Keikhlasan Dalam Beribadah
Keikhlasan Dalam Beribadah
A. Latar Belakang
Tugas utama manusia hidup di dunia ini adalah beribadah kepada Allah SWT. Ibadah
kepada-Nya merupakan bukti pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya. Dari
berbagai ayat dan hadis dijelaskan bahwa pada hakekatnya manusia yang beribadah
kepada Allah ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh
kepada wahyu Allah dan hadis Nabi SAW. Pengertian ibadah tidak hanya terbatas
kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau rukun Islam saja, tetapi sangat luas
seluas aspek kehidupan yang ada. Yang penting aktivitas yang kita lakukan harus
diniatkan untuk ibadah kepada-Nya dan yang menjadi pedoman dalam mengontrol
aktivitas ini adalah wahyu Allah dan sabda Rasul-Nya. Namun ada satu aspek yang
seringkali dilupakan dalam pelaksanaan ibadah kepada-Nya, yakni keikhlasan dalam
menjalankannya. Keikhlasan dalam beribadah merupakan aspek yang sangat
fundamental yang akan mempengaruhi diterima atau tidaknya ibadah kita. Ibadah
yang dilakukan tanpa keikhlasan adalah ibadah yang sia-sia. Keikhlasan dalam
beribadah inilah yang tegaskan oleh Allah dalam ayat-ayat-Nya. Seperti yang di
jelaskan dalam surat al-An’am:162-163 dan al-Bayyinah:5
B. Rumusan Masalah
Terjemahkan QS.al-An’am:162-163 dan QS.al-Bayyinah:5 serta hadits tentang
keikhlasan dalam beribadah !
Bagaimana kandungan QS.al-An’am:162-163 dan QS.al-Bayyinah:5 serta hadits
tentang keikhlasan dalam beribadah !
Bagaimana cara menampilkan perilaku ikhlas dalam beribadah seperti yang
terkandung dalam QS.al-An’am:162-163 dan QS.al-Bayyinah:5 serta hadits tentang
keikhlasan dalam beribadah !
C. Tujuan
Untuk mengetahui terjemahan QS.al-An’am:162-163 dan QS.al-Bayyinah:5
serta hadits tentang keikhlasan dalam beribadah !
Untuk mengetahui kandungan makna QS.al-An’am:162-163 dan QS.al-
Bayyinah:5 serta hadits tentang keikhlasan dalam beribadah !
Untuk mengetahui bagaiman cara menampilkan perilaku ikhlas dalam
beribadah seperti yang terkandung dalam QS.al-An’am:162-163 dan QS.al-
Bayyinah:5 serta hadits tentang keikhlasan dalam beribadah !
BAB II
PEMBAHASAN
Arti kata-kata:
v ِصللتتي
إتنن ل :Sesungguhnya shalatku
v ِلونسسستكي :Ibadahku
v ِي لولملماَتتي لولمححلياَ ل:Hidup dan matiku
v ب احللعاَللتميلنلر ب :Tuhan semesta alam
v ك للهس
لل لشتريِ ل :Tiada sekutu bagi-Nya
v تأستمحر س :Aku diperintahkan
v ألنوسل احلسمحسلتتميلن :Orang yang pertama-tama berserah diri
2. QS.Al-Bayyinah: 5
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurusdan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus”.(QS.Al-Bayyinah: 5)
Arti kata-kata:
v لولماَ أستمسروا dan mereka tidak disuruh :
v ال إتنل لتيلحعبسسدوا ن melainkan supaya menyembah Allah :
v ك تديِسن احلقليبلمتة
لولذلت ل dan yang demikian itulah agama yang lurus :
3. Hadits tentang keihklasan dalam beribadah
B. Kandungan Makna
1. QS.Al-An’am:162-163
Adapun kandungan makna QS. Al-An’am ayat 162-163 adalah sebagai berikut:
2. QS.Al-Bayyinah: 5
Adapun kandungan makna QS.Al-Bayyinah ayat 5 adalah sebagai berikut:
Perintah untuk menyembah hanya kepada Allah SWT dengan niat ikhlas semata-
mata karena Allah SWT. Perintah untuk memurnikan agama Allah dari ajaran-ajaran
