Anda di halaman 1dari 19

RESUME MANAJEMEN MUTU TERPADU (TQM)

“PELATIHAN”

DISUSUN OLEH :

1. Meina Violeta R.A 1513010042


2. Nikita Legato R.P 1513010052
3. Suci Indah Setyorini 1513010082
4. Baby Novianis 1513010089
5. Bernike Sara Yuristanti 1513010094
6. Lasmi Nurul Suci 1513010134
7. Paramita Intan P.P 1513010201

KELAS C

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

2018
KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan banyak
nikmat serta hidayahnya serta sahalawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, karena atas berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah Manajemen Mutu Terpadu ini. Dalam pembuatan
makalah ini, penulis tidak terlepas dari kendala-kendala yang sempat menghambat
penyusunannya, baik dalam pendahuluan, pembahasan dan penutup serta aspek-aspek lainnya.
Namun, dengan niat dan usaha yang tulus dan ikhlas serta dukungan do’a dan bantuan
lainnya baik berupa bimbingan, nasihat maupun bantuan materil dari pihak orangtua penulis,
guru pembimbing dan juga teman-teman, kendala-kendala yang penulis dapatkan,
Alhamdulillah dapat diatasi.

Ucapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada :

1. Orang tua penulis, yang tiada henti-hentinya mendukung penyusunan makalah ini
dengan bantuan berupa do’a, bantuan moril maupun materil.

2. Ibu Dwi dan Pak Deddy selaku Dosen mata kuliah Manajemen Mutu Terpadu di
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan
bimbingan kepada kami dalam pembuatan makalah ini.

3. Serta tak lupa penulis haturkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu tetapi tidak
mengurangi rasa hormat penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis menerima kritik maupun saran yang
bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas makalah ini dan sebagai batu
loncatan agar penulis dapat membuat makalah yang lebih berkualitas di masa yang akan
datang.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis berharap makalah ini dapat
menambah wawasan dan menjadi sumber referensi bagi pihak yang membutuhkan.

