Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH RUTIN

MK. EVALUASI PROSES


HASIL BELAJAR FISIKA
PRODI S1
PSPF - FMIPA

“HIGH ORDER THINGKING SKILLS :


BERFIKIR KRITIS ”

OLEH :

KELOMPOK 1
NAMA MAHASISWA : IFFAH KHAIRIYAH I. (4172121023)
NOVIA (4173121036)
NOVRIKA MAWARNI (4171121022)
OBET AGUSTINUS P. SILABAN (4173121039)
DOSEN PENGAMPU : Dr. MARIATI P. SIMANJUNTAK, S.Pd., M.Si.
MATA KULIAH : EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR
FISIKA

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MARET 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “HIGH ORDER THINGKING SKILLS: BERFIKIR KRITIS”. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah kami yaitu “EVALUASI PROSES DAN
HASIL BELAJAR”.
Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dari makalah ini. Semoga
makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapa pun yang membacanya. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Sekiranya makalah yang
disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun bagi orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Medan, 9 Maret 2019

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian High Order Thingking Skills........................................... 2
2.2 Kemampuan Berfikir Kritis .............................................................. 2
2.3 Karakteristik Instrumen HOTS .......................................................... 4
2.4 Langkah-Langkah Penyusunan Soal HOTS...................................... 5
2.5 Peran Soal HOTS Dalam Penilaian................................................... 6
2.6 Pembahasan Soal HOTS ...................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .......................................................................................... 13
3.2 Saran .................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurikulum 2013 menginginkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang


memiliki kualitas tinggi. Dengan kemampuan tersebut, diharapkan mampu bersaing pada
abad 21 dan industrilisasi 4.0 di era globalisasi. Mengantisipasi tuntutan tersebut,
pendidikan dirancang untuk meningkatkan kinerja yang berkualitas tinggi melalui proses
pembelajaran.
Manusia sebagai makhluk yang selalu berproses dan memiliki metode dalam
beraktivitas. Salah satu aktivitas manusia yang relevan dengan metode adalah berpikir.
Kegiatan berpikir pada umumnya indentik dengan belajar. Secara sederhana aktivitas
belajar di Indonesia terjadi di sekolah. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan
baik, maka guru akan memberikan aktivitas pembelajaran yang mendukung. Dalam
aktivitas belajar tersebut, salah satu tugas seorang guru adalah mengajarkan cara berpikir.
Hasil dari proses pembelajaran tersebut dapat dinilai sebagai prestasi.
Kebiasaan berpikir tingkat rendah atau low order thingking yang diajarkan kepada
siswa menyebabkan tidak memiliki high order thingking skills (HOTS). Seharusnya HOTS
diperlukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan secara kreatif, dan inovatif. Guna
mengatasi persolan tersebut, siswa tingkat SMA perlu diarahkan untuk mengembangkan
HOTS. Dalam konteks pengembangan fisika, siswa perlu dibiasakan untuk menggunakan
HOTS. Dengan mengerjakan soal-soal HOTS, diharapkan daya analisis dan kemampuan
berpikir kritis siswa dapat terasah. Hal ini juga adalah bagian dari penerapan pendidikan
karakter, dimana siswa pantang menyerah dan sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan High Order Thingking Skills?
2. Bagaimanakah penjabaran HOTS pada kemampuan berfikir kritis?
3. Bagaimanakah karakterisitik soal High Order Thingking Skills?
4. Bagaimanakah peran soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam penilaian?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Sebagai salah satu syarat memenuhi tugas Matakuliah Evaluasi Proses dan Hasil
Belajar Fisika
2. Menambah pengetahuan pembaca dan penulis pada materi Berpikir Tinggi (HOTS)
3. Memberikan pemahaman kepad penulis dan pembaca pada pembahasan soal-soal
HOTS
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HOTS


