Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN II

KALA III

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : VI
NAMA KELOMPOK : PEPI SEPRIYANI
POPPY NOVITA SARI
PUTRI OKTA ANGGRAINI
RADHA SRI SASWITA
RIA MEI EFITRI
RINI ASTRIA
RISKI DAMAYANTI
RISKYA DWI INTAN
TINGKAT : II.A
DOSEN PEMBIMBING : INTAN SARI, S.SiT

YAYASAN BUDI MULIA


AKADEMI KEBIDANAN BUDI MULIA PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2012 / 2013

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan ridho-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah kami dengan judul
"Asuhan Kebidanan Kala III".
Adapun makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas yang
diberikan. Terima kasih, kami ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Intan Sari,
S.SiT. Yang telah membimbing dan membantu kami dalam pembuatan makalah
kami ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan, agar kami
dapat lebih baik lagi pada kesempatan yang akan datang dan diharapkan makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Palembang, September 2012

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... Ii

BAB I PENDAHULUAN

1
1. l Latar belakang .......................................................................
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 1

1.3 Tujuan ................................................................................... 1

1.4 Manfaat ................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kala Tiga ............................................................. 3

2.2 Fisiologi Persalinan Kala Tiga .............................................. 3

2.3 Manajemen Aktif Kala Tiga................................................... 8

2.4 Penyelesain Kala Tiga............................................................ 13

2.5 Komplikasi Kala Tiga Persalinan .......................................... 15


2.6 Perawatan Kala Tiga...............................................................
16

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kala tiga persalinan disebut juga sebagai kala tiga atau kala
pengeluaran plasenta. Kala tiga dan empat persalinan merupakan
kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran
bayi) persalinan. Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi
pada kala tiga dan empat, sangat berkaitan dengan apa yang telah
dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya. (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008)

Kala tiga dimulai segera setelah bayi lahir dan air ketuban sudah tidak
berada di dalam uterus, kontraksi uterus akan terus berlangsung dan ukuran
rongganya akan mengecil. Pengurangan dalam ukuran ini akan
menyebabkan pengurangan dalam ukuran situs penyambungan plasenta.
Oleh karena itu situs sambungan tersebut menjadi lebih kecil, plasenta
menjadi lebih tebal dan mengkerut serta memisahkan diri dari dinding
uterus. (Sulistyawati, 2010)

1.2 Rumusan Masalah


Asuhan kebidanan apa saja yang diberikan pada kala III persalinan?

1.3 Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat:
1. Menjelaskan fisiologi kala tiga
2. Menjelaskan penatalaksanaan manajemen aktif kala tiga.
3. Menjelaskan cara pelepasan dan pemeriksaan plasenta, selaput amnion
dan tali pusat.
4. Menjelaskan pengawasan kala

1
1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Penulis dapat lebih memahami manajemen kala tiga dan dapat


berbagi informasi dengan pembaca.

1.4.2 Bagi Pembaca

Pembaca mengetahui mekanisme penatalaksanaan kala tiga.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kala Tiga


Kala tiga disebut juga kala uri. Persalinan kala tiga dimulai setelah
lahirnya bayi dan berakhir dengan lahimya plasenta. Kala tiga berlangsung
tidak lebih dari 30 merit. (Sulistiawati, 2010)

2.2 Fisiologi Persalinan Kala Tiga

Pada kala tiga persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti


penyusunan volume rongga uterus setelah bayi lahir. Penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan menjadi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian
lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian
bawah uterus atau ke dalam vagina. (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008)
Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek
saat plasenta terlepas.. Situs plasenta akan berdarah terus sampai
seluruhnya berkontraksi. Setelah plasenta lahir, seluruh dinding uterus
akan berkontraksi dan menekan seluruh pembuluh darah yang akhinya
akan menghentikan perdarahan dari situs plasenta tersebut.

Uterus tidak bisa sepenuhnya berkontraksi hingga bagian plasenta


lahir seluruhnya. Oleh karena itu, kelahiran yang cepat dari plasenta segera
setelah ia melepas dari dinding uterus merupakan tujuan dari
penatalaksanaan kebidanan dari kala tiga yang kompeten.
(Sulistyawati, 2010)

3
2.2.1 Tingkat Kala Tiga
Kala tiga atau kala uri dibagi dalam dua tingkat
a. Tingkat pelepasan plasenta.