Surabaya, 4 November 2018


Tim Penulis
FAKTOR PENYEBAB PERLUNYA PELATIHAN

Agar tetap survive dalam pasar modern, perusahaan harus dapat bersaing secara global.
Untuk dapat berbisnis dalam skala global, perusahaan harus memperoleh sertifikasi ISO 9000.
Pelatihan menjadi syarat untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9000 tersebut. Ada lima faktor
penyebab diperlukannya pelatihan.
1. Kualitas angkatan kerja yang ada
Angkatan kerja terdiri dari orang-orang yang berharap untuk memiliki pekerjaan.
Pekerjaan-pekerjaan baru dipenuhi dari angkatan kerja tersebut. Oleh karena itu kualitas
angkatan kerja merupakan hal yang penting. Kualitas disini berarti kesiapsediaan dan
potensi angkatan kerja yang ada.
Angkatan kerja yang berkualitas tinggi adalah kelompok yang mengenyam
pendidikan dengan baik dan memiliki keterampilan intelektual dasar seperti membaca,
menulis, berpikir, mendengarkan, berbicara, dan memecahkan masalah. Orang-orang
seperti itu potensial untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap pekerjaannya.
2. Persaingan global
Perusahaan-perusahaan harus menyadari bahwa mereka menghadapi persaingan dalam
pasar global yang ketat. Agar dapat memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu
menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih murah daripada pesaingnya. Untuk itu
diperlukan senjata yang ampuh untuk menghadapi persaingan agar tetap survive dan
memiliki dominasi. Senjata tersebut adalah pendidikan dan pelatihan.
3. Perubahan yang cepat dan terus-menerus
Di dunia ini tidak ada satu hal pun yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri.
Perubahan terjadi dengan cepat dan berlangsung terus-menerus. Pengetahuan dan
keterampilan yang masih baru ini mungkin besok pagi sudah menjadi usang. Dalam
lingkungan seperti ini sangat penting memperbaharui kemampuan karyawan secara
konstan. Organisasi yang tidak memahami perlunya pelatihan tidak mungkin dapat
mengikuti perubahan tersebut.
4. Masalah-masalah alih teknologi
Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer teknologi dari satu objek ke objek yang
lain. Ada dua tahap dalam proses alih teknologi. Tahap pertama adalah komersialisasi
teknologi baru yang dikembangkan di laboratorium riset atau oleh penemu
individual. Tahap ini merupakan pengembangan bisnis dan tidak melibatkan pelatihan.
Tahap kedua dari proses tersebut adalah difusi teknologi yang memerlukan pelatihan.
Difusi teknologi adalah proses pemindahan teknologi yang baru dikomersialkan ke dunia
untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan daya saing.
Tahap kedua ini tidak akan berlangsung dengan baik bila para karyawan yang akan
menggunakan teknologi itu belum dilatih untuk menggunakannya secara efisien dan
efektif. Teknologi tanpa didukung oleh adanya karyawan yang memahami cara
penggunaannya secara efektif, tidak akan dapat memberikan kontribusi besar pada
peningkatan produktivitas. Hambatan utama terhadap efektivitas proses alih teknologi
adalah ketakutan (kekhawatiran) akan perubahan dan ketidaktahuan akan teknologi baru
tersebut. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan pelatihan.
5. Perubahan keadaan demografi
Perubahan keadaan demografi menyebabkan pelatihan menjadi semakin penting dewasa
ini. Oleh karena kerja sama tim merupakan unsur pokok dari TQM, maka pelatihan
dibutuhkan untuk melatih karyawan yang berbeda latar belakangnya agar dapat bekerja
bersama secara harmonis. Untuk mengatasi perbedaan budaya, sosial, dan jenis kelamin
dibutuhkan pelatihan, komitmen, dan perhatian.
Pelatihan karyawan memberikan manfaat sebagai berikut:
 Mengurangi kesalahan produksi
 Meningkatkan produktivitas
 Meningkatkan/memperbaiki kualitas
 Mengurangi tingkat turnover
 Biaya staf yang lebih rendah
 Meningkatkan fleksibilitas karyawan
 Respon yang lebih baik terhadap perubahan
 Meningkatkan komunikasi
 Kerja sama tim yang lebih baik
 Hubungan karyawan yang lebih harmonis
 Mengubah budaya perusahaan
 Menunjukkan komitmen manajemen terhadap kualitas
Sering ada yang berpendapat bahwa pelatihan hanya berkaitan secara langsung
dengan pekerjaan. Edward Deming menyatakan bahwa apabila pelatihan terlalu
difokuskan pada aplikasi langsung merupakan pandangan yang keliru. Berbagai macam
pembelajaran dapat memberikan keuntungan yang tidak dapat diprediksi.
PROSES PELATIHAN YANG EFEKTIF
Ketika akan melaksanakan pelatihan, setiap perusahaan dihadapkan pada pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
 Pelatihan macam apa yang kita butuhkan?
 Siapa yang harus dilatih?
 Dimana tempat pelatihannya?
 Bagaimana cara pemberian pelatihan tersebut?
 Bagaimana cara mengetahui efektivitas pelatihan yang telah dilakukan?
Penentuan Kebutuhan Pelatihan
Perbaikan kualitas yang dilakukan dengan terburu-buru sering menyebabkan diambilnya
keputusan yang salah tentang jenis pelatihan yang akan diberikan. Kesalahan-kesalahan yang
paling umum terjadi adalah sebagai berikut:
 Seorang pelanggan mengatakan kepada suatu perusahaan bahwa ia mempunyai
keterampilan baru untuk perusahaan tersebut. Mendapatkan informasi demikian,
perusahaan yang bersangkutan segera memberikan keterampilan tersebut kepada
karyawan tanpa mengetahui apakah karyawannya telah siap untuk mempelajarinya.
 Suatu perusahaan membeli peralatan baru untuk membuat produk baru atau melakukan
perancangan ulang untuk suatu proses tanpa mempertimbangkan aspek pelatihan terlebih
dahulu.
 Suatu perusahaan mulai melaksanakan pelatihan umum mengenai konsep kualitas secara
luas tanpa menghiraukan bagaimana karyawannya akan menerapkan konsep tersebut
dalam pekerjaan mereka sehari-hari agar kualitasnya menjadi lebih baik.
 Suatu perusahaan mengetahui bahwa pesaingnya sedang menerapkan teknik kualitas
tertentu atau manajer perusahaan tersebut membaca dari majalah atau surat kabar bahwa
