Anda di halaman 1dari 30

POLA KERJA SAMA TRI PUSAT PENDIDIKAN ISLAM

KATA PENGANTAR

Puji beriring syukur kami panjatkan kepada Ilahi Robbi yang telah memberikan karunia-Nya kepada
penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarganya, para shahabatnya, dan kepada umat yang mengikuti
ajaran serta sunahnya.

Makalah yang penulis susun ini mengandung pokok bahasan mengenai pola kerjasama tripusat
pendidikan Islam dengan sub-sub bahasannya yaitu unsur pokok pendidikan, peranan keluarga, sekolah,
dan masyarakat dalam pendidikan Islam, dan peranan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam
pendidikan islam

Makalah ini penulis susun sebagai salah satu tugas mata kapita selekta pendidian islam yang dibina oleh
Drs. Khairuddin,MA

Meskipun makalah ini jauh dari kesempurnaan, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pemakalah khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhir kata, penulis ucapkan
Alhamdulillah dan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga segala kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT berupa
pahala yang berlipat ganda, amin.

Medan, 28 september 2012

pemakalah
i.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................................

Daftar Isi.........................................................................................................................................

Bab I..............................................................................................................................................

Pendahuluan...................................................................................................................................

Bab II..............................................................................................................................................

Pembahasan....................................................................................................................................

A. Konsep tripusat pendidikan menurut pendidikan islam.....................................................

1. Pendidikan keluarga..................................................................................................

2. Pendidikan sekolah....................................................................................................

3. Pendidikan masyaraat................................................................................................

B. Peran keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam pendidikan islam.....................................

1. Peran keluarga dalam pendidikan islam.....................................................................

2. Peran masyarakat dalam pendidikan islam................................................................

3. Peran sekolah dalam pendidikan islam......................................................................

BAB III..........................................................................................................................................

Kesimpulan.....................................................................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................................................

ii.

BAB I

PENDAHULUAN

Sampai sekarang ini, pendidikan masih diyakini sebagai perantara terbaik dalam membentuk generasi
ideal masa depan sekaligus instrumen guna menyelamatkan gerak maju sebuah bangsa. “Keyakinan” ini
tetap ada tentu dengan lebih dulu mengesampingkan fakta di lapangan, bahwa produk pendidikan
ternyata tidak dapat dijamin berperilaku terpuji. Bahkan hari ini, lembaga pendidikan telah menjadi
“peserta baru” sebagai tempat korupsi. Pengenyampingan ini penting agar kita tidak psimis untuk ikut
serta dalam mempercantik wajah pendidikan negeri ini.

Beragam sekali definisi Pendidikan dari para pakar. UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pun mempunyai versi sendiri. UU yang dibuat tahun 2003 ini mendefinisikan Pendidikan sebagai “Usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara”

Menurut Doni Koesoema hakikat pendidikan adalah proses penyempurnaan diri manusia terus menerus
yang berlangsung dari generasi yang satu ke generasi yang lain.[1] Tujuan pendidikan Islam, yakni
melahirkan pribadi manusi yang sempurna, beragama, kreatif, produktif dan peka terhadap situasi
lingkungannya. Manusia sepanjang hidupnya sebagian besar akan menerima pengaruh dari tiga
lingkungan pendidikan yang utama tersebut, keluarga, sekolah, dan masyarakat dan ketiganya biasa
disebut dengan tripusat pendidikan.

RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa satuan pendidikan
adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal,
dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan
yang ditetapkanberdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang di kembangkan, sedangkan jenis pendidikan adalah kelompok yang di didasarkan
pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga.

Istilah tripusat pendidikan diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantora yang menggambarkan lembaga atau
lingkungan pendidikan yang ada disekitar manusia – yang mempengaruhi perilaku peserta didik.. Yang
dimaksud dengan tripusat pendidikan adalah setiap pribadi manusia akan selalu berada danmengalami
perkembangan dalam tiga lembaga pendidikan, yakni : Pendidikan dalam keluarga (pendidikan
informal), pendidikan dalam sekolah (pendidikan formal), dan pendidikan di dalam masyarakat
(pendidikan non formal).

keluarga, masyarakat, dan sekolah. Ketiga lembaga ini secara bertahapdan terpadu mengemban
tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Kemudian, tripusat pendidikan ini dijadikan prinsip
pendidikan, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan rumah
tangga, masyarakat dan sekolah. Ketiga lembaga pendidikan tersebut hendaknya menjadi tangan
panjang untuk membantu mencapai tujuan pendidikan Islam yang ideal, yaitu manusia yang berbudaya,
beradap dan beragama.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Tripusat Pendidikan Islam

1. Pendidikan keluarga

Kita telah merasakan bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam
masyarakat karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Batas dan
bicara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak,
budi pekerti, dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang
akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.

Orang tua mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam keluarga terhadap pendidikan anak, lebih
bersikap menentukan: watak, budi pekerti, latihan keterampilan, dan pendidikan kesosialan. Selain
daripada itu, penanaman nilai-nilai pancasila, nilai-nilai keagamaan dan kepercayaan kepada Allah SWT
dimulai dalam keluarga.
Menurut Pendidikan Islam, konsep pendidikan keluarga adalah pendidikan yang dilakukan oleh orang
tua terhadap anak atas dorongan kasih saying yang dilembagakan islam dalam bentuk kewajiban dan
akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.

Orang tua adalah orang yang pertama memikul tanggung jawab pendidikan terhadap anak, secara alami
anak pada masa-masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ayah dan ibunya sehingga dasar-
dasar pandangan hidup, sikap hidup serta ketrampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada
ditengah-tengah orang tuanya.

Dalam pendidikan anak, Ibu dan Ayah masing-masing mempunyai tanggung jawab yang sama. Hadits
Nabi yang menyatakan bahwa “Ibu adalah pengembala dirumah tangga suaminya dan bertanggung
jawab atas gembalanya” sesungguhnya mengisyaratkan kerja sama Ibu dan Ayah dalam pendidikan
anak, hanya saja terutama dalam lingkungan keluarga yang menuntut ayah lebih banyak berada diluar
rumah untuk mencari nafkah dan ibu lebih banyak dirumah untuk mengatur urusan rumah.[2]

Dalam hal ini Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat At Tahrim ayat 6 yang berbunyi:

‫نارا واهليكم انفسكم قوا امنوا يايهاالذين‬.....(‫ التحريم‬: 6)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka….”. (QS. At
Tahrim : 6)

Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanat
Allah yang diberikan kepada orang tua yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas pendidikan
anak-anaknya.

Sedangkan didalam hadits Nabi SAW secara jelas Beliau mengisyaratkan lewat sabdanya:

‫اويمجسانه اوينصرانه يهودانه ابواه وانما الفطرة على يولد مولود كل‬

Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya
Yahudi, Nasrani atau Majusi”.

Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka mendidiknya
adalah sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya
dalam hal pendidikan agama dan umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan, hal ini
dimaksudkan agar kelak anak-anak itu akan dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

2. Pendidikan sekolah

Konsep Pendidikan Sekolah menurut Pendidikan Islam adalah suatu lembaga pendidikan formal yang
efektif untuk mengantarkan anak pada tujuan yang ditetapkan dalam Pendidikan Islam. Sekolah yang
dimaksud adalah untuk membimbing, mengarahkan dan mendidik sehingga lembaga tersebut
menghendaki kehadiran kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-runag kelas yang dipimpin
oleh guru untuk mempelajari kurikulum bertingkat.[3]
Bertolak dari konsep tersebut pendidikan sekolah dalam mengantarkan dan mengarahkan anak untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan Islam, tidak terlepas dari usaha dan upaya guru yang telah menerima
limpahan tanggung jawab dari orang tua atau keluarga. Sebab berdasarkan kenyatan orang tua tidak
cukup mampu dan tidak memiliki waktu untuk mendidik, mengarahkan anak secara baik dan sempurna.
Hal itu disebabkan karena keterbatasan dan kesibukan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya
setiap saat.

Maka dari itu tugas guru dan pimpinan sekolah disamping memberikan ilmu-ilmu pengetahuan,
keterampilan-keterampilan juga mendidik anak beragama dan berbudi pekerti luhur. Disinilah sekolah
berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak didik,
sekolah merupakan kelanjutan dari apa yang telah diberikan di dalam keluarga.

