Trial by The Press
Trial by The Press
ABSTRAK
Pers merupakan lembaga yang bebas berfungsi sebagai media yang dapat
menunjang tersampaikannya informasi kepada rakyat dan juga berfungsi untuk
menaungi aspirasi rakyat melalui pers atau media massa. Namun tidak selamanya
pers berjalan sesuai dengan aturan hukum dan undang-undang yang berlaku.
Sering kali pers sedikit menyimpang dalam penyampaian informasi yang
menyebabkan pers bak seperti hakim yang memutuskan perkara bahwa seseorang
ini sudah pasti salah atau benar. Tindakan ini lah yang disebut dengan Trial by The
Press. Dari tindakan Trial by The Press ini dapat digunakan untuk memengaruhi
pandangan public atau membuat opini baru tentang suatu permaslahan yang
terkadang menyebabkan dampak-dampak yang dapat merugikan orang lain dan
hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Pers disini seakan-akan dengan
mudahnya menjatuhkan vonis atau tuduhan kepada seseorang yang belum tentu
dia benar atau salah dan bahkan pengadilan juga belum memutuskannya. Di
Indonesia, undang-undang tentang pers dan juga Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
perlu ditinjau kembali dan dirancang lebih khusus lagi untuk mengembalikan
peran pers dalam pemberitaan dan menghindari terjadinya Trial by The Press.
Kata Kunci : Trial by The Press, Pers, Undang-undang dan Kode Etik
Jurnalistik
1
BAB II
PENDAHULUAN
Kalau sudah terjadi peristiwa semacam ini, hubungan pers yang mulanya
sebagai mitra masyarakat dalam penyampaian sebuah informasi akan berubah
menjadi berhadapan atau tidak lagi sejalan. Pers dan masyarakat akan tampak
seperti hakim dan terdakwa, karena adanya penilaian sepihak, penghakiman dini,
terasa mengalami under preasure yang mematikan.Hal itu, membuat masyarakat
lebih merasakan sebagai korban pemberitaan yang tertindas.Bahkan lebih terasa
sebagai tirani pers kepada masyarakat.Lalu dimanakah hak privasi masyarakat
yang seharusnya dilindungi oleh UU untuk merasakan ketenangan, kenyamanan
beraktivitas tanpa selamanya terusik media? Sudah selayaknya setiap individu
mendapatkan hak privasinya dalam melakukan segala sesuatu tanpa perlu merasa
terbebani oleh pemberitaan yang ada.
Dalamdunia jurnalistik pun dikenal dengan sebuah kebebasan pers.
Kebebasan pers itu sendiri tidak bersifat mutlak, namun dapat berkembang dan
menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Dengan adanya kebebasan dalam pers,
tetap ada suatu batasan yang diterapkan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan. Salah satu pembatasnya adalah kode etik jurnalistik.Pasal-pasal
yang terdapat dalam kode etik jurnalistik merupakan saringan bagi kebebasan
2
pers. Dengan begitu, pers tidak dapat menyajikan berita sebebas-bebasnya, sesuai
dengan kehendaknya sendiri atau bahkan menyajikan berita yang tidak benar
adanya. Banyaknya kasus trial by the press di Indonesia pun menjadi latar
belakang yang menjadi bahan dalam penulisan makalah ini.
Pers diberikan batasan agar tindakan atau kegiatan mereka tidak mengarah
pada perbuatan trial by the press, pers dibekali atau dibentengi oleh beberapa
peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang No. 32 Tahun 2002
3
tentang Penyiaran, dimana diatur dalama Pasal 36, Undang-Undang No. 40 Tahun
1999 Tentang Pers, Pasal 4 ayat 3 UU. No. 14/70, Pasal 8 UU. No. 14/70dan
diberikan batasan pula dengan adanya Kode Etik Jurnalistik, dalam Pasal 4.
1.3 Permasalahan
Dalam kegiatan peradilan yang dilakukan oleh pers atau trial by the press,
ditemukan beberapa permasa4lahan yang terkait dengan hal tersebut. Yang
pertama yakni apakah yang dimaksud dari pers? Bagaimana mekanisme
pemberitaan yang dilakukan oleh pers? Kode etik jurnalistik dan undang-undang
apa saja yang berlaku untuk pers di Indonesia? Apa itu pengertian Trial By The
Press dan bagaimana menurut sudut pandang hukum memandang hal itu? Di
Indonesia, kasus apa saja yang sudah terjadi dan bagaimana korban atau orang
yang terkena dampak dari Trial by The Press tersebut?
