Anda di halaman 1dari 14

INI AWAL MULA SNP FINANCE TERBELIT MASALAH KEUANGAN

HINGGA MASUK PKPU


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Manajemen PT Sunprima Nusantara Pembiayaan
(SNP Finance) membeberkan, latar belakang penting awal mula perusahaan gagal bayar
bunga medium term notes (MTN) hingga berbuntut masuknya proses Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU).
Corporate Secretary SNP Finance Ongko Purba Dasuha mengatakan, pertama, diawali
saat SNP Finance ditetapkan masuk ke dalam kelompok kolektibilitas 2 (kol 2) yakni dalam
perhatian khusus oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Manajemen PT Sunprima Nusantara Pembiayaan
(SNP Finance) membeberkan, latar belakang penting awal mula perusahaan gagal bayar
bunga medium term notes (MTN) hingga berbuntut masuknya proses Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU).
Corporate Secretary SNP Finance Ongko Purba Dasuha mengatakan, pertama, diawali
saat SNP Finance ditetapkan masuk ke dalam kelompok kolektibilitas 2 (kol 2) yakni dalam
perhatian khusus oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Sebetulnya, pada tahun 2016, menurut manajemen, SNP Finance tidak menunggak
pembayaran. Hanya saja ada restrukturisasi dengan Bank Mandiri mengenai jumlah dan tenor
pembayaran agar perusahaan bisa mendapat kucuran dana dari perbankan lainnya.
Tetapi, lanjut dia, sampai Desember 2017, menurut Sistem Informasi Debitur (SID)
Bank Indonesia kategori SNP Finance masih berada di level kol 1 dengan status lancar.
Namun begitu Januari 2018, ada peralihan dan di bawah kontrol Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yakni Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) berubah statusnya menjadi kol 2.
Lantas, hal tersebut menurut Ongko dipertanyakan oleh bank besar seperti PT Bank
Central Asia Tbk dan merambat ke perbankan swasta lainnya. "Kami mulai kesulitan dan
menemukan hambatan dimulai dari BCA dan diikuti dengan bank-bank yang lain. Ini
persoalan dasar yang membuat kami bermasalah," kata Ongko saat menyambangi kantor
KONTAN, Senin (4/6).
Kedua, sistem manajemen collection atau penagihan di cabang-cabang SNP Finance
pada Oktober 2017 sudah mulai ada hambatan sehingga kekuatan internal semakin melemah
di tengah permasalahan dengan perbankan.
Ketiga, pemeriksaan secara langsung dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat
permasalahan semakin melebar. Dimulai pada 5 Maret 2018, regulator menelisik kantor pusat
dan cabang SNP Finance.
Menurut Ongko, pemeriksaan kantor pusat cukup baik hanya saja ada keterlambatan
dalam menyajikan laporan keuangan terbaru. Namun, untuk di cabang seperti Mataram,
Lombok, Semarang dan Jogjakarta, OJK memang menemukan permasalahan yang berkaitan
dengan tunggakan dari konsumen sehingga menimbulkan non performing finance (NPF).
Keempat, masalah lainnya yang tidak diperkirakan perusahaan yakni berasal dari
adanya migrasi sistem administrasi kontrol keuangan lama ke versi baru. Namun di tengah
perubahan sistem tersebut, senior manager informasi teknologi (IT) Herlina Rahardjo
mengajukan pengunduran diri.
SNP Finance sendiri ingin melakukan musyawarah namun tidak menemukan titik
temu sehingga membawa perusahaan menjalani proses PKPU. "Dari Januari tahun lalu
hingga Januari 2018, sistem migrasi kami baru selesai sekitar 40% sehingga waktu dilakukan
pemeriksaan OJK sistemnya belum sempurna," ungkapnya.
Dengan demikian, hal tersebut berpengaruh terhadap kontrol dan manajemen SNP
Finance dalam hal penagihan. Namun, di sisi lain, Ongko juga mengungkapkan pihaknya
melihat ada indikasi fraud di mana uang konsumen masuk namun tidak disetorkan.
"Jadi ini latar belakang dari semua poin itu, berkaitan dengan pailit dari karyawan
kami sehingga membawa kami ke PKPU. Akhirnya mengganggu ke bisnis dan kegiatan
bisnis dibekukan oleh OJK," terangnya

https://keuangan.kontan.co.id/news/ini-awal-mula-snp-finance-terbelit-masalah-keuangan-
hingga-masuk-pkpu diakses 8 Agustus 2018

