Anda di halaman 1dari 7

A.

Sekelumit historis pembelajaran tematik terpadu

Model pembelajaran tematik terpadu (PTP) atau integrated thematic instruction (ITI)
dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Belakangan PTP diyakini sebagai salah
satu model pembelajaran yang efektif (highly effective teaching model), karena mampu
mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik di dalam kelas atau
di lingkungan sekolah. Model PTP ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu
percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik (enhance learning and increase
long-term memory capabilities of learners) untuk waktu yang panjang.

Pembelajaran tematik terpadu yang sering juga disebut sebagai pembelajaran tematik
terintegrasi (integrated thematic instruction, ITI) aslinya dikonseptualisasikan tahun 1970-an.
Pendekatan pembelajaran ini awalnya dikembangkan untuk anak-anak berbakat dan bertalenta
(gifted and talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang
belajar cepat. Premis utama PTP bahwa peserta didik memerlukan peluang-peluang tambahan
(additional opportunities) untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang
lain untuk secara cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis. Pada sisi lain, model PTP relevan
untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan kualitatif lingkungan belajar. Model PTP
diharapkan mampu menginspirasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar.

Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan


materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik
(2004: 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran
yang kreatif dengan menggunakan tema. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa
pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum.
Disamping itu pembelajaran tematik akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih
menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran
ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.
B. . Landasan Yuridis.

Dalam implementasi pembelajaran tematik diperlukan paying hukum sebagai landasan


yuridisnya. Paying hukum yuridis adalah sebagai legalitas penyelenggaraan pembelajaran
tematik, dalam arti bahwa pembelajaran tematik dianggap sah bilaman telah mendapatkan
legalitas formal. Dalam pembelajaran tematik disekolah dasar dibutuhkan kebijakan atau
peraturan yang mendukung pelaksanaannya. Landasan yuridis tersebut adalah UUD RI 1945,
UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan INPRES N0. 1 Tahun 2010 tentang Peningkatan Mutu
Pendidikan.

1) UUD RI 1945, pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan yang layak.
2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 menyatakan bahwa setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab V Pasal 12 ayat (1) point
b menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

1. Landasan pendidikan dan pengajaran tematik terpadu


Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam
bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia
menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian terpenting untuk mengawali sesuatu. Adapun
menurut S. Wojowasito, (1972: 161), bahwa landasan dapat diartikan sebagai alas, ataupun dapat
diartikan sebagai fondasi, dasar, pedoman dan sumber. Sedangkan Pendidikan adalah bagian
penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.
Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti
merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.
Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa
dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan
tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen. Maka dapat disimpulkan bahwa
Landasan-landasan Pendidikan adalah alas, ataupun dapat diartikan sebagai fondasi, dasar,
pedoman dan sumber-sumber dalam mencapai suatu rangkaian kegiatan menuju pendewasaan
guna menuju kehidupan yang lebih berarti.
a. Macam-macam landasan pendidikan di indonesia
1) Yuridis
Berikut ini beberapa sumber UU negara Indonesia yang dijadikan dasar yuridis
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia :
a). UU RI No.20 ahun 2003 tentang sisiknas : setiap warga negara yang berusia 7 sampai
dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (pasal 6).
b). Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar
(pasal 34) menjadi dasar penerimaan siswa baru di SD.
2) Historis
Sejarah pendidikan di Indonesia merupakan jati diri kita. Ada tiga tokoh yang mewarnai
pendidikan di Indonesia.
a) Mohamad Syafei yang mendirikan Sekolah Indonesia Nedrlands School, Kayutanan di
Sumatra Barat (1926) yang memiliki konsep : mendidik anak-anak agar dapat berdiri
sendiri atas dasar usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka karena sekolah Hindia
Belanda hanya menyiapkan anak-anak menjadi pegawai mereka saja.
b) Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta (1922) melahirkan falsafah
Ing Ngaso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang artinya
ing ngarso sung tuladha = ketika di depan publik, seorang guru harus bisa memberikan
contoh / teladan yang baik kepada orang lain terutama peserta didik. Ing madya mangun
karsa = ketika di tengah atau di antar publik, guru harus mangun karsa bekerja keras
(membangun kinerja yang terbaik). Tut Wuri Handayani = ketika di belakang, seorang
guru harus memberi se mangat dan motivasi, support, atau dorongan.

c) K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Organisasi Islam (1912) di Yogyakarta, beliau ingin
mewujudkan orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, berguna bagi
masyarakat dan negara. Beliau juga sering di sebut sebagai sang pencerah.

3) Filsafat
Filsafat adalah cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akar tentang hakikat
Pendidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai
masalah-masalah pendidikan.

4) Psikologis

Landasan psikologis dalam penerapan landasan pendidikan sangatlah penting. Dengan


mengetahui psikologis pendidikan (psikologi perkembangan, psikologi belajar, dan psikologi
sosial) maka pemberian porsi materi serta pendekatan tang digunakan dalam kegiatan
kependidikan akan pas sesuai dengan tingkat perkembangannya.

