Anda di halaman 1dari 2

1.

Tentu saja berbeda, islam adalah agama, sedangkan Arab merupakan suatu
bangsa. Hanya saja, dalam memahami Islam, banyak hal yang perlu kita pelajari
tentang arab, karena memang pada bangsa tersebutlah penerimaan wahyu
terjadi, Sehingga mencoba memahami bahasa, adat, corak hidup dll sebagai alat
untuk memahami Islam seperti memahami konteks wahyu, merupakan suatu
kewajaran. Tapi itu juga bukan berarti bangsa arab selalu lebih superior apalagi
lebih rendah dari bangsa lain. Karena Nabi Muhammad pernah bersabda : “Tidak
ada kelebihan orang Arab atas orang Ajam(non Arab), da tidak pula orang berkulit
putih atas orang berkulit hitam, kecuali dengan taqwa.”
2. Saya semakin merasa bahwa banyak hal yang harus dipelajari untuk memahami
Qur’an. Diperlukan wawasan dari berbagai bidang keilmuan untuk memahami
karya yang saya katakana unik ini. Dengan mempelajari Tarikhul Qur’an,
pemahaman kita tentang konteks wahyu semakin terbantu. Mempelajari tarikhul
Quran mengajak kita untuk berfikir lebih rasional saat menjawab persoalan
persoalan konsep pesan yang dimaksud oleh Qur’an. Dan seperti yang kita tau,
jawaban yang bersifat rasional seperti itulah yang diperlukan oleh situasi umat
zaman sekarang yang cenderung mendahulukan rasionalitas dalam berbagai
aspek, termasuk keimanan. Bagi saya, untuk itulah mata kuliah tarikhul Qur’an
hadir, untuk memberikan jawaban yang logis dan rasional sehingga orang yang
tidak beriman pun juga bisa puas setelah diberikan pemahaman tentang maksud
Qur’an, terutama orang-orang orientalis.
3. Pada dasarnya, Quran melaknat orang-orang yang tetap berda dalam
kekafirannya hingga dia mati. Karena agama yang diterima di sisi Allah hanyalah
Islam. Selama seorang kafir belum mati, kita masih dibolehkan memohonkan
hidayah untuknya, tapi tidak bila dia meninggal dalam keadaan kafir. Secara
implisit, Qur’an membagi orang kafir menjadi 2 kategori, yaitu kafir dzimmi yaitu
kafir yang tidak merongrong umat Islam dan kafir harbi yaitu kafir yang
merongrong umat Islam. Kafir Dzimmi berhak untuk dihargai hak beragamanya,
namun itu bukan berarti dilarang mendakwahi mereka. Sedangkan kafir harbi
adalah kafir yang perlu dilawan dan diperangi, bahkan banyak ayat Qur’an yang
menegaskan hal ini, seperti yang terdapat dalam Surat At-Taubah.
4. Prestasi Nabi Muhammad dan Al-Qur’an semakin nampak tatkala kita
mengetahui situasi peradaban masyarakat Arab pra Islam. Peningkatan yang
drastis dari masyarakat yang hidup dengan moral dan etika yang buruk, dapat
berubah tajam hanya karena pengaruh 1 orang saja. Itulah yag menyebabkan
orang-orang non-muslim seperti Micheal H. Hart, Julles Maserman dll
menempatkan Nabi Muhammad sebagai seorsang pemimpin terbaik yang pernah
ada.. Karena selain sukses sebagai pemimpin keduniaan, Nabi Muhammad juga
hadir sebagai pemimpin spiritual bagi masyarakat Arab dengan Qur’an sebagai
pedoman dan peninggalan abadinya.
5. Pengelompokan surat dalam Qur’an bersifat tauqifi.. Pemberian tanda baca
dalam Qur’an pada dasarnya tidak pernah diarahkan Nabi, semua tanda baca dan
kaidah yang disusun ulama, semata-mata ingin memudahkan umat agar dapat
membaca Quran dengan baik dan benar. Karena masing-masing ulama memiliki
standarnya masing-masing, terlihat wajar bila terdapat perbedaan cara