Kasus MTN SNP Finance, Deloitte bisa terancam sanksi OJK


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku belum
menerima laporan hasil pemeriksaan Deloitte oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu) terkait
kasus gagal bayar medium term notes (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan alias SNP
Finance.
Deloitte merupakan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit laporan keuangan
PT Sunprima Nusantara Pembiayaan atau SNP Finance. "Informasi dan surat formal belum
kami terima dari Kemkeu. Begitu diterima kami akan segera tindaklanjuti," kata Kepala
Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang Budiawan saat dihubungi KONTAN,
Senin (23/7).
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku belum
menerima laporan hasil pemeriksaan Deloitte oleh Kementerian Keuangan (Kemkeu) terkait
kasus gagal bayar medium term notes (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan alias SNP
Finance.
Deloitte merupakan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit laporan keuangan
PT Sunprima Nusantara Pembiayaan atau SNP Finance. "Informasi dan surat formal belum
kami terima dari Kemkeu. Begitu diterima kami akan segera tindaklanjuti," kata Kepala
Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang Budiawan saat dihubungi KONTAN,
Senin (23/7).
Pekan lalu, Kemkeu sendiri telah merampungkan pemeriksaan sementara Deloitte.
Hasilnya ditemukan beberapa celah audit Deloitte terhadap kinerja keuangan Sunprima.
Pertama, mengenai skeptisme yang perlu dimiliki auditor serta pemahaman mengenai sistem
pencatatan yang digunakan perusahaan. Kedua, pengujian yang dilakukan kantor akuntan
publik yang diduga tidak sampai ke dokumen dasar.
Terkait pemeriksaan, Kemkeu sendiri akan membahasnya dengan berbagai pihak
terkait termasuk OJK, dan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). "Setelah pemeriksaan
kami akan mengundang rapat dengan IAPI untuk meminta pandangan dari asosiasi profesi
akuntan publik," kata Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kemkeu Langgeng Subur
saat dihubungi KONTAN, Senin (23/7).
Jika kelak Deloitte terbukti melakukan pelanggaran, Bambang bilang, OJK akan
memberikan sanksi ke Deloitte. Ia menambahkan, sesuai POJK 13/2017 tentang Penggunaan
Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dalam kegiatan Jasa Keuntungan ada
beberapa sanksi yang bisa diberikan. Yakni teguran tertulis, denda, pembekuan pendaftaran,
hingga pembatalan pendaftaran.
"OJK akan mengambil langkah enforcement terhadap Deloitte apabila telah
disimpulkan adanya pelanggaran dan mengenakan sanksi terhadap Deloitte," kata Bambang.
https://nasional.kontan.co.id/news/kasus-mtn-snp-finance-deloitte-bisa-terancam-sanksi-ojk
diakses 8 Agustus 2018
SNP FINANCE BELUM BERENCANA MENGGANTI
DELOITTE
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sunprima Nusantara Pembiayaan alias SNP Finance
belum berencana mengganti Deloitte, meski telah diperiksa oleh Kementerian Keuangan
(Kemkeu).
Corporate Secretary Sunprima Ongko Purba Dasuha menyatakan penyusunan laporan
keuangan perusahaan yang dikerjakan Deloitte akan dilakukan hingga kontrak kerja sama
keduanya berakhir.
"Memang para kreditur minta agar mengganti Kantor Akuntan Publik (KAP), tapi, kita tak
berencana mengganti Deloitte, karena memang kontraknya memang belum habis," kata
Ongko kepada saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/7).
Lagi pula kata Ongko, dengan mengganti Deloitte, maka penyusunan laporan keuangan
Sunprima akan kembali makan waktu. "Sekarang sudah mencapai 30%-40% penyusunan
laporannya," kata Ongko.
Sebelumnya, dalam rapat kreditur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Sunprima pekan lalu para kreditur mendesak agar Sunprima dapat mengganti Deloitte.
Alasannya mereka meminta Sunprima dapat segera menyerahkan laporan keuangannya. Agar
para kreditur mengetahui bagaimana kemampuan keuangan Sunprima menunaikan
kewajibannya dalam PKPU.
Bank Mandiri yang jadi salah satu kreditur PKPU Sunprima misalnya mengusulkan agar
menggaet Ernst & Young guna melakukan audit forensik atas kesehatan keuangan Sunprima.
Department Head Legal Litigation 2 Bank Mandiri Sigit Yuniarso bilang ada dua faedah jika
audit forensik dilakukan. Pertama, tentu soal penelusuran aset-aset dalam rangka upaya
perolehan pengembalian kredit PT SNP.
Kedua hal tersebut juga berguna mengungkap aliran dana dari para kreditur, termasuk jika
adanya penyalahgunaan.
"Karena auditor forensik itu agak berbeda dengan auditor biasa, dia auditor khusus memang
khusus menangani penelusuran aset dan aliran dana," jelas Sigit saat dihubungi Kontan.co.id,
Senin (23/7).
Terkait usul tersebut, salah satu pengurus PKPU Sunprima Irfan Aghasar menyatakan,
pilihan mengganti KAP, sepenuh merupakan wewenang debitur.
"Karena ini prosesnya adalah PKPU, bukan pailit. Jadi direksi, melalui RUPS masih punya
kewenangan, salah satunya untuk mengganti atau tidaknya KAP," kata Irfan kepada
Kontan.co.id.
Dalam proses PKPU, Sunprima sendiri punya tagihan senilai Rp 4,094 triliun. Rinciannya
ada lima kreditur konkuren (tanpa jaminan) dengan tagihan Rp 338 juta, dan Rp 3,957 triliun
untuk 354 kreditur separatis (pegang jaminan). Ditambah adanya tagihan bunga dan denda
senilai Rp 17,020 miliar dari kreditur separatis.
Sementara rincian kreditur separatisnya adalah, 14 kreditur berasal dari perbankan dengan
tagihan senilai Rp 2,22 triliun, dan 336 pemegang MTN dengan tagihan senilai Rp 1,85
triliun.
https://nasional.kontan.co.id/news/snp-finance-belum-berencana-mengganti-deloitte
diakses 8 Agustus 2018