5) Sosiologis

Menurut Ibnu Taimiyyah anak terlahir dalam keadaan fitrah. Dalam suatu keadaan
kebaikan bawaan dan lingkungan sosial itulah yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
Menjadikan manusia dapat berinteraksi dengan baik dengan masyarakat dan lingkungan.

6) Antropologis

Antropologi pendidikan mencoba mengungkapkan proses-proses transmisi budaya


atau pewarisan pengetahuan melalui proses sosialisasi.

7) Ekonomi

Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang proses pembelajaran
melalui kerjasama pihak sekolah dengan usahawan dalam proses belajar mengajar para siswa.
Dan mengetahui semua yang berkaitan dengan ilmu ekonomi yang sangat banyak kita
gunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti : ilmu dalam bertransaksi (jual-beli) yang benar.

8) Religi

Manusia dari tiga komponen : jasmani, rohani dan akal. Ketiganya komponen
tersebut akhirnya akan kembali kepada Sang Khaliq untuk mempertanggungjawabkan kinerja
dari ketiga komponen tersebut. Manusia diutus ke dunia sebagai khalifah. Agar manusia
mampu menjadi khalifah yang baik, maka manusia memerlukan pendidikan. Landasan
pendidikan religi berasal dari Al-Quran dan Sunnah.

2. Landasan pembelajaran tematik terpadu


Landasan Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran pada hakikatnya menempati
posisi atau kedudukan yang sangat strategis dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, dalam arti
akan menjadi penentu terhadap keberhasilan pendidikan. Maka dalam proses pembelajaran
dibutuhkan berbagai landasan atau dasar yang kokoh dan kuat. Landasan-landasan tersebut pada
hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh guru pada
waktu merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasil pembelajaran. Landasan-
landasan yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam pembelajaran tematik meliputi:
A. Landasan Filososfis
Landasan filosofis dimaksudkan pentingnya aspek filsafat dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik, bahkan landasan filsafat ini menjadi landasan utama yang
melandasi aspek-aspek lainnya. Perumusan tujuan atau kompetensi dan isi atau materi
pembelajaran tematik pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan
filosofis. Secara filosofis, kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga
aliran filsafat yaitu: aliran progresivisme, aliran kontruksivisme, dan aliran humanisme.
B. Landasan Psikologis
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, oleh sebab itu
dalam melaksanakan pembelajaran tematik harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan
dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan. Siswa adalah
individu yang berada dalam proses perkembangan seperti: perkembangan fisik atau
jasmani, intelektual, sosial, emosional, dan moral. Tugas utama guru adalah
mengoptimalkan perkembangan siswa tersebut.
A. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis dalam pembelajaran terpadu berkaitan dengan berbagai
kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran terpadu di sekolah
dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya, serta (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya. Disamping itu pada Permendiknas No 22 Th 2006 02. BAB II Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum menyatakan Pembelajaran pada Kelas I s.d. III
dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan
melalui pendekatan mata pelajaran.
D. Landasan Normatif
Landasan normatif menghendaki bahwa, pembelajaran tematik hendaknya
dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan-tujuan
pembelajaran.
E. Landasan Praktis
Landasan praktis mengharapkan bahwa pembelajaran tematik dilaksanakan
dengan memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap
kemungkinan pelaksanaannya mencapai hasil optimal. Dengan demikian pada praktiknya
guru dapat berkreativitas dan berinovasi dalam proses pembelajaran dengan
menyesuaikan sarana prasarana dan sumber belajar yang tersedia.
Menurut (Sukayati, 2009) pembelajaran tematik terpadu di SD dikembangkan
dengan landasan beberapa teori dan filsafat sebagai berikut :
a. Landasan Psikologi Gestalt Pembelajaran ditekankan pada pengenalan atau
pengamatan pertama terhadap suatu objek yang diawali dari pengamatan terhadap
keseluruhan atau totalitas. Totalitas atau keseluruhan itu dapat dikembangkan untuk
mempelajari hubungan antar bagian atau antar mata pelajaran. Hal ini dipandang
merupakan proses belajar yang wajar dan baik sesuai dengan tingkat berpikir anak.
b. Teori Perkembangan Kognitif Pembelajaran berorientasi pada Developmentally
Appropriate Practice (DAP), yaitu pembelajaran harus disesuaikan dengan
perkembangan usia dan individu yang meliputi kognisi, emosi, minat, dan bakat siswa.
c. Teori Konstruktivisme Pembelajaran menekankan pada proses peserta didik
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Yaitu anak diberi kesempatan untuk
menyusun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman belajarnya yang bias
disebut belajar bermakna.
d. Filsafat Konstruktivisme Pembelajaran menekankan kepada guru untuk menggantikan
hal yang biasa dan dangkal dengan realitas yang diarahkan dengan baik, dimana guru
berperan sebagai fasilitator pembelajaran bagi peserta didik, sehingga anak menjadi
kreatif dan aktif.

Anda mungkin juga menyukai