teknik tersebut sedang populer, sehingga dengan segera manajer itu memutuskan untuk
melaksanakan pelatihan mengenai penerapan teknik kualitas tersebut tanpa memikirkan
apakah hal tersebut cocok bagi perusahaannya.
Seharusnya proses pelatihan dimulai dengan mengumpulkan data dan informasi yang
dapat menggambarkan jenis keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini dan keterampilan
apa yang mereka perlukan untuk mencapai rencana jangka pendek dan jangka panjang
perusahaan, memuaskan pelanggan, dan memperbaiki kualitas. Setelah data dikumpulkan
dari bermacam-macam sumber, data tersebut dianalisis dan akhirnya kebutuhan akan
pelatihan dapat ditentukan.
Pendekatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan keterampilan karyawan yang diperlukan untuk mencapai strategi kualitas
perusahaan.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh para manajer untuk menentukan
kebutuhan akan pelatihan, diantaranya:
 Observasi
Manajer dapat melakukan observasi terhadap beberapa aspek pokok. Misalnya apakah
terdapat masalah-masalah yang spesifik dalam perusahaan? Apakah karyawan
menghadapi masalah dalam melakukan tugas-tugas tertentu? Apakah pekerjaan secara
konsisten mendukung proses?
 Wawancara
Manajer dapat mewawancarai para karyawan agar mereka mengungkapkan kebutuhan
mereka berdasarkan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Karyawan
mengetahui tugas yang harus mereka kerjakan setiap hari. Mereka juga mengetahui
tugas mana yang dapat mereka kerjakan dengan baik, mana yang tidak, dan mana
yang tidak dapat mereka kerjakan sama sekali. Sesi branstorming sangat efektif
dalam proses perbaikan yang berkesinambungan bila karyawan
bersedia mengemukakan pikiran dan pendapatnya.
 Survei job task analysis
Dalam pendekatan ini dilakukan analisis terhadap dua aspek utama. Pertama, aspek
pekerjaan secara keseluruhan. Kedua, aspek pengetahuan, keterampilan, serta sikap
yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Berdasarkan informasi dari
hasil analisis tersebut, maka instrumen survei dikembangkan dan disebarkan pada
karyawan yang masih melaksanakan pekerjaan yang diteliti.
Dalam mengembangkan instrumen survai ada baiknya melibatkan karyawan yang
akan disurvai agar informasi yang diperoleh lengkap dan tidak mengabaikan kriteria-
kriteria seperti keterampilan kerja sama tim, sensitivitas terhadap umpan balik pelanggan
(terutama pelanggan internal), dan keterampilan interpersonal.
 Focus group
Dalam metode ini, kelompok-kelompok karyawan tertentu diminta untuk
membicarakan siklus kualitas mereka yang berkaitan dengan pelatihan. Rapat yang
dilakukan tanpa manajer atau penyelia tersebut akan menjadi lebih terbuka untuk
menyadari bahwa mereka memerlukan Pelatihan.
 Sistem saran
Sistem saran organisasi (baik melalui kotak saran, maupun saran yang diajukan secara
langsung) juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan.
2. Melakukan penilaian kebutuhan secara periodik untuk mengidentifikasi topik-topik yang
baru.
3. Menggunakan proses identifikasi kebutuhan berkelanjutan yang meliputi evaluasi
terhadap pelatihan yang telah diikuti oleh karyawan dan saran dari unit bisnis maupun
para manajer akan diperlukannya suatu Pelatihan baru.
4. Melakukan benchmark terhadap perusahaan-perusahaan lain dalam industri yang sama
untuk menentukan apa yang mereka lakukan dan di mana mereka melaksanakan program
pelatihannya.
Peserta Pelatihan
Perusahaan yang ingin memperoleh manfaat dari TQM dan SPC harus memberikan
pelatihan pada setiap orang di perusahaan tersebut. Manajemen eksekutif terlebih dahulu
harus diberi pengertian mengenai orientasi terhadap filosofi TQM, termasuk eksplorasi,
mengenai TQM, manfaat implementasi TQM, hambatan untuk mencapai kesuksesan, dan
penggunaan alai-alat TQM/SPC. Komponen pelatihan yang penting bagi manajemen
eksekutif meliputi peranan dan tanggung jawab manajemen, serta perencanaan strategis dan
operasional.
Manajer level menengah atau penyelia diberi pelatihan seperti manajemen eksekutif.
Tetapi perbedaannya adalah bahwa aspek perencanaan strategic lebih banyak ditekankan
pada pelatihan bagi manajemen eksekutif. Waktu pelatihan lebih dialokasikan untuk alat dan
teknik-teknik TQM/SPC dengan tambahan sedikit perhatian pada masalah lingkungan dan
aktivitas perilaku yang akan mendukung TQM/SPC.
Pelatihan pada staf teknis/profesional ditekankan pada keterampilan pemecahan masalah
dengan menggunakan alat dan teknik kuantitatif, seperti diagram Pareto, distribusi frekuensi,
histogram, perencanaan sampling, konstruksi diagram pengendalian, dan interpretasinya.
Pelatihan juga diberikan pada individu-individu yang akan berperan sebagai pelatih atau
facilitator dalam in-house training mengenai TQM/SPC. Kelompok individu tersebut
kemudian akan :
 Mempersiapkan pelatihan TQM/SPC sebelum di implementasikan.
 Berperan sebagai fasilitator pada tim perbaikan proses untuk menjamin bahwa tim
berfungsi secara efektif dan alat serta teknik TQM/SPC digunakan dengan tepat.
 Mempersiapkan pelatihan TQM/SPC yang lebih fresh kepada karyawan.
 Melatih karyawan baru.
Tempat Pelatihan
Pelatihan dapat dilakukan dengan on-site atau off-site. Terdapat keunggulan dan
kelemahan apabila menggunakan on-site maupun off-site training. Dalam memilih mana
yang lebih sesuai, perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor pada masing-masing
jenis pelatihan. Keunggulan on-site training antara lain:
 Mengurangi biaya pelatihan
 Menghapus biaya transportasi
 Skedul pelatihan fleksibel
 Mengurangi gangguan terhadap operasi sehari-hari
Sedangkan keunggulan off-site training antara lain:
 Memberikan kesan kepada karyawan bahwa kualitas itu sungguh-sungguh penting,
sehingga perusahaan berupaya untuk mengadakan pelatihan di luar perusahaan.
 Gangguan lebih sedikit
 Lebih sedikit interupsi
 Educational setting yang ada lebih sesuai dengan ukuran dan komposisi kelas.