OJK: Kami tak berwenang mengganti Deloitte


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang
Budiawan menyatakan pihaknya tak berwenang mengganti Kantor Akuntan Publik dalam
mengaudit Laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan alias SNP Finance.
"Perubahan atau penggantian KAP (Kantor Akuntan Publik) untuk audit SNP Finance bukan
wilayahnya OJK. Namun OJK berkepentingan terhadap kualitas audit pada industri jasa
keuangan," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/7).
Asal tahu, Kementerian Keuangan (Kemkeu) menemukan beberapa celah audit Sunprima
yang dilakukan oleh Deloitte sebagai KAP.
Pertama, mengenai skeptisme yang perlu dimiliki auditor serta pemahaman mengenai sistem
pencatatan yang digunakan perusahaan. Kedua, pengujian yang dilakukan kantor akuntan
publik yang diduga tidak sampai ke dokumen dasar.
Hal ini pula yang menjadi alasan para kreditur Sunprima dalam proses Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) untuk mengganti Deloitte. Terlebih, para kreditur ingin agar
Sunprima segera merampungkan laporan keuangannya, agar dapat menunjukkan
kemampuannya menunaikan PKPU.
"Pada prinsipnya penggunaan KAP oleh SNP Finance kemudian diniatkan untuk diganti,
menjadi klausul dari perjanjian antara kreditur dan SNP. Namun saat pertemuan kami dengan
kreditur sudah terang benderang dijelaskan oleh kami ke mengenai akar permasalahan," jelas
Bambang
Dalam proses PKPU, Sunprima sendiri punya tagihan senilai Rp 4,094 triliun. Rinciannya
ada lima kreditur konkuren (tanpa jaminan) dengan tagihan Rp 338 juta, dan Rp 3,957 triliun
untuk 354 kreditur separatis (pegang jaminan). Ditambah adanya tagihan bunga dan denda
senilai Rp 17,020 miliar dari kreditur separatis.
Sementara rincian kreditur separatisnya adalah, 14 kreditur berasal dari perbankan dengan
tagihan senilai Rp 2,22 triliun, dan 336 pemegang MTN dengan tagihan senilai Rp 1,85
triliun.
Izin Sunprima dicabut
Saat ini operasi Sunprima sendiri memang telah dibekukan OJK sejak 14 Mei 2018, dikana
alasan utamanya masalah kegagalan Sunprima membayar Medium Term Notes yang
dijualnya.
Pun melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018,
Sunprima belum menyampaikan keterbukaan informasi kepada seluruh kreditur dan
pemegang medium term notes (MTN) sampai dengan berakhirnya batas waktu sanksi
peringatan ketiga. Ini seharusnya masuk dalam laporan keuangan Sunprima 2017, yang
tengah digarap Deloitte.
Terkait pembekuan, Bambang bilang, sedianya izin Sunprima bisa sekaligus dicabut, jika
Sunprima tak segera menyelesaikan masalahnya.
"Izin dicabut kalau durasi pembekuan usaha berakhir. Sekitar November mungkin, enam
bulan sejak dibekukan," lanjut Bambang.
https://nasional.kontan.co.id/news/ojk-kami-tak-berwenang-mengganti-deloitte?page=2
diakses 8 Agustus 2018

Ini hasil pemeriksaan Kemkeu terkait peran Deloitte di kasus


SNP Finance
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan sudah selesai memeriksa Deloitte
sebagai kantor akuntan publik terkait kasus gagal bayar MTN SNP Finance. Deloitte
merupakan lembaga yang mengaudit laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan
atau SNP Finance.
Langgeng Subur, Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan
mengatakan, pemeriksaan baru selesai. "Kami sudah menyampaikan daftar temuan
sementara," kata Langgeng kepada kontan.co.id, Selasa (17/7).
Selanjutnya, kantor akuntan publik Deloitte akan menyampaikan tanggapannya.
Asal tahu saja, ada beberapa temuan yang disoroti Kementerian Keuangan terkait Deloitte.
Pertama, mengenai skeptisme yang perlu dimiliki auditor serta pemahalan mengenai sistem
pencatatan yang digunakan perusahaan. Kedua, pengujian yang dilakukan kantor akuntan
publik yang diduga tidak sampai ke dokumen dasar.
Menurut Langgeng, jika terbukti bersalah, ada kemungkinan Kemkeu menerapkan sanksi
kepada Deloitte terkait kasus SNP Finance.
Terkait ini, Kemkeu akan beraudiensi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemkeu juga
akan meminta pandangan Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Kemudian Kemkeu baru akan menyampaikan sanksi ke Deloitte jika terbukti bermasalah
https://keuangan.kontan.co.id/news/inil-hasil-pemeriksaan-kemkeu-terkait-peran-deloitte-di-
kasus-snp-finance
diakses 8 Agustus 2018

Ada Apa dengan Deloitte dan SNP Finance? Ini Penjelasannya


Market - Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia 02 August 2018 10:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Kantor Akuntan Publik (KAP) di bawah entitas Deloitte -
Indonesia disebut-sebut terkait dengan kasus gagal bayar Medium Term Notes (MTN) yang
diterbitkan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance).
Sebenarnya bagaimana kaitan Deloitte dalam kasus tersebut?
Marketing & Communications Lead of Deloitte - Indonesia, Steve Aditya mengungkapkan
Satrio Bing Eny & Rekan (SBE), KAP yang merupakan salah satu entitas Deloitte -
Indonesia memang melakukan general audit atas laporan keuangan SNP Finance. Namun,
laporan auditor independen atas Laporan keuangan SNP terakhir yang dikeluarkan adalah
untuk tahun buku 2016.
"Sebelumnya perlu kami informasikan bahwa Deloitte - Indonesia diwakili oleh lima entitas,
satu diantaranya adalah Kantor Akuntan Publik SBE. Jadi, yang melakukan general audit
terhadap laporan keuangan SNP adalah SBE," ujarnya saat bertemu CNBC Indonesia, seperti
dikutip Kamis (2/8/2018).
Steve menuturkan, SBE terakhir kali menerbitkan laporan auditor Independen atas laporan
keuangan SNP untuk tahun buku 2016. Audit tersebut tidak terkait dengan keperluan
penerbitan MTN yang dilakukan SNP pada 2017 dan 2018. SBE juga tidak pernah dimintai
persetujuan maupun diberitahu oleh SNP jika laporan audit atas laporan keuangan SNP
digunakan sebagai rujukan dalam penerbitan Medium Term Notes (MTN).
"SNP mencantumkan laporan keuangan yang telah diaudit pada offering circular mereka
tanpa memberitahu kami. Padahal, sesuai surat perikatan audit, jika mereka ingin
mencantumkan nama kami dalam dokumen apa pun, harus memberitahu kami," jelasnya.
Steve juga menegaskan, audit dilakukan SBE atas laporan keuangan SNP sudah berdasarkan
standar audit yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
"Kami juga memiliki standar pengendalian mutu yang ketat. Sebelum laporan auditor
independen diterbitkan harus melalui penelaahan pengendalian mutu internal yang ketat yang
dilakukan oleh rekan/partner dan manajer yang tidak terlibat dalam perikatan audit,"
paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Steve juga menegaskan sebagai KAP, tugas dan tanggung jawab
SBE sebatas pada mengaudit laporan keuangan perusahaan dan memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, apakah sudah
disajikan sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
"Sementara penyusunan dan penyajian wajar laporan keuangan merupakan tanggung jawab
manajemen perusahaan, dalam hal ini SNP," imbuhnya.
Steve menambahkan, untuk laporan keuangan SNP tahun 2017, SBE masih dalam tahap awal
proses audit dan belum mengeluarkan laporan auditor independen. Semenjak izin SNP
dibekukan, SBE sulit berkomunikasi dengan manajemen SNP sehingga tidak dapat
melanjutkan proses audit.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku telah mengantongi sanksi
terhadap KAP yang selama ini mengaudit laporan keuangan SNP Finance.
Kepala Pusat Pembinaan Profesi Kementerian Keuangan Langgeng Subur mengemukakan,
pemerintah saat ini hanya tinggal menunggu tanda tangan Sekretaris Jenderal perihal sanksi
yang dikenakan bagi Deloitte.
"Kami sudah berikan kepada pak Sekjen, dan tinggal di tanda tangan," kata Langgeng, Senin
(30/7/2018).
Meski demikian, Langgeng enggan membeberkan secara rinci sanksi apa yang bakal
dikenakan kepada KAP yang bertanggung jawab tersebut. Menurutnya, keputusan pemberian
sanksi akan diberikan dalam beberapa hari ke depan.
"Mungkin 5 hari dari sekarang. Jangan mendahului, tidak boleh," ungkapnya.
Dalam pemeriksaan yang sudah dilakukan, bendahara negara mengakui adanya indikasi
kelalaian yang dilakukan KAP dalam mengaudit laporan keuangan anak usaha Grup
Columbia tersebut.
Namun di akhir pemeriksaan, ada beberapa temuan yang disoroti, antara lain scepticisme
yang dianggap perlu dimiliki auditor, serta pemahaman terhadap sistem pencatatan yang
digunakan perusahaan.
Adapun yang kedua, pengujian yang dilakukan KAP terhadap SNP Finance tidak sampai
pada dokumen dasar.
"Karena AP [akuntan publik] sudah lama memegang PT SNP sebagai clientnya, maka ada
hal-hal yang langkah audit harus diperdalam, menjadi tidak dilakukan," kata Langgeng.
"Mungkin 5 hari dari sekarang. Jangan mendahului, tidak boleh," ungkapnya.
Bagi KAP yang terbukti melakukan pelanggaran. Sanksi yang akan dikenakan pun terbagi
dengan berbagai jenis. Seperti rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu,
peringatan tertulis, sampai dengan pembatasan pemberian jasa kepada suatu entitas.
(roy)
https://www.cnbcindonesia.com/market/20180802101243-17-26563/ada-apa-dengan-
deloitte-dan-snp-finance-ini-penjelasannya
diakses 8 Agustus 2018

