
5
1
10
50
10
2
1
20
10
5
1
1
50
10
10
2
1
20
10
3
3
1
30
30
10
1
2
10
20
2
5
20
50
1
2
10
20
4
3
40
30
87
tenaga
kerja
di
confined space
unit
heater
88
Karakteristik Tenaga
Kerja
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Umur
18 20 Tahun
10
21 23 Tahun
20
40
24 27 Tahun
20
10
Masa Kerja
3 Tahun
20
30
4 6 Tahun
20
10
7 Tahun
10
10
Status Gizi
Kurus
10
20
Normal
30
20
Gemuk
10
10
Ya
10
20
Tidak
40
30
Intake Cairan
Tidak Minum
20
30
Kurang
30
20
Kebiasaan Merokok
89
diastolik terbanyak juga dialami pekerja dengan masa kerja 3 tahun, pekerja
yang tidak memiliki kebiasaan merokok dan pekerja yang tidak minum saat
bekerja di confined space yaitu sebanyak 3 orang (30%). Pekerja dengan status
gizi kurus dan normal juga mengalami peningkatan tertinggi yaitu sebanyak 2
orang (20%).
Berdasarkan uji regresi logistik mengenai pengaruh karakteristik tenaga
kerja terhadap perubahan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah bekerja di
confined space unit heater diperoleh hasil bahwa kebiasaan merokok memiliki
kecenderungan signifikan terhadap peningkatan tekanan darah diastolik tenaga
kerja. Tenaga kerja yang memiliki kebiasaan merokok memiliki kecenderungan
6,811 x 1036 kali lebih besar menyebabkan peningkatan tekanan darah diastolik
dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok.
5.7.4
berdasarkan karakteristik
tenaga
kerja
di
confined space
unit
heater
Karakteristik Tenaga
Kerja
Umur
18 20 Tahun
21 23 Tahun
24 27 Tahun
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1
2
10
20
1
5
1
10
50
10
90
Karakteristik Tenaga
Kerja
Masa Kerja
3 Tahun
4 6 Tahun
7 Tahun
Status Gizi
Kurus
Normal
Gemuk
Kebiasaan Merokok
Ya
Tidak
Intake Cairan
Tidak Minum
Kurang
10
10
10
4
2
1
40
20
10
1
1
1
10
10
10
2
4
1
20
40
10
30
3
4
30
40
1
2
10
20
4
3
40
30
91
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1
confined space unit heater yang terpapar panas dari mesin heater. Tenaga kerja
yang bekerja di dalam confined space seluruhnya berjenis kelamin lakilaki.
Lakilaki umumnya memiliki daya tahan tubuh terhadap panas yang lebih baik
dibandingkan wanita, karena tubuh wanita mempunyai jaringan dengan daya
induksi yang lebih besar terhadap panas dibandingkan laki-laki (Siswanto, 1991).
Umur tenaga kerja yang bekerja membersihkan confined space unit heater
bervariasi. Pekerja dengan umur paling muda adalah 19 tahun dan umur paling tua
adalah 26 tahun. Merujuk pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar
tenaga kerja berada pada rentang umur 2123 tahun dengan persentase 60%.
Umur tenaga kerja yang masih tergolong muda (<35 tahun) akan memudahkan
tenaga kerja tersebut bekerja di confined space dengan lingkungan kerja yang
panas. Karena dengan kondisi temperatur lingkungan kerja yang tinggi, tenaga
kerja yang berumur lanjut akan menyerap lebih banyak panas dari lingkungan dari
pada orang muda terutama pada area pembuluh darah mereka yang terdapat atau
dekat dengan permukaan kulit lebih banyak terpapar panas (Siswanto, 1991).
Selain itu proses menjadi tua diikuti pula dengan berkurangnya kemampuan kerja,
dikarenakan perubahan baik kardiovaskuler maupun hormonal (Sumamur, 2009)
Masa kerja tenaga kerja dalam pekerjaan di confined space juga bervariasi
dari 6 bulan hingga 8 tahun. Tenaga kerja yang menjadi responden dalam
penelitian sebagian besar mempunyai masa kerja 3 tahun (50%). Masa kerja
92
93
dengan waktu yang belum lama dapat diasumsikan bahwa paparan panas yang
dirasakan di dalam confined space belum cukup besar dan kemungkinan akan
mendapat keluhan kesehatan pun tidak cukup besar dibandingkan dengan tenaga
kerja yang memiliki masa kerja dalam waktu yang lama. Karena semakin lama
masa kerja seseorang, maka besar pemaparan panas yang diterimanya. Oleh
karena itu semakin besar kemungkinan akan mendapat keluhan kesehatan
(Siswanto, 1991).
Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa 50% tenaga kerja memiliki
status gizi dalam kategori normal, sedangkan 30% memiliki status gizi dalam
kategori kurus dan kategori gemuk sebanyak 20%. Tenaga kerja yang status
gizinya jelek akan menunjukkan respon yang berlebihan terhadap tekanan panas
dan hal ini disebabkan oleh sistem kardiovaskuler yang tidak stabil. Pengeluaran
elemen penting dari makanan yang dikonsumsi oleh tenaga kerja dengan status
gizi jelek dapat dipercepat oleh adanya beban kerja yang berat khususnya apabila
dilakukan di tempat kerja yang panas (Siswanto, 1991).
Jumlah tenaga kerja yang memiliki kebiasaan merokok berdasarkan Tabel
5.4 adalah sebanyak 3 orang (30%). Nikotin dalam rokok dapat mengakibatkan
jantung berdenyut lebih cepat dan penyempitan saluran nadi sehingga
menyebabkan jantung terpaksa memompa dengan lebih kuat untuk memenuhi
kebutuhan darah ke seluruh tubuh (Singgih, 2005) sehingga nikotin dapat
merangsang jantung, syaraf, otak dan organ tubuh lainnya bekerja tidak normal,
nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan
darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung. Sehingga dengan paparan
94
panas cukup tinggi dan beban kerja berat dapat menyebabkan kinerja jantung,
saraf, otak dan organ tubuh lainnya bekerja lebih keras (Sidabutar, 2005).
Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa 50% tenaga kerja tidak memiliki
kebiasaan minum saat bekerja di confined space dan 5 orang (50%) tenaga kerja
yang memiliki kategori kebiasaan minum kurang yaitu 1 botol dengan ukuran
botol yang digunakan adalah 600 ml. Pekerjaan di tempat panas harus di
perhatikan secara khusus kebutuhan air dan garam sebagai pengganti cairan untuk
penguapan. Tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja yang panas diharuskan
minum air 200300 cc setiap 30 menit tanpa menunggu haus dengan tujuan
supaya cairan tubuh tetap dalam keadaan seimbang (Construction Safety
Association of Ontario, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebiasaan minum tenaga
kerja dalam kategori kurang, hal ini dapat menimbulkan munculnya tanda
pelemahan kemampuan fisik dan mental serta menyebabkan dehidrasi. Pihak
perusahaan telah menyediakan fasilitas tempat minum bagi tenaga kerja, Namun
ketersediaan air minum sangat terbatas dan sering dalam keadaan kosong tanpa
adanya air minum.
6.2
dilakukan dengan metode pengamatan selama bekerja pada tenaga kerja yang
terpapar heat stress di confined space berdasarkan SNI 7269-2009 diperoleh hasil
bahwa ratarata total beban kerja tenaga kerja di confined space adalah 461.94
kkal per jam. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7269-2009 dan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER.13/MEN/X/2011
95
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja,
maka beban kerja responden di confined space tersebut termasuk dalam kategori
berat dengan kebutuhan kalori per jam sebesar 350500 kkal per jam.
Beban kerja yang berlebihan dan terus menerus dapat menyebabkan
persedian
oksigen
dalam
jaringan
berkurang
sehingga
pengeluaran
yaitu sebelum istirahat dan setelah istirahat yang dilakukan pada 2 (dua) titik yaitu
area manhole 1 dan area manhole 3 pada unit heater 1 CA dan 2CA yang tertera
pada Tabel 5.8 diketahui bahwa rerata suhu basah yang merupakan indikator
banyaknya uap air di udara adalah sebesar 33,4 oC. Semakin tinggi nilai dari suhu
basah maka akan semakin tinggi kadar uap air yang ada di tempat kerja tersebut.
Nilai suhu basah tersebut disebabkan karena adanya panas yang dihasilkan dari
proses metabolisme tubuh dan confined space yang memiliki ukuran sangat
96
terbatas serta ventilasi yang tidak mencukupi. Untuk meminimalisi panas di dalam
confined space, pihak perusahaan menyediakan 2 (dua) buah blower yang
dimasukkan melalui manhole.
Suhu kering menunjukkan suhu udara lingkungan tanpa pengaruh dari
radiasi, berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa rerata suhu kering di confined
space unit heater cukup tinggi yaitu 39,7 oC.
Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui pula rerata suhu bola yang merupakan
indikator suhu radiasi ditempat kerja cukup tinggi yaitu sebesar 45 oC. Hal ini
diduga karena pancaran panas dari heater masih cukup tinggi sehingga
memancarkan panas ke seluruh confined space termasuk ke tubuh tenaga kerja.
Kelembaban udara relatif atau nisbi merupakan rasio dari banyaknya uap
air dalam udara pada suatu temperature terhadap banyaknya uap air pada saat
udara telah jenuh dengan uap air pada temperature tersebut. Hasil pengukuran
rerata kelembaban udara di confined space unit heater merujuk pada Tabel 5.8
adalah 45,6 %. Kelembaban udara yang tinggi akan menganggu ekskresi keringat
sehingga dapat menganggu keseimbangan cairan dalam tubuh tenaga kerja.
Rerata nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) di confined space unit
heater adalah sebesar 34.9oC apabila merujuk pada Tabel 5.8. Apabila dilakukan
perbandingan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
13 Tahun 2011 dan mengikutsertakan beban kerja tenaga kerja yang termasuk
dalam kategori berat yaitu 461,94 kkal per jam. Sehingga didapatkan hasil bahwa
nilai ISBB di confined space unit heater telah melebihi nilai ambang batas yang
ditentukan dengan jam kerja 025 % yaitu 30,5oC.
97
6.4
lingkungan bila perubuhan suhu tubuh tidak terjadi atau perubahan suhu tubuh
terjadi namun masih pada rentang yang aman yaitu tidak melebihi 38oC. Apabila
temperatur lingkungan lebih tinggi dibandingkan suhu tubuh normal, maka akan
menyebabkan terjadinya perubahan suhu tubuh karena tubuh menerima panas dari
lingkungan (Siswanto, 1991).
Merujuk pada Gambar 5.2 dipaparkan hasil pengukuran suhu tubuh tenaga
kerja sebelum dan sesudah bekerja. Pada Gambar tersebut menunjukkan bahwa
terjadi perubahan suhu tubuh tenaga kerja. Setiap responden mengalami
perubahan suhu tubuh yang berbedabeda, peningkatan suhu tubuh tertinggi
adalah pada responden nomor 1 dari suhu tubuh sebelum bekerja sebesar 36,6oC
dan naik sesudah bekerja sebesar 38,45oC dengan selisih 1,85oC. Sedangkan
peningkatan suhu tubuh terendah adalah pada responden nomor 5 dengan selisih
0,85oC, dengan suhu tubuh sebelum dan sesudah bekerja berturutturut adalah
36,55 oC dan 38,6 oC.
Berdasarkan Gambar 5.2, diketahui bahwa ratarata hasil pemeriksaan
suhu tubuh sebelum dan sesudah bekerja pada tenaga kerja yang bekerja di
confined space unit heater adalah 36,73oC dan 38,13oC. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat peningkatan antara suhu tubuh responden sebelum
dan sesudah bekerja akibat paparan panas di confined space unit heater. Dan
dengan suhu tubuh mencapai >38oC maka dapat disimpulkan pula bahwa tenaga
kerja telah mengalami heat strain (Siswanto. 1991).
98
Iklim kerja yang panas dapat menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi
darah. Pada waktu melakukan kerja fisik yang berat di lingkungan yang panas,
maka darah akan mendapat beban tambahan, karena harus membawa oksigen ke
bagian otot yang sedang bekerja. Di samping itu darah juga harus membawa
panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit. Hal demikian merupakan beban
tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat dari
pekerjaan dengan paparan panas, maka frekuensi denyut nadi pun akan meningkat
(Santosa, 2004)
Berdasarkan Gambar 5.3, diketahui bahwa rerata denyut nadi tenaga kerja
sebelum dan sesudah bekerja sebanyak 7 orang responden mengalami
peningkatan sedangkan 3 orang responden mengalami penurunan. Dari hasil
pengukuran tersebut reponden nomor 3, 9 dan 10 mengalami penurunan nilai
denyut nadi, dengan penurunan teretinggi dialami oleh pekerja nomor 3 dengan
denyut nadi sebelum bekerja sebesar 86,5 denyut per menit dan setelah bekerja
menjadi 82,5 denyut per menit. Sedangkan 7 responden lainnya mengalami
peningkatan denyut nadi, dengan peningkatan tertinggi dialami oleh responden
nomor 2 dengan hasil pengukuran sebelum bekerja sebesar 97,5 denyut per menit
menjadi 115 denyut per menit sesudah bekerja.
