Anda di halaman 1dari 21

PENYAPU

Penyapu yang ku kenali dulu


adalah penyapu yang menggiring sampah
menuju destinasi.....

Penyapu yang ku kenali dulu


dikenderai ahli-ahli sihir
menuju destinasi.....

Penyapu yang kukenali kini


menggiring satu wawasan
pembersihan kawasan
memartabat suatu daulah
pembersihan minda dan akal
menuju satu destinasi....

Hujan

hujan
bercakap-cakap
sama daunan
sama pohon
sama butu-batu
sama badan
sama jam
sama rindu rindu,
dikerongkong sungai
di ketiak laut
di peluk pantai
dalam tungkai
dalam badai rujukku

Drama Sebabak

aCaraCa

o e

w w

o e

CowoK andKewek

o o
w w

e o

e o

e o

Oweeeeek

Puisi konkret yang mirip gambar piala, yang garis-garisnya diganti dengan sepuluh
huruf itu cukup unik juga. Puisi itu mengedepankan sebuah acara remaja antara
cowok dan cewek yang berakhir dengan saling menuduh; Kau penyebab cewek
melahirkan.

Sajak Sikat Gigi


Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)
Secara sekilas puisi mbeling di atas tidak berbeda dengan cerita humor yang
disampaikan dengan bahasa lugas dalam kehidupan sehari-hari. Gaya penulisan
prosaik begitu tertonjol. Puisi yang terdiri dari 10 baris di atas memiliki keanehan
yang mencuat di baris ke 7 dan 8 yang terlebih dahulu dirangsang oleh baris 5 dan
6. Cerita seperti itu mungkin tidak akan pernah terjadi dalam kehidupan nyata.
Sungguh khayal dipikirkan jika sebuah sikat gigi datang dalam mimpi seseorang
karena orang itu lupa menyikat gigi sebelum tidur. Apalagi saat pagi tiba sikat gigi
itu hilang sepotong karena tersesat didalam mimpi.
Namun akan terlalu dangkal jika puisi terbaik tahun 1976-1977 Dewan Kesenian
Jakarta itu dimaknai sesedarhana itu. Keluguan yang disampaikan sampai pada titik
nekad. Tampaknya sudah tidak memperdulikan lagi apakah yang tertulis diatas
sebuah sajak atau hanya petualangan yang tidak pernah dilakukan oleh penyair-
penyair yang berbobot.
Struktur batin dari puisi diatas kurang lebih dapat dimaknai sebagai suatu hal yang
terkadang kecil tapi jika dilupakan akan mengakibatkan hal yang buruk. Contoh
yang diangkat dalam puisi adalah sikat gigi, sepele bukan, namun jika tidak
dilakukan maka ribuan kuman akan bersarang dimulut kita saat tidur malam. Begitu
juga hal-hal kecil yang sering terabaikan dalam hidup, saat hal-hal kecil itu
bertumpuk maka akan membuat satu kekuatan yang akan merepotkan.
Meskipun sebagian orang belum bisa menerima kehadiran puisi semacam ini dalam
kesusastraan yang serius, namun tidak dapat dipungkiri jika kehadirran sajak
semacam ini memberikan corak baru dalam perpuisian Indonesia. Dalam Sajak
Sikat Gigi pemanfaatan potensi bahasa sebagai rangkaian bunyi-bunyi, baik
menyangkut makna atau tidak, terlihat pada persajakan.

Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya


terbuka

Secara sekilas dapat kita lihat adanya majas personifikasi. Karena hanya manusia
atau individu bernyawa yang dapat melakukan aktifitas mengosok-gosok. Sikat
gigi bukanlah mahluk hidup maka terjadi majas personifikasi. Namun dapat jika
ditelaah lebih dalam lagi puisi Sajak Sikat Gigi sama sekali tidak mengandung
majas. Meskipun kegiatan mengosok-gosok hanya bisa dilakukan oleh mahluk hidup
tetapi dalam mimpi tokoh yang diceritakan hal itu benar-benar terjadi. Ia berdiri
untuk pengertian yang sesunguhnya. Bait terakhir yang terdiri dari dua baris
merupakan kesatuan bulat yang mengikat bait-bait diatasnya. Bait itu menjadi
semacam kesimpulan dari uraian diatasnya. Dalam narasi biasa disebut ending.