Kemenkeu Sudah Kantongi Sanksi Deloitte Soal Kasus SNP


Market - Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia 30 July 2018 15:54
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku telah
mengantongi sanksi terhadap Deloitte, kantor akuntan publik (KAP) yang selama ini
mengaudit laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance).
Kepala Pusat Pembinaan Profesi Kementerian Keuangan Langgeng Subur mengemukakan,
pemerintah saat ini hanya tinggal menunggu tanda tangan Sekretaris Jenderal perihal sanksi
yang dikenakan bagi Deloitte.
"Kami sudah berikan kepada pak Sekjen, dan tinggal di tanda tangan," kata Langgeng, Senin
(30/7/2018).
Meski demikian, Langgeng enggan membeberkan secara rinci sanksi apa yang bakal
dikenakan kepada Deloitte. Menurutnya, keputusan pemberian sanksi akan diberikan dalam
beberapa hari ke depan.
"Mungkin 5 hari dari sekarang. Jangan mendahului, tidak boleh," ungkapnya.
Dalam pemeriksaan yang sudah dilakukan, bendahara negara mengakui adanya indikasi
kelalaian yang dilakukan KAP dalam mengaudit laporan keuangan anak usaha Grup
Columbia tersebut.
Namun di akhir pemeriksaan, ada beberapa temuan yang disoroti, antara lain scepticisme
yang dianggap perlu dimiliki auditor, serta pemahaman terhadap sistem pencatatan yang
digunakan perusahaan.
Adapun yang kedua, pengujian yang dilakukan KAP terhadap SNP Finance tidak sampai
pada dokumen dasar.
"Karena AP [akuntan publik] sudah lama memegang PT SNP sebagai clientnya, maka ada
hal-hal yang langkah audit harus diperdalam, menjadi tidak dilakukan," kata Langgeng.
"Mungkin 5 hari dari sekarang. Jangan mendahului, tidak boleh," ungkapnya.
Bagi KAP yang terbukti melakukan pelanggaran. Sanksi yang akan dikenakan pun terbagi
dengan berbagai jenis. Seperti rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu,
peringatan tertulis, sampai dengan pembatasan pemberian jasa kepada suatu entitas.
Bahkan, tak menutup kemungkinan ada pembekuan izin, pencabutan izin, dan denda. Denda
yang dimaksud adalah berkaitan dengan kewajiban auditor selaku anggota asosiasi yang
harus memiliki izin, dan mengikuti pendidikan.
"Denda ini tidak berkaitan langsung dengan pekerjaan yang bersangkutan sebagai auditor,"
tulis pasal yang tertuang dalam UU 5/2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri
Keuangan 154/MK.1/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20180730155255-17-26052/kemenkeu-sudah-
kantongi-sanksi-deloitte-soal-kasus-snp
diakses 8 Agustus 2018

Setelah Dibekukan, Izin Usaha SNP Finance Terancam Dicabut!