Merujuk pada Gambar 5.3, diketahui bahwa ratarata hasil pemeriksaan
denyut nadi tenaga kerja sebelum bekerja adalah 90,85 denyut per menit
sedangkan rata rata denyut nadi sesudah bekerja adalah 96,1 denyut per menit.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat kenaikan antara denyut nadi tenaga
kerja sebelum dan sesudah bekerja akibat paparan panas di confined space.
99
Hasil penelitian sesuai dengan teori tentang denyut nadi dalam Physiologi
Bases of Exercise bahwa latihan atau bekerja lama pada lingkungan yang panas
menyebaban denyut nadi lebih tinggi daripada latihan pada lingkungan yang
temperatur yang rendah. Denyut nadi dapat berubah karena meningkatnya
Cardiac Output (curah jantung) yang diperlukan otot yang sedang bekerja dan
karena penambahan strain pada aliran darah karena terpapar panas, pada saat
bekerja terjadi peningkatan metabolisme selsel otot sehingga aliran darah
meningkat untuk memindahkan zatzat makanan dari darah yang dibutuhkan
jaringan otot. Semakin tinggi aktivitas maka semakin untuk mensuplai kebutuhan
zat makanan melalui peningkatan aliran darah. Peningkatan curah jantung akan
meningkatkan frekuensi denyut nadi yang akan meningkatkan kinerja jantung
untuk mengalirkan darah ke kulit untuk meningkatkan penguapan keringat dalam
rangka mempertahankan suhu tubuh.
Selain peningkatan denyut nadi, pekerjaan di lingkungan panas juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Tekanan darah sistolik bertugas
memompa darah masuk ke aorta dan dialirkan ke seluruh tubuh. Tekanan darah
normal untuk orang dewasa adalah 120 mmHg. Tekanan darah diastolik adalah
tekanan minimal terhadap dinding arteri yang terjadi saat ventrikel relaksasi.
Tekanan darah diastolik normal untuk dewasa yaitu 80 mmHg (Grandjean, 1993).
Merujuk pada Gambar 5.4 menunjukkan bahwa rerata tekanan darah
sistolik tenaga kerja sebelum dan sesudah bekerja sebanyak 6 orang responden
mengalami peningkatan sedangkan 4 orang responden mengalami penurunan.
Dari 6 orang responden yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik,
responden nomor 1 mengalami peningkatan tertinggi dengan tekanan darah
100
sistolik sebelum bekerja sebesar 125 mmHg dan sesudah bekerja menjadi 132.5
mmHg. Sedangkan dari 4 responden yang mengalami penurunan, penurunan
tertinggi dialami responden nomor 2 dengan tekanan darah sistolik sesudah
bekerja 142 mmHg yang mengalami penurunan sebesar 9 mmHg dari tekanan
sebeum bekerja yaitu 151 mmHg.
Dari Gambar 5.5 tersebut menunjukkan bahwa rerata tekanan darah
diastolik tenaga kerja sebelum dan sesudah bekerja sebanyak 5 orang responden
mengalami peningkatan sedangkan 5 orang responden mengalami penurunan.
Dari 5 orang responden yang mengalami penurunan tekanan darah diastolik,
responden nomor 7 mengalami penurunan tertinggi dengan tekanan darah
diastolik sebelum bekerja sebesar 62,5 mmHg dan sesudah bekerja menjadi 70
mmHg. Sedangkan dari 5 responden yang mengalami penurunan, penurunan
tertinggi dialami responden nomor 2 dengan tekanan darah diastolik sebelum
bekerja sebesar 85 mmHg dan menurun saat sesudah bekerja menjadi 76 mmHg.
Berdasarkan pada Gambar 5.4 dan 5.5, diketahui bahwa ratarata hasil
pemeriksaan tekanan darah sistolik tenaga kerja sebelum bekerja adalah 124,85
mmHg sedangkan ratarata tekanan darah sistolik sesudah bekerja adalah 126,05
mmHg dan ratarata hasil pemeriksaan tekanan darah diastolik tenaga kerja
sebelum bekerja adalah 72,05 mmHg sedangkan ratarata tekanan darah diastolik
sesudah bekerja adalah 72,45 mmHg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan antara tekanan darah sistolik dan diatolik tenaga kerja sebelum dan
sesudah bekerja akibat paparan panas di confined space unit heater
Superabsorbent Polymer Plant.
101
Respon tubuh terhadap tekanan panas selain dari peningkatan suhu tubuh,
denyut nadi dan tekanan darah dapat dilihat pula dari banyaknya keringat yang
dihasilkan oleh tubuh. Pengeluaran keringat dapat menyebabkan penurunan berat
badan pada pekerja. Penurunan berat badan sebesar 1,4% dapat ditolerir oleh
pekerja tanpa menimbulkan pengaruh yang serius. Kehilangan air sebanyak 1,5 kg
atau lebih selama bekerja dapat mengakibatkan naiknya denyut nadi dan suhu
tubuh, rasa haus dan ketidak nyamanan. Apabila suhu tubuh kehilangan air
sebanyak 24 kg (36% dari berat badan), maka keadaan ini dapat menyebabkan
gangguan dalam melakukan pekerjaan (Siswanto, 1991)
Berdasakan Gambar 5.6, menunjukkan bahwa berat badan sebelum dan
sesudah bekerja di confined space pada tenaga kerja mengalami penurunan.
Penurunan tertinggi dialami oleh responden nomor 4 dengan penurunan berat
badan sebesar 2,25 kg, berat badan responden tersebut sebelum bekerja adalah 43
kg dan sesudah bekerja menurun hingga 40,75 kg. Sedangkan penurunan berat
badan terendah dialami oleh responden nomor 6 dengan penurunan berat badan
sebesar 1 kg, berat badan sebelum bekerja adalah 53,75 kg lalu sesudah bekerja
menjadi 52,75 kg.
Berdasarkan pada Gambar 5.6, diketahui bahwa ratarata hasil pengukuran
berat badan tenaga kerja sebelum bekerja sebesar 59,85 kg dan sesudah bekerja
adalah sebesar 58,3 kg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan
berat badan tenaga kerja sebelum dan sesudah bekerja akibat paparan panas di
confined space unit heater Superabsorbent Polymer Plant.