Materi dan Isi Pelatihan
Masalah yang kompleks timbul dalam pemilihan dan pengembangan materi pelatihan.
Tetapi pilihan yang diambil tergantung pada isi pelatihan, desain instruksional, dan alat bantu
pelatihan. Gambar 8-1 menyajikan pendekatan sistem yang digunakan untuk pengembangan
pelatihan TQM / SPC. Jaminan kesuksesan pelatihan TQM/SPC tergantung pada strategi-
strategi tertentu yaitu:
1. Penentuan tujuan pelatihan Tujuan pelatihan seharusnya jelas, berorientasi pada kinerja,
dan dapat diukur secara kuantitatif. Tujuan yang baik tidak terbatas pada isi teknis, tapi
lebih berorientasi pada tindakan (action) dan kesesuaian dengan tempat kerja.
2. Menyediakan manual pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan Manual yang banyak
sesuai untuk konsep-konsep dan istilah-istilah yang sangat teknis untuk memberikan
pesan bahwa perbaikan kualitas merupakan hal yang penting. Tetapi apabila hal tersebut
digunakan di dalam kelas justru akan menjadi intimidasi dan sesuatu hal yang terlalu
berlebihan. Banyak pelatih telah menyadari bahwa semakin banyak manual dan semakin
kompleks bahasa yang digunakan, semakin kecil kemungkinan bahwa apa yang
dilatihkan akan digunakan setelah pelatihan.
Manual pelatihan TQM/SPC yang baik meminimisasi penggunaan jorgon teknis dan
bahasa yang kompleks, serta memberikan banyak contoh yang memungkinkan peserta
pelatihan secara langsung dapat mengaitkan alat-alat TQM/SPC dengan tanggung jawab
terhadap tugasnya masing-masing.
3. Isi pelatihan kualitas harus terdiri dari komponen teknik dan perilaku. Hal ini terutama
berlaku pada pelatihan untuk manajer dan penyelia. Komponen teknis tradisional
dari pelatihan dan implementasi kualitas meliputi konsep, prinsip, dan teknik TOM. Yang
tidak kalah penting adalah komponen perilaku dari implementasi TQM sesuai dengan
keterampilan dan teknik yang diperlukan manajer dan penyelia untuk mendorong
karyawan agar menerima konsep TQM dan berpartisipasi dalam perbaikan kualitas yang
berkesinambungan.
Kebanyakan perusahaan menyertakan topik-topik di bawah ini di dalam pelatihan
kualitas:
 Kesadaran akan kualitas
 Pengukuran kualitas (pengukuran kinerja/ benchmarking biaya kualitas, analisis data)
 Manajemen proses dan pencegahan defect
 Pembentukan tim dan pelatihan kualitas
 Fokus pada pelanggan dan pasar
 Statistika dan metode statistika
Pemberian Pelatihan
Ada 5 macam strategi untuk memaksimalkan sumber daya pelatihan, yaitu (Goestch dan
Davis, 1994, pp.325-326);
1. Membentuk kualitas dari awal. Lakukan dengan benar dari awal (do it right from the first
time).
2. Merancang dari yang kecil Jangan mencoba untuk menyelenggarakan pelatihan bagi
semua orang mengenai segala hal. Buat kegiatan yang spesifik dengan tujuan yang
spesifik.
3. Berpikir kreatif. Jangan menganggap bahwa pendekatan tradisional adalah yang terbaik.
Penggunaan video, video interaktif, atau one-on-one peer training mungkin lebih efektif
untuk keadaan tertentu.
4. Melihat-lihat dulu. Sebelum membeli jasa pelatihan, lakukan analisis menyeluruh
terhadap tujuan pekerjaan yang spesifik. Putuskan apa yang diinginkan dan yakinkan
perusahaan yang diajak dalam perjanjian tersebut.
5. Preview dan customize. Jangan pernah membeli produk pelatihan (video, manual, dan
sebagainya) tanpa meninjaunya terlebih dahulu.
Evaluasi Pelatihan
Evaluasi pelatihan dimulai dari pernyataan tujuan yang jelas. Tujuan yang luas tidak akan
membingungkan bila di buatkan sasaran pelatihan yang lebih spesifik. Tujuan pelatihan
merupakan konsep yang luas. Sasaran tersebut menerjemahkan tujuan tersebut menjadi lebih
spesifik dan dapat diukur.
Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
karyawan, serta meningkatkan kualitas dan produktifitas organisasi secara keseluruhan
sehingga organisasi menjadi lebih kompetitif. Dengan kata lain, tujuan pelatihan adalah
meningkatkan kinerja, dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing.
Untuk mengetahui apakah pelatihan telah meningkatkan kinerja, manajer perlu
mengetahui 3 hal berikut:
1. Apakah pelatihan yang diberikan itu sahih (valid)?
2. Apakah karyawan mempelajarinya?
3. Sudahkah kegiatan pembelajaran tersebut menimbulkan perbedaan?
Pelatihan yang sahih adalah pelatihan yang konsisten dengan tujuan pelatihan.
Mengevaluasi validitas pelatihan dilakukan dengan dua tahap proses. Tahap pertama adalah
membandingkan dokumentasi tertulis mengenai pelatihan (outline kursus, rencana pelajaran,
kurikulum, dan sebagainya) dengan sasaran pelatihan. Bila pelatihan sahih dalam rancangan
dan isi, dokumentasi tertulis akan sesuai dengan sasaran pelatihan. Tahap kedua adalah
menentukan apakah pelatihan yang diberikan benar-benar konsisten dengan dokumentasi
tersebut.
Untuk menentukan apakah karyawan sudah mempelajari apa yang diberikan dapat
dilakukan dengan memberikan tes, tetapi tes tersebut harus didasarkan pada sasaran pelatihan.
Jika pelatihan tersebut sahih dan karyawan telah mempelajarinya, pelatihan tersebut
seharusnya menghasilkan perbedaan dalam kinerja mereka. Kinerja seharusnya meningkat.
Berarti kualitas dari produktifitasnya juga seharusnya meningkat. Manajer dapat
membandingkan kinerja sebelum dan sesudah pelatihan untuk melihat apakah pelatihan
tersebut telah meningkatkan kinerja.
Evaluasi dengan kertas dan pensil saja bukan merupakan bentuk evaluasi yang memadai.
Evaluasi tersebut lebih mengukur kharisma instruktur daripada keterampilan, prinsip, dan
aplikasi yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Ukuran kesuksesan dari pelatihan dilihat dari
apakah karyawan menggunakan alat-alat dan teknik TQM dalam proses pengembangan tim
dan apakah mereka melaksanakan tanggung jawab kerjanya. Tindak lanjut evaluasi secara
formal harus dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, 6 bulan, dan 1 tahun setelah latihan
selesai.