Market - Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia 29 July 2018 14:22
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan pembekuan
kegiatan usaha perusahaan pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance).
Hal tersebut dikarenakan tidak memenuhi ketentuan Pasal 55 ayat (1) Peraturan OJK Nomor
29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
"Berdasarkan hasil monitoring OJK, sampai dengan tanggal batas waktu Sanksi Peringatan
Ketiga, PT Sunprima Nusantara Pembiayaan belum menyampaikan laporan keuangan
tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik sesuai dengan ketentuan Pasal 55 POJK
Nomor 29/POJK.05/2014," tulis surat OJK yang disampaikan kepada Pemegang Saham,
Komisaris, dan Direksi SNP.
"Untuk itu, OJK menetapkan sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha kepada PT Sunprima
Nusantara Pembiayaan yang diberikan untuk jangka waktu enam bulan dan mulai berlaku
sejak surat Pembekuan Kegiatan Usaha ditetapkan," demikian ungkap OJK dalam suratnya
yang ditandatangani langsung Deputi Komisioner Pengawas IKNB II, Moch Ihsanuddin
seperti dikutip CNBC Indonesia, Minggu (29/7/2018).
Dengan dibekukannya kegiatan usaha tersebut, maka SNP Finance dilarang melakukan
kegiatan usaha pembiayaan.
Jika sebelum berakhirnya jangka waktu Pembekuan Kegiatan Usaha, PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan telah memenuhi ketentuan Pasal 55 POJK Nomor 29/POJK.05/2014, maka OJK
akan mencabut sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha.
"Namun, jika sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha masih berlaku dan PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan tetap melakukan kegiatan usaha pembiayaan dan tidak juga memenuhi ketentuan
Pasal 55 POJK Nomor 29/POJK.05/2014, maka OJK dapat langsung mengenakan sanksi
Pencabutan Izin Usaha," tulis OJK.
OJK memberikan ultimatum pada 9 Juli 2018 sampai 9 Januari 2018. Jika dalam jangka
waktu 6 bulan tersebut SNP Finance tidak memenuhi ketentuan Pasal 55 maka OJK akan
mencabut izin usaha SNP Finance.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan juga telah merampungkan proses pemeriksaan terhadap
kantor akuntan publik (KAP), Deloitte yang selama ini mengaudit laporan keuangan SNP
Finance.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan dalam satu bulan terakhir, Kemenkeu masih
akan menunggu KAP yang bersangkutan, dalam hal ini Deloitte untuk menyampaikan
tanggapannya kepada pemerintah
"Pemeriksaan baru selesai, kami sudah menyampaikan daftar temuan sementara. KAP akan
menyampaikan tanggapannya," kata Kepala Pusat Pembinaan Profesi Kemenkeu Langgeng
Subur kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Dari hasil pemeriksaan, ada beberapa temuan yang disoroti. Pertama, mengenai scepticisme
yang dianggap perlu dimiliki auditor, serta pemahaman terhadap sistem pencatatan yang
digunakan perusahaan.
"Karena AP [akuntan publik] sudah lama memegang PT SNP sebagai clientnya, maka ada
hal-hal yang langkah audit harus diperdalam, menjadi tidak dilakukan," kata Langgeng.
Adapun yang kedua, adalah pengujian yang dilakukan KAP terhadap SNP Finance tidak
sampai ke dokumen dasar. "Kira-kira ini yang akan dibahas dengan KAP [Deloitte] pagi ini,"
jelas dia.
Langkah selanjutnya, pemerintah akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
untuk merumuskan kebijakan apa yang paling tepat untuk menangani persoalan ini.

https://www.cnbcindonesia.com/market/20180729132214-17-25931/setelah-dibekukan-izin-
usaha-snp-finance-terancam-dicabut
diakses 8 Agustus 2018

Kemenkeu Soal SNP Finance: Dari Akuntan Ada Kelalaian!


Market - Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia 05 July 2018 11:10
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan saat ini masih melakukan pemeriksaan
terhadap kantor akuntan publik (KAP), Deloitte yang selama ini mengaudit laporan keuangan
PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance).
Adapun proses penyelidikan, sudah berlangsung sejak akhir bulan Ramadan, dan ditargetkan
selesai pada pertengahan Juli 2018. Lantas, apa saja fakta yang ditemukan bendahara negara
dari pemeriksaan yang sudah dilakukan?
Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kemenkeu Langgeng Subur mengakui adanya
indikasi kelalaian yang dilakukan KAP dalam mengaudit laporan keuangan anak usaha Grup
Columbia tersebut. Hal ini, masih terus didalami.
"Auditor ada kemungkinan jadi lengah/lalai/menganggap enteng persoalan. Kami masih
menduga kesana," kata Langgeng saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Kamis
(5/7/2018).
Langgeng menjelaskan, bendahara negara saat ini tengah mendalami laporan opini KAP
terhadap SNP Finance yang bukan ditandatangani oleh akuntan publik (AP), melainkan oleh
manager KAP sejak SNP menjadi klien Deloitte.
"Ini sudah terjadi sejak lebih dari 5 tahun ke belakang. Jadi tetap atas nama KAP, tetapi
manager dari team auditornya dia-dia saja," katanya.
Dalam peraturan perundang-undangan, kerjasama KAP dan suatu institusi tertentu tidak
mengenal batasan waktu masa kerja. Namun bagi AP, hanya dibatasi selama 5 tahun masa
kerja, sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
Namun, Langgeng tak memungkiri, dalam payung hukum tidak diatur secara rinci batasan
tim atau manager untuk mengaudit seorang klien. Ada beberapa alasan yang mendasari hal
itu.
"Karena belum tentu mereka sebagai akuntan publik. Bisa jadi mereka hanya sebagai
akuntan, belum sebagai akuntan publik. Sementara PMK dan aturan lainnya baru mengatur
akuntan publik," kata Langgeng.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20180705110450-17-22037/kemenkeu-soal-snp-
finance-dari-akuntan-ada-kelalaian
diakses 8 Agustus 2018