Hal ini dimaksudkan agar anak kelak memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran islam yaitu
kepribadian yang seluruh aspeknya baik itu tingkah laku, kegiatan jiwa maupun filsafat hidup dan
kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah SWT.[4]

3. Pendidikan masyarakat

Pendidikan dalam Islam juga merupakan tanggung jawab bersama setiap anggota masyarakat. Sebab
masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang menjalani satu kesatuan, apabila terjadi kerusakan
pada sebagiannya maka sebagian yang lain akan terancam kerusakan pula.

Masyarakat harus mampu mengaplikasikan konsep dan ketrampilan kedalam usaha-usaha yang nyata
secara tepat dan benar, dan tidak boleh melakukan kesalahan-kesalahan ataupun membiarkan anggota
masyarakat lain melakukan kesalahan.

Oleh sebab itu setiap individu hendaknya peduli terhadap kebaikan kesatuannya, setiap anggota
masyarakat bertanggung jawab atas kebaikan lainnya. Dengan perkatan lain setiap anggota masyarakat
bertanggung jawab atas pendidikan lainnya, tidak bisa memikulkan tanggung jawab hanya kepada orang
tua dan guru , atau setidaknya bila melihat kemungkaran hendaknya mencegahnya sesuai dengan
kemampuannya, sabda Nabi Muhammad SAW:

‫فبقلبه يستطيع لم فان فبلسانه يستطيع لم فان بيده فليغيره منكرا منكم راى من‬

‫االيمان اضعف وذالك‬. (‫)مسلم رواه‬

Artinya: “Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaknya dia merubahnya
dengan tangannya apabila tidak mampu maka dengan lisannya dan apabila tidak mampu juga maka
dengan hatinya dan yang demikian itu merupakan perwujudan iman yang paling lemah”. (HR. Muslim).

Menurut pendidikan Islam, konsep pendidikan masyarakat itu adalah usaha untuk meningkatkan mutu
dan kebudayaan agar terhindar dari kebodohan. Usaha-usaha tersebut dapat diwujudkan melalui
berbagai macam kegiatan masyarakat seperti kegiatan keagamaan, pengajian/ ceramah keagamaan,
sehingga diharapkan adanya rasa memiliki dari masyarakat akan dapat membawa suatu pembaharuan
dimana masyarakat memiliki tanggung jawab terlebih-lebih untuk meningkatkan kwalitas pribadi
dibidang Ilmu, ketrampilan, kepekaan perasaan dan kebijaksanan atau dengan perkataan lain
peningkatan ketiga wawasan kognitif, afektif maupun psikomotor. [5]

B. Peran Keluarga, Masyarakat, dan Sekolah Dalam Pendidikan Islam

1. Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam

Perintah untuk mendidik seorang anak agar selamat dari siksaan neraka pertamakali dibebankan kepada
keluarga oleh Islam. Hal ini tampak dari firman Allah yang artinya;

$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3‹Î=÷dr&ur #Y‘$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$#


äou‘$yfÏtø:$#t

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu..”( Q.S. Al-Tahrim, 6), ayat ini mewajibkan kepada bangunan rumah
tangga untuk mengajarkan suatu kebajikan bagi seorang anak.

Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu
bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat,
Oleh karena itu para sosiolog yakin, segala macam kebobrokan masyarakat merupakan akibat lemahnya
institusi keluarga.

Bagi seorang anak keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertunbuhan dan
perkembangnnya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB, fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana
untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta, memberikan kepuasan
dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”.

Keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen
kesehatan , pendidikan adan kesejahteraan. Jika keluarga gagal untuk megajarkan kejujuran, semangat,
keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan menguasai kemampuan- kemampuan dasar, maka akan sulit
sekali bagoi institusi lain untuk memperbaiki kegagalannya. Karena kagagalan keluarga dalam
membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang berkarakter buruk atau
tidak berkarakter.

Oleh karena itu setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung
pada pendidikan karakter anak di rumah.Dalam pendidikan Islam agar anak menjadi pribadi yang shaleh,
taat beragama perintah pertama Rasulullah adalah menyayangi sang anak, menampakkan wajah
segirang kepada anak-anaknya. Sebagainya sabda Rasul, yang artinya “Ya Allah sayangilah keduanya,
karena sesungguhnya aku menyayangi keduanya” (HR. Bukhari).

Hadits ini disabdakan oleh Rasulullah ketika beliau memangku usamah bin zaid lalu menudukkannya di
atas paha beliau dan menudukkan hasan dipaha lainnya.[6] Menyayangi seorang anak berarti memenuhi
semua kebutuhannya baik fisik maupun psikis (kebutuhan jiwa). Orang tua harus mampu mengenali
kebutuhan kasih sayang seorang anak dan kebutuhan jiwa mereka baik pada masa kanak-kana atau
remaja untuk dapat memberikan bimbingan sebagai bekal masa dewasanya.[7]

Selain diatas, diantara kewajiban kedua orang tua sebagai pendidikan di rumah tangga adalah:

a. Membiasakan anak supaya mengingat keagungan dan nikmat Allah swt serta menunjukkan dalil-
dalil agama.

b. Menampakkan keteguhan sikap di hadapan anak dalam menghadapi berbagai bencana.

c. Di dalam keluarga harus terjalin interaksi yang Islami, kondusif, suami-istri tidak tengkar.

d. Menerapkan budaya yang Islami, seperti membaca al-qur’an, shalat berjamat dan sebagainya.

Ayah, ibu dan anggota keluarga adalah demikian penting dalam proses pembentukan dan
pengembangan pribadi. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan sekolah dalam hal
melanjutkan pemantapan sosialisasi kognitif. Demikian juga keluarga dapat berperan sebagai sarana
pengembangan kawasan afektif dan psikomotor. Dalam keluarga diharapkan berlangsungnya
pendidikan yang berfungsi pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk
susila, dan makhluk keagamaan. [8]

2. Peran Masyarakat dalam Pendidikan Islam

Masyarakat sebagai kontrol sosial harus mampu memberikan contoh dan pegangan bagi anak muda
yang lemah dalam pengetahuan agama, sosial dan sebagainya. Dan seandainya melihat orang lain
melakukan kemungkaran maka hendaknya ia menegurnya.

Didalam pendidikan, masyarakat harus ikut serta dalam mencerdaskan generasi selanjutnya, baik
melalui pendidikan di mushalla, penyelenggaraan ceramah atau membangun lembaga sekolah
masyarakat. Sekolah masyarakat bisa didirikan berangkat dari asumsi bahwa masyarakat sebagai dasar
dari pendidikan dan masyarakat sebagai pendidik (educative agent). Sifat sekolah masyarakat adalah; 1.
Mengajarkan anak-anak untuk dapat mengembangkan dan menggunakan sumeber-sumber dari
keadaan setempat. 2. Sekolah ini melayani keseluruhan masyarakat, tidak hanya anak-anak. Sehingga
nantinya sesuatu yang tidak ada di sekolah formal masyarakat mampu menjelaskannya.

Pendidikan haruslah membuka jiwa manusia terhadap alam jagat dan Penciptanya, terhadap kehidupan
dan benda hidup, dan terhadap bangsa-bangsa dan kebudayaan-kebudayaan yang lain. Islam tidak
mengenal fanatisme, perbedaan kulit atau sosial, sebab di dalam Islam tidak ada rasialisme, tidak ada
perbedaan antara manusia kecuali karena taqwa dan iman. Firman Allah swt:

$pkš‰r'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9•x.sŒ4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä©


Ÿ@ͬ!$t7s%ur(#þqèùu‘$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& y‰YÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz
ÇÊÌÈ
“Wahai manusia, Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa
dan bersuku-suku supaya mengenal satu sama lain. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jadi pendidikan Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang berdiri di atas persaudaraan seiman (tidak
ada beda antara orang Arab atau orang ‘Ajam kecuali karena taqwa). Pendidikan Islam adalah
pendidikan universal yang diperuntukkan kepada umat manusia seluruhnya.

Pendidikan Islam menginginkan adanya egalitereanisme baik dalam penyelenggaraannya, proses


pembelajaran ataupun didalam menerima peserta didik. Didalam pendidkan Islam semua peserta didik
sama kedudukannya kecuali taqwa disisi Allah. Masyarakat sebagai kelompok sosial harus mampu
menjadi kontrol penyelenggaraan pendidikan di lembagai sekolah. Pendidikan menjadi entitas yang
seakan tidak berdiri sendiri. Ia senantiasa berkelindan dan berdialektika dengan dengan konteks sosial
masyarakat dan negara. Standart keberhasilan juga tidak akan pernah lepas dari kontribusi kongkrit
pendidikan terhadap proyek kebudayaan dan perhelatan akbar sebuah peradaban.