PENDEKATAN DALAM PEMBERIAN PELATIHAN


Ada tiga macam pendekatan pokok dalam pemberian pelatihan, yaitu pendekatan internal,
pendekatan eksternal, dan pendekatan kemitraan.
Pendekatan Internal
Pendekatan internal adalah pendekatan yang digunakan untuk memberikan pelatihan
dengan fasilitas organisasi. Pendekatan ini meliputi one-on-one training, on-the job
computer-based training, formal group instruction, dan media-based instruction. One-on-
one training dilaksanakan dengan menempatkan karyawan yang kurang terampil dan belum
berpengalaman di bawah instruksi karyawan yang lebih terampil dan berpengalaman:
Pendekatan ini sering digunakan bila ada karyawan yang baru di rekrut. Pendekatan ini
efektif juga untuk mempersiapkan penggantian bagi karyawan yang merencanakan untuk
pensiun atau keluar.
Computer-based training terbukti sebagai pendekatan internal yang efektif. Penerapannya
sangat cocok untuk memberikan pengetahuan umum. Metode ini bersifat self-paced,
individualized, dan dapat menyajikan umpan balik yang cepat dan terus-menerus kepada
pemakainya.
Dalam formal group instruction, sejumlah karyawan yang memerlukan pelatihan umum
dilatih bersama. Metode itu meliputi kuliah, demonstrasi, penggunaan multimedia, sesi tanya
jawab, permainan peran (role playing), dan simulasi.
Media-based instruction digunakan secara luas dalam pendekatan internal. Cara yang
paling sederhana dilakukan dengan bantuan satu set audiotapes. Sedangkan yang lebih
komprehensif menggunakan video dan buku kerja. Pemanfaatan laser disk interaktif
(kombinasi antara komputer, video, dan teknologi laser disk) juga efektif untuk digunakan
dalam pendekatan internal.
Pendekatan Eksternal
Pendekatan eksternal adalah pendekatan yang dilaksanakan dengan jalan mendaftarkan
karyawan pada program atau kegiatan yang diberikan oleh lembaga pemerintah, lembaga
swasta, organisasi profesional, dan perusahaan pelatihan swasta. Pendekatan yang paling
sering dilakukan adalah mendaftarkan karyawan dalam pelatihan jangka pendek dalam jam
kerja, dan mendaftarkan karyawan dalam pelatihan jangka panjang seperti kursus-kursus.
Pendekatan eksternal terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan umum.
Pendekatan Kemitraan
Dewasa iri mulai banyak dijalin kemitraan antara perusahaan dengan perguruan tinggi
untuk memberikan customized training. Kemitraan dengan perguruan tinggi memberikan
keuntungan kepada perusahaan yang ingin menyelenggarakan pelatihan bagi karyawannya.
Perguruan tinggi memiliki tenaga profesional dalam bidang pendidikan dan pelatihan.
Mereka sangat memahami cara mentransformasikan tujuan pelatihan ke dalam materi
pelatihan yang bersifat customized. Perguruan tinggi juga memiliki sumber daya yang dapat
mengurangi atau menghemat biaya pelatihan organisasi. Keuntungan lainnya adalah adanya
kredibilitas, formalisasi, standardisasi, dan fleksibilitas.
Terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam memberikan pelatihan, menurut Juran
ada tiga keputusan penting yang harus dibuat berkaitan dengan pelatihan.
1. Apakah pelatihan bersifat suka rela atau wajib?
Bila pelatihan merupakan bagian yang penting dari TQM dan organisasi komite terhadap
TQM, maka pelatihan seharusnya bersifat wajib.
2. Bagaimana pelatihan seharusnya dirangkai?
Meskipun penekanan dalam lingkungan TQM adalah bottom -up dalam hal jumlah
pelatihan yang diberikan, rangkaian pelatihan bersifat top-down. Dengan kata lain,
manajer menerima pelatihan yang lebih sedikit daripada karyawan, tetapi mereka
menerimanya pertama kali.
3. Apa yang seharusnya diajarkan?
Materi pelatihan disesuaikan dengan sasaran organisasi mengenai kualitas, produktifitas,
dan daya saing. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab ini, kebutuhan akan pelatihan
ditentukan dengan membandingkan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dibutuhkan untuk mencapai sasaran organisasi. Gap antara apa yang dibutuhkan dan apa
yang ada saat ini dapat ditutup dengan memberikan pelatihan yang tepat.