Para ahli mendefinisikan Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau berpikir
tingkat tinggi dengan pendekatan dan sudut pandang yang berbeda. Resnick (1987: 44)
mengemukakan bahwa HOTS sulit untuk didefinisikan, tetapi mudah dikenali melalui ciri-
cirinya. Lebih lanjut, Resnick (1987: mengungkapkan beberapa ciri-ciri dari HOTS yaitu:
(a) non-algoritmik, artinya langkah-langkah tindakan tidak dapat sepenuhnya ditentukan di
awal; (b) kompleks, artinya langkah-langkah tidak dapat dilihat/ditebak secara langsung
dari sudut pandang tertentu; (c) menghasilkan banyak solusi; (d) melibatkan perbedaan
pendapat dan interpretasi; (e) melibatkan penerapan kriteria jamak; (f) melibatkan
ketidakpastian; (g) menuntut kemadirian dalam proses berpikir; (h) melibatkan pemaknaan
yang mengesankan; dan (i) memerlukan kerja keras (effortfull). Berbagai karakteristik
atau ciri-ciri tersebut dapat diidentifikasi dalam aktivitas pembelajaran yang melibatkan
berbagai tingkatan proses berpikir (thinking process level).
Setelah taksonomi Bloom direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001), dimana
tujuan pembelajaran dibagi menjadi dua dimensi yaitu proses kognitif dan pengetahuan,
maka HOTS dalam taksonomi Bloom perlu dilakukan penyesuaian. Adapun jika dikaitkan
dengan taksonomi Bloom revisi yang dikemukakan oleh Anderson & Krathwohl (2001),
pada dimensi proses kognitif HOTS meliputi proses menganalisis (analyze), mengevaluasi
(evaluate), dan mencipta (create) (Liu, 2010), sedangkan pada dimensi pengetahuan
HOTS meliputi pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural
(procedural knowledge), dan pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge).

Menganalisis (analyzing)
Menganalisis meliputi kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi bagian-
bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebutdihubungkan satu dengan yang
lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya (Anderson & Krathwohl, 2001). Analisis
menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok menjadi bagian-bagian dan
melihat hubungan antar bagian tersebut. Pada tingkat analisis, seseorang akan mampu
menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke
dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu
mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
Kategori menganalisis terdiri kemampuan membedakan (differentiating),
mengorganisasi (organizing), dan mengatribusikan (attributing) (Anderson & Krathwohl,
2001). Membedakan meliputi kemampuan membedakan bagian-bagian dari keseluruhan
struktur dalam bentuk yang sesuai. Membedakan terjadi sewaktu siswa
mendeskriminasikan informasi yang relevan dan tidak relevan, yang penting dan tidak
penting, kemudian memperhatikan informasi yang relevan dan penting. Membedakan
berbeda dengan proses-proses kognitif dalam kategori memahami, karena membedakan
melibatkan proses mengorganisasi secara struktural dan menentukan bagaimana bagian-
bagian sesuai dengan struktur keseluruhannya. Mengorganisas meliputi kemampuan
mengidentifikasi unsur-unsur secara bersama-sama menjadi struktur yang saling terkait.
Proses mengorganisasi terjadi ketika siswa membangun hubungan-hubungan yang
sistematis dan koheren (terkait) antar potongan informasi. Mengorganisasi juga biasanya
terjadi bersamaan dengan proses membedakan. Siswa mula-mula mengidentifikasi elemen-
elemen yang relevan atau penting dan kemudian menentukan sebuah struktur yang
terbentuk dari elemen-elemen itu. Mengorganisasi juga bisa terjadi bersamaan dengan
proses mengatribusikan, yang fokusnya adalah menentukan tujuan atau sudut pandang
seseorang. Mengatribusikan adalah kemampuan siswa untuk menyebutkan tentang sudut
pandang, bias, nilai atau maksud dari suatu masalah yang diajukan. Mengatribusikan
membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar dapat menarik kesimpulan atau maksud
dari inti permasalahan yang diajukan. Mengatribusikan juga melibatkan proses
dekonstruksi, yang didalamnya siswa menentukan tujuan dari suatu permasalahan yang
diberikan oleh guru.