4
BAB III
PEMBAHASAN
5
lengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat, foto, klise,
mesin-mesin stensil, atau alat-alat teknik lainnya.
Pengertian Pers Menurut J.C.T Simorangkir, S.H dalam bukunnya yang
berjudul Hukum dan Kebebasan Pers, yang menyebutkan bahwa pers memiliki
pengertian yang terbagi menjadi dua, yaitu pengertian pers dalam arti sempit
adalah hanya terbatas pada surat-surat kabar harian, mingguan dan majalah.
Sedangkan pengertian pers dalam arti luas adalah pers tidak hanya sebatas surat
kabar, majalah, tabloid mingguan, tetapi pers mencakup juga radio, televisi dan
film.
Pengertian Pers yang diperinci dalam Peraturan Menteri Penerangan
No.01/PER/MENPEN/1998 yang dimaksudkan pers adalah sebagai penerbitan
pers, yaitu surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah, buletin,
berkalalainnya yang diselenggarakan oleh perusahaan pers dan penerbitan kantor
berita.
6
pemberitaan oleh media-media di Indonesia yang mempertimbangkan faktor
eksternal seperti pasar dan cara mempertahankan diri di dunia media agar tetap
eksis, survive, dan establish.
Ketiga, pendekatan kultural, bahwa proses produksi berita dilihat sebagai
mekanisme yang rumit dan lebih melibatkan faktor internal media, yaitu rutinitas
organisasi media, sekaligus juga faktor eksternal media. Masing-masing media
memiliki sistem dan mekanisme pemberitaan masing-masing yang berbeda.
Contoh mekanisme pemberitaan dalam suatu media adalah sebagai
berikut:
Proses pembuatan berita dimulai dari rapat redaksi yang merupakan pusat
dari operasional media pemberitaan. Rapat redaksi merupakan agenda rutin, yang
menjadi faktor pengembangan dan peningkatan kualitas berita yang dihasilkan.
Dalam rapat tersebut, reporter, juru kamera, redaktur bisa mengajukan usulan-
usulan topik liputan yang bersumber dari undangan liputan pihak dari luar,
konferensi pers, sistem pers, berita yang dimuat atau ditayangkan media lain, hasil
pengamatan pribadi jurnalis, masukan dari sumber informan, dan sebagainya.
Rapat redaksi menentukan topic yang akan diliput, pembagian tugas
reporter dan juru kamera yang harus meliput peristiwa tersebut, dan narasumber
yang harus diwawancarai. Selanjutnya, redaktur memberi briefing pada reporter
untuk diberikan informasi dan arahan. Setelah diberikan briefing, reporter
langsung menuju ke tempat kejadian. Apabila terjadi masalah atau hambatan di
lapangan atau tempat peristiwa yang akan diliput, seperti narasumber yang tidak
mau diwawancarai, atau peristiwa yang diliput tidak sesuai dengan yang dianalisis
dan dirapatkan sebelumnya, reporter langsung berkonsultasi pada redaktur yang
memberikan penugasan. Setelah selesai meliput, reporter kembali ke kantor untuk
melaporkan hasil liputannya kepada redaktur untuk dipertimbangkan kembali.
Setelah jelas berita tersebut akan dimuat di media yang telah dirapatkan
sebelumnya, reporter menuliskan kembali hasil beritanya, lalu dilakukan proses
penyuntingan oleh editor khusus untuk memeriksa gaya bahasa.
7
Wartawan itu kaum profesional, seperti dokter, pengacara, dan profesi lain
yang memerlukan keahlian (expertise) khusus. Sebagaimana layaknya kalangan
profesional, wartawan juga memiliki kode etik atau etika profesi sebagai pedoman
dalam bersikap selama menjalankan tugasnya (code of conduct).
8
4 Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau
disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi
tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya
memintanya untuk merahasiakannya.
5 Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for
your eyes only).
6 Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari
suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.
9
5 Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan
profesi;
Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut sepenuhnya
diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk
untuk itu. Namun, jika pelanggarannya mengarah ke Delik Pers, maka proses
hukumlah yang diberlakukan. Delik pers yang banyak terjadi adalah Pencermaran
Nama Baik.