102
6.4
103
Dalam kondisi temperatur yang tinggi, tenaga kerja yang berumur lebih
tua akan menyerap lebih banyak panas dari lingkungan kerja. Sedangkan
kemampuan untuk mensekresikan keringat menjadi lebih lambat karena kelenjar
keringat mereka menunjukkan respon yang lebih lambat terhadap beban panas
metabolik dari lingkungan (Siswanto, 1991).
Sebanyak 5 orang dari 10 orang mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik setelah terpapar panas di confined space unit heater. Merujuk pada Tabel
5.10 diketahui bahwa pekerja yang berumur 2123 tahun dan 2427 tahun serta
pekerja dengan masa kerja 3 tahun merupakan kategori yang paling banyak
mengalami peningkatan denyut nadi yaitu sebanyak 3 orang (30%). Tenaga kerja
dengan masa status gizi normal dan pekerja yang tidak minum saat bekerja di
confined space juga merupakan kategori terbanyak mengalami peningkatan yaitu
sebanyak 4 orang (40%). Peningkatan denyut nadi terbanyak juga dialami pekerja
yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sebanyak 5 orang (50%).
Berdasarkan uji regresi logistik mengenai pengaruh karakteristik tenaga
kerja terhadap perubahan denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja di confined
space unit heater diperoleh hasil bahwa kebiasaan merokok memiliki
kecenderungan signifikan terhadap peningkatan denyut nadi tenaga kerja. Tenaga
kerja yang memiliki kebiasaan merokok memiliki kecenderungan 6,811 x 1036
kali lebih besar menyebabkan peningkatan denyut nadi dibandingkan dengan
tenaga kerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok.
Sebanyak 7 dari 10 orang pekerja mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik setelah terpapar panas di confined space unit heater. Berdasarkan Tabel
5.11 diketahui bahwa pekerja yang berumur 2123 tahun yang paling banyak
104
105
106
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
1. Seluruh pekerja berjenis kelamin laki-laki dengan rentang umur
terbanyak 2123 tahun (60%), masa kerja 3 tahun (50%), status gizi
normal (50%), tidak memiliki kebiasaan merokok (70%). Sedangkan
pekerja yang tidak minum dan minum dalam jumlah yang kurang
berjumlah 50%.
2. Seluruh pekerja memiliki beban kerja yang berat dengan jumlah
kebutuhan kalori rata-rata sebanyak 461,94 kkal per jam dan waktu
kerja termasuk dalam pengaturan waktu kerja 025% yaitu selama
18,7 menit kerja.
3. Rerata suhu kering dan suhu basah sebesar 39,7 oC dan 33,5oC.
Sedangkan rerata suhu bola sebesar 45 oC dan rerata kelembaban
udara mencapai 43,13 %. Nilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
adalah sebesar 34,9oC. Sehingga dengan jam kerja kategori 025%,
ISBB di confined space unit heater telah melebihi Nilai Ambang
Batas Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun
2011 yaitu 30,5oC
4. Hasil pemeriksaan fisiologis diketahui bahwa terdapat peningkatan
antara pemeriksaan sebelum dan sesudah bekerja. Rerata suhu tubuh
36,73oC meningkat menjadi 38,13oC, rerata denyut nadi 90,85 denyut
per menit dan menjadi 96,1 denyut per menit, rerata tekanan darah
sistolik 124,85 dan 126,05 mmHg dan tekanan darah diastolik 72,05
mmHg dan dan 72,45 mmHg. Respon fisiologis pekerja lainnya
107
108
memiliki
Saran
1. Membuat jadwal rutin pengisian air minum yang berada di lantai 4
Superabsorbent Polymer Plant, sehingga pekerja dapat secara rutin
109
110
111
DAFTAR PUSTAKA
112
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja
Rahmawati. 2005. Hubungan Keluhan Subyektif Akibat Tekanan Panas Terhadap
Karakteristik Tenaga Kerja yang Bekerja di Bagian Forming PT. IGLAS
Persero Gresik. Skripsi. Surabaya
Santosa, Gempur. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Sidoarjo;
Prestasi Pustaka Publisher
Setiawan, Budi. 2015. Teknik Praktis Analisis Data Penelitian Sosial dan Bisnis
dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset
Sidabutar. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Hipertensi Essensial. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Singgih, A. 2005. Pembakuan Pengukuran Tekanan Darah Bagian Faal Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo
Siswantara. 2004. Studi Tentang Iklim Kerja dan Karakteristik Tenaga Kerja di PT.
IGLAS Persero. Skripsi. Surabaya
Siswanto, A. 1991. Tekanan Panas. Surabaya : Balai Hiperkes Dan Keselamatan
Kerja Jawa Timur
Soeripto. 2008. Higiene Industri. Jakarta : Balai FK Universitas Indonesia
Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-0229-1987 Pekerjaan di Dalam Ruang
Tertutup.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 7269 : 2009 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan
tingkat Kebutuhan Kalori Menurut Pengeluaran Keringat;
Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Sagung Seto
Tarwaka. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesejatan Kerja dan Produktivitas.
Surakarta : Uniba Press
Tarwaka. 2011. Dasar Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat
Kerja.Surakarta: Harapan Press
Tarwaka. 2012. Dasar Dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan Kecelakaan
Di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press
Undang Undang Nomor 1 Tahun 1970 Pasal 2 ayat 2 huruf 1 tentang Ketentuan
Keselamatan Kerja Dalam Tangki Sumur Atau Lubang
113
Lampiran 1
LEMBAR KUESIONER
PENELITIAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON FISIOLOGI
TENAGA KERJA AKIBAT HEAT STRESS DI CONFINED SPACE
Bersama ini saya mohon bantuan dan kerja sama anda untuk bersedia
menjawab pertanyaan kami dengan jujur, tulus dan ikhlas. Adapun tujuan dari
pertanyaan yang kami ajukan semata-mata untuk penelitian dan kemajuan ilmu
pengetahuan. Kami berjanji menjaga kerahasiaan setiap responden. Kami ucapkan
terima kasih yang tak terhingga atas partisipasi dan kerja sama anda.