Mengevaluasi (evaluate)
Mengevaluasi didefinisikan sebagai kemampuan melakukan judgementberdasar
pada kriteria dan standar tertentu (Anderson & Krathwohl, 2001). Kriteria sering
digunakan untuk menentukan kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi, sedangkan
standar digunakan dalam menentukan kuantitas maupun kualitas. Evaluasi mencakup
kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal,
bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar pada kriteria tertentu.
Adanya kemampuan ini dinyatakan dengan memberikan penilaian terhadap
sesuatu. Kategori menilai terdiri dari memeriksa (checking) dan mengkritisi. (critiquing)
(Anderson & Krathwohl, 2001). Memeriksa adalah kemampuan untuk menguji konsistensi
internal atau kesalahan pada operasi atau hasil serta mendeteksi keefektifan prosedur yang
digunakan. Jika dipadukan dengan dengan merencanakan (proses kognitif dalam kategori
mencipta) dan mengimplementasikan (proses kognitif dalam kategori mengaplikasikan),
memeriks melibatkan proses menentukan seberapa baik rencana itu berjalan. Mengkritisi
adalah kemampuan memutuskan hasil atau operasi berdasarkan kriteria dan standar
tertentu, dan mendeteksi apakah hasil yang diperoleh berdasarkan suatu prosedur
menyelesaikan suatu masalah mendekati jawaban yang benar. Proses mengkritik terjadi
ketika siswa mencatat ciri-ciri positif dan negatif dari suatu produk dan membuat
keputusan, setidaknya sebagian berdasarkan ciri-ciri tersebut. Mengkritik merupakan inti
dari apa yang disebut berpikir kritis.

Mencipta (create)
Mencipta didefinisikan sebagai menggeneralisasi ide baru, produk atau cara
pandang yang baru dari sesuatu kejadian (Anderson & Krathwohl, 2001). Mencipta juga
dapat diartikan sebagai meletakkan beberapa elemen dalam satu kesatuan yang menyeluruh
sehingga terbentuklah dalam satu bentuk yang koheren atau fungsional. Siswa dikatakan
mampu mencipta jika dapat membuat produk baru dengan merombak beberapa elemen
atau bagian kedalam bentuk atau stuktur yang belum pernah dijelaskan oleh guru
sebelumnya.
Proses mencipta umumnya berhubungan dengan pengalaman belajar siswa yang
sebelumnya. Meskipun mencipta mengharuskan cara berpkir kreatif, namun mencipta
bukanlah ekspresi kreatif yang bebas sama sekali sehingga membuat orang lain kesulitan
untukmelakukan atau memahaminya. Proses mencipta dapat dipecah menjadi tiga fase,
yaitu merumuskan/membuat hipotesis (generating), merencanakan (planing), dan
memproduksi (producing) (Anderson & Krathwohl, 2001).Merumuskan atau membuat
hipotesis, melibatkan proses menggambarkan masalah dan membuat pilihan yang
memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Sering kali, cara menggambarkan masalah adalah
dengan menunjukkan bagaimana solusi-solusinya, dan merumuskan ulang atau
mengambarkan kembali masalahnya dan menunjukkan solusi-solusi yang berbeda. Ketika
merumuskan melampaui batas-batas pengetahuan lama dan teori-teori yang ada, poses-
proses kognitif ini melibatkan proses berpikir divergen dan menjadi inti dari berpikir
kreatif.

2.2 Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking)


 Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga sub jenis, yaitu pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategori; pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi; dan pengetahuan
tentang teori, model, dan struktur. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori meliputi
kategori, kelas, divisi, dan susunan yang spesifik dalam disiplin ilmu. Pengetahuan ini
diperlukan untuk menstrukturkan dan mensistematiskan suatu fenomena terkait disiplin
ilmu yang dipelajari.
Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dibentuk oleh klasifikasi dan kategori
dan umumnya merupakan bagian yang dominan dalam sebuah disiplin ilmu, serta
digunakan untuk mengkaji fenomena atau menyelesaikan masalah-masalah dalam disiplin
ilmu tersebut. Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang abstraksi-abstraksi tertentu
yang meringkas hasil-hasil pengamatan terhadap suatu fenomena. Pengetahuan tentang
teori, model, dan struktur meliputi pengetahuan tentang berbagai paradigma (pandangan
mendasar), epistimologi (hakikat), teori, dan model yang digunakan dalam disiplin ilmu
untuk mendeskripsikan, memahami, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena.

 Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural ditandai dengan pertanyaan “bagaimana”, sehingga dapat
dikatakan bahwa pengetahuan ini melibatkan beragam proses. Pengetahuan prosedural
meliputi pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu menggunakan algoritma
tertentu, mempraktikkan metode-metode tertentu untuk menyelesaikan masalah, dan
memilih prosedur yang tepat berdasarkan kritria-kriteria tertentu. Kata kunci dalam
pengetahuan prosedural yaitu bersifat algoritmik, yaitu menggunakan proses atau langkah-
langkah tertentu dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau mengkaji fenomena dalam
disiplin ilmu tertentu. Keterampilan pemecahan masalah merupakan salah satu contoh dari
pengetahuan prosedural.
 Pengetahuan Metakognitif
Istilah metakognitif memiliki makna tidak hanya sebatas kognitif atau berpikir saja,
tapi satu tingkat lebih tinggi dari berpikir atau biasa disebut dengan thinking about thinking
yang artinya berpikir tentang proses berpikir itu sendiri. Dari sini dapat dipahami bahwa
metakognitif adalah sebuah kemampuan manusia untuk mengendalikan atau memantau
pikiran, kalau diterapkan dalam dunia pendidikan bahasa aplikasinya metakognitif
merupakan kemampuan peserta didik atau siswa dalam memonitor (mengawasi),
merencanakan serta mengevaluasi sebuah