Doktorandus Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
diatasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
(F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983)

Puisi buat pacarku

Duhai pacarku,
Yang pesek
Sebetulnya ik enggak ngebet
Ama situ
Tapi apa daya
Babemu kaya
Nanti kita berbulan madu
Pakek corolla
Ke neraka!
(Amin Subagio, 1976)

Dari segi bahasa yang dipergunakan dalam Puisi Buat Pacarku sudah sangat jelas
bahasa yang digunakan bukan bahasa Indonesia dalam ragam yang baku. Bahasa
yang digunakan itu lebih dekat dengan bahasa sehari-hari. Kata-kata sehari-hari
dan kata-kata yang berasal dari bahasa daerah banyak kita jumpai dari sajak itu.
Yaitu pengunaan bahasa indonesia dialek Jakarta. Misalnya ik, enggak.ngebet, dan
babe. Pengunaan bahasa sehari-hari seperti itu dan bahasa yang terpengaruh oleh
bahasa daerah terasa lebih akrab, lebih memasyrakat, dan lebih nakal.
Sedang maknanya secar eksplisit menampar kebanyakan manusia jaman sekarang
yang memilih jodoh. Harta menjadi ukuran yang pertama kali dilihat sebelum
mengiyakan sebuah ikatan rumahtangga. Sedang dalam ajaran suatu agama
tertentu harta menjadi pertimbangan yang kesekian. Seharusnya yang dilihat
pertama kali sebelum menetukan pendamping hidup adalah perilakunya.
Orang yang berperilaku baik lebih mungkin bisa membawa sebuah rumahtangga
kepintu surga. Sedangkan harta babe seperti yang dikemukakan dalam puisi diatas
hanya akan membawa ke neraka. Memang juga tidak bisa langsung dipukul rata
seperti demikian. Namun harta yang tidak dari kerja keras sendiri, apalagi
mendapatkanya dengna cara menikahi sang putri dari empunya harta, bukankah
hal seperti itu hanya mengedepanlan kepusan pribadi bukan hal yang sebenarnya
dicari dalam rumahtangga.

PUISI-PUISI KARYA SUTARDJI CALZOUM


BACHRI

ANA BUNGA
Terjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt Schwittters, Anne Blumme
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Oh kau Sayangku duapuluh tujuh indera
Kucinta kau
Aku ke kau ke kau aku
Akulah kauku kaulah ku ke kau
Kita ?
Biarlah antara kita saja
Siapa kau, perempuan tak terbilang
Kau
Kau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilang
Orang tak tahu menara gereja menjulang
Kaki, kau pakaikan topi, engkau jalan
dengan kedua
tanganmu
Amboi! Rok birumu putih gratis melipat-lipat
Ana merah bunga aku cinta kau, dalam merahmu aku
cinta kau
Merahcintaku Ana Bunga, merahcintaku pada kau
Kau yang pada kau yang milikkau aku yang padaku
kau yang padaku
Kita?
Dalam dingin api mari kita bicara
Ana Bunga, Ana Merah Bunga, mereka bilang apa?
Sayembara :
Ana Bunga buahku
Merah Ana Bunga
Warna apa aku?
Biru warna rambut kuningmu
Merah warna dalam buah hijaumu
Engkau gadis sederhana dalam pakaian sehari-hari
Kau hewan hijau manis, aku cinta kau
Kau padakau yang milikau yang kau aku
yang milikkau
kau yang ku
Kita ?
Biarkan antara kita saja
pada api perdiangan
Ana Bunga, Ana, A-n-a, akun teteskan namamu
Namamu menetes bagai lembut lilin
Apa kau tahu Ana Bunga, apa sudah kau tahu?
Orang dapat membaca kau dari belakang
Dan kau yang paling agung dari segala
Kau yang dari belakang, yang dari depan
A-N-A
Tetes lilin mengusapusap punggungku
Ana Bunga
Oh hewan meleleh
Aku cinta yang padakau!
1999
Catatan: Terjemahan Anna Blume dikerjakan untuk panitia peringatan Kurt
Schwitters, Niedersachen, Jerman.
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri
Republikaedisi : 28 November 1999