membaca, ayat-ayat Qur;an. Mushaf Utsmani hadir sebagai pemersatu segala
jenis cara membaca Qur’an. Sehingga tetap tercipta persatuan umat.
Nama Penulis : Muhammad Mustafa Al-A’zami.
Judul : History of The Qur’anic Text.
Penerbit/Kota terbit : UK Islamic Academy/-
Tahun Terbit : 2003.
Tarikhul Qur’an atau sejarah Qur’an merupakan salah satu cabang ilmu
dalam Al-Qur’an yang mempelajari tentang Quran dengan pendekatan ilmiah dan
logis, karena mencoba menelusuri sejarah Qur’an. Dengan kata lain, cabang ilmu
ini mencoba memandang Qur’an dari sisi antropologisnya. Dalam buku yang saya
amati ini, penulis cenderung lebih fokus pada sejarah penulisan Qur’an.
Membahas tentang urutan zaman hingga Qur’an bisa dibukukan seperti sekarang
ini, serta bagaimana sistem pewahuan dan penjagaan Al-Quran yang terjadi pada
saat itu. Berangkat dari rasa tanggung jawab yang tinggi sebagai seorang muslim,
penulis merasa perlu untuk meng-“counter” tuduhan-tuduhan orang-orang
orientalis tentang hal-hal yang dipaksakan berpeluang ada dalam Qur’an, yang
mana keberadaan hal tersebut dapat mengurangi kualitas Al-Quran sebagai
firman suci dari Tuhan yang dijamin kemurniannya. Menurut saya, memang
klarifikasi seperti inilah yang dibutuhkan umat di zaman sekarang, yaitu zaman di
mana akal dan rasio lebih diutamakan saat memandang sesuatu. Memandang
aspek keilmiahan Qur’an terutama dalam pengkodifikasiannya tentu sangat
membahayakan bila tidak dibekali dengan pemahaman konsep yang benar.
Dengan mengarahkan masyarakat awam kepada pemahaman yang benar tentang
konsep pengkodifikasian Al-Quran, diharapkan kesalahfahaman dan perasaan
ragu terhadap kemurnian Qur’an dapat diatasi. Dalam buku ini penulis terlebih
dahulu menjelaskan situasi zaman saat Al-Quran turun, di berbagai aspek. Setelah
pemahaman tentang situasi zaman sudah dirasa cukup, barulah penulis mulai
memaparkan bagaimana urutan sejarah penulisan Qur’an secara kronologis.
Terakhir, inilah yang paling penting dari penulisa buku tersebut, yaitu penulis
mencoba membantah tuduhan tuduhan orang-orang orientalis terhadap Al-
Qur’an. Penulis juga tidak sedikit menjelaskan kitab-kitab samawi lain sebagai
analogi dan pembanding, agar pembaca bisa membandingkan juga konsep
penjagaan wahyu yang manakah yang lebih terpercaya setelah melalui berbagai
fase sejarah. Hal krusial dalam mengkritik keotentikan Qur’an tidak lain adalah
bahasanya. Tidak bisa kita pungkiri bahwa Quran turun tidak dalam satu macam
dialek, karena seperti yang kita ketahui Arab memiliki banyak suku dan juga
dialek. Adanya hal itu membuat perbedaan cara sahabat dalam membaca Qur’an,
sehingga sangat wajar bila sahabat memiliki manuskrip yang agak berbeda
dengan sahabat lain. Namun pada dasarnya, isi dari Qur’an itu tetaplah sama di
Qur;an jenis qiraat manapun. Terutama Qiraat sab’ah. Dalam hal itulah Mushaf
Utsmani hadir, Mushaf Utsmani hadir sebagai mushaf yang dapat dipakai oleh
qiraat manapun, terobosan ini sangat luar biasa, bukan hal yang mudah untuk
bisa membuat 1 gaya tulisan yang bisa sesuai dengan berbagai qiraat. Sehingga
peersatuan umat pun bisa tetap terjaga. Dalam buku inilah dibahas bahwa
kesempatan pemalsuan Qur’an setelah wafatnya Nabi itu tidaklah seluas dan
sebebas yang orang-orang orientalis tuduhkan.

Anda mungkin juga menyukai