Nama Responden
A. Karakteristik Responden
1. Umur
2. Tinggi Badan :
B. Data Pekerjaa
1. Sudah berapa lama pengalaman anda bekerja di confined space? ........ tahun
2. Berapa lama anda bekerja dalam satu pekerjaan di confined space per
harinya? ....... jam
C. Intake Cairan
1. Apakah tersedia air minum berupa air mineral di area kerja confined space
(Ya/Tidak)
2. Berapa banyak air yang anda minum dalam satu hari kerja di confined
space? ........botol (600 ml)
D. Kebiasaan Merokok
1. Apakah anda merokok? (Ya/Tidak)
2. Berapa batang rokok yang anda habiskan dalam satu hari? .... batang
E. Keluhan Subyektif
1. Apakah anda mengalami keluhan saat dan sesudah bekerja di confined
space? (Ya/Tidak)
2. Apa jenis jenis keluhan yang anda rasakan? .......................................
........................................................................................................................
3. Apakah keluhan keluhan tersebut (pada nomor 2) sering anda rasakan saat
bekerja di confined space? (Ya/Tidak)
Lampiran 2
: Jesika Wulandari
NIM
: 101210113039
Mahasiswa
Surabaya
Saat ini sedang melakukan penelitian tentang Faktor Yang Mempengaruhi
Respon Fisiologis Tenaga Kerja Akibat Heat Stress di Confined Space (Studi di
Unit Heater Superabsorbent Polymer Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
respon fisiologis tenaga kerja, sedangkan manfaat penelitian ini adalah dapat
menjadi masukan bagi pihak perusahaan guna peningkatan produktivitas kerja.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu saya konfirmasikan terkait dengan
keikutsertaan anda sebagai responden dalam penelitian ini:
1. Keikutsertaan anda dalam penelitian ini bukan merupakan suatu paksaan,
melainkan atas dasar sukarela. Oleh karena itu, anda berhak memutuskan
untuk melanjutkan ataupun menghentikan keikutsertaan karena alasan
tertentu yang dikomunikasikan kepada peneliti.
2. Anda berhak meminta penjelasan terkait tujuan dan prosedur penelitian
kepada peneliti, dengan menghubungi saya Jesika Wulandari sebagai
peneliti di nomor hand phone 085708011769.
3. Segala informasi yang diperoleh selama penelitian akan dijaga
kerahasiaannya dan menjadi tanggung jawab peneliti.
4. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan memberikan kuesioner,
observasi, pengukuran dan pemeriksaan. Data primer yang dikumpulkan
melalui kuesioner adalah umur, masa kerja dan kebiasaan merokok.
Observasi dilakukan untuk mengamati pekerjaan anda sehingga didapatkan
beban kerja dan intake cairan. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui
iklim kerja, sedangkan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui respon
fisiologis seperti suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah dan berat badan
sebelum dan sesudah bekerja.
5. Seluruh prosedur penelitian tidak akan mendatangkan efek samping bagi
responden. Justru sebaliknya akan memberikan manfaat bagi anda karena
dapat mengetahui kondisi fisik sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan
sedini mungkin.
6. Namun demikian jika ada masalah yang ingin dikomunikasikan harap
menghubungi saya seperti yang tercantum pada poin 2.
7. Terhadap semua repsonden akan diperlakukan secara adil dan mendapatkan
perlindungan yang sama.
....................................
Jesika Wulandari
Saksi
...........................................
Lampiran 3
Logistic Regression Body Temperature
[DataSet0]
Case Processing Summary
Unweighted Casesa
Selected Cases
N
Included in Analysis
Missing Cases
Total
Unselected Cases
Total
Percent
10
100.0
.0
10
100.0
.0
10
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value
Internal Value
< 38
> 38
Masa Kerja
Usia
Kebiasaan Merokok
Intake Cairan
(1)
(2)
Kurus
1.000
.000
Normal
.000
1.000
Gemuk
.000
.000
< 3 Tahun
1.000
.000
4 - 6 Tahun
.000
1.000
> 7 Tahun
.000
.000
18 - 20 Tahun
1.000
.000
21 - 23 Tahun
.000
1.000
24 - 27 Tahun
.000
.000
Ya
1.000
Tidak
.000
Tidak Minum
1.000
Kurang
.000
< 38
Percentage
Correct
> 38
.0
> 38
100.0
Overall Percentage
80.0
S.E.
1.386
Wald
.791
df
Sig.
3.075
Exp(B)
.080
df
Sig.
1.667
.435
Usia(1)
.278
.598
Usia(2)
1.667
.197
MasaKerja
.833
.659
MasaKerja(1)
.000
1.000
MasaKerja(2)
.476
.490
StatusGizi
2.500
.287
StatusGizi(1)
1.071
.301
StatusGizi(2)
2.500
.114
KebiasaanMerokok(1)
.476
.490
IntakeCairan(1)
.000
1.000
6.875
.550
Overall Statistics
4.000
df
Sig.
7.235
.511
Block
7.235
.511
Model
7.235
.511
Model Summary
Step
-2 Log likelihood
2.773a
Nagelkerke R Square
.515
.814
Chi-square
df
.000
Sig.
6
1.000
SuhuTubuh = > 38
Total
Step 1 1
1.000
.000
1.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
2.000
.000
1.000
Classification Tablea
Predicted
SuhuTubuh
Observed
< 38
Percentage
Correct
> 38
100.0
> 38
87.5
Overall Percentage
90.0
S.E.
Step 1a Usia
Usia(1)
Usia(2)
MasaKerja(2)
df
Sig.
Exp(B)
.000
1.000
2.510E5
.000
1.000
1.100E46
63.609 2.309E5
.000
1.000
4.216E27
.000
1.000
3.035E5
.000
1.000
.000
-42.406 1.392E5
.000
1.000
.000
.000
1.000
106.014
MasaKerja
MasaKerja(1)
Wald
-106.014
StatusGizi
StatusGizi(1)
.000 5.684E4
.000
1.000
1.000
StatusGizi(2)
-42.406 8.039E4
.000
1.000
.000
Kebiasaan
Merokok(1)
-42.406 1.137E5
.000
1.000
.000
.000 5.684E4
.000
1.000
1.000
63.609 8.987E4
.000
.999
4.216E27
IntakeCairan(1)
Constant
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
8
>
F
>
>
>
Q
>
>
>
>
>
Y
>
2
>
>
>
>
<
<
>
<
<
>
Predicted
Prob:
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
1
Group: <<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Predicted Probability is of Membership for > 38
The Cut Value is .50
Symbols: < - < 38
> - > 38
Each Symbol Represents .5 Cases.