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
Prinsip-prinsip pembelajaran merangkum apa yang diketahui dan diterima secara luas
mengenai bagaimana orang belajar. Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik
bila memahami prinsip-prinsip berikut:
 Orang akan belajar sebaik-baiknya bila mereka siap untuk belajar. Anda tidak dapat
memaksa karyawan untuk mempelajari segala sesuatu. Yang dapat Anda lakukan adalah
membuat mereka ingin belajar. Oleh karena itu waktu yang digunakan untuk memotivasi
karyawan agar ingin belajar merupakan waktu yang berguna. Sebelum memberikan
instruksi, jelaskan mengapa karyawan perlu belajar dan bagaimana mereka dan organisasi
akan saling menguntungkan bila mereka bersedia melakukannya.
 Orang belajar lebih mudah apabila apa yang mereka pelajari dapat dikaitkan dengan
sesuatu yang sudah mereka ketahui. Mulailah setiap kegiatan belajar yang baru dengan
mereview apa yang telah diajarkan hari sebelumnya.
 Orang belajar sebaik-baiknya dengan cara setahap demi setahap. Belajar seharusnya di
organisasi dalam urutan yang logis dari yang konkrit ke abstrak, dari yang sederhana ke
kompleks, dan dari apa yang sudah diketahui ke yang belum diketahui.
 Orang belajar dengan melakukannya(learning by doing). Prinsip ini mungkin merupakan
prinsip yang paling penting dipahami oleh pelatih. Pelatih yang belum berpengalaman
cenderung bingung dalam berbicara (demonstrasi atau memberi kuliah) dan mengajar.
Hal tersebut dapat menjadi bagian dari proses mengajar, tetapi hanya sebagian kecil saja
bila tidak diikuti dengan kegiatan aplikasi yang mensyaratkan pelajar untuk melakukan
sesuatu.
 Semakin sering seseorang menggunakan apa yang ia pelajari, semakin baik ingatan dan
pemahamannya. Hal ini berarti bahwa pengulangan dan aplikasi seharusnya dilekatkan
pada proses belajar.
 Sukses dalam belajar cenderung merangsang untuk belajar lebih banyak Pelatih perlu
mengorganisasikan pelatihan ke dalam segmen-segmen yang cukup singkat sehingga
pelajar dapat melihat kemajuannya.
 Orang butuh umpan balik dengan segera dan terus-menerus untuk mengetahui apakah
mereka telah belajar.
Orang yang belajar ingin mengetahui dengan segera dan terus-menerus bagaimana
mereka melakukan sesuatu. Pelatih seharusnya berkonsentrasi pada pemberian umpan
balik yang terus-menerus dan segera.
CONTOH KASUS PENERAPAN TQM PADA
“Pelatihaan Dan Pengembangan Karyawan Yang Ada Di Sebuah Bank Swasta BCA”

Sepanjang tahun 2005, BCA memfokuskan dirinya pada program pengembangan sumber
daya manusia (SDM) untuk membangun kompetensi individu dan organisasi, guna
menunjang Bank dalam mengembangkan kemampuan yang lebih baik dalam bisnis kredit
dan perbankan transaksional. Kegiatan tersebut mencakup program pelatihan, pengembangan
karir, serta revitalisasi organisasi. Seiring ekspansi yang sangat cepat di bisnis penyaluran
kredit, mencakup segmen perbankan konsumer, komersial dan UKM, serta korporasi, BCA
secara aktif merekrut kader-kader berbakat untuk posisi pemasaran kredit, analisa kredit dan
pengelolaan risiko. Saat ini, karyawan yang bekerja di bidang pengelolaan risiko dan
pemasaran kredit masing-masing berjumlah 341 dan 1.082 orang. Secara keseluruhan, sampai
dengan akhir tahun 2005, BCA (tidak termasuk anak perusahaan) mempekerjakan 20.748
orang di seluruh unit operasinya.
Untuk mendukung pertumbuhan bisnis yang cepat, BCA melalui Divisi Pelatihan dan
Pengembangan telah melaksanakan lebih dari 101.000 hari pelatihan bagi para karyawan
BCA. Pelatihan yang dilakukan di tahun 2005 mencapai 4,87 hari pelatihan untuk setiap
karyawan. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari rata-rata sebelumnya yaitu 4,11 hari
pelatihan per karyawan pada tahun 2004. Secara umum, program pelatihan diklasifkasikan
dalam dua jenis program yaitu: Program Pelatihan Inti dan Program Pelatihan Profesional.
Program Pelatihan Inti merupakan program pembelajaran berkesinambungan yang disusun
untuk mengembangkan kompetensi di bidang Analisa Kredit, Pengelolaan Risiko, Pemasaran
dan Manajemen Umum. Sebagai bagian dari program pengembangan karir, karyawan Bank
diharuskan mengikuti Program Pelatihan Inti sesuai tingkat tanggung jawabnya. Sedangkan
Program Pelatihan Profesional menyediakan program pelatihan dan sertifkasi bagi fungsi-
fungsi tertentu, seperti Teller dan Account Offcer, serta topik pelatihan tertentu seperti
Service Excellence, Teamwork, dan Teknologi Informasi. Pada tahun 2005, BCA
meluncurkan program sertifkasi baru bagi Account Offcer, sedangkan program sertifkasi
untuk Teller telah dimulai sejak tahun 2003. Melalui program sertifkasi ini, BCA secara
konsisten terus menyediakan kualitas layanan yang terbaik bagi para nasabah.