Sebab-sebab terlepasnya plasenta ialah:

1. Waktu bayi dilahirkan uterus sangat mengecil dan setelah bayi lahir
uterus merupakan alat dengan dinding yang tebal sedangkan rongga
rahim hampir tidak ada. Fundus uteri terdapat sedikit di bawah tali
pusat. Karena pengecilan rahim tersebut, maka tempat perlekatan
plasenta juga sangat mengecil.
Plasenta harus mengikuti pengecilan ini hingga menjadi 2x setebal
pada permulaan persalinan dan karena pengecilan tempat
melekatnya, plasenta akan berlipat-lipat dan ada bagian-bagian
yang terlepas dari dasarnya.
Jadi faktor yang paling penting dalm pelepasan plasenta adalah
retraksi dan kontraksi otot rahim setelah bayi lahir.
2. Ditempat yang lepas terjadi perdarahan antara plasentadan decidua
basalis dan karena hematoma ini membesar, maka seolah-olah
plasenta terangkat dari dasarnya oleh hematoma tersebut sehingga
daerah pelepasan meluas.

Plasenta biasanya terlepas dalam 4-5 merit setelah anak lahir. Juga
selaput janin menebal dan berlipat-lipat karena pengecilan dinding
rahim. Oleh kontraksi dan retraksi rahim terlepas dan sebagian
karena tarikan waktu plasenta lahir. (Cunningham, 2005)

4
b. Tingkat pengeluaran plasenta

Setelah plasenta lepas, maka karena kontraksi dan retraksi otot rahim,
plasenta terdorong ke dalam segmen bawah rahim atau kedalam bagian atas
vagina. Dari tempat ini plasenta terdorong ke luar oleh tenaga mengejan.
(Cunningham, 2005)

Pelepasan plasenta secara Schultze dan Duncan.

Secara Schultze

Pelepasan dimulai pada bagian tengah dari plasenta dan disini


terjadi hematoma yang selanjutnya mengangkat plasenta dari dasarnya.
Plasenta dengan hematoma di atasnya sekarang jatuh ke bawah dan
menarik lepas selaput janin
Bagian plasenta yang nampak dalam vulva adalah permukaan
foetal, sedangkan hematoma sekarang terdapat dalam kantong yang
terputar balik. Maka pelepasan plasenta secara schultze tidak ada
perdarahan sebelum plasenta lahir. (Cunningham, 2005)

Secara Duncan

Pada pelepasan secara Duncan pelepasan mulai pada pinggir


plasenta. Darah mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim,
jadi perdarahan sudah ada sejak sebagian dari plasenta terlepas dan terus
berlangsung sampai seluruh plasenta terlepas. Plasenta lahir dengan
pinggirnya terlebih dahulu. Pelepasan secara Duncan terutama terjadi pada
plasenta letak rendah. (Cunningham, 2005)

5
Tanda-Tanda Minis Pelepasan Plasenta

Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi
fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan). (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
(tanda Ahfeld). (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Semburan dari mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul


dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu
oleh gaya grativitasi. Apabila kumpulan dari dalam ruang diantara dinding
uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya
maka dari tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Perubahan dalam posisi uterus. Uterus naik di abdomen karena plasenta


yang telah terlepas, berjalan turun masuk kesegmen bawah uterus dan
vagina, serta massanya mendorong uterus keatas. (Cunningham, 2005)

2.2.3 Pelahiran Plasenta

Pengeluaran plasenta jangan dipaksakan sebelum pelepasan plasenta


karena ditakutkan menyebabkan inversio uteri. Traksi pada tali pusat tidak
boleh digunakan untuk menarik plasenta keluar dari uterus. Inversia uteri
adalah salah satu komplikasi dalam persalinan yang berbahaya. Pada saat
korpus uterus ditekan, tali pusat tetap tegang.

6
Uterus diangkat ke arah atas dengan tangan di atas abdomen. Manuver ini
diulangi beberapa kalisampai plasenta mencapai introitus. Saat plasenta
melewati introitus, penekanan pada uterus dihentikan. Plasenta kemudian
secara perlahan dikeluarkan dari introitus. Tindakan hati-hati dipelukan
untuk mencegah membran supaya tidak terputus dan tertinggal. Jika
membran mulairobek, pegang robekan tersebut dengan klem dan tarik
perlahan. Permukaan maternal plasenta harus diperiksa secara hati-hati
untuk memastikan bahwa tidak ada fragmen plasenta tertinggal di uterus.
(Cunningham, 2005)

Pelepasan Plasenta Manuil

Kadang plasenta tidak akan lepas dengan cepat. Hal ini biasa terjadi
pada kelahiran preterm. Jika pada waktu tertentu terdapat perdarahan yang
cepat dan plasenta tidak dapat dilahirkan dengan teknik ini, pengeluaran
plasenta manual diindikasikan, dengan upaya perlindungan.