Selected Cases
Included in Analysis
Missing Cases
Total
Unselected Cases
Total
Percent
10
90.9
9.1
11
100.0
.0
11
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value
Internal Value
Turun
Naik
1
Categorical Variables Codings
Parameter coding
Frequency
Usia Pekerja
KebiasaanMerokok
IntakeCairan
(1)
(2)
Kurus
1.000
.000
Normal
.000
1.000
Gemuk
.000
.000
< 3 Tahun
1.000
.000
4 - 6 Tahun
.000
1.000
> 7 Tahun
.000
.000
18 - 20 Tahun
1.000
.000
21 - 23 Tahun
.000
1.000
24 - 27 tahun
.000
.000
Ya
1.000
Tidak
.000
Tidak Minum
1.000
Kurang
.000
Turun
Percentage
Correct
Naik
0
.0
100.0
Overall Percentage
50.0
S.E.
.000
Wald
.632
df
.000
Sig.
1
Exp(B)
1.000
1.000
df
Sig.
1.333
.513
Usia(1)
1.111
.292
Usia(2)
.000
1.000
MasaKerja
.533
.766
MasaKerja(1)
.400
.527
MasaKerja(2)
.476
.490
StatusGizi
.533
.766
StatusGizi(1)
.476
.490
StatusGizi(2)
.400
.527
KebiasaanMerokok(1)
.476
.490
IntakeCairan(1)
.400
.527
8.000
.433
Overall Statistics
df
Sig.
11.090
.197
Block
11.090
.197
Model
11.090
.197
Model Summary
Step
-2 Log likelihood
2.773a
Nagelkerke R Square
.670
.893
Chi-square
df
.000
Sig.
5
1.000
Total
Step 1 1
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
1.000
.000
2.000
.000
2.000
Classification Tablea
Predicted
Denyut Nadi
Observed
Turun
Percentage
Correct
Naik
4
80.0
100.0
Overall Percentage
90.0
S.E.
Step 1a Usia
Wald
df
Sig.
.000
1.000
Exp(B)
Usia(1)
-63.609 2.510E5
.000
1.000
.000
Usia(2)
-106.014 2.309E5
.000
1.000
.000
.000
1.000
MasaKerja
MasaKerja(1)
148.420 3.035E5
.000
1.000 2.871E64
MasaKerja(2)
42.406 1.392E5
.000
1.000 2.610E18
.000
1.000
StatusGizi
StatusGizi(1)
.000 5.684E4
.000
1.000
1.000
StatusGizi(2)
.000 8.039E4
.000
1.000
1.000
84.812 1.137E5
.000
.999 6.811E36
IntakeCairan(1)
-42.406 5.684E4
.000
.999
.000
Constant
-21.203 8.987E4
.000
1.000
.000
Kebiasaan
Merokok(1)
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
4 T
N
T
N
T
N
F
3 T
N
N
E
T
N
2 T
N
N
N
N
N
N
C
N
N
N
N
1 T
T
N
T
N
T
N
T
N
Predicted
Prob:
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
1
Group: TTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTNN
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
Predicted Probability is of Membership for Naik
The Cut Value is .50
Symbols: T - Turun
N - Naik
Each Symbol Represents .25 Cases.
N
Included in Analysis
Missing Cases
Total
Unselected Cases
Total
Percent
10
100.0
.0
10
100.0
.0
10
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value
Internal Value
Turun
Naik
1
Categorical Variables Codings
Parameter coding
Frequency
(2)
Kurus
1.000
.000
Normal
.000
1.000
Gemuk
.000
.000
18 - 20 Tahun
1.000
.000
21 - 23 Tahun
.000
1.000
24 - 27 Tahun
.000
.000
< 3 Tahun
1.000
.000
4 - 6 Tahun
.000
1.000
> 7 Tahun
.000
.000
1.000
Kurang
.000
Ya
1.000
Tidak
.000
(1)
Turun
Percentage
Correct
Naik
0
.0
100.0
Overall Percentage
60.0
S.E.
.405
.645
Wald
df
Sig.
.395
.530
df
Sig.
1.806
.405
MasaKerja(1)
1.667
.197
MasaKerja(2)
1.270
.260
Usia
1.667
.435
Usia(1)
.741
.389
Usia(2)
.278
.598
KebiasaanMerokok(1)
.079
.778
1.667
.197
StatusGizi
.278
.870
StatusGizi(1)
.104
.747
StatusGizi(2)
.278
.598
IntakeCairan(1)
Exp(B)
1.500
df
Sig.
10.688
.153
Block
10.688
.153
Model
10.688
.153
Model Summary
Step
-2 Log likelihood
2.773a
Nagelkerke R Square
.657
.888
Chi-square
df
.000
Sig.
6
1.000
Sistole = Naik
Total
Step 1 1
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
2.000
Classification Tablea
Predicted
Sistole
Observed
Turun
Percentage
Correct
Naik
3
75.0
100.0
Overall Percentage
90.0
S.E.
Step 1a MasaKerja
Wald
df
Sig.
.000
1.000
Exp(B)
MasaKerja(1)
106.014 2.010E5
.000
1.000
1.100E46
MasaKerja(2)
.000 7.519E4
.000
1.000
1.000
.000
1.000
Usia
Usia(1)
-63.609 1.531E5
.000
1.000
.000
Usia(2)
-63.609 1.557E5
.000
1.000
.000
84.812 1.101E5
.000
.999
6.811E36
.000 4.923E4
.000
1.000
1.000
.000
.999
Kebiasaan
Merokok(1)
IntakeCairan(1)
StatusGizi
StatusGizi(1)
-42.406 5.684E4
.000
.999
.000
Constant
-21.203 4.019E4
.000
1.000
.000
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
8
N
N
N
N
C
T
N
T
N
2 T
N
N
N
N
T
N
T
N
Predicted
Prob:
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
1
Group: TTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTNN
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
Predicted Probability is of Membership for Naik
The Cut Value is .50
Symbols: T - Turun
N - Naik
Each Symbol Represents .5 Cases.
N
Included in
Analysis
Missing Cases
Total
Unselected Cases
Total
Percent
10
100.0
.0
10
100.0
.0
10
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable
Encoding
Original Value Internal Value
Turun
Naik
1
Categorical Variables Codings
Parameter coding
Frequency
(1)
(2)
Kurus
1.000
.000
Normal
.000
1.000
Gemuk
.000
.000
18 - 20 Tahun
1.000
.000
21 - 23 Tahun
.000
1.000
24 - 27 Tahun
.000
.000
1.000
.000
4 - 6 Tahun
.000
1.000
> 7 Tahun
.000
.000
Tidak Minum
1.000
Kurang
.000
KebiasaanMerokok
Ya
1.000
Tidak
.000
Turun
Percentage
Correct
Naik
Turun
.0
Naik
100.0
Overall Percentage
50.0
S.E.