Tidak heran apabila Ahmad Tafsir mengatakan bahwa sekolah adalah miniatur masyarakat atau
masyarakat dalam bentuk mini. Jika orang ingin meneropong masyarakat teroponglah sekolahnya. Bila
sekolah penuh disiplin, maka masyarakatnya tak jauh beda, dan jika sekolah penuh dengan penipuan,
maka penipuan itu juga terjadi dalam masyarakat. Lembaga pendidikan dalam kontek ini seakan menjadi
cermin dari sebuah kehidupan masyarakat. Ketika sekolah sudah acuh dengan orang miskin, kaum
difabel, maka dapat disimpulkan masyaraktnyapun lebih parah.

Akan tetapi pendidikan Islam menginginkan masyarakat menjadi kontrol terhap penyelenggaraan
pendidikan, apakah yang dipraktikkan di sekolah masih sesuai dengan ajarang Islam, jiwa kemanusiaan,
dan konsep Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.

Pendidikan Islam memandang bahwa masyarakat muslim itu satu ikatan dan satu kehidupan. Ini
didasarkan pada hadis Rasulullah yang artinya:“engkau melihat orang-orang mukmin dalam hal saling
mencintai dan menyayanginya seperti satu tubuh; jika salah satu anggotanya terserang penyakit maka
seluruh tubuh akan tidak dapat tidun dan merasa deman”.

Hadits ini mengabarkan kepada sesama umat muslim untuk saling membantu. Implikasi edukatifnya
mewajibkan masyarakan untuk membantu saudara seagama yang miskin agar bisa mengenyam
pendidikan juga. Bukan sebaliknya, malah melecehka mereka dan memandang mereka sebelah mata.

Disamping sabda Rasul, Allah berfirman di dalam al-qur’an:

Ÿwur öNä3¨ZtBÌ•øgs† ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r‘‰|¹Ç`tã ωÉfó¡yJø9$# ÏQ#t•ptø:$# br&


(#r߉tG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur’n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3“uqø)-G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? ’n?tãÉOøOM}$#
Èbºurô‰ãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$#߉ƒÏ‰x© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“… dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S al-
Maidah: 2)

Berdasarkan ayat di atas, pendidikan Islam hendak mengenyampingkan rasa egois dan acuh terhadap
kaum lemah. Pendidikan bukan hanya milik mereka yang kaya, yang ber IQ tinggi melainkan juga milik
segenap manusia. Konsep pendidiakan Islam selanjutanya adalah tolong menologn antara sesama
manusia. Mereka yang terpuruk pendidikan lantaran persoalan ekonomi harus diangkis bareng-bareng
oleh masyarakat yang lebih mampu. Sesuai dengan ayat di atas pendidikan Islam hanya mengajarkan
kebaikan kepada semua manusia tanpa memandang status sosial.

Kebiasaan hidup sendiri, kapitalisme pendidikan, kriminalitas sudah menjangkit lembaga pendidikan.
Banyak lembaga pendidikan yang membuka jurasan baru dan menaikkan biaya pendidikan hanya
menuruti kepentingan pasar dan ekonomi. Pendidikan Islam sangat membenci praktik seperti itu,
masyarakat diharapkan mampu menjadi kontrol yang kuat terhadap lembaga pendidikan. Dalam proses
penyadaran para praktisi pendidikan, masyarakat dapat membuka ruang dialekatika dengan mereka.
Selain itu, jika terbuka oknum pendidikan sudah melupakan ajaran Islan, kemanusiaan maka harus
disangsi secara moral sebagai cambukan agar tidak diulangi dan teruskan.

3. Peran Sekolah Dalam Pendidikan Islam

Hasan Langgulung memandang bahwa pendidikan dewasa ini berada dalam kondisi yang sangat
memprihatinkan. Untuk itu, ia menawarkan bahwa tindakan yang perlu diambil ialah dengan
memformat kurikulum pendidikan Islam dengan format yang lebih integralistik dan bersifat universal.
Hasan Langgulung menjabarkan beberapa aspek yang termasuk dalam dasar-dasar pokok pendidikan
Islam, yaitu:

a. Keutuhan (syumuliyah)

Pendidikan Islam haruslah bersifat utuh, artinya memperhatikan segala aspek manusia: badan, jiwa, akal
dan rohnya. Pendidikan dalam rangka pengembangan SDM, ditemukan al-Qur.an, menghadapi peserta
didiknya dengan seluruh totalitas unsur-unsurnya. Al-Qur.an tidak memisahkan unsur jasmani dan
rohani tetapi merangkaikan pembinaan jiwa dan pembinaan akal, sekaligus tidak mengabaikan
jasmaninya. Karena itu, seringkali ditemukan uraian-uraiannya disajikan dengan argumentasi logika,
disertai sentuhan-sentuhan kepada kalbu. Hal ini merupakan salah satu prinsip utama dalam
pengembangan kualitas.

Diharapkan dengan melaksanakan prinsip ini, bukan hanya kesucian jiwa yang diperoleh, tetapi juga
pengetahuan yang merangsang kepada daya cipta, karena daya ini dapat lahir dari penyajian materi
secara rasional, serta rangsangan pertanyaan-pertanyaan melalui diskusi timbal balik.

b. Kesinambungan / Keseimbangan
Pendidikan Islam haruslah bersifat kesinambungan dan tidak terpisah-pisah dengan memperhatikan
aspek-aspek berikut: 1) Sistem pendidikan itu perlu memberi peluang belajar pada tiap tingkat umur,
tingkat persekolahan dan setiap suasana. Dalam Islam tidak boleh ada halangan dari segi umur,
pekerjaan, kedudukan, dan lain-lain. 2) Sistem pendidikan Islam itu selalu memperbaharui diri atau
dinamis dengan perubahan yang terjadi. Sayyidina Ali r.a. pernah memberikan nasehat: .Ajarkan anak-
anakmu ilmu lain dari yang kamu pelajari, sebab mereka diciptakan bagi zaman bukan zamanmu..

c. Keaslian

Pendidikan Islam haruslah orisinil berdasarkan ajaran Islam seperti yang disimpulkan berikut ini: 1)
Pendidikan Islam harus mengambil komponen-komponen, tujuan-tujuan, materi dan metode dalam
kurikulumnya dari peninggalan Islam sendiri sebelum ia menyempurnakannya dengan unsur-unsur dari
peradaban lain. 2) Haruslah memberi prioritas kepada pendidikan kerohanian yang diajarkan oleh Islam.
3) Pendidikan kerohanian Islam sejati menghendaki agar kita menguasai bahasa Arab, yaitu bahasa al-
Qur.an dan Sunnah. 4) Keaslian ini menghendaki juga pengajaran sains dan seni modern dalam suasana
perkembangan dimana yang menjadi pedoman adalah aqidah Islam.

d. Bersifat Ilmiah

Pendidikan Islam haruslah memandang sains dan teknologi sebagai komponen terpenting dari
peradaban modern, dan mempelajari sains dan teknologi itu merupakan suatu keniscayaan yang
mendesak bagi dunia Islam jika tidak mau ketinggalan .kereta api.. Selanjutnya memberi perhatian
khusus ke berbagai sains dan teknik modern dalam kurikulum dan berbagai aktivitas pendidikan, hanya
ia harus sejalan dengan semangat Islam.

e. Bersifat Praktikal

Kurikulum pendidikan Islam tidak hanya bisa bicara secara teoritis saja, namun ia harus bisa
dipraktekkan. Karena ilmu tak akan berhasil jika tidak dipraktekkan atau realita. Pendidikan Islam
hendaknya memperhitungkan bahwa kerja itu adalah komponen terpenting dalam kehidupan sehari-
hari. Kerja itu dianggap ibadah. Jadi pendidikan Islam itu membentuk manusia yang beriman kepada
ajaran Islam, melaksanakan dan membelanya, dan agar ia membentuk pekerja produktif dalam bidang
ekonomi dan individu yang aktif di masyarakat
BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan

1. Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan group, dan merupakan
kelompok sosial yang pertama di mana anak-anak menjadi anggotanya. Masyarakat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu,
dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama dan sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang
untuk pengajaran siswa (atau “murid”) di bawah pengawasan guru