Menurut data Dewan Pers, wartawan sering melakukan pelanggaran kode etik
jurnalistik (Sumber). Bentuk pelanggarannya antara lain:
3.4 UU Pers
Pasal-pasal dan kode etik jurnalistik terkait trial by the press
Berikut beberapa pasal yang berkaitan dengan trial by the press, yakni:
a. Pasal 5 UU Republik Indonesia 40/1999 Tentang Pers[2]
10
1. Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini
dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
2. Pers wajib melayani hak jawab.
3. Pers wajib melayani hak tolak.
b. Pasal 4 ayat 3 UU. No. 14/70:
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak-pihak di luar
kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang disebut dalam
undang-undang.
c. Pasal 8 UU. No. 14/70:
Setiap orang yang disangka, ditangkap ditahan dituntut dan/atau
dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Untuk memberikan batasan kepada pers agar tindakan atau kegiatan
mereka tidak mengarah pada perbuatan trial by the press, pers dibekali atau
dibentengi oleh beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang
No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dimana diatur dalama Pasal 36 : ayat (5) Isi
siaran dilarang :
Selain itu diatur juga dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang
Pers:
11
1. Pasal 4 ayat 3 UU. No. 14/70:
12
menghakimi seseorang. Jadi penghakiman oleh pers merupakan suatu
pelanggaran terhadap konstitusi.
2. Pers yang bebas ikut campur atau mempengaruhi kekuasaan kehakiman
yang merdeka. Hakim yang profesional dalam karirnya tidak akan
terpengaruh oleh tanggapan pers. Tetapi jika pemberitaan pers
mempengaruhi jalannya suatu proses pengadilan, maka hal itu merupakan
suatu masalah yang sifatnya konstitusional. Karena di satu pihak
kebebasan pers harus dihormati, di pihak lain kebebasan pers ini jangan
sampai menghakimi tersangka.
Di beberapa negara bila sampai terjadi penghakiman oleh pers, maka
media tersebut akan mendapatkan sanksi dengan dasar telah melakukan contempt
of court(kejahatan terhadap proses peradilan). Ini berarti media massa tersebut
dianggap telah melakukan trial by the press dan harus dipertanggungjawabkan
melalui peradilan.
13
Pemberitaan tersebut membuat dirinya tertekan dan frustasi, imbuhnya.Pria
yang pernah menjadi pengurus Kontras di Aceh ini menjelaskan, tertekan dan
frustasinya PE cukup beralasan. Pasalnya, dalam kultur masyarakat Aceh bila
seseorang tertangkap oleh Wilayatul Hisbah (sebuah lembaga pengawasan
pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh),maka hal itu merupakan sebuah aib,
baik bagi keluarga maupun bagi kampungnya.Jika seseorang diketahui tertangkap
WH karena melanggar syariat, kata dia, maka orang tersebut akan dikucilkan
masyarakat dan lebih parahnya lagi orang itu akan diusir dari kampungnya.
14
4. Pemberitaan tentang Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Pemberitaan pers terutama merujuk pada keterangan beberapa saksi di
Pengadilan Tipikor dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang
untuk menempatkan keterlibatan Anas Urbaningrum dalam kasus itu sebagai
sasaran pemberitaan. Laporan pers bergeser dari substansi ke sasaran orang (ad
hominem).
Menurut catatan, kasus Trial by PressAkhir tahun 2011, LBH pers merilis
sekitar 30 kasus pers tahun 2011, seperti kasus hukum pidana, perdata, PHI, PMH
dan PTUN dan kasus wartawan karena dugaan penghinaan, pencemaran nama
baik, dan pemutusan hubungan industri. (LBH Pers, 2011) Divisi Etik Profesi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia merilis data pengaduan masyarakat
terkait pelanggaran etika pemberitaan pers sebanyak 470 kasus periode Januari -
Oktober 2011. Tahun 2010, ada 514 kasus pelanggaran etika pemberitaan pers.
(AJI, 2011)
5. Kepala Badan (Kaban) Infokom Pemprov Sumut Drs H Eddy Syofian MAP
mengeluh pada saya, soal kecenderungan media massa yang terkadang sudah tak
bisa dipercaya, karena beberapa di antaranya suka seenaknya sendiri dalam
menyajikan berita.
Beberapa hari lalu, ada sebuah media menulis, saya menggelapkan dana Infokom
Rp 12 miliar, katanya. Padahal, tambah Eddy, anggaran Badan Infokom yang
dipimpinnya itu keseluruhannya tak mencapai angka Rp 12 miliar. Sungguh aneh,
bukan ?