AYO
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Adakah yang lebih tobat
dibanding air mata
adakah yang lebih mengucap
dibanding airmata
adakah yang lebih nyata
adakah yang lebih hakekat
dibanding airmata
adakah yang lebih lembut
adakah yang lebih dahsyat
dibanding airmata
para pemuda yang
melimpah di jalan jalan
itulah airmata
samudera puluhan tahun derita
yang dierami ayahbunda mereka
dan diemban ratusan juta
mulut luka yang terpaksa
mengatup diam
kini airmata
lantang menderam
meski muka kalian
takkan dapat selamat
di hadapan arwah sejarah
ayo
masih ada sedikit saat
untuk membasuh
pada dalam dan luas
airmata ini
ayo
jangan bandel
jangan nekat pada hakekat
jangan kalian simbahkan
gas airmata pada lautan airmata
malah tambah merebak
jangan letupkan peluru
logam akan menangis
dan tenggelam
dikedalaman airmata
jangan gunakan pentungan
mana ada hikmah
mampat
karena pentungan
para muda yang raib nyawa
karena tembakan
yang pecah kepala
sebab pentungan
memang tak lagi mungkin
jadi sarjana atau apa saia
namun
mereka telah
nyempurnakan
bakat gemilang
sebagai airmata
yang kini dan kelak
selalu dibilang
bagi perjalanan bangsa
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri
Republika edisi : 28 November 1999

BATU
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu janun
batu bisu
kaukah itu
teka
teki
yang
tak menepati janji ?
Dengan seribu gunung langit tak runtuh dengan seribu perawan
hati takjatuh dengan seribu sibuk sepi tak mati dengan
seribu beringin ingin tak teduh. Dengan siapa aku mengeluh?
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampa mengapa gunung harus
meletus sedang langit tak sampai mengapa peluk
diketatkan sedang hati tak sampai mengapa tangan melambai
sedang lambai tak sampai. Kau tahu
batu risau
batu pukau
batu Kau-ku
batu sepi
batu ngilu
batu bisu
kaukah itu
teka
teki
yang
tak menepati
janji ?
Memahami Puisi, 1995
Mursal Esten

BAYANGKAN
untuk Salim Said
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
direguknya
wiski
direguk
direguknya
bayangkan kalau tak ada wiski di bumi
sungai tak mengalir dalam aortaku katanya
di luar wiski
di halaman
anak-anak bermain
bayangkan kalau tak ada anak-anak di bumi
aku kan lupa bagaimana menangis katanya
direguk
direguk
direguknya wiski
sambil mereguk tangis
lalu diambilnya pistol dari laci
bayangkan kalau aku tak mati mati katanya
dan ditembaknya kepala sendiri
bayangkan
1977
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
Mailing List MSI Penyair
Pengirim Nanang Suryadi

GAJAH DAN SEMUT


Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
tujuh gajah
cemas
meniti jembut
serambut
tujuh semut
turun gunung
terkekeh
kekeh
perjalanan
kalbu
1976-1979
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
Mailing List MSI Penyair
Pengirim Nanang Suryadi

JEMBATAN
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata
bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.
Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
jalanan yangberdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit
mengucap
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu !
Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan
mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan
tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
di antara kita ?
Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot
linu mengerang mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati
dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu
mengucapkan kibarnnya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami.
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

KUCING
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
ngiau! Kucing dalam darah dia menderas
lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber
gegas lewat dalam aortaku dalam rimba
darahku dia besar dia bukan harimau bu
kan singa bukan hiena bukan leopar dia
macam kucing bukan kucing tapi kucing
ngiau dia lapar dia merambah rimba af
rikaku dengan cakarnya dengan amuknya
dia meraung dia mengerang jangan beri
daging dia tak mau daging Jesus jangan
beri roti dia tak mau roti ngiau ku
cing meronta dalam darahku meraung
merambah barah darahku dia lapar 0 a
langkah lapar ngiau berapa juta hari
dia tak makan berapa ribu waktu dia
tak kenyang berapa juta lapar lapar ku
cingku berapa abad dia mencari menca
kar menunggu tuhan mencipta kucingku
tanpa mauku dan sekarang dia meraung
mencariMu dia lapar jangan beri da
ging jangan beri nasi tuhan mencipta
nya tanpa setahuku dan kini dia minta
tuhan sejemput saja untuk tenang seha
ri untuk kenyang sewaktu untuk tenang
Memahami Puisi, 1995
Mursal Esten