2. Konsepsi tripusat pendidikan mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan sekolah

3. Peningkatan kontribusi dalam perannya masing masing, Keluarga, sekolah, dan masyarakat
terhadap perkembangan peserta didik, diprasyaratkan pula keserasian kontribusi ini, serta kerjasama
yang erat dan harmonis antar ketiga pusat pendidikan anak tersebut. Berbagai upaya harus dilakukan,
program pendidikan dari setiap unsur sumber pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat
diharapkan dapat saling mendukung dan memperkuat antara satu dengan yang lainnya. Dengan masing
masing peran yang dilakukan dengan baik oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat dalam pendidikan,
yang saling memperkuat dan saling melengkapi antara ketiga pusat itu, akan memberi peluang besar
mewujudkan sumber daya manusia terdidik yang bermutu dan insan shaleh
DAFTAR PUSTAKA

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,


(Jakarta:Grasindo,2007)

Khairuddin, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Nur Cahaya,1985)

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,2004) , Cet, Kedua

Zuhairi, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara, 1992)

Kuntowijoyom, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, (Bandugn: Mizan, 1991)

Adurrahman an-Nawawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Di Sekolah
dan Di Masyarakat,(Bandung: CV. Dipenogoro,1989) cet. Pertama

Musthafa. Fahri, Kesehatan Jiwa Dalam Keluarga, sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Bulan Bintang),
jilid I

Imam Barnadib, Pemikiran Tentang Pendidikan Baru, (Yogyakarta:Penerbit Andi Offiset, 1983)

________________________________________

[1]. Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
(Jakarta:Grasindo,2007), hlm. 312

[2] . Khairuddin, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Nur Cahaya,1985), hlm. 10


[3] . Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,2004) , Cet, Kedua, hlm. 108

[4] . Zuhairi,dkk, Filsafat Pendidikan, hlm. 179

[5] . Kuntowijoyom, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, (Bandugn: Mizan, 1991), hlm. 228-230

[6] . Adurrahman an-Nawawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Di Sekolah
dan Di Masyarakat,(Bandung: CV. Dipenogoro,1989) cet. Pertama, hlm. 201

[7] . Musthafa. Fahri, Kesehatan Jiwa Dalam Keluarga, sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Bulan Bintang),
jilid I. hlm, 54-66

[8] . Imam Barnadib, Pemikiran Tentang Pendidikan Baru, (Yogyakarta:Penerbit Andi Offiset, 1983), hlm.
129-130

Diposting oleh abbas sirambas madina di 07.41

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sampai detik ini, pendidikan masih dipuja dan diyakini sebagai perantara terbaik dalam membentuk
generasi ideal masa depan sekaligus instrumen guna menyelamatkan gerak maju sebuah bangsa.
“Keyakinan” ini tetap ada tentu dengan lebih dulu mengesampingkan fakta di lapangan, bahwa produk
pendidikan ternyata tidak dapat dijamin berperilaku terpuji. Bahkan hari ini, lembaga pendidikan telah
menjadi “peserta baru” sebagai tempat korupsi. Pengenyampingan ini penting agar kita tidak psimis
untuk ikut serta dalam mempercantik wajah pendidikan negeri ini.

Beragam sekali definisi Pendidikan dari para pakar. UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pun mempunyai versi sendiri. UU yang dibuat tahun 2003 ini mendefinisikan Pendidikan sebagai “Usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara” (Bab I, Pasal 1).[1]

Untuk mengetahui tujuan Pendidikan Nasional, menarik kesimpulan Sembodo Ardi Widodo pada
beberapa definisi Pendidikan, yaitu mewujudkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta bertanggungjawab.[2]

Namun demikian, hakikat pendidikan tak lain adalah pemanusiaan manusia itu sendiri. Sebab sering
sekali, dalam tindak-tanduk kita, dengan sadar atau tidak, kita telah kehilangan unsur terpenting dari
kita itu, kemanusiaan. Contoh yang paling sederhana adalah saat kita dengan sadar membiarkan
kesewenang-wenangan terjadi. Mirisnya lagi, kita merasa benar karena kita bukan pelakunya. Jadi,
pendidikan sejatinya menemukan, membentuk, dan mengembangkan kemanusiaan manusia, sebagai
pelaku maupun user pendidikan.

Doni Koesoema bahkan mempertajam hakikat pendidikan ini. Baginya, hakikat pendidikan adalah proses
penyempurnaan diri manusia terus menerus yang berlangsung dari generasi yang satu ke generasi yang
lain.[3] Pandangan Doni ternyata didasarkan pada ungkapan Immanuel Kant (1724-1804), yaitu bahwa
“Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukan diri
yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga telah dididik oleh manusia
yang lain.”[4]

Pandangan Immanuel Kant sama dengan tujuan pendidikan Islam, yakni melahirkan pribadi manusi yang
sempurna, beragama, kreatif, produktif dan peka terhadap situasi lingkungannya. Akan tetapi realitas
Pendidikan Islam saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual deadlock. Diantara indikasinya
adalah;pertama, minimnya upaya pembaharuan, dan kalau toh ada kalah cepat dengan perubahan
sosial, politik dan kemajuan iptek. Kedua, praktek pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan
yang lama dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual.
Ketiga, model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme-
verbalistik dan menegasikan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik antara guru-
murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam menitikberatkan pada pembentukan .abd atau hamba Allah
dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah fi al-ardl.[5]
Padahal, di sisi lain pendidikan Islam mengemban tugas penting, yakni bagaimana mengembangkan
kualitas sumber daya manusia (sumber daya lahir batin) agar umat Islam dapat berperan aktif dan tetap
survive di era globalisasi. Dalam konteks ini Indonesia sering mendapat kritik, karena dianggap masih
tertinggal dalam melakukan pengembangan kualitas manusianya, baik secara produksi dan kepekaan
sosial. Padahal dari segi kuantitas Indonesia memiliki sumber daya manusia melimpah yang mayoritas
beragama Islam.

Pendidikan Islam telah merubah haluan, yang semula hendak melahirkan individu yang mulia lahir batin,
ternya direduksi hanya sebagai hamba Allah semata. Dalam membentuk pribadi yang sempurna tentu
harus ada faktor pendukung yang ikut serta dalam mempengaruhi anak (anak didik) menjadi pribadi
shaleh, yaitu pribadi yang melakukan hubungan dengan yang transinden, sosial dan lingkungan. Maka
faktor pendudukung yang tepat adalah keluarga, masyarakat dan sekolah.

Manusia sepanjang hidupnya sebagian besar akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan
yang utama tersebut, keluarga, sekolah, dan masyarakat dan ketiganya biasa disebut dengan tripusat
pendidikan.

Istilah tripusat pendidikan diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantoro. Yang dimaksud dengan tripusat
pendidikan adalah setiap pribadi manusia akan selalu berada danmengami perkembangan dalam tiga
lembaga pendidikan, yakni: keluarga, masyarakat, dan sekolah. Ketiga lembaga ini secara bertahapdan
terpadu mengmban tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Kemudian, tripusat pendidikan
ini dijadikan prinsip pendidikan, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam
lingkungan rumah tangga, masyarakat dan sekolah.[6] Ketiga lembaga pendidikan tersebut hendaknya
menjadi tangan panjang untuk membantu mencapai tujuan pendidikan Islam yang ideal, yaitu manusia
yang berbudaya, beradap dan beragama.

Pada masyarakat yang masih sederhana, keluarga mempunyai dua fungsi; fungsi konsumsi dan fungsi
produksi. Kedua fungsi ini mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi anak. Kehidupan masa depan
anak pada masyarakat tradisional tidak jauh berbeda dengan kehidupan orang tuannya. Pada
masyarakat semacam ini, orang tua yang mengajar pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk hidup. Orang tua pula yang melatih dan memberi petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan,
baik agama, sosial dan lingkungan. Sampai anak menjadi dewasa dan berdiri sendiri.

Tulisan ini bermaksud untuk menganilisis peran keluarga, masyarakat, dan sekolah didalam pendidikan
Islam untuk ikut serta menciptakan individu-individu yang bergama, bermoral dengan masyarakatnya
serta lingkungan alam sekitar. Di dalam tulisan ini kami mengkaji peran ketiganya dari kacamata
sosiologis

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian keluarga, masyarakat dan sekolah ?

2. Bagaimana konsep tripusat pendidikan menurut pendidikan Islam ?


3. Bagaimana peran keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam pendidikan Islam ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian keluarga, masyarakat dan sekolah

2. Untuk mengetahui konsep tripusat pendidikan menurut pendidikan Islam

3. Untuk mengetahui peran keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam pendidikan Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Keluarga, Masyarakat dan Sekolah

1. Pengertian Keluarga

Secara historis, keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan
mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan.
Dengan kata lain keluarga merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada di dalamnya,
yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka kearah
pendewasaan. Keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal multifungsional, yaitu fungsi
pengawasan, sosial, pendidikan, keagamaan, perlindungan, dan rekreasi.