Plasenta dikeluarkan dengan melakukan tindakan manual bila terjadi:


1. Perdarahan lebih dari 400 sampai SOOcc.
2. Terjadi retensio plasenta.
3. Bersamaan dengan tindakan yang disertai narkoba.
4. Terdapat anamnesa perdarahan habitualis.

Pengeluaran selaput janin dilakukan sedemikian rupa sehingga


selaputnya dapat keluar dengan utuh.
1. Plasenta yang telah lahir dipegang selanjutnya selaput ditarik dan
dipilinkan seperti tali.
2. Ditarik dengan klem perlahan-lahan.

7
3. Dikeluarkan dengan manual atau digital.
(Manuaba, 1998)

Gambar 2.2.3 Placenta Manual

2.3 Manajemen Aktif Kala Tiga

Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan


kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan dan menguranbai kehilangan darah. Sebagian besar
kasus kematian ibu di Indonesia disebabkan perdarahan pascapersalinan
dimana hal tersebut disebabkan oleh atonia uteri dan retensfo plasenta
yang sebenarnya dapat dicegah dengan manajemen aktif kala tiga.

2.3.1 Keuntungan-Keuntungan Manajemen Aktif Kala Tiga

Persalinan kala tiga yang lebih singkat


Mengurangi jumlah kehilangan dari
Mengurangi kejadian retensio placenta.
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

8
Langkah Utama Manajemen Aktif Kala Tiga

Pemberian Suntikan Oksitosin

1. Letakkan bayi barn lahir diatas kain bersih yang telah disiapkan
di perut bawah ibudan minta ibu atau pendampingnya membantu
memegang bayi.

2. Pastikan tidak ada bayi lain di dalam uterus.

3. Beritahu ibu bahwa is akan disuntik.

4. Segera suntikan oksitosin 10 unit IM padal/3 bagian atas paha


bagian luar.

5. Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih dahulu


maka akan memberi cukup waktu p-ada bayi untuk memperoleh
sejumlah darah kaya zat besi dan setelah itu baru dilakukan
tindakan penjepitan dan pemotongan tali pusat.

6. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk insiasi
menyusu dini dan kontak kulit dengan ibu.

7. Tutup kembali perut bawah ibu dengan kain bersih. (Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Selain oksitosin, salah satu obat uterotonik berikut biasanya


digunakan

Ergometrin intravena 0,5 mg

Obat ini berkerja dalam waktu 45 detik, oleh sebab itu, sangat
bermanfaat untuk mempertahankan kontraksi yang cepat karena
kerja uterus hipotonik akan menyebabkan hemoragi.

9
Kombinasi ergometrin dan oksitosin

Oksitosin bekerja dalam waktu 2 1/2 merit, dan ergometrin


bekerja dalam waktu 6-7 merit

Kombinasi ini menghasilkan kontraksi uterus yang cepat,


ditambah dengan kontraksi yang lebih kuat dan berkelanjutan
yang berlangsung selama beberapa jam. Tetapi obat ini
dikontraindikasikan jika terdapat riwayat hipertensi atau
penyakit jantung. (Benson, 2011)

Penegangan Tali Pusat Terkendali

Syarat untuk memulai penegangan tali pusat terkendali:


a) Obat uterotonik telah diberikan
b) Tunggu sampai obat bekerja
c) Uterus berkontraksi dengan baik
d) Tanda-tanda pelepasan dan penurunan plasenta muncul
(Benson, 2011)

Langkah-langkah penegangan tali pusat terkendali:


1. Berdiri disamping ibu.
2. Pindahkan klem pada tali pusat.

3. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu tepat di atas simfisis
pubis. Gunakan tangan mi untuk meraba kontraksi uterus dan
menekan uteruspada saat melakukan penegangan pada tali pusat.
Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat
dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan uterus kearah

10
lumbal dan kepala ibu. Lakukan secara hati-hati untuk mencegah
terjadinya inversio uteri.

4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi


kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi
kembali penegangan tali pusat terkendali.

5. Saat mulai kontraksi tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan


tekanan dorso-kranial hingga tali pusat semakin menjulur dan
korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah
lepas dan dapat dilahirkan.

6. Tetapi apabila plasenta tidak turun setelah 30 40 detik


dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tandatanda yang
menunjukan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali
pusat.

a. Pegang kiem dan tail pusat dengan lembut dan tunggu sampai
kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke
perineum pada saat tali pusat memanjang.

b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali


pusat terkendali dan tekanan dorsokranial pada korpus
uterisecara serentak. Ikuti langkah tersebut hingga terasa
plasenta terlepas dari dinding uterus.

7. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar


plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap
tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai.

8. Pada saat plasenta terlihat pada introtus vagina, lahirkan plasenta


dengan mengangkat tali pusat ke atas

11
dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan
dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mulai robek,
pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar
plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.

9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk


melahirkan selaput ketuban.

10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir scat
melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks
dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau
stern atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Masase Fundus Uteri


Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri:

1. Letakkan teiapak tangan pada fundus uteri.

2. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin terasa


agak tidak nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu
untuk menarik nafas dalam dan perlahan secara rileks.

3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah


memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus
tidak berkontraksidalarn waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan
atonia uteru.

4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya


Iengkap dan utuh:

12
a. Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding
uterus) untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh.

b. Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah


untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang,

c. Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap ke bayi) untuk


memastikan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan.

d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.

5. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua


menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih
belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu
dan keluarga cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk
segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik.

6. Periksa kontraksi uterus setup 15 menu selama


satu jam pertama pascapersalinan dan setup 30 menit selama satu
jam kedua pascapersalinan.

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

2.4 Penyelesaian Kala Tiga


Setelah plasenta lahir, pertama-tama bidan harus memeriksa bahwa
kontraksi uterus baik dan jumlah darah segar yang hilang minimal.
Inspeksi yang cermat pada area perineum dan vagina bawah sangat
penting dilakukan.

13
Jumlah darah yang hilang harus diperkirakan, volume darah yang
mengenai sprei dan swab harus diukur, demikian pula jumlah cairan yang
hilang dan pembentukan bekuan yang dapat diukur.
Inspeksi placenta atau selaput secara menyeluruh harus dilakukan untuk
memastikan bahwa tidak ada bagian placenta yang tertinggal.
Jika placenta atau selaput diduga tidak lengkap, keduanya harus disimpan
untuk prows inspeksi dan dokter harus segera diberitahu.
(Benson, 2011)

Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pemantauan kale tiga:
1. Kontraksi
Pemantauan kontraksi pada kala tiga dilakukan selama rnelakukan
manajemen aktif kala tiga, sampai dengan sesaat setelah placenta lahir.
Dan dilanjutkan selama satu jam berikutnya dalam kala empat.

2. Robekan jalan lahir dan perineum.


Bidan melakukan pengkajian terhadap robekan jalan lahir dan
perineum. Pengkajian ini dilakukan seawal mungkin sehingga bidan
dapat segera menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang tepat
yang akan digunakan sesuai kondisi pasien. Selain itu, juga memastikan
apkah jumlah darah yang keluaradalah akibat robekan jalan lahir atau
karena pelepasan placenta.

3. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genesatua sangat
penting dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi
terhadap luka robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intrauterus.
Pada kala tiga kondisi pasien sangat kotor.
Setelah placenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada perdarahan,
segera keringkanbagian bawah pasien dari air ketuban dan darah.

14
Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai penampung
darah. Jika memang perlu, maka pasang bengkok di bawah bokong
pasien.
(Sulistiawati, 2010)

Pemeriksaan plasenta dan selaputnya

Setelah plasenta lahir bersama selaputnya maka selanjutnya


dilakukan pemeriksaan yang cermat terhadap:
1. Kotiledon yang berjumlah 20 buah
2. Permukaan plasenta janin
3. Kemungkinan terdapat plasenta suksenturiata.
(Manuaba, 1998)

2.5 Komplikasi Kala Tiga Persalinan

Tertinggalnya sebagian jaringan plasenta dapat menyebabkan:


1. Perdarahan puerperium yang berkepanjangan
2. Bahaya infeksi
3. Terjadi polip plasenta
4. Degenerasi ganas menjadi koriokarsinoma (Manuaba, 1998)
Selain itu komplikasi kala tiga dapat berupa perdarahan berikut:

a. Hemoragi postpartum
Didefinisikan sebagai perdarahan berlebihan dari saluran
genital kapan saja setelah kelahiran bayi sampai dengan 6
minggu setelah pelahiran.

15
1. Jika hemoragi terjadi selama kala tiga persalinan atau dalam
24 jam setelah pelahiran, hemoragi ini disebut dengan
hemoragi postpartum primer.
2. Jika hemoragi terjadi setelah 24 jam pertama pasca kelahiran
sampai dengan 6 minggu postpartum, hemoragi ini disebut
dengan hemoragi postpartum sekunder. (Benson, 2009)

2.6 Perawatan Kala Tiga

Ibu dan bayi sebaiknya tetap berada dalam perawatan bidan, minimal
satu jam setelah kelahiran, dimanapun lokasinya.