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan menegaskan masih melakukan


penyelidikaan kasus gagal bayar bunga medium term notes (MTN) PT Sunprima Nusantara
(SNP) pada 9 Mei dan 14 Mei 2018 yang ditaksir mencapai Rp 6,75 miliar dari dua seri
MTN.
Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan Langgeng Subur
mengatakan, proses pemeriksaan terhadap kantor akuntan publik (KAP) yang mengaudit
anak usaha Grup Columbia itu masih terus dilakukan.
Pemerintah menargetkan bisa menyelesaikan penyelidikan kasus tersebut pada pertengahan
bulan ini dengan tetap melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta
masukan dari masyarakat setempat.
"Pemeriksaan masih berlangsung saat ini, baru selesai pertengahan Juli," kata Langgeng saat
berbincang dengan CNBC Indonesia, Kamis (5/7/2018).
Langgeng menegaskan, sudah menjadi kewajiban bendahara negara sebagai pembina dan
pengawas dari auditor untuk melakukan pemeriksaan berkala serta pemeriksaan khusus, yang
dalam hal ini adalah auditor SNP Finance.
"Yang sedang kami dalami adalah bukan Akuntan Publik yang menandatangani laporan opini
Kantor Akuntan Publik (KAP), tetapi manajer KAP yang terus-terusan dipakai sejak awal
SNP. Jadi clientnya Deloitte. Itu sudah terjadi sejak lebih dari 5 tahun ke belakang," papar
Langgeng.
Seperti diketahui, SNP Finance telah mengalami gagal bayar (default) atas Medium Term
Notes yang diterbutkan SNP Finance pada 9 Mei dan 14 Mei 2018. Total kewajiban bunga
utang yang harus dibayar mencapai Rp 6,75 miliar dari dua seri MTN.
Seri MTN V SNP Tahap II senilai Rp 5,25 miliar jatuh tempo 9 Mei 2018 dengan nilai pokok
Rp 200 miliar yang terbit Februari 2018 dengan Rating Pefindo idA/Stable dengan kupon
10,5%. Kedua bunga MTN III seri B senilai Rp 1,5 miliar yang diliris 13 November 2018
senilai Rp 50 miliar dengan kupon 12,12% dengan Rating idA/Stable.
Menurut data dari KSEI, seluruh nilai MTN sebesar Rp 1,852 triliun dengan jatuh tempo dan
seri yang berbeda. Nilai MTN yang jatuh tempo 2018 sebesar Rp725 miliar dengan 5 seri.
Sementara MTN yang jatuh tempo 2019 sebesar Rp 817 miliar dengan 10 Seri dan yang jatuh
tempo 2020 sebesar Rp 310 miliar dengan 4 seri. Semua dengan rating idA/Stable dari
Pefindo.
Cerita kemudian berlanjut, ternyata perseroan juga seret membayar utang kepada para
krediturnya. Tak tanggung-tanggung nilai kredit SNP Finance ke 14 bank mencapai Rp 6
triliun.
Deloitte terseret kasus SNP Finance
June 22, 2018

Beberapa hari belakangan ini pemberitaan terkait kasus SNP Finance cukup menghebohkan
publik. Tiba-tiba saja PT SNP Finance (Perusahaan Multifinance) ini mengalami default
(gagal bayar) atas kewajibannya kepada sejumlah krediturnya. Dikutip dari situs Kontan,
nilai gagal bayar SNP Finance tersebut berjumlah Rp. 4,07 triliun dengan rincian 2,22 triliun
kepada 14 Bank dan 1,85 triliun kepada 336 pemegang medium term note (MTN). Akibat
dari gagal bayar tersebut, maka SNP Finance mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU).
Bank Mandiri merupakan salah satu kreditur yang memberikan pinjaman kepada SNP
Finance. Dikabarkan bahwa Bank Mandiri sangat terkejut atas default SNP Finance dalam
memenuhi kewajibannya. Pasalnya Bank Mandiri memberikan pinjaman kepada SNP
Finance setelah meninjau laporan keuangan SNP Finance yang telah diaudit oleh Deloitte.
Laporan keuangan SNP Finance yang diaudit oleh Deloitte tersebut menjadi acuan bagi
kreditur dan investor untuk menilai kelayakan SNP Finance sebelum memberi pinjaman dan
berinvestasi di surat utang.
Namun laporan keuangan hasil audit Deloitte menyatakan bahwa SNP Finance memiliki
ekuitas Rp. 733 miliar (posisi 31 Des 2017), namun faktanya hasil temuan OJK menyatakan
bahwa SNP Finance memiliki ekuitas yang minus, sehingga hal tersebut tersebut
mengindikasikan bahwa keuangan SNP Finance tidak sehat.
Namun mengapa Delloite sebagai kelompok KAP the big four didunia ini tidak mampu
mendeteksi kondisi keuangan SNP Finance? Sehingga hal tersebut berdampak buruk kepada
kreditur yang memberikan pinjaman kepada SNP Finance. Atas kasus tersebut banyak pihak
mempertanyakan kualitas dan reputasi Deloitte sebagai KAP the big four.
Saat ini OJK telah membekukan izin usaha SNP Finance. OJK bersama Kementrian
Keuangan juga sedang melakukan investigasi terhadap Deloitte. Jika Deloitte terbukti
melanggar, maka sanksi terberat yang dihadapi Delloite adalah pencabutan izin bisnis.
Kasus Delliote dan SNP Finance ini mengingatkan kita dengan skandal kasus salah satu KAP
terbesar yakni KAP Arthur Andersen. KAP Andersen menuai banyak tuntutan sampai pada
akhirnya harus ditutup pada 2002 karena praktik moral hazard tersebut.
Sebenarnya Otoritas Jasa Keuangan telah mengatur dalam POJK Nomor 13 /POJK.03/2017
tentang Penggunaan jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam kegiatan jasa
keuangan. Dalam Pasal 7 huruf d dikatakan bahwa:

AP dan KAP yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan wajib memperhatikan kesesuaian
transaksi yang dilakukan oleh Pihak yang Melaksanakan Kegiatan Jasa Keuangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pada saat pelaksanaan pemberian jasa audit
atas informasi keuangan historis tahunan; dan

Jika Deloitte terbukti melanggar Pasal 7 huruf d tersebut maka OJK dapat mengenakan sanksi
administratif berupa pembekuan pendaftaran di Otoritas Jasa Keuangan. Terkait dengan
pencabutan izin usaha/bisnis merupakan kewenagan Kementrian Keuangan.

https://cakaphukum.com/2018/06/deloitte-terseret-kasus-snp-finance/
diakses 8 Agustus 2018
Gagal Bayar Bunga MTN SNP Finance: Dimana Tanggung
Jawab Pefindo dan Deloitte
By Lulu Badriyah on 18/05/2018No Comment