Dengan demikian keluarga memiliki system jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan
interpersonal dimana masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas
hubungan satu sama lain, antara ayah dan ibu, ayah dan anak, maupun antara anak dengan anak.[7] Di
dalam keluarga seorang anak belajar bersosialisasi dan berinteraksi agar ketika dewasa mampu
melakukan hubungan yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Keluarga merupakan
miniaur terkecil dari masyarakat yang bertanggung jawab mendidik individu anak agar menjadi
masyarakat yang bermoral.
Dalam pandangan lain dijelaskan, keluarga adalah kelembagaan masyarakat yang memegang peran
kunci dalam proses pendidikan.[8] Menurut pandangan ini, anggota keluarga berperan penting dalam
proses pembentukan dan pengembangan pribadi anak. Hal ini bertujuan agar anak dimasa dewasanya
nanti mampu menjadi anggota masyarakat yang baik dan memiliki jiwa kepribadian bertanggung jawab.

Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan group, dan merupakan kelompok
sosial yang pertama di mana anak-anak menjadi anggotanya.[9] Disinilah anak menempa dirinya menuju
proses kedewaasan. Padal masa ini anak akan banyak melakukan imitasi dari apa yang dilakukan oleh
orang tu sebagai bekal dimasa dewasanya nanti. Dengan demikian keluarga harus memberikan contoh
yang baik dengan menjadi orang tua yang ideal. Orang tua ideal disini lebih menekankan pada
kepentinngan bersikap, seperti logis, etis dan estetis.

Orang tua yang bersikap logis harus menampakkan mana perbuatan yang benar dan salah atau baik,
buruk. Sikap ini ditampilkan oleh orang tua agar seorang anak mampu membedakan tingkahlaku mereka
dalam melakukan hubungan sosial, baik dengan teman-temannya yang seumuran atau dikala dewasa
nanti. Selain itu, bersikap etis sangat penting dalam menjelaskan dasar dari setiap perbuatan. Dengan
kata lain, orang tua harus bersikap yang didasarkan pada patokan tertentu, sehingga tidak asal didalam
bertindak dan member arahan. Orang tua harus menciptakan suasana menyenangkan bagi seorang
anak. Memberi ruang yang kondusif bagi anak untuk melakukan aktifitas, seperti bermain, belajar,
berkreasi dan sebagainya, atau bersikap estetis.[10]

2. Pengertian Masyarakat

Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam
lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dansebagainya
manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan
oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.

Masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata, melainkan suatu sistem yang
dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai
ciri-cirinya sendiri. Masyarakat merupakan gejala (fenomena) sosial yang ada dalam kehidupan ini
diseluruh dunia. Oleh karena itu masyarakat oleh sosiologi dijadikan sebagai objek kajian atau suatu hal
yang dipelajari terus-menerus. Karena sifat dari masyarakat itu sangat kompleks, banyak para akhli yang
menjelaskan masyarakat dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Menurut Mac Iver dan Page, masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan selalu berubah.
Koentjaraningrat mendefinisikan masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk menusia yang
terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu. Definisi mengenai masyarakat secara khusus dapat kita
rumuskan sebagai berikut: Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Ada beberapa ciri khas kehidupan masyarakat kolektif, yaitu: (1) pembagian kerja yang tetap antara
berbagai macam sub-kesatuan atau golongan individu dalam kolektif untuk melaksanakan berbagai
macam fungsi hidup; (2) ketergantungan individu kepada individu lain dalam kolektif sebagai akibat dari
pembagian kerja; (3) kerjasama antar-individu yang disebabkan karena sifat ketergantungan; (4)
komunikasi antar individu yang diperlukan guna melaksanakan kerjasama; (5) diskriminasi yang
diadakan antara individu-individu warga kolektif dan individu-individu dari luar.[11]

3. Pengertian Sekolah

Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau “murid”) di bawah
pengawasan guru. Ada juga sekolah non-pemerintah, yang disebut sekolah swasta. Sekolah swasta
mungkin untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah
khusus bagi mereka; keagamaan, seperti sekolah Islam, sekolah Kristen, hawzas, yeshivas dan lain-lain,
atau sekolah yang memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi atau berusaha untuk mengembangkan
prestasi pribadi lainnya. Sekolah untuk orang dewasa meliputi lembaga-lembaga pelatihan perusahaan
dan pendidikan dan pelatihan militer.[12]

Dalam kehidupan primitif, anak mempelajari segala sesuatu dari kedua orang tuanya dan masyarakatnya
dengan metode tidak menentu dan tidak terarah. Kadangkalah dengan jalan ikut-ikutan (taqlid), dengan
jalan perenungan dan peniruan (imitasi) yang lebih terarah.

Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Karena
kamajuan zaman, maka keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi anak
terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam
mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu.

Sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan pembinaan kepribadian. Di
sekolah seorang anak mencoba untuk melakukan dialog dengan guru, berinteraksi dengan sahabat-
sahabatnya dan melakukan proses menghargai dan mentaati aturan.

B. Konsep Tripusat Pendidikan Menurut Pendidikan Islam

1. Pendidikan keluarga

Menurut Pendidikan Islam, konsep pendidikan keluarga adalah pendidikan yang dilakukan oleh orang
tua terhadap anak atas dorongan kasih saying yang dilembagakan islam dalam bentuk kewajiban dan
akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.

Orang tua adalah orang yang pertama memikul tanggung jawab pendidikan terhadap anak, secara alami
anak pada masa-masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ayah dan ibunya sehingga dasar-
dasar pandangan hidup, sikap hidup serta ketrampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada
ditengah-tengah orang tuanya.

Dalam pendidikan anak, Ibu dan Ayah masing-masing mempunyai tanggung jawab yang sama. Hadits
Nabi yang menyatakan bahwa “Ibu adalah pengembala dirumah tangga suaminya dan bertanggung
jawab atas gembalanya” sesungguhnya mengisyaratkan kerja sama Ibu dan Ayah dalam pendidikan
anak, hanya saja terutama dalam lingkungan keluarga yang menuntut ayah lebih banyak berada diluar
rumah untuk mencari nafkah dan ibu lebih banyak dirumah untuk mengatur urusan rumah.7

Dalam hal ini Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat At Tahrim ayat 6 yang berbunyi:

‫نارا واهليكم انفسكم قوا امنوا يايهاالذين‬.....(‫ التحريم‬: 6)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka….”. (QS. At
Tahrim : 6)

Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanat
Allah yang diberikan kepada orang tua yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas pendidikan
anak-anaknya.

Sedangkan didalam hadits Nabi SAW secara jelas Beliau mengisyaratkan lewat sabdanya:

‫اويمجسانه اوينصرانه يهودانه ابواه وانما الفطرة على يولد مولود كل‬

Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya
Yahudi, Nasrani atau Majusi”.8

Berdasarkan hadits tersebut jelaslah bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka mendidiknya
adalah sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya
dalam hal pendidikan agama dan umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan, hal ini
dimaksudkan agar kelak anak-anak itu akan dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

2. Pendidikan sekolah

Konsep Pendidikan Sekolah menurut Pendidikan Islam adalah suatu lembaga pendidikan formal yang
efektif untuk mengantarkan anak pada tujuan yang ditetapkan dalam Pendidikan Islam. Sekolah yang
dimaksud adalah untuk membimbing, mengarahkan dan mendidik sehingga lembaga tersebut
menghendaki kehadiran kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-runag kelas yang dipimpin
oleh guru untuk mempelajari kurikulum bertingkat.9

Bertolak dari konsep tersebut pendidikan sekolah dalam mengantarkan dan mengarahkan anak untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan Islam, tidak terlepas dari usaha dan upaya guru yang telah menerima
limpahan tanggung jawab dari orang tua atau keluarga. Sebab berdasarkan kenyatan orang tua tidak
cukup mampu dan tidak memiliki waktu untuk mendidik, mengarahkan anak secara baik dan sempurna.
Hal itu disebabkan karena keterbatasan dan kesibukan orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya
setiap saat.

Maka dari itu tugas guru dan pimpinan sekolah disamping memberikan ilmu-ilmu pengetahuan,
keterampilan-keterampilan juga mendidik anak beragama dan berbudi pekerti luhur. Disinilah sekolah
berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak didik,
sekolah merupakan kelanjutan dari apa yang telah diberikan di dalam keluarga.