Hal senada juga pernah saya alami. Saya diberitakan media massa menggelapkan
dana Rp 18 juta (jumlah yang relatif kecil). Tapi berita itu sungguh naif.
Bagaimana mungkin menggelapkan dana Rp 18 juta, sementara dana yang saya
terima dari Infokom cuma Rp 10 juta ?
15
6. Kasus Korupsi DPRD Provinsi Sumatera Barat
16
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang cara menyalurkan
kebebasan berpendapat dan berbicara melalui media mssa harus dipatuhi oleh
semua pihak bukan saja insan pers. Meskipun pemerintah telah berusaha membuat
peraturan untuk mengatur kebebasan pers, namun kebebasan pers yang tidak
bertanggung jawab, dan penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan berbicara
melalui media massa maupun media sosial masih sering terjadi.
Bagi individu :
Bagi masyarakat :
17
Dampak positif(+) : apabila dapat menumbuhkan kesetiakawanan sosial
dan mewujudkan persatuan dan kesatuan serta menjaga
keamanan,ketentraman serta ketertiban.
Dampak negatif(-) : apabila menyebabkan hal-hal yang bertentangan
dengan nilai luhur budaya bangsa, sehingga menyebabkan hilangnya rasa
kesetiakawanan sosial dan pecahnya persatuan dan gangguan terhadap
keamanan,ketentraman, dan ketertiban.
Bagi negara :
18
Misalnya, tulisan-tulisan yang termuat dalam media masssa yang kurang
mempertimbangkan kepentingan nasional. Terlebih lagi, jika yang disampaikan
merupakan tulisan yang tidak berdasarkan fakta yang benar.
Jika keadaan seperti itu benar- benar terjadi, dampak terburuknya adalah
tingkat kepercayaan Luar Negeri terhadap Indonesia berkurang. Akibatnya, minat
kerja sama terutama kerjasama ekonomi, penanaman investasi, pemberian
bantuan, pemberian pinjaman dsb juga akan menurun. Kepercayaan Negara lain
terhadap Negara kita merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya, sama
dengan harga diri kita sebagai bangsa. Jika tidak ada lagi kepercayaan Negara lain
terhadap kita, jatuhlah harga diri kita sebagai bangsa.
19
BAB IV
KESIMPULAN
Pers merupakan lembaga yang bebas berfungsi sebagai media atau yang
menaungi aspirasi rakyat yang tidak bisa diungkapkan melalui lembaga formal
atau resmi tetapi bisa diartikulasikan melalui pers atau media massa. Namun
dengan adanya pers yang tidak bertanggung jawab, seperti pers yang hanya
menyebarkan berita yang dapat menjatuhkan salah satu pihak akan memengaruhi
masyarakat dengan pembentukan opini yang sudah difokuskan oleh pers bahwa
seseorang ini salah atau benar dan hal ini sering menimbulkan dampak yang tidak
baik bagi masyarakat. Trial by the press merupakan peradilan oleh pers, di mana
pers dapat berperan sebagai Polisi, Jaksa, Hakim dan aparat hukum lainnya. Dan
di negara kita sendiri belum terdapat peraturan yang mengatur tentang trial by the
press meskipun sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Pers dan dunia jurnalistik. Tetapi, peraturan yang ada sering kali diabaikan oleh
wartawan yang melakukan pemberitaan. Dalam suatu negara hukum seperti
Indonesia, dilarang main hakim sendiri, karena itu tindakan pers yang memvonis
tersangka padahal hakim belum memberikan putusan yang mempunyai hukum
tetap merupakan pelanggarang terhadap fungsi kekuasaan kehakiman. Dengan
adanya pemberitaan yang sudah mengarah pada penjatuhan vonis kepada
seseorang tersangka dan apabila dilihat dari sudut tata negara sudah merupakan
trial by the press, karena sudah merupakan perusakan sistem ketatanegaraan.
Maka dari itu, perlu adanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus
membahas tentang permasalahan Trial by The Press di Indonesia, sebab kasus ini
tidak hanya terjadi sekali dua kali dan tidak hanya di suatu tempat tertentu.
20
DAFTAR PUSTAKA
Utami, Sinung.(2012). Hukum Media, Dulu, Kini, dan Esok.Riptek, Vol.6(1), 49-
53.
21
WE ARE FROM
IKM B 2015
Dari kiri ke kanan : adam, rika, vita, icha, titin, nabylla, yunita
22