Tabel Penjabaran HOTS Bedasarkan Keterkaitan antar Dimensi


Dimensi Proses Sub Dimensi Dimensi
Aspek HOTS
Kognitif Proses Kogntif Pengetahuan
Mebedakan konsep
Membedakan Membedakan prosedur
Membedakan
metakognisis
Mengorganisasikan
Konsep
Menganalisis Mengorganisasikan
Mengorganisasi
prosedur
Mengorganisasikan
Konseptual
Berpikir metaognisis
Prosedural
Kritis Mengatribusi konsep
Metakognisi
Mengatribusi prosedur
Mengatribusi
Mengatribusi
metakognisis
Memeriksa konsep
Memeriksa Memeriksa prosedur
Memeriksa metakognisi
Mengevaluasi
Mengkritisi konsep
Mengkritisi Mengkritisi prosedur
Mengkritisi Metakognisis
(Jailani,dkk, 2017).
2.3 Karakteristik Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk
penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan
pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS.
1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi,
memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun,
menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat,
mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat
secara eksplisit dalam stimulus.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan
masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif
(creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil
keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu
kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik.
Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas :
a. kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar
b. kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah
dari berbagai sudut pandang yang berbeda
c. menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara
sebelumnya.
‘Difficulty’ is not same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir
soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi kecuali melibatkan proses
bernalar. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon
word) mungkin memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk
menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan
demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang
tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di
kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi,
maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk 10
menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat
mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.
2. Berbasis permasalahan kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan
sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsepkonsep
pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan kontekstual yang
dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan,
kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana
keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan
(interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan
dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata
3. Tidak rutin (tidak Akrab)
Penilaian HOTS bukan penilaian regular yang diberikan di kelas. Penilaian HOTS
tidak digunakan berkali-kali pada peserta tes yang sama seperti penilaian memori (recall),
karena penilaian HOTS belum pernah dilakukan sebelumnya. HOTS adalah penilaian yang
asing yang menuntut pembelajar benar-benar berfikir kreatif, karena masalah yang ditemui
belum pernah dijumpai atau dilakukan sebelumnya.
4. Menggunakan bentuk soal beragam
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS)
sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat memberikan informasi
yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini penting
diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip
objektif.Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan
kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.Penilaian yang
dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.
Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir
soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA), sebagai berikut.
a. Pilihan ganda
Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimulus yang bersumber pada
situasi nyata. Soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban
(option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).
b. Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman peserta
didik terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara pernyataan satu
dengan yang lainnya.Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang
berbentuk pilihan ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi
kontekstual.
c. Isian singkat atau melengkapi
Soal isian singkat atau melengkapi adalah soal yang menuntut peserta tes untuk
mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase, angka, atau simbol. Karakteristik
soal isian singkat atau melengkapi adalah sebagai berikut : a) bagian kalimat yang harus
dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian dalam ratio butir soal, dan paling banyak dua
bagian supaya tidak membingungkan siswa dan b) jawaban yang dituntut oleh soal harus
singkat dan pasti yaitu berupa kata, frase, angka, simbol, tempat, atau waktu. Jawaban
yang benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
d. Jawaban singkat atau pendek
Soal dengan bentuk jawaban singkat atau pendek adalah soal yang jawabannya
berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan. Karakteristik soal
jawaban singkat adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah
2) Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang singkat
3) Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada semua soal
diusahakan relatif sama
4) Hindari penggunaan kata, kalimat, atau frase yang diambil langsung dari
buku teks, sebab akan mendorong siswa untuk sekadar mengingat atau
menghafal apa yang tertulis dibuku. Setiap langkah/kata kunci yang dijawab
benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
e. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan kalimatnya sendiri
dalam bentuk tertulis. Untuk penilaian yang dilakukan oleh sekolah seperti Ujian Sekolah
(US) bentuk soal HOTS yang disarankan cukup 2 saja, yaitu bentuk pilihan ganda dan
uraian.Pemilihan bentuk soal itu disebabkan jumlah peserta US umumnya cukup banyak,
sedangkan penskoran harus secepatnya dilakukan dan 12 diumumkan hasilnya.Sehingga
bentuk soal yang paling memungkinkan adalah soal bentuk pilihan ganda dan
uraian.Sedangkan untuk penilaian harian, dapat disesuaikan dengan karakteristik KD dan
kreativitas guru mata pelajaran.
Pemilihan bentuk soal hendaknya dilakukan sesuai dengan tujuan penilaian yaitu
assessment of learning, assessment for learning, dan assessment as learning. Masing-
masing guru mata pelajaran hendaknya kreatif mengembangkan soal-soal HOTS sesuai
dengan KI-KD yang memungkinkan dalam mata pelajaran yang diampunya.Wawasan guru
terhadap isu-isu global, keterampilan memilih stimulus soal, serta kemampuan memilih
kompetensi yang diuji, merupakan aspek-aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru,
agar dapat menghasilkan butir-butir soal yang bermutu.
Karakteristik assessment for learning berbasis HOTS menurut Widihastuti antara
lain sebagai berikut :
 Proses penilaiannya terintegrasi dengan proses pembelajaran dan bersifat on
going
 Proses penilaiannya melibatkan empat elemen yaitu sharing learning goal and
success criteria, using effective questioning, self-assessment & self-reflection, dan
feedback
 Proses penilaiannya bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan HOTS,
sikap dan perilaku positif peserta didik, serta untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pembelajaran
 Proses penilaiannya menitikberatkan pada pengembangan kemampuan menerapkan
(applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta
(creating) sehingga peserta didik mampu untuk: berpikir kritis (critical thinking),
memberikan alasan secara logis, analitis, dan sistematis (practical reasoning),
memecahkan masalah secara cepat dan tepat (problem solving), membuat
keputusan secara cepat dan tepat (decision making), dan menciptakan suatu produk
yang baru (creating), dan bukan sekedar menghafal atau mengingat
 Pendidik dapat memberikan permasalahan kepada peserta didik sebagai bahan
diskusi dan pemecahan masalah sehingga dapat merangsang aktivitas berpikir
 Kegiatan penilaiannya dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, kegiatan lapangan,
praktikum, menyusun laporan praktikum, dan peserta didik diminta mengevaluasi
sendiri keterampilan itu
 Penilaian ini dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik
 Kegiatan penilaiannya juga melibatkan peserta didik untuk melakukan penilaian
diri dan refleksi disi (self-assessment dan self-reflection) atas kondisi kemampuan
mereka dalam menguasai materi yang telah dipelajari
 Dapat memberikan umpan balik yang mampu mengoreksi kesalahan atau
mengklarifikasi kesalahan (corrective feedback) kepada peserta didik. (Fanani,
2018)