LA NOCHE DE LAS PALABRAS


(EL DIARIO DE MEDELLIN)
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Di cafe jalanan Noventa Y Sieta, Medellin, Columbia
kami mengepung bulan
dan mereka yang mendengarkan puisi kami
mencoba menaklukkan bulan dengan cara mereka
berkomplot dengan anggur daun cerbeza
bersekongkol dengan gadisgadis
memancing bulan dengan keluasan dada
Musim panas
Menjulang di Medelin
menampilkan sutera
di keharibaan malam cuaca
ratusan para lilin
menyandar di pundak malam
mengucap
menyebutnyebut cahaya
sambil mencoba
memahami takdir di wajah-wajah usia
kami para penyair
meneruskan zikir kami
-palabras palabras palabras palabras
-
--kata kata kata kata --
semakin kental mengucap
cahaya pun memadat
sampai kami bisa buat
sesuka kami atas padat cahaya
lantas bulan kesurupan
kesadaran kami meninggi
bulan turun pada kami
dan kami mengatasi bulan
sampailah kami pada kerajaan kata-kata
jika kami membilang ayah
ia juga ayah kata-kata
jika kami menyebut hari
juga harinya kata-kata
jika kami mengucap diri
pastilah juga diri kata kata
Di cafe jalanan Medellin
purnama jatuh
kata-kata menjadi kami
kami menjadi kata kata
Medellin, Colombia 1997
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri
Republikaedisi : 28 November 1999

LUKA
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
ha ha
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
Mailing List MSI Penyair
Pengirim Nanang Suryadi

MANTERA
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
lima percik mawar
tujuh sayap merpati
sesayat langit perih
dicabik puncak gunung
sebelas duri sepi
dalam dupa rupa
tiga menyan luka
mengasapi duka
puah!
kau jadi Kau!
Kasihku
Memahami Puisi, 1995
Mursal Esten

NGIAU
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Suatu gang panjang menuju lumpur dan terang tubuhku mengapa
panjang. Seekor kucing menjinjit tikus yang menggelepar
tengkuknya. Seorang perempuan dan seorang lelaki bergigitan.
Yang mana kucing yang mana tikusnya? Ngiau! Ah gang
yang panjang. Cobalah tentukan! Aku kenal Afrika aku kenal
Eropa aku tahu Benua aku kenal jam aku tagu jentara
aku kenal terbang. Tapi bila dua manusia saling gigitan
menanamkan gigi-gigi sepi mereka akan ragu menetapkan yang
mana suka yang mana luka yang mana hampa yang mana
makna yang mana orang yang mana kera yang mana dosa yang
mana surga.
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
Mailing List MSI Penyair
Pengirim Nanang Suryadi

O
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasia siabalau siarisau siakalian siasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
oku okau okosong orindu okalian obolong o risau o Kau O...
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
Mailing List MSI Penyair
Pengirim Nanang Suryadi

PARA PEMINUM
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
di lereng lereng
para peminum
mendaki gunung mabuk
kadang mereka terpeleset
jatuh
dan mendaki lagi
memetik bulan
di puncak
mereka oleng
tapi mereka bilang
--kami takkan karam
dalam lautan bulan--
mereka nyanyi nyanyi
jatuh
dan mendaki lagi
di puncak gunung mabuk
mereka berhasil memetik bulan
mereka menyimpan bulan
dan bulan menyimpan mereka
di puncak
semuanya diam dan tersimpan
Sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
Mailing List MSI Penyair
Pengirim Nanang Suryadi

SEPISAUPI
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupoi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi
1973
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
Mailing List MSI Penyair
Pengirim Nanang Suryadi

TANAH AIR MATA


Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
(1991)
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air

TAPI
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah !
Memahami Puisi, 1995
Mursal Esten

TRAGEDI WINKA & SIHKA


Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
kawin
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
ka
win
ka
winka
winka
winka
sihka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
ka
sih
sih
sih
sih
sih
sih
ka
Ku
Memahami Puisi, 1995
Mursal Esten