Oleh Biro Riset Infobank


“Saya beli medium term notes (MTN) milik SNP Finance karena Rating Pefindo idA/Stable.
Itu diupdate terus sampai Maret 2018 tetap idA/Stable. Plus, akuntan publiknya dari Deloitte.
Siapa yang tidak percaya? Deloitte Bro “demikian kata seorang investor yang membeli MTN
Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) kepada InfoBank.
Diketahui, SNP Finance pada 9 Mei dan 14 Mei mengalami gagal bayar atas MTN yang
diterbitkan. Total kewajiban bunga utang yang belum dibayar adalah Rp6,75 miliar dari dua
seri MTN. Pertama MTN V SNP Tahap II senilai Rp5,25 miliar yang jatuh tempo 9 Mei 2018
dengan nilai pokok Rp200 miliar yang terbit Februari 2018 dengan Rating Pefindo idA/Stable
dengan kupon 10,5%. Kedua bunga MTN III seri B senilai Rp1,5 miliar yang diliris 13
November 2018 senilai Rp50 miliar dengan kupon 12,12% dengan Rating idA/Stable.
Menurut data dari KSEI, seluruh nilai MTN sebesar Rp1,852 triliun dengan jatuh tempo dan
seri yang berbeda. Nilai MTN yang jatuh tempo 2018 sebesar Rp725 miliar dengan 5 seri.
Sementara MTN yang jatuh tempo 2019 sebesar Rp817 miliar dengan 10 Seri dan yang jatuh
tempo 2020 sebesar Rp310 miliar dengan 4 seri. Semua dengan rating idA/Stable dari
Pefindo.
“Sekarang kita percaya siapa? Kalau hasil Rating idA/Stable saja begini? Lalu kita percaya
angka-angka siapa, jika hasil audit Kantor Akuntan Publik Depoitte yang caliber dunia saja
begini. Siapa yang harus bertanggung jawab,” lanjut cerita investor yang membeli MTN lebih
dari Rp75 miliar.
Pertanyaan lanjutan, apakah hanya SNP Finance saja yang hasil auditnya tidak sesuai
kenyataan? Apakah memang kualitas audit dari Kantor Akuntan Publik Depoitte demikian?
Sampai saat ini, belum ada konfirmasi dari pihak KAP Deloitte. Disebut-sebut hasil duit tidak
sesuai kondisi yang sebenarnya. Misalnya, jumlah account receivable tidak sesuai dengan
kenyataan. Tapi, Deloitte tidak melihatnya atau bertindak.
Saat ini belum diketahui secara pasti berapa bolongnya SNP Finance ini. Jumlah aktiva tidak
sesuai dengan pasiva. Ada kesan penggelembungan asset, atau tagihan fiktif – pura-pura
nasabahnya banyak. Seperti biasa, jika demikian ada double pledge atau lebih seperti kasus
Arjuna Finance dan saudaranya Bima Finance. Lalu, modusnya sama memasukan ke
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Sunprima (SNP) Finance ini merupakan grup dari Colombia yang sudah lebih dari 30 tahun
berbisnis barang-barang elektronik. Leo Chandra merupakan pendiri dari Colombia yang
mempunyai 358 outlet dan 27 mobile outlet. Pemegang saham SNP Finance 66,65% dimiliki
oleh Leo Chandra dan keluarga melalui PT Cipta Pratama Mandiri dan 33,35% melalui
kepemilikan langsung. Siapa yang tidak percaya dengan Columbia yang sudah lebih tiga
puluh tahunan di bisnis kredit barang elektronik.
Menurut dugaan, hasil “abal-abal” dari KAP ini bisa jadi yang dipakai oleh Pefindo
menentukan rating idA/Stable. Jadi, Pefindo sepertinya hanya membuat stampel saja. Atau,
juga Deloitte juga hanya menjadi stampel? Tentu tidak jika pernah di audit oleh Deloitte.
Tapi, bukan tidak mungkin ada negosisasi dari hasil temuan – atau ada management letter.
Siapa yang mengawasi KAP? Inilah satu-satunya pekerjaan Kementerian Keuangan yang
tidak pindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kantor akuntan publik masih di bawah
Kementerian Keuangan RI. Bagaimana pengawasannya? Jujur hampir tidak ada pengawasan
terhadap KAP di Indonesia. Jadi, karena tidak ada yang mengawasi dengan benar dan proper
maka sudah sepantasnya perilaku dari KAP sesukanya.
Apakah dalam hal ini Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) juga akan memeriksa akuntan dari
Deloitte yang memeriksa SNP Finance – yang diduga hasil audit tidak sama dengan
kenyataan hingga menyebabkan kreditur apes tak terbayarkan bunganya? Apalagi secara
bersamaan melakukan langkah PKPU.
Kisah Enron dan KAP Arthur Andersen tahun 2001 merupakan skandal Kantor Akuntan
dengan perusahaan yang diperiksanya. Waktu itu, Enron yang merugi dicatatkan laba besar,
sehingga merugikan investor. Hasil audit dan kenyataan yang berbeda. Oleh KAP Arthur
Anderson, Enron pada Oktober 2001 menerbitkan laporan keuangan tercatat laba US$393
juta atau naik US$100 juta, padahal sejatinya rugi US$644 juta. Enron perusahaan gas di
Amerika Serikat ini akhirnya mempensiunkan 5000 karyawannya dan KAP Andersen menuai
banyak tuntutan, dan akhirnya harus ditutup tahun 2002 karena moral hazard ini.
Sejumlah kalangan, seperti investor, dan pelaku serta otoritas keuangan, menunggu langkah
IAI dan Kantor Kementrian Keuangan yang mengawasi Kantor Akuntan. Jangan-jangan di
Depkeu tidak ada orang yang mengawasi karena tidak ada satu pun kantor akuntan yang
merasa diawasi.
Padahal, kantor akuntan itu awal dari semua moral hazard di dalam urusan debitur dengan
kreditur. Seperti penuturan beberapa bankir, banyak bank juga mengalami tertipu akibat
akuntan publik dari debitur yang sembarangan tapi dipoles oleh KAP menjadi layak kredit.
Akhirnya SNP Finance menimbulkan dampak berantai. Gagal bayarnya SNP Finance ini
akan merember ke industri multifinance semakin tidak dipercaya oleh bank. Apakah hanya
SNP Finance setelah Arjuna Finance dan Bima Finance, Mandiri Finance Indonesia, IBF dan
SAF? Lalu, bank-bank yang membeli MTN dan yang memberi kredit ke SNP Finance yang
beredar di pasar total mencapai Rp4,2 triliun – yang Rp1,8 triliun dari MTN.
Kasus gagal bayar ini telah membuat susah bank-bank yang membeli MTN maupun yang
memberikan kredit. Apakah sanksinya akan seperti kisah Enron dan KAP Arthur Andersen
di AS yang dicabut lisensinya? Apakah kebohongan ini hanya terjadi pada SNP Finance saja
dari ribuan perusahaan yang sudah di audit oleh KAP Deloitte & Partner? Pemerintah harus
bertindak jika trust level di kalangan investor kembali kuat.
Lalu, sekarang kita percaya siapa jika Rating Pefindo yang per Maret 2018 saja masih
idA/Stabel dengan reputasi global KAP Deloitte saja jebol begini? Harus ada penertiban
terhadap kantor-kantor KAP ini karena jujur saja merontokan kredibilitas pasar dan kreditur.
Hal yang sama juga harus dilakukan koreksi terhadap Rating Pefindo yang jujur saja
kecolongan seperti ini.
Akibat Rating Pefindo dan KAP Deloitte ini kini 17 bank kreditur harus menanggung beban
Rp4,2 triliun. Inilah efek berantainya, dan bukan tak mungkin akan menyeret sejumlah bank-
bank kecil yang membeli dan membiayai MTN dan memberikan kredit. Bikin susah
multifinance lain untuk memperoleh pembiayaan bank dan ini akan berantai membuat
kesulitan akibat salah beli akibat laporan keuangan yang dipoles habis.