2.4 Langkah-Langkah Penyusunan Soal HOTS


Langkah-langkah untuk menyusun soal HOTS sebenarnya sama saja dengan
langkah-langkah dalam menyusun soal yang bukan HOTS, hanya saja penekanannya
adalah adanya stimulus yang kontekstual dengan perilaku yang diharapkan dalam soal
HOTS. Dalam soal bukan HOTS, stimulus juga dibutuhkan namun lebih banyak soal
yang disusun tanpa menggunakan stimulus. Langkah-langkah penyusunan soal HOTS
sebagai berikut:
a) Menganalis KD dan IPK
Soal dalam bentuk apapun dibuat untuk mengukur ketercapaian rumusan
kompetensi yang dirumuskan dalam naskah kurikulum suatu matapelajaran. Oleh
karena KD merupakan rumusan kompetensi yang terakhir dalam naskah kurikulum,
maka pendidik harus melakukan analisis KD yang akan dibuatkan soal HOTS, dan
memastikan bahwa IPK yang dikembangkan benar-benar mencerminkan bukti
ketercapaian dari KD tersebut
b) Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi soal diperlukan sebagai panduan oleh pendidik dalam menyusun soal, agar
soal yang akan disusun benar-benar mencerminkan kompetensi yang diukur. Oleh
karena itu dalam kisi-kisi soal berisi keterkaitan antara KD, IPK (indikator soal),
materi, level kognitif dan bentuk soalnya.

c) Menentukan stimulus yang kontekstual dan menarik


Stimulus yang kontekstual artinya rumusan materi yang diangkat sebagai stimulus
terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa di lingkungan kehidupannya, adapun
stimulus yang menarik jika rumusan materi yang diangkat dalam stimulus itu baru
atau aktual sesuai dengan perkembangan usia perkembangan peserta didik.
Stimulus ini dapat berupa kasus/tabel/diagram/ilustrasi/peristiwa/gambar atau sejenisnya yang
dibuat oleh pendidik sendiri atau mengambil dari sumber lainnya.
d) Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Kaidah penulisan soal HOTS dan bukan HOTS intinya sama saja baik dari aspek
konstruksi dan bahasanya, perbedaannya hanya pada aspek materi dari level kognitif yang diujikan.
e) Menentukan kunci jawaban atau pedoman penskoran (rubrik)
Menentukan kunci jawaban untuk soal yang berbentuk objektif (B-S, pilihan ganda,
isian singkat) dan menentukan pedoman penskoran untuk soal subyektif atau
berbentuk uraian. (Wahidmurni, 2018)