Hal ini dimaksudkan agar anak kelak memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran islam yaitu
kepribadian yang seluruh aspeknya baik itu tingkah laku, kegiatan jiwa maupun filsafat hidup dan
kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah SWT.10

3. Pendidikan masyarakat

Pendidikan dalam Islam juga merupakan tanggung jawab bersama setiap anggota masyarakat. Sebab
masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang menjalani satu kesatuan, apabila terjadi kerusakan
pada sebagiannya maka sebagian yang lain akan terancam kerusakan pula.

Masyarakat harus mampu mengaplikasikan konsep dan ketrampilan kedalam usaha-usaha yang nyata
secara tepat dan benar, dan tidak boleh melakukan kesalahan-kesalahan ataupun membiarkan anggota
masyarakat lain melakukan kesalahan.

Oleh sebab itu setiap individu hendaknya peduli terhadap kebaikan kesatuannya, setiap anggota
masyarakat bertanggung jawab atas kebaikan lainnya. Dengan perkatan lain setiap anggota masyarakat
bertanggung jawab atas pendidikan lainnya, tidak bisa memikulkan tanggung jawab hanya kepada orang
tua dan guru , atau setidaknya bila melihat kemungkaran hendaknya mencegahnya sesuai dengan
kemampuannya, sabda Nabi Muhammad SAW:

‫فبقلبه يستطيع لم فان فبلسانه يستطيع لم فان بيده فليغيره منكرا منكم راى من‬

‫االيمان اضعف وذالك‬. (‫)مسلم رواه‬

Artinya: “Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaknya dia merubahnya
dengan tangannya apabila tidak mampu maka dengan lisannya dan apabila tidak mampu juga maka
dengan hatinya dan yang demikian itu merupakan perwujudan iman yang paling lemah”. (HR. Muslim).

Menurut pendidikan Islam, konsep pendidikan masyarakat itu adalah usaha untuk meningkatkan mutu
dan kebudayaan agar terhindar dari kebodohan. Usaha-usaha tersebut dapat diwujudkan melalui
berbagai macam kegiatan masyarakat seperti kegiatan keagamaan, pengajian/ ceramah keagamaan,
sehingga diharapkan adanya rasa memiliki dari masyarakat akan dapat membawa suatu pembaharuan
dimana masyarakat memiliki tanggung jawab terlebih-lebih untuk meningkatkan kwalitas pribadi
dibidang Ilmu, ketrampilan, kepekaan perasaan dan kebijaksanan atau dengan perkataan lain
peningkatan ketiga wawasan kognitif, afektif maupun psikomotor.11

C. Peran Keluarga, Masyarakat, dan Sekolah Dalam Pendidikan Islam

1. Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam

Perintah untuk mendidik seorang anak agar selamat dari siksaan neraka pertamakali dibebankan kepada
keluarga oleh Islam. Hal ini tampak dari firman Allah yang artinya; “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..”(
Q.S. Al-Tahrim, 6), ayat ini mewajibkan kepada bangunan rumah tangga untuk mengajarkan suatu
kebajikan bagi seorang anak.

Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu
bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat,
Oleh karena itu para sosiolog yakin, segala macam kebobrokan masyarakat merupakan akibat lemahnya
institusi keluarga.

Bagi seorang anak keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertunbuhan dan
perkembangnnya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB, fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana
untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta, memberikan kepuasan
dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”.

Keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen
kesehatan , pendidikan adan kesejahteraan. Jika keluarga gagal untuk megajarkan kejujuran, semangat,
keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan menguasai kemampuan- kemampuan dasar, maka akan sulit
sekali bagoi institusi lain untuk memperbaiki kegagalannya. Karena kagagalan keluarga dalam
membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang berkarakter buruk atau
tidak berkarakter.

Oleh karena itu setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung
pada pendidikan karakter anak di rumah.Dalam pendidikan Islam agar anak menjadi pribadi yang shaleh,
taat beragama perintah pertama Rasulullah adalah menyayangi sang anak, menampakkan wajah
segirang kepada anak-anaknya. Sebagainya sabda Rasul, yang artinya “Ya Allah sayangilah keduanya,
karena sesungguhnya aku menyayangi keduanya” (HR. Bukhari).

Hadits ini disabdakan oleh Rasulullah ketika beliau memangku usamah bin zaid lalu menudukkannya di
atas paha beliau dan menudukkan hasan dipaha lainnya.[13]Menyayangi seorang anak berarti
memenuhi semua kebutuhannya baik fisik maupun psikis (kebutuhan jiwa). Orang tua harus mampu
mengenali kebutuhan kasih sayang seorang anak dan kebutuhan jiwa mereka baik pada masa kanak-
kana atau remaja untuk dapat memberikan bimbingan sebagai bekal masa dewasanya.[14]
Selain diatas, diantara kewajiban kedua orang tua sebagai pendidikan di rumah tangga adalah:

a. Membiasakan anak supaya mengingat keagungan dan nikmat Allah swt serta menunjukkan dalil-
dalil agama.

b. Menampakkan keteguhan sikap di hadapan anak dalam menghadapi berbagai bencana.

c. Di dalam keluarga harus terjalin interaksi yang Islami, kondusif, suami-istri tidak tengkar.

d. Menerapkan budaya yang Islami, seperti membaca al-qur’an, shalat berjamat dan sebagainya.

Ayah, ibu dan anggota keluarga adalah demikian penting dalam proses pembentukan dan
pengembangan pribadi. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan sekolah dalam hal
melanjutkan pemantapan sosialisasi kognitif. Demikian juga keluarga dapat berperan sebagai sarana
pengembangan kawasan afektif dan psikomotor. Dalam keluarga diharapkan berlangsungnya
pendidikan yang berfungsi pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk
susila, dan makhluk keagamaan.[15]

Agar seorang keluarga lebih efektif didalam mendidik kepribadian seorang anak, maka melakukan
proses nuclear family[16] ciri-ciri dari proses nuclear family adalah: 1. Berbentuk kelompok kecil
(keluarga yang hanya terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya). 2. Hubungan antar anggota keluarga
sangat intim. 3 Bersifat face to face. 4 ada ikatan sosial dan emosional, sehingga masing-masing anggota
memperlakukan anggota yang lain seperti tujuan, dan bukannya alat untuk mencapai tujuan. 5. Bersifat
tetap. 6. Hubungan antara yang tuda dan yang muda tersusun dalam hirarkhi status tertentu. Keluarga
yang demikian merupakan sistem jaringan interaksi antar pribadi, tempat menciptakan persahabatan,
lahirnya rasa kecintaan, antaro anggota keluarg, terciptanya rasa aman, dan hubungan antar pribadi
bersifat kontinu.

2. Peran Masyarakat dalam Pendidikan Islam

Masyarakat sebagai kontrol sosial harus mampu memberikan contoh dan pegangan bagi anak muda
yang lemah dalam pengetahuan agama, sosial dan sebagainya. Dan seandainya melihat orang lain
melakukan kemungkaran maka hendaknya ia menegurnya.

Didalam pendidikan, masyarakat harus ikut serta dalam mencerdaskan generasi selanjutnya, baik
melalui pendidikan di mushalla, penyelenggaraan ceramah atau membangun lembaga sekolah
masyarakat. Sekolah masyarakat bisa didirikan berangkat dari asumsi bahwa masyarakat sebagai dasar
dari pendidikan dan masyarakat sebagai pendidik (educative agent). Sifat sekolah masyarakat adalah; 1.
Mengajarkan anak-anak untuk dapat mengembangkan dan menggunakan sumeber-sumber dari
keadaan setempat. 2. Sekolah ini melayani keseluruhan masyarakat, tidak hanya anak-anak. Sehingga
nantinya sesuatu yang tidak ada di sekolah formal masyarakat mampu menjelaskannya.
Pendidikan haruslah membuka jiwa manusia terhadap alam jagat dan Penciptanya, terhadap kehidupan
dan benda hidup, dan terhadap bangsa-bangsa dan kebudayaan-kebudayaan yang lain. Islam tidak
mengenal fanatisme, perbedaan kulit atau sosial, sebab di dalam Islam tidak ada rasialisme, tidak ada
perbedaan antara manusia kecuali karena taqwa dan iman. Firman Allah swt:

“Wahai manusia, Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa
dan bersuku-suku supaya mengenal satu sama lain. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jadi pendidikan Islam adalah pendidikan kemanusiaan yang berdiri di atas persaudaraan seiman (tidak
ada beda antara orang Arab atau orang ‘Ajam kecuali karena taqwa). Pendidikan Islam adalah
pendidikan universal yang diperuntukkan kepada umat manusia seluruhnya.[17]

Pendidikan Islam menginginkan adanya egalitereanisme baik dalam penyelenggaraannya, proses


pembelajaran ataupun didalam menerima peserta didik. Didalam pendidkan Islam semua peserta didik
sama kedudukannya kecuali taqwa disisi Allah. Masyarakat sebagai kelompok sosial harus mampu
menjadi kontrol penyelenggaraan pendidikan di lembagai sekolah. Pendidikan menjadi entitas yang
seakan tidak berdiri sendiri. Ia senantiasa berkelindan dan berdialektika dengan dengan konteks sosial
masyarakat dan negara. Standart keberhasilan juga tidak akan pernah lepas dari kontribusi kongkrit
pendidikan terhadap proyek kebudayaan dan perhelatan akbar sebuah peradaban.