Dilihat dari faktor penyebab perlunya pelatihan, Bank BCA ini juga telah menerapkan
kelima faktor tersebut diantaranya:
1. Kualitas Angkatan Kerja Yang Ada
Bank BCA sudah menerapkan pelatihan karyawan sesuai dengan bidangnya. ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pekerja karyawan, mengenyam pendidikan dengan baik dan
memiliki keterampilan intelektual dasar sehingga orang-orang seperti itu potensial untuk
belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap pekerjaannya.
2. Persaingan Global
Selain perusahaan, bank juga harus menyadari bahwa mereka menghadapi persaingan
dalam pasar global yang ketat ini. agar dapat memenangkan persaingan, bank juga harus
mampu memberikan pelayanan kepada nasabah dengan baik dan ramah, sehingga Bank
BCA ini perlu melatih karyawan dengan mengadakan pelatihan yang sesuai dengan
bidangnya.
3. Masalah-masalah Alih Teknologi
BCA dapat berbangga hati atas pemakaian teknologi yang strategis, dan penggunaan
teknologi yang canggih secara tepat telah menjadi unsur penting dalam kekuatan
kompetitif kami. Berkat adopsi teknologi yang sangat selektif, kami telah diakui baik di
tingkat nasional maupun internasional sebagai pemimpin dalam aplikasi teknologi.
Keputusan kami dalam melakukan pemilihan teknologi selalu didasarkan pada visi kami
sebagai bank transaksional terkemuka. Itulah sebabnya fokus kami adalah pada upaya
memaksimalkan efisiensi operasional dan menyempurnakan pelayanan kami pada
nasabah.
Bank BCA juga menggunakan teknologi untuk mendukung tresuri, pengelolaan risiko
dan pengembangan saluran penghantaran yang terus-menerus kami lakukan.

Dalam proses pelatihan yang efektif, Bank BCA ini juga melakukan pelatihan, yaitu:
1. Penentuan Kebutuhan Pelatihan
a. Menentukan keterampilan karyawan yang diperlukan untuk mencapai strategi kualitas
perusahaan.
 Observasi
Bank BCA mengidentifikasi apakah pelatihan akan mendukung tujuan
stratejik pelayanan pada bank BCA apakah manajer-atasan-karyawan mendukung
kegiatan pelatihan, dan apakah sumber-sumber pelatihan itu tersedia. Maka dari
itu bank BCA memperhitungkan sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi
persyaratan pelatihan, yaitu : Perubahan staf, perubahan tehnologi, perubahan
pekerjaan, perubahan peraturan hukum, perkembangan ekonomi, pola baru
pekerjaan, tekanan pasar, kebijakan sosial, aspirasi pegawai, variasi kinerja, dan
kesamaan dalam kesempatan.
 Wawancara
Setelah dilakukan analisis organisasi maupun analisis tugas, selanjutnya
ditinjau kembali sejauh mana pelatihan itu berdampak terhadap karyawannya.
Bank BCA melakukan survei dan wawancara terhadap karyawan yang telah
mengikuti program pelatihan. Bank BCA melakukan pelatihan agar dapat melihat
kinerja saat ini ataupun kinerja yang diharapkan kedepannya. Maka dari itu Bank
BCA melakukan analisis pribadi juga untuk menentukan kesiapan karyawan
mengikuti pelatihan yang meliputi: (1) Karakteristik pribadi (kemampuan, sikap,
kepercayaan dan motivasi) yang dibutuhkan untuk mempelajari materi program
dan menerapkannya dalam pekerjaan, dan (2) Lingkungan kerja yang akan
memudahkan pembelajaran dan tidak menghalangi kinerja karyawan.
 Survey job task analysis
Analisis tugas merupakan cara yang tepat untuk menentukan kebutuhan
pelatihan yang belum mengenal pekerjaannya. Terutama dalam kaitannya dengan
karyawan pada bank BCA yang dibutuhkan yaitu eselon bawah. Eselon bawah
adalah merupakan hal yang umum untuk mengangkat personalia yang tidak
berpengalaman dan kemudian melatihnya, memberikan keterampilan yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. Oleh karena itu,biasanya bank BCA
melakukan pelatihan didasarkan atas analisis tugas – yaitu suatu studi pekerjaan
yang terperinci untuk menentukan jenis keterampilan khusus yang diperlukan.
Pada tingkat grup / pekerjaan, kebutuhan dapat ditentukan oleh analisis
pekerjaan (tugas) dan menganalisis kinerja dan produktivitas. Analisis tugas ini
akan menentukan pertanggungjawaban dan tugas-tugas dari berbagai pekerjaan
tersebut. Tujuan dilakukannya manajemen dan pelatihan kinerja pada bank BCA
menentukan kriteria dan standar kinerja dan mengidentifikasi tingkat pengetahuan,
keahlian, dan pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi standar yang sudah
ditentukan bank BCA.