2.5 Peran Soal HOTS dalam Penilaian


Saat melakukan Penilaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir soal HOTS.
Berikut dipaparkan beberapa peran soal-soal HOTS dalam meningkatkan mutu Penilaian :
1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik menyongsong abad ke-21
Penilaian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan diharapkan dapat membekali
peserta didik untuk memiliki sejumlah kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21.
Secara garis besar, terdapat 3 kelompok kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21
(21st century skills) yaitu: a) memiliki karakter yang baik (beriman dan taqwa, rasa ingin
tahu, pantang menyerah, kepekaan sosial dan berbudaya, mampu beradaptasi, serta
memiliki daya saing yang tinggi); b) memiliki sejumlah kompetensi (berpikir kritis dan
kreatif, problem solving, kolaborasi, dan komunikasi); serta c) menguasai literasi
mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk
cetak, visual, digital, dan auditori.
Penyajian soal-soal HOTS dalam Penilaian dapat melatih peserta didik untuk
mengasah kemampuan dan keterampilannya sesuai dengan tuntutan 22 kompetensi abad
ke-21 di atas. Melalui penilaian berbasis pada soal-soal HOTS, keterampilan berpikir kritis
(creative thinking and doing), kreativitas (creativity) dan rasa percaya diri (learning self
reliance), akan dibangun melalui kegiatan latihan menyelesaikan berbagai permasalahan
nyata dalam kehidupan sehari- hari (problem-solving)
2. Memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah
Dalam Penilaian guru diharapkan dapat mengembangkan soal-soal HOTS secara
kreatif sesuai dengan situasi dan kondisi di daerahnya masingmasing.Kreativitas guru
dalam hal pemilihan stimulus yang berbasis permasalahan daerah di lingkungan satuan
pendidikan sangat penting.Berbagai permasalahan yang terjadi di daerah tersebut dapat
diangkat sebagai stimulus kontekstual.Dengan demikian stimulus yang dipilih oleh guru
dalam soalsoal HOTS menjadi sangat menarik karena dapat dilihat dan dirasakan secara
langsung oleh peserta didik. Di samping itu, penyajian soal-soal HOTS dalam ujian sekolah
dapat meningkatkan rasa memiliki dan cinta terhadap potensipotensi yang ada di
daerahnya.Sehingga peserta didik merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian untuk
memecahkan berbagai permasalahan yang timbul di daerahnya.
3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik
Pendidikan formal di sekolah hendaknya dapat menjawab tantangan di masyarakat
sehari- hari.Ilmu pengetahuan yang dipelajari di dalam kelas, agar terkait langsung dengan
pemecahan masalah di masyarakat. Dengan demikian peserta didik merasakan bahwa
materi pelajaran yang diperoleh di dalam kelas berguna dan dapat dijadikan bekal untuk
terjun di masyarakat.Tantangantantangan yang terjadi di masyarakat dapat dijadikan
stimulus kontekstual dan menarik dalam Penilaian, sehingga munculnya soal-soal berbasis
soalsoal HOTS, yang diharapkan dapat menambah motivasi belajar peserta didik.
4. Meningkatkan Mutu Penilaian
Penilaian yang berkualitas akan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan
membiasakan melatih siswa untuk menjawab soal-soal HOTS, maka diharapkan siswa
dapat berpikir secara kritis dan kreatif. Ditinjau dari hasil yang dicapai dalam US dan UN,
terdapat 3 kategori sekolah yaitu: (a) sekolah unggul, apabila rerata nilai US lebih kecil
daripada rerata UN; (b) sekolah biasa, apabila rerata nilai US tinggi diikuti dengan rerata
nilai UN yang tinggi dan sebaliknya 23 nilai rerata US rendah diikuti oleh rerata nilai UN
juga rendah; dan (c) sekolah yang perlu dibina bila rerata nilai US lebih besar daripada
rerata nilai UN, Masih banyak satuan pendidikan dalam kategori sekolah yang perlu
dibina.Indikatornya adalah rerata nilai US lebih besar daripada rerata nilai UN. Ada
kemungkinan soal-soal buatan guru level kognitifnya lebih rendah daripada soal-soal pada
UN. Umumnya soal-soal US yang disusun oleh guru selama ini, kebanyakan hanya
mengukur level 1 dan level 2 saja. Penyebab lainnya adalah belum disisipkannya soal-soal
HOTS dalam US yang menyebabkan peserta didik belum terbiasa mengerjakan soal-soal
HOTS. Di sisi lain, dalam soal-soal UN peserta didik dituntut memiliki kemampuan
mengerjakan soal-soal HOTS. Setiap tahun persentase soal-soal HOTS yang disisipkan
dalam soal UN terus ditingkatkan. Sebagai contoh pada UN tahun pelajaran 2015/2016
kira-kira terdapat 20% soal-soal HOTS. Oleh karena itu, agar rerata nilai US tidak berbeda
jauh dengan rerata nilai UN, maka dalam penyusunan soal-soal US agar disisipkan soal-
soal HOTS. (Fanani, 2018)
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
DAFTAR PUSTAKA

Fanani, Moh. Zainal. 2018. Strategi Pengembangan Soal Higher Order Thinking Skill
(Hots) Dalam Kurikulum 2013. Journal of Islamic Realigion Education. 2(1) : 57-
76
Jailani, Sugiman, Retnawati,H., Bukhori,Apino, E.,Djidu, H.]Arifin, Z., 2017. Desain
Pembelajaran Matematika untuk Melatih kan HIGHER ORDER THINKING
SKILLS. Yogyakarta: UNY Press.
Wahidmurni. 2018. Pengembangan Penilaian Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS). Malang : Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Anda mungkin juga menyukai