.000
.632
Wald
df
Sig.
.000
Exp(B)
1.000
df
Sig.
.533
.766
MasaKerja(1)
.400
.527
MasaKerja(2)
.476
.490
Usia
2.000
.368
Usia(1)
1.111
.292
Usia(2)
1.667
.197
KebiasaanMerokok(1)
.476
.490
IntakeCairan(1)
.400
.527
StatusGizi
.000
1.000
StatusGizi(1)
.000
1.000
StatusGizi(2)
.000
1.000
1.000
df
Sig.
11.090
.135
Block
11.090
.135
Model
11.090
.135
Model Summary
Step
-2 Log likelihood
2.773a
Nagelkerke R Square
.670
.893
Chi-square
df
.000
Sig.
6
1.000
Diastole = Naik
Total
Step 1 1
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
2.000
Classification Tablea
Predicted
Diastole
Observed
Turun
Percentage
Correct
Naik
5
100.0
80.0
Overall Percentage
90.0
S.E.
Step 1a MasaKerja
Wald
df
Sig.
.000
1.000
Exp(B)
MasaKerja(1)
106.014
2.010E5
.000
1.000 1.100E46
MasaKerja(2)
.000
7.519E4
.000
1.000
.000
1.000
Usia
1.000
Usia(1)
-106.014
1.531E5
.000
.999
.000
Usia(2)
-63.609
1.557E5
.000
1.000
.000
84.812
1.101E5
.000
.000
4.923E4
.000
1.000
.000
.999
Kebiasaan
Merokok(1)
IntakeCairan(1)
StatusGizi
.999 6.811E36
1.000
StatusGizi(1)
-42.406
5.684E4
.000
.999
.000
Constant
-21.203
4.019E4
.000
1.000
.000
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
4 T
N
T
N
T
N
F
3 T
N
N
E
T
N
2 T
N
N
N
N
N
N
C
N
N
N
N
1 T
T
N
T
N
T
N
T
N
Predicted
Prob:
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
1
Group: TTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTNN
NNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN
Predicted Probability is of Membership for Naik
The Cut Value is .50
Symbols: T - Turun
N - Naik
Each Symbol Represents .25 Cases.
Logistic Regression
[DataSet0]
Case Processing Summary
Unweighted Casesa
Selected Cases
N
Included in Analysis
Percent
10
100.0
.0
10
100.0
.0
10
100.0
Missing Cases
Total
Unselected Cases
Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Internal
Value
1
Categorical Variables Codings
Parameter coding
Frequency
Status Gizi
Masa Kerja
Usia
Kebiasaan Merokok
Intake Cairan
(1)
(2)
Kurus
1.000
.000
Normal
.000
1.000
Gemuk
.000
.000
< 3 Tahun
1.000
.000
4 - 6 Tahun
.000
1.000
> 7 Tahun
.000
.000
18 - 20 Tahun
1.000
.000
21 - 23 Tahun
.000
1.000
24 - 27 Tahun
.000
.000
Ya
1.000
Tidak
.000
Tidak Minum
1.000
Kurang
.000
Observed
Step 0 Berat Badan Turun < 1.5 kg`
Turun > 1.5 kg
Percentage
Correct
.0
100.0
Overall Percentage
60.0
S.E.
.405
Wald
.645
df
.395
Sig.
1
.530
df
Sig.
1.667
.435
Usia(1)
.741
.389
Usia(2)
.278
.598
MasaKerja
1.806
.405
MasaKerja(1)
1.667
.197
MasaKerja(2)
1.270
.260
StatusGizi
.139
.933
StatusGizi(1)
.079
.778
StatusGizi(2)
.000
1.000
KebiasaanMerokok(1)
.079
.778
1.667
.197
7.917
.442
IntakeCairan(1)
Overall Statistics
Exp(B)
1.500
df
Sig.
10.688
.220
Block
10.688
.220
Model
10.688
.220
Model Summary
Step
Nagelkerke R Square
.657
.888
Chi-square
df
.000
Sig.
7
1.000
Expected
Expected
Total
Step 1 1
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
.000
1.000
Classification Tablea
Predicted
Berat Badan
Turun < 1.5
kg`
Observed
Step 1 Berat Badan Turun < 1.5 kg`
Turun > 1.5 kg
Percentage
Correct
75.0
100.0
Overall Percentage
90.0
S.E.
Step 1a Usia
Wald
df
Sig.
.000
1.000
Exp(B)
Usia(1)
106.014 2.510E5
.000
1.000 1.100E46
Usia(2)
106.014 2.309E5
.000
1.000 1.100E46
.000
1.000
MasaKerja
MasaKerja(1)
-106.014 3.034E5
.000
1.000
.000
MasaKerja(2)
-84.812 1.392E5
.000
1.000
.000
.000
1.000
StatusGizi
StatusGizi(1)
-42.406 5.684E4
.000
.999
.000
StatusGizi(2)
-42.406 8.039E4
.000
1.000
.000
.000 1.137E5
.000
1.000
1.000
IntakeCairan(1)
42.406 5.684E4
.000
.999 2.610E18
Constant
21.203 8.987E4
.000
1.000 1.615E9
Kebiasaan
Merokok(1)
Step number: 1
Observed Groups and Predicted Probabilities
8
2
2
2
2
C
1
2
1
2
2 1
2
2
2
2
1
2
1
2
Predicted
Prob:
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
1
Group: 1111111111111111111111111111111111111111111111111122
222222222222222222222222222222222222222222222222
Predicted Probability is of Membership for Turun > 1
.5 kg
The Cut Value is .50
Symbols: 1 - Turun < 1.5 kg`
2 - Turun > 1.5 kg
Each Symbol Represents .5 Cases.