Tidak heran apabila Ahmad Tafsir mengatakan bahwa sekolah adalah miniatur masyarakat atau
masyarakat dalam bentuk mini. Jika orang ingin meneropong masyarakat teroponglah sekolahnya. Bila
sekolah penuh disiplin, maka masyarakatnya tak jauh beda, dan jika sekolah penuh dengan penipuan,
maka penipuan itu juga terjadi dalam masyarakat.[18] Lembaga pendidikan dalam kontek ini seakan
menjadi cermin dari sebuah kehidupan masyarakat. Ketika sekolah sudah acuh dengan orang miskin,
kaum difabel, maka dapat disimpulkan masyaraktnyapun lebih parah.

Akan tetapi pendidikan Islam menginginkan masyarakat menjadi kontrol terhap penyelenggaraan
pendidikan, apakah yang dipraktikkan di sekolah masih sesuai dengan ajarang Islam, jiwa kemanusiaan,
dan konsep Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur.

Pendidikan Islam memandang bahwa masyarakat muslim itu satu ikatan dan satu kehidupan. Ini
didasarkan pada hadis Rasulullah yang artinya:“engkau melihat orang-orang mukmin dalam hal saling
mencintai dan menyayanginya seperti satu tubuh; jika salah satu anggotanya terserang penyakit maka
seluruh tubuh akan tidak dapat tidun dan merasa deman”[19]
Hadits ini mengabarkan kepada sesama umat muslim untuk saling membantu. Implikasi edukatifnya
mewajibkan masyarakan untuk membantu saudara seagama yang miskin agar bisa mengenyam
pendidikan juga. Bukan sebaliknya, malah melecehka mereka dan memandang mereka sebelah mata.

Disamping sabda Rasul, Allah berfirman di dalam al-qur’an: “… dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S al-Maidah: 2)

Berdasarkan ayat di atas, pendidikan Islam hendak mengenyampingkan rasa egois dan acuh terhadap
kaum lemah. Pendidikan bukan hanya milik mereka yang kaya, yang ber IQ tinggi melainkan juga milik
segenap manusia. Konsep pendidiakan Islam selanjutanya adalah tolong menologn antara sesama
manusia. Mereka yang terpuruk pendidikan lantaran persoalan ekonomi harus diangkis bareng-bareng
oleh masyarakat yang lebih mampu. Sesuai dengan ayat di atas pendidikan Islam hanya mengajarkan
kebaikan kepada semua manusia tanpa memandang status sosial.

Konsep keterbukaan dan humanisasi dalam pendidikan Islam senada dengan nafas sosiologi profetik.
Sosiologi profetik senapas dengan kecenderungan ilmu sosial kritis yang memberi pemihakan pada
transformasi sosial dan pemberdayaan masyarakat. Transformasi dan humanisme teosentrisme yang
mengangkat kembali martabat manusia. Dengan cara ini, manusia memusatkan perhatian pada Tuhan,
tetapi tujuannya untuk kepentingan manusia.[20] Humanisasi diperlukan karena masyaraka sedang
berada dalam tiga keadaan akut, yaitu dehumanisasi (obyektivasi teknologis, ekonomis, budaya, dan
negara), agresivitas (agresivitas kolektif dan kriminalitas), dan loneliness (privatisasi, individualisasi).[21]

Kebiasaan hidup sendiri, kapitalisme pendidikan, kriminalitas sudah menjangkit lembaga pendidikan.
Banyak lembaga pendidikan yang membuka jurasan baru dan menaikkan biaya pendidikan hanya
menuruti kepentingan pasar dan ekonomi. Pendidikan Islam sangat membenci praktik seperti itu,
masyarakat diharapkan mampu menjadi kontrol yang kuat terhadap lembaga pendidikan. Dalam proses
penyadaran para praktisi pendidikan, masyarakat dapat membuka ruang dialekatika dengan mereka.
Selain itu, jika terbuka oknum pendidikan sudah melupakan ajaran Islan, kemanusiaan maka harus
disangsi secara moral sebagai cambukan agar tidak diulangi dan teruskan.

3. Peran Sekolah Dalam Pendidikan Islam

Hasan Langgulung memandang bahwa pendidikan dewasa ini berada dalam kondisi yang sangat
memprihatinkan. Untuk itu, ia menawarkan bahwa tindakan yang perlu diambil ialah dengan
memformat kurikulum pendidikan Islam dengan format yang lebih integralistik dan bersifat universal.
Hasan Langgulung menjabarkan beberapa aspek yang termasuk dalam dasar-dasar pokok pendidikan
Islam, yaitu:

a. Keutuhan (syumuliyah)
Pendidikan Islam haruslah bersifat utuh, artinya memperhatikan segala aspek manusia: badan, jiwa, akal
dan rohnya. Pendidikan dalam rangka pengembangan SDM, ditemukan al-Qur.an, menghadapi peserta
didiknya dengan seluruh totalitas unsur-unsurnya. Al-Qur.an tidak memisahkan unsur jasmani dan
rohani tetapi merangkaikan pembinaan jiwa dan pembinaan akal, sekaligus tidak mengabaikan
jasmaninya. Karena itu, seringkali ditemukan uraian-uraiannya disajikan dengan argumentasi logika,
disertai sentuhan-sentuhan kepada kalbu. Hal ini merupakan salah satu prinsip utama dalam
pengembangan kualitas.

Diharapkan dengan melaksanakan prinsip ini, bukan hanya kesucian jiwa yang diperoleh, tetapi juga
pengetahuan yang merangsang kepada daya cipta, karena daya ini dapat lahir dari penyajian materi
secara rasional, serta rangsangan pertanyaan-pertanyaan melalui diskusi timbal balik.[22]

b. Kesinambungan / Keseimbangan

Pendidikan Islam haruslah bersifat kesinambungan dan tidak terpisah-pisah dengan memperhatikan
aspek-aspek berikut: 1) Sistem pendidikan itu perlu memberi peluang belajar pada tiap tingkat umur,
tingkat persekolahan dan setiap suasana. Dalam Islam tidak boleh ada halangan dari segi umur,
pekerjaan, kedudukan, dan lain-lain. 2) Sistem pendidikan Islam itu selalu memperbaharui diri atau
dinamis dengan perubahan yang terjadi. Sayyidina Ali r.a. pernah memberikan nasehat: .Ajarkan anak-
anakmu ilmu lain dari yang kamu pelajari, sebab mereka diciptakan bagi zaman bukan zamanmu..

c. Keaslian

Pendidikan Islam haruslah orisinil berdasarkan ajaran Islam seperti yang disimpulkan berikut ini: 1)
Pendidikan Islam harus mengambil komponen-komponen, tujuan-tujuan, materi dan metode dalam
kurikulumnya dari peninggalan Islam sendiri sebelum ia menyempurnakannya dengan unsur-unsur dari
peradaban lain. 2) Haruslah memberi prioritas kepada pendidikan kerohanian yang diajarkan oleh Islam.
3) Pendidikan kerohanian Islam sejati menghendaki agar kita menguasai bahasa Arab, yaitu bahasa al-
Qur.an dan Sunnah. 4) Keaslian ini menghendaki juga pengajaran sains dan seni modern dalam suasana
perkembangan dimana yang menjadi pedoman adalah aqidah Islam.

d. Bersifat Ilmiah

Pendidikan Islam haruslah memandang sains dan teknologi sebagai komponen terpenting dari
peradaban modern, dan mempelajari sains dan teknologi itu merupakan suatu keniscayaan yang
mendesak bagi dunia Islam jika tidak mau ketinggalan .kereta api.. Selanjutnya memberi perhatian
khusus ke berbagai sains dan teknik modern dalam kurikulum dan berbagai aktivitas pendidikan, hanya
ia harus sejalan dengan semangat Islam.