2. Peserta Pelatihan
Secara umum, program pelatihan diklasifkasikan dalam dua jenis program yaitu: Program
Pelatihan Inti dan Program Pelatihan Profesional. Program Pelatihan Inti merupakan
program pembelajaran berkesinambungan yang disusun untuk mengembangkan
kompetensi di bidang Analisa Kredit, Pengelolaan Risiko, Pemasaran dan Manajemen
Umum. Sebagai bagian dari program pengembangan karir, karyawan Bank diharuskan
mengikuti Program Pelatihan Inti sesuai tingkat tanggung jawabnya. Sedangkan Program
Pelatihan Profesional menyediakan program pelatihan dan sertifkasi bagi fungsi-fungsi
tertentu, seperti Teller dan Account Offcer, serta topik pelatihan tertentu seperti Service
Excellence, Teamwork, dan Teknologi Informasi.
3. Tempat Pelatihan
 On site Training
Peserta mendapat pembekalan mengenai perbankan dalam kelas dipandu oleh
instruktur-instruktur yang berpengalaman dibidang perbankan. karena keunggulannya
yaitu:
o Mengurangi biaya pelatihan
o Menghapus biaya transportasi
o Skedul pelatihan fleksibel
o Mengurangi gangguan terhadap operasi sehari-hari
4. Materi Dan Isi Pelatihan
Metode pelatihan yang digunakan Bank BCA lebih banyak menerapkan metode-metode
yang melibatkan aktivitas peserta, seperti metode studi kasus, role playing, bussiness
games,dan latihan laboraturium. Sehingga diharapkan pemahaman peserta terhadap
materi pelatihan menjadi lebih baik.
5. Pemberian Pelatihan
 Membentuk kualitas dari awal
 Berpikir kreatif
 Menambah pengetahuan dan meningkatkan kinerja para karyawan bank BCA
 Dapat mengatasi tuntutan nasabah dan masalah yang dihadapi bank BCA
 Dapat memberikan point plus bagi karyawan dan dapat meraih prestasi yang bagus
bagi bank BCA
6. Evaluasi Pelatihan
Dari kegiatan pelatihan dan pengembangan yang di adakan oleh BCA akan dilakukan
evaluai. Evaluasi pada umumnya masih bersifat evaluasi dari peserta pelatihan, dengan
cara mengisi kuestioner diakhir pelatihan, apakah pelatihan tersebut sesuai dengan bidang
kerjanya, apakah penyajiannya baik, apakah isi materi sesuai dengan yang diharapkan,
akomodasi baik dan sebagainya. Evaluasi sangat penting dilakukan untuk memberikan
feedback baik untuk peserta, perusahaan maupun sang trainer itu sendiri.
Evaluasi yang dilakukan bank BCA terhadap hasilnya yang mencakup evaluasi sejauh
mana materi yang diberikan itu dapat dikuasai atau diserap oleh peserta program
pelatihan tersebut. Lebih jauh lagi apakah ada peningkatan kemampuan atau keterampilan
pengetahuan, sikap para peserta pelatihan. Evaluasi ini dapat secara formal dalam arti
dengan bank BCA mengedarkan kuesioner yang harus diisi oleh para peserta pelatihan.
Tetapi juga dapat dilakukan secara informal, yakni melalui diskusi antara peserta dengan
penyelenggara pelatihan.
Dengan menciptakan karyawan yang memiliki kemampuan dan kompentensi yang
unggul, dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi para nasabah bank BCA,
sehingga menjadi point plus bagi bank BCA. Ternyata dari pelatihan dan pengembangan
yang diadakan bank BCA sangat berdampak positif terhadap kinerja karyawan dan
menciptakan prestasi para karyawan bank BCA .

DAFTAR PUSTAKA
Tjiptono, fandy. 2003. Total Quality Manajemen, Yogyakarta: Penerbit Andi

http://apasihmaumu.blogspot.com/2013/05/pelatihan.html
http://anggrainicindy7.blogspot.com/2014/11/salah-satu-contoh-kasus-pelatihaan-dan.html

Anda mungkin juga menyukai