http://infobanknews.com/gagal-bayar-bunga-mtn-spn-finance-dimana-tanggung-jawab-
pefindo-dan-deloitte/

diakses 8 Agustus 2018


Mengapa Kegiatan Usaha PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan
dibekukan OJK ?
March 6, 2016
Pada tanggal 14 Mei 2018, OJK melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor
S-247/NB.2/2018 membekukan kegiatan usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan. Lalu,
dosa apa yang telah dilakukan Perusahaan Pembiayaan (Multifinance) yang fokus pada
pembiayaan produk rumah tangga (elektronik dan furniture) ini ?
Ternyata pembekuan kegiatan usaha tersebut berkaitan dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan. Adapun Pasal yang dilanggar adalah Pasal 53 yang berbunyi:
“Perusahaan Pembiayaan dalam melakukan kegiatan usahanya dilarang menggunakan
informasi yang tidak benar yang dapat merugikan kepentingan Debitur, kreditur, dan
pemangku kepentingan termasuk OJK”.
Yang menjadi pertanyaaan adalah siapa pihak yang dirugikan PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan?
PT Sunprima Nusantara Pembiayaan dikabarkan belum menyampaikan keterbukaan
informasi kepada seluruh kreditur dan pemegang Medium Term Notes (MTN) sampai dengan
berakhirnya batas waktu sanksi peringatan ketiga.
Dalam hal ini OJK telah memberikan sanksi peringatan pertama hingga sanksi peringatan
ketiga. Maka mengacu ke Pasal 65 ayat 1 yang berbunyi:
“Perusahaan Pembiayaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4, Pasal 5 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 21, Pasal 22, Pasal
23, Pasal 24, Pasal 37 ayat (2) huruf b, Pasal 37 ayat (3) huruf b, Pasal 44, Pasal 48, Pasal
49 ayat (4), Pasal 51, Pasal 52, dan/atau Pasal 53 Peraturan OJK ini dikenakan sanksi
administratif secara bertahap berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan kegiatan usaha; dan
c. pencabutan izin usaha.”
Maka menurut analisa kami keputusan OJK membekukan usaha PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan dianggap sudah sangat tepat dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun yang perlu diingat bahwa sanksi pembekuan kegiatan usaha ini berlaku hanya selama
6 bulan saja (Pasal 65 ayat 6). Artinya PT Sunprima Nusantara Pembiayaan dilarang
melakukan kegiatan usaha selama 6 bulan sejak surat penetapan (Pasal 65 ayat 8). Namun
bila PT Sunprima Nusantara Pembiayaan memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud
pasal 53 diatas sebelum sanksi pembekuan kegiatan usaha berakhir maka OJK akan mencabut
sanksi pembekuan tersebut (Pasal 65 ayat 9). Selanjutnya bila PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan tetap melakukan kegiatan usaha selama periode sanksi pembekuan berlaku maka
OJK akan langsung mengenakan sanksi pencabuatan izin usaha (Pasal 65 ayat 10), demikian
juga bila setelah sanksi pembekuan usaha berakhir, namun PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan belum juga memenuhi ketentuan maka OJK akan encabut izin usahanya (Pasak
65 ayat 11).
Diluar hal tersebut diatas, OJK juga melarang PT Sunprima Nusantara Pembiayaan untuk
melakukan tindakan atau keputusan:
1. Menggunakan dana keuangan Perusahaan dan atau melakukan transaksi keuangan
yang tidak wajar;
2. Menambah penerbitan surat utang dalam bentuk apapun termasuk MTN;
3. Mengambil tindakan dan atau perbuatan hukum yang memperburuk kondisi
Perusahaan; dan
4. Melakukan pergantian pengurus Perusahaan tanpa persetujuan OJK.
Harapannya semoga PT Sunprima Nusantara Pembiayaan dapat segera memenuhi ketentuan
pasal 53 tersebut dan mengikuti instruksi yang dijelaskan dalam surat pembekuan kegiatan
usaha tersebut.
https://cakaphukum.com/2016/03/travel-startup-offers-half-price-hotel-deals-if-youre-
willing-to-share-with-a-stranger/
diakses 8 Agustus 2018

Anda mungkin juga menyukai