kemusyrikan. Perintah untuk mendirikan shalat dan zakat. Menyembah kepada Allah
dan menjauhi kemusyrikan adalah agama yang benar dan lurus. Surat ini turun
sebagai bentuk penegasan kembali atas tindakan Ahl al-kitab (Yahudi dan Nasrani)
yang melampaui batas. Misalnya, umat Nasrani telah menjadikan Nabi Isa sebagai
Tuhan, sementara itu kaum Yahudi menghinakannya. Melalui ayat ini Allah
mengingatkan kembali kepada mereka agar kembali kepada agama yang lurus (din
al-qayimah). Agama yang lurus ini bercirikan tiga hal, yaitu adanya ketundukan dan
kepatuhan hanya kepada Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Ketundukan dan kepatuhan secara murni menjadi kunci terbentuknya sikap lurus dan
senantiasa condong kepada kebajikan. Sebaliknya, ketundukan dan kepatuhan yang
tidak murni (syirik) menjadi akar penyimpangan dan kecondongan kuat untuk
berbuat yang berlawanan dengan nilai-nilai kebajikan. Ada dua kata kunci dalam
ayat ini untuk mencapai ketundukan dan kepatuhan secara murni kepada Allah, yaitu
kata mukhlisin dan hunafa’. Kata ( )مخلصينmukhlishin adalah berbentuk isim fa’il
berasal dari kata ))خلصkhalusha yang artinya murni setelah sebelumnya diliputi
kekeruhan. Dari sini ikhlas merupakan usaha memurnikan dan menyucikan hati
sehingga benar-benar tertuju kepada Allah semata, sedang sebelum keberhasilan itu
hati masih biasanya diliputi atau dihinggapi oleh hal-hal selain Allah, seperti pamrih
dan yang semacamnya. Kata ( )حنفاَءhunafa’ adalah berbentuk jamak dari kata mufrod
( )حنيفhanif yang biasa diartikan lurus atau cenderung kepada sesuatu(kebajikan).
Agama Islam disebut juga sebagai agama hanif karena posisinya yang lurus (berada
di tengah-tengah). Artinya, tidak cenderung pada materialisme dan mengabaikan
yang spiritual atau sebaliknya. Penyebutan shalat dan zakat secara khusus
mempunyai arti akan pentingnya menjalin hubungan baik dengan Allah dan sesama
manusia.
3. Hadits
Dalam hadits di atas rasulullah menjelaskan bahwa setiap kita dalam berbuat,
melakukan sesuatu atau beribadah akan dilihat oleh Allah dari niat ikhlas kita dalam
melakukannya. Allah tidak melihat penampilan kita, dalam arti rupa dan bentuk
badan/jasad kita, melainkan Allah akan melihat dan memperhatikan sejauh mana
tingkat keikhlasan kita dalam melakukan sesuatu atau beribadah kepada-nya. Niat
dan ikhlas dalam beramal/beribadah dalam Islam merupakan pilar utama dalam
ibadah bahkan menjadi ruhnya ibadah. Hal tersebut disebabkan karena amal seorang
mukmin baru akan bernilai ibadah yang diterima oleh Allah jika memenuhi dua
syarat : niat ikhlash (karena Allah) dan benar (sesuai dengan tuntunan Rasulullah
saw). Para ulama meyakini bahwa niat ikhlas (amal batin) lebih utama dari amal lahir
(perbuatan), meskipun kedua-duanya mutlaq diperlukan adanya Niat artinya
bermaksud, berkeinginan, atau bertekad. Ia merupakan amalan batin atau hati, yang
karenanya tidak harus dilafadzkan. Sementara ikhlas artinya menjadikan Allah
sebagai niat utama, tujuan utama, atau sebab utama dalam melakukan suatu amal.
“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah
petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al-Quran). Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk
seluruh umat.” (Al An’am: 90).