Lampiran 4
HASIL PERHITUNGAN BEBAN KERJA
Hasil perhitungan perhitungan total beban kerja masing masing responden :
1. Responden 1
Jam 1 : (9,05 x 7) + (1,2 x 5) x 60 kkal per jam = 346,75 kkal per jam
( 7 + 5)
Jam 2 : (9,05 x 19) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
19
Jam 3 : (9,05 x 34) + (1,2 x 10) x 60 kkal per jam = 435,95 kkal per jam
(34 + 10)
Jam 4 : (9,05 x 17) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
17
Rerata BK = (346,75 + 543 + 435,95 + 543) kkal per jam = 467,18 kkal per jam
4
Metabolisme Basal = 56 x 1 kkal per jam = 56 kkal per jam
Total Beban Kerja = (467,18 + 56) kkal per jam = 523,18 kkal per jam
2. Responden 2
Jam 1 : (9,05 x 21) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
21
Jam 2 : (9,05 x 5) + (1,2 x 7) x 60 kkal per jam = 268,25 kkal per jam
(5 + 7)
Jam 3 : (9,05 x 41) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
41
Jam 4 : (9,05 x 7) + (1,2 x 5) x 60 kkal per jam = 346,75 kkal per jam
(7 + 5)
Rerata BK = (543 + 268,25 + 543 + 346,75) kkal per jam = 425,25 kkal per jam
4
Metabolisme Basal = 83 x 1 kkal per jam = 83 kkal per jam
Total Beban Kerja = (425,25 + 83) kkal per jam = 508,25 kkal per jam
3. Responden 3
Jam 1 : (9,05 x 8) + (1,2 x 12) x 60 kkal per jam = 260,4 kkal per jam
( 8 + 12)
Jam 2 : (1,2 x 9) x 60 kkal per jam = 72 kkal per jam
9
Jam 3 : (9,05 x 17) + (1,2 x 7) x 60 kkal per jam = 405,63 kkal per jam
(17 + 7)
Jam 4 : (9,05 x 15) + (1,2 x 4) x 60 kkal per jam = 443,84 kkal per jam
(15 + 4)
Rerata BK = (260,4 + 72 + 405,63 + 443,84) kkal per jam = 295,43 kkal per jam
4
Metabolisme Basal = 49 x 1 kkal per jam = 49 kkal per jam
Total Beban Kerja = (295,43 + 49) kkal per jam = 344,47 kkal per jam
4. Responden 4
Jam 1 : (9,05 x 7) + (1,2 x 5) x 60 kkal per jam = 346,75 kkal per jam
( 7 + 5)
Jam 2 : (9,05 x 19) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
19
Jam 3 : (9,05 x 34) + (1,2 x 10) x 60 kkal per jam = 435,95 kkal per jam
(34 + 10)
Jam 4 : (9,05 x 17) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
17
Rerata BK = (346,75 + 543 + 435,95 + 543) kkal per jam = 467,18 kkal per jam
4
Metabolisme Basal = 56 x 1 kkal per jam = 56 kkal per jam
Total Beban Kerja = (467,18 + 56) kkal per jam = 523,18 kkal per jam
5. Responden 5
Jam 1 : (9,05 x 7) + (1,2 x 4) x 60 kkal per jam = 371,73 kkal per jam
( 7 + 4)
Jam 2 : Tidak melakukan pekerjaan di confined space = 0 kkal per jam
Jam 3 : (9,05 x 13) + (1,2 x 17) x 60 kkal per jam = 276,10 kkal per jam
(13 + 17)
Jam 4 : (9,05 x 6) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
6
Rerata BK = (371,73 + 0 + 276,10 + 543) kkal per jam = 297,71 kkal per jam
4
Metabolisme Basal = 58 x 1 kkal per jam = 58 kkal per jam
Total Beban Kerja = (297,71+ 58) kkal per jam = 355,71 kkal per jam
6. Responden 6
Jam 1 : (9,05 x 8) + (1,2 x 5)
( 8 + 5)
Jam 2 : (9,05 x 12) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
12
Jam 3 : (9,05 x 9) + (1,2 x 6) x 60 kkal per jam = 354,6 kkal per jam
(9 + 6)
Jam 4 : (9,05 x 17) + (1,2 x 3) x 60 kkal per jam = 475,35 kkal per jam
(17 + 3)
Rerata BK = (361,85 + 543 + 354,6 + 475,35) kkal per jam = 432,95 kkal perjam
4
Metabolisme Basal = 55 x 1 kkal per jam = 55 kkal per jam
Total Beban Kerja = (432,95 + 55) kkal per jam = 487,95 kkal per jam
7. Responden 7
Jam 1 : (9,05 x 31) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
31
Jam 2 : (9,05 x 2) + (1,2 x 3) x 60 kkal per jam = 260,4 kkal per jam
(2 + 3)
Jam 3 : (9,05 x 11) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
11
Jam 4 : (9,05 x 4) + (1,2 x 4) x 60 kkal per jam = 306,6 kkal per jam
(4+ 4)
Rerata BK = (543 + 260,4 + 543+306,6) kkal per jam = 413,25 kkal per jam
4
Metabolisme Basal = 61 x 1 kkal per jam = 61 kkal per jam
Total Beban Kerja = (413,25+ 61) kkal per jam = 474,25 kkal per jam
8. Responden 8
Jam 1 : (9,05 x 7) + (1,2 x 6) x 60 kkal per jam = 325,62 kkal per jam
(7 + 6)
Jam 2 : (9,05 x 21) + (1,2 x 8) x 60 kkal per jam = 413,07 kkal per jam
(21 + 8)
Jam 3 : (9,05 x 22) + (1,2 x 6) x 60 kkal per jam = 442,07 kkal per jam
(22 + 6)
Jam 4 : (9,05 x 6) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
6
Rerata BK = (325,62 + 413,07 + 442,07 + 543) kkal per jam = 430,94 kkal/jam
4
Metabolisme Basal = 44 x 1 kkal per jam = 44 kkal per jam
Total Beban Kerja = (430,94 +44) kkal per jam = 474,94 kkal per jam
9. Responden 9
Jam 1 : (9,05 x 56) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
56
Jam 2 : (9,05 x 7) x 60 kkal per jam
7
Jam 3 : (9,05 x 49) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
49
Jam 4 : Tidak melakukan pekerjaan di confined space = 0 kkal per jam
Rerata BK = (543 + 543 + 543 + 0) kkal per jam = 407,25 kkal per jam
4
Metabolisme Basal = 92 x 1 kkal per jam = 92 kkal per jam
Total Beban Kerja = (407,25 + 92) kkal per jam = 499,25 kkal per jam
10. Responden 10
Jam 1 : (9,05 x 19) x 60 kkal per jam = 543 kkal per jam
19
Jam 2 : (9,05 x 3) + (1,2 x 7)
(3 + 7)
Jam 3 : (9,05 x 23) + (1,2 x 4) x 60 kkal per jam = 472,22 kkal per jam
(23 + 4)
Jam 4 : Tidak melakukan pekerjaan di confined space = 0 kkal per jam
Rerata BK = (543 + 213,3 + 472,22 + 0) kkal per jam = 307,38 kkal per jam
4
Metabolisme Basal