e. Bersifat Praktikal

Kurikulum pendidikan Islam tidak hanya bisa bicara secara teoritis saja, namun ia harus bisa
dipraktekkan. Karena ilmu tak akan berhasil jika tidak dipraktekkan atau realita. Pendidikan Islam
hendaknya memperhitungkan bahwa kerja itu adalah komponen terpenting dalam kehidupan sehari-
hari. Kerja itu dianggap ibadah. Jadi pendidikan Islam itu membentuk manusia yang beriman kepada
ajaran Islam, melaksanakan dan membelanya, dan agar ia membentuk pekerja produktif dalam bidang
ekonomi dan individu yang aktif di masyarakat

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan

1. Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan group, dan merupakan
kelompok sosial yang pertama di mana anak-anak menjadi anggotanya. Masyarakat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu,
dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama dan sekolah adalahsebuah lembaga yang dirancang
untuk pengajaran siswa (atau “murid”) di bawah pengawasan guru

2. Konsepsi tripusat pendidikan mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan sekolah

3. Peningkatan kontribusi dalam perannya masing masing, Keluarga, sekolah, dan masyarakat
terhadap perkembangan peserta didik, diprasyaratkan pula keserasian kontribusi ini, serta kerjasama
yang erat dan harmonis antar ketiga pusat pendidikan anak tersebut. Berbagai upaya harus dilakukan,
program pendidikan dari setiap unsur sumber pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat
diharapkan dapat saling mendukung dan memperkuat antara satu dengan yang lainnya. Dengan masing
masing peran yang dilakukan dengan baik oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat dalam pendidikan,
yang saling memperkuat dan saling melengkapi antara ketiga pusat itu, akan memberi peluang besar
mewujudkan sumber daya manusia terdidik yang bermutu dan insan shaleh

DAFTAR PUSTAKA

Adurrahman an-Nawawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Di Sekolah dan
Di Masyarakat,(Bandung: CV. Dipenogoro,1989) cet. Pertama

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,2004) , Cet, Kedua


Abd. Rachman Assegaf, ‘Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi’, dalam Imam Machali
dan Musthofa (Ed.), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2004),
Cet. I

Diktat Kuliah Filsafat Pendidikan Islam, yang diampuh oleh H. Maragustam Siregar, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2010

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,


(Jakarta:Grasindo,2007)

Heri Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1999)

http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah, jam, 08:00 tanggal 15 Juni 2012

Imam Barnadib, Pemikiran Tentang Pendidikan Baru, (Yogyakarta:Penerbit Andi Offiset, 1983)

Kitab B. Marom yang dikutib oleh Zuhairi, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara, 1992)

Khairuddin, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Nur Cahaya,1985)

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta:Aksara Baru,1980)

Musthafa. Fahri, Kesehatan Jiwa Dalam Keluarga, sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Bulan Bintang), jilid
I

M. Quraish Shihab, .Prinsip-prinsip Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Pandangan Islam.,
dalam Majalah Triwulan Mimbar Ilmiah, Universitas Islam Djakarta, Tahun IV No. 13, Januari 1994

Kuntowijoyom, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, (Bandugn: Mizan, 1991)

Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme
Transsindental, (Bandung: Mizan, 2001)

Pengantar editor pada Tim Peneliti, Potret Ujian Nasional di Indonesia: Antara Harapan dan Realita,
(Yogyakarta:Program DPP Fak. Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,2009)

Shahih Bukharim Vol.IV, p. 37, al-Mathba’ah al-Ustsmaniyah, Mesir, 1351 H

Soerjono Soekanro, Sosiologi Keluarga: Tantangan Ikhwal Keluarga Remaja dan Anak, (Jakarta:PT Rineka
Cipta,1992), Cet, kedua

Tim Dosen IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan,(Surabaya,Usaha Nasional, 2003)

Undang – Undang RI. No. 20 Tahun 2003, Tentang Sisdiknas, (Jakarta:Depag,2006)


________________________________________

[1]Undang – Undang RI. No. 20 Tahun 2003, Tentang Sisdiknas, (Jakarta:Depag,2006), hlm.46

[2]Pengantar editor pada Tim Peneliti, Potret Ujian Nasional di Indonesia: Antara Harapan dan Realita,
(Yogyakarta:Program DPP Fak. Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,2009), hlm. vii.

[3]Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,


(Jakarta:Grasindo,2007), hlm. 312

[4]Immanuel Kant, L’arte Di Educare, 2001, hlm. 312

[5]Abd. Rachman Assegaf, ‘Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi’, dalam Imam
Machali dan Musthofa (Ed.), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2004), Cet. I, hlm. 8-9

[6]Tim Dosen IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan,(Surabaya,Usaha Nasional, 2003), hlm. 13

[7]Khairuddin, Sosiologi Keluarga, (Yogyakarta: Nur Cahaya,1985), hlm. 10

[8]Diktat Kuliah Filsafat Pendidikan Islam, yang diampuh oleh H. Maragustam Siregar, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2010, hlm. 154

[9]Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,2004) , Cet, Kedua, hlm. 108

[10]Soerjono Soekanro, Sosiologi Keluarga: Tantangan Ikhwal Keluarga Remaja dan Anak, (Jakarta:PT
Rineka Cipta,1992), Cet, kedua, hlm. 6-7

[11]Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta:Aksara Baru,1980), hlm. 149-152

[12]http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah, jam, 08:00 tanggal 15 Juni 2012

7Heri Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1999), hlm. 86-88

8Kitab B. Marom yang dikutib oleh Zuhairi, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara, 1992),
hlm. 177

9 Tim Dosen IAIN Malang, Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya:Karya Aditama,1996), 202

10 Zuhairi,dkk, Filsafat Pendidikan, hlm. 179

11Tim Dosen IAIN Malang, Dasar-dasar Kependidikan ,….. hlm. 218

[13]Adurrahman an-Nawawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Di Sekolah
dan Di Masyarakat,(Bandung: CV. Dipenogoro,1989) cet. Pertama, hlm. 201

[14]Musthafa. Fahri, Kesehatan Jiwa Dalam Keluarga, sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta: Bulan Bintang),
jilid I. hlm, 54-66
[15]Imam Barnadib, Pemikiran Tentang Pendidikan Baru, (Yogyakarta:Penerbit Andi Offiset, 1983), hlm.
129-130

[16]Proses bimbingan individu ke dalam dunia sosial disebut sosialisasi. Sosialisasi dilakukan dengan
mendidik individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agai ia menjadi anggota
masyarkat yang baik. Sosialisasi dianggap sama dengan pendidikan. Oleh karena itu, sosialisasi adalah
soal belajar. Dalam proses sosialisasi, individu belajar tingkah laku, kebiasaan, serta pola-
polakebudayaan lainnyaseperti keterampilan sosial yang mencakup berbahasa, berpakaian, bergaul,
cara makan,dan sebagainya. Secara sadar, apa yang dipelajari oleh orang tua, saudara-saudara, anggota
keluarga lainnya, dan di skolah yang diajarkan oleh guru merupakan proses sosialisasi. Dengan tidak
sadar, ia belajar dengan mendapatkan informasi secara insidental dengan berbagai situasi, seperti
sambil mengamati orang lai, membaca buku, menonton tv, mendengar percakapan orang lai, dan
sebagainya. Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam interkasi individu dengan lingkungannya. S.
Nasution,Sosiologi Pendidika, (Jakarta:Bumi Aksara, 1999), hlm. 126

[17]Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad ke 21, ….., hlm. 176-179

[18]Ahmad Tafsir, Filsafat pendidikan, (Bandung, Rosda Karya, 1992), Lihat juga Agus salim Dkk,
Indonesia Belajarlah (Yogyakarta, Tiara Wacana; 2007 ) memetakan secara lebih tegas ihwal peran
pendidikan sebagai penguatan basis negara, pendidikan sebagai penguatan basis masyarakat,
pendidikan sebagai penguatan basis agama, pendidikan sebagai penguatan basis ekonomi dan budaya

[19]Shahih Bukharim Vol.IV, p. 37, al-Mathba’ah al-Ustsmaniyah, Mesir, 1351 H

[20]Kuntowijoyom, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, (Bandugn: Mizan, 1991), hlm. 228-230

[21]Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai
Strukturalisme Transsindental, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 366-369

[22]M. Quraish Shihab, .Prinsip-prinsip Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Pandangan Islam.,
dalam Majalah Triwulan Mimbar Ilmiah, Universitas Islam Djakarta, Tahun IV No. 13, Januari 1994, hlm.
5

Anda mungkin juga menyukai