Ibu harus dianjurkan untuk berkemih karena kandung kemih yang penuh
dapat menghambat kontraksi uterus.

Kontraksi uterus dan perdarahan harus diperiksa beberapa kali selama satu
jam pertama ini.

Selama periode tersebut, bidan harus memperhatikan kesejahteraan umum


bayi. Ia harus memeriksa keamanan klem satu pusat dan memantau warna
kulit bayi secara keseluruhan, pernapasan, dan juga suhu tubuhnya.

Tempat paling hangat pada bayi adalah saat bayiditempelkan langsung pada
kulit ibu atau dibedong dan dipeluk, apapun yang disukai oleh ibu.

Sebagian besar ibu yang berniat menyusui bayinya ingin agar bayi mereka
diletakkan di payudara selama momen kontak awal ini.
(Benson, 2011)
Selain itu, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengamatan setelah
melahirkan, antara lain:

16
1. Ibu harus tetap berada dibawah pengawasan ketat paling sedikit selama
satu jam setelah plasenta lahir. Perhatikan tanda-tanda vital dan reaksi
ibu. Catat tekanan darah, denyut nadi dan keteraturannya serta jumlah
darah yang keluar dari vagina setiap lima betas menu atau lebih sering
jika diperlukan. Topang fundus uteri. Pijat dengan lembut dan sering
untuk mempertahankan kontraksi yang kuat. Sesekali keluarkan
gumpalan darah dan perkirakan jumlah total darah yangg hilang setelah
satu jam.

2. Waspada terhadap keluhan nyeri hebat pada perinium yang mengerah


pada pembentukan hematoma. Denyut nadi yang cepat dan perburukan
hipotensl menunjukkan ancaman syok, karena kehilangan darah yang
banyak atau terus menerus. Sakit kepala hebat dan refleks lebih dapat
mendahului terjadinya eklamsi. Lakukan kateterisasi untuk mengatasai
retensi urin jika diperlukan. Jangan pindahkan pasien keruang
perawatan sampai keadaanny stabil.
(Benson, 2009)
Kebutuhan ibu pada kal tiga, antara lain:
1. Dukungan mental dari bidan dan keluarga atau pendamping.
2. Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui.
3. Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan
tindakan apa yang akan dilakukan.
4. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu
mempercepat kelahiran plasenta, yaitu kapan saat meneran dan
posisi apa yang mendukung untuk pelepasan dan kelahiran
plasenta.
5. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah
dan air ketuban.
(Sulistiawati, 2010)

17
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Persalinan kala tiga dimuiai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta. Kala tiga berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

Dalam pelaksanaan kale tiga, terdapat tiga tanda terlepasnya plasenta,


yaitu perubahan bentuk dan tinggi fundus, tali pusat memanjang, dan
semburan darah mendadak dan singkat. Selain hal tersebut, penatalaksanaan
manajemen aktif kala tiga juga harus diperhatikan, yaitu dimulai dari
pemberian oksitosin 10 unit IM dalam waktu satu menit setelah bayi lahir,
melakukan penegangan tail pusat terkendali, dan meiakukan masase fundus
uteri segera setelah plasenta lahir.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Petugas Kesehatan
Dalam melakukan penatalaksanaan kala tiga, sebagai tenaga
kesehatan perlu memperhatikan hal-hal yang menyangkut
kesejahteraan pasien, misalnya memperhatikan kesterilan alat, dan
melakukan prosedur yang tepat dan benar.

3.2.2 Bagi Institusi Pendidikan


Agar dapat membantu mahasiswi dalam menerapkan asuhan
kebidanan pada kala tiga dengan baik guna meningkatkan mute lime
pengetahuan dalam penatalaksanaan kala tiga.

18
3.2.3 Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dalam memberikan
asuhan kebidanan pada kala tiga dengan cermat dan terampil.

19
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C., Martin L. Pernoll. 2009. Buku Saku Praktik Kebidanan.
Jakarta: EGC.

Cunningham, F.Gary, dkk.2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2 008.Pelatihan Klinik Asuhan


Persalinan Normal. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : GC.

Sastrawinata, Sulaiman.l983.Obstetri Fisiologi. Bandung:Univ. Padj adj aran.

Sulistyawati, Ari, Esti Nugraheny.2010.Asuhan Kebidanan Pada Ibu


Bersalin.Jakarta: Salemba Medika.

www.gooizle.co.id/images/manualplasenta

20

Anda mungkin juga menyukai