WALAU
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri
Walau penyair besar
takkan sampai sebatas allah
dulu pernah kuminta tuhan
dalam diri
sekarang tak
kalau mati
mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat
tujuh puncak membilang-bilang
nyeri hari mengucap-ucap
di butir pasir kutulis rindu rindu
walau huruf habislah sudah
alif bataku belum sebatas allah
Memahami Puisi, 1995
Mursal Esten
SATU
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

kuterjemahkan tubuhku ke dalam tubuhmu


ke dalam rambutmu kuterjemahkan rambutku
jika tanganmu tak bisa bilang tanganku
kuterjemahkan tanganku ke dalam tanganmu
jika lidahmu tak bisa mengucap lidahku
kuterjemahkan lidahku ke dalam lidahmu
aku terjemahkan jemariku ke dalam jemarimu
jika jari jemarimu tak bisa memetikku
ke dalam darahmu kuterjemahkan darahku
kalau darahmu tak bisa mengucap darahku
jika ususmu belum bisa mencerna ususku
kuterjemahkan ususku ke dalam ususmu
kalau kelaminmu belum bilang kelaminku
aku terjemahkan kelaminku ke dalam kelaminmu

daging kita satu arwah kita satu


walau masing jauh
yang tertusuk padamu berdarah padaku

Pil
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

Memang pil seperti pil macam pil walau pil


Hanya pil hampir pil sekedar pil ya toh pil
Meski pil tapi tak pil apalah pil
Pil pil pil mengapa gigil ?
Aku demam pil bilang
Obat jadi barah
Apakah pasien ?
Tempeleng !

AMUK
karya: Sutardji C. Bachri

.... aku bukan penyair sekedar


aku depan
depan yang memburu
membebaskan kata memanggilMu
pot pot pot
pot pot
kalau pot tak mau pot
biar pot semau pot
mencari pot
pot
hei Kau dengar manteraku
Kau dengar kucing memanggilMu
izukalizu
pot
hei Kau dengar manteraku
Kau dengar kucing memanggilMu
izukalizu mapakazaba itasatali
tutulita papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu
tutukaliba dekodega zamzam lagotokoco zukuzangga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh...!
nama kalian bebas carilah tuhan semaumu

Idul Fitri

Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Kabah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya
Maka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini


ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini


Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
Dan kurayakan kelahiran kembali
di sana

KUCING

ngiau! Kucing dalam darah dia menderas


lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber
gegas lewat dalam aortaku dalam rimba
darahku dia besar dia bukan harimau bu
kan singa bukan hiena bukan leopar dia
macam kucing bukan kucing tapi kucing
ngiau dia lapar dia merambah rimba af
rikaku dengan cakarnya dengan amuknya
dia meraung dia mengerang jangan beri
daging dia tak mau daging Jesus jangan
beri roti dia tak mau roti ngiau ku
cing meronta dalam darahku meraung
merambah barah darahku dia lapar 0 a
langkah lapar ngiau berapa juta hari
dia tak makan berapa ribu waktu dia
tak kenyang berapa juta lapar lapar ku
cingku berapa abad dia mencari menca
kar menunggu tuhan mencipta kucingku
tanpa mauku dan sekarang dia meraung
mencariMu dia lapar jangan beri da
ging jangan beri nasi tuhan mencipta
nya tanpa setahuku dan kini dia minta
tuhan sejemput saja untuk tenang seha
ri untuk kenyang sewaktu untuk tenang

Wahai pemuda mana telurmu?

Apa gunanya merdeka


Kalau tak bertelur
Apa gunanya bebas
Kalau tak menetas?

Wahai bangsaku
Wahai pemuda
Mana telurmu?

Burung jika tak bertelur


Tak menetas
Sia-sia saja terbang bebas

Kepompong menetaskan
kupu-kupu,
Kuntum membawa bunga
Putik jadi buah
Buah menyimpan biji
Menyimpan mimpi
Menyimpan pohon
dan bunga-bunga

Uap terbang menetas awan


Mimpi jadi, sungai pun jadi,
Menetas jadi,
Hakekat lautan

Setelah kupikir-pikir
Manusia ternyata burung berpikir

Setelah kurenung-renung
Manusia adalah
burung merenung

Setelah bertafakur
Tahulah aku
Manusia harus bertelur

Burung membuahkan telur


Telur menjadi burung
Ayah menciptakan anak
Anak melahirkan ayah

Wahai para pemuda


Wahai garuda
Menetaslah
Lahirkan lagi
Bapak bagi bangsa ini!

Menetaslah
Seperti dulu
Para pemuda
Bertelur emas

Menetas kau
Dalam sumpah mereka

SCB,
7 Agustus 2010

Anda mungkin juga menyukai