Makalah CBT
Makalah CBT
Makalah CBT
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana latar belakang teori CBT ?
2. Siapa pengembang dan pendiri teori CBT ?
3. Bagaimana konsep dasar/model pendekatan CBT ?
4. Bagaimana asumsi tingkah laku sehat dan bermasalah dalam CBT ?
5. Bagaimanakah hakikat dan tujuan konseling CBT ?
6. Apa saja peran dan fungsi konselor CBT ?
7. Bagaimana tahap-tahap konseling CBT ?
8. Bagaimana teknik-teknik spesifik CBT ?
9. Bagaimana kelemahan dan kelebihan CBT ?
C. TUJUAN
1. Agar mahasisawa mengetahui latar belakang teori CBT
2. Agar mahasiswa mengetahui pengembang dan pendiri teori CBT
3. Agar mahasiswa konsep dasar/model pendekatan CBT
4. Agar mahasiswa mengetahui asumsi tingkah laku sehat dan bermasalah dalam
CBT
5. Agar mahasiswa mengetahui hakikat dan tujuan konseling CBT
6. Agar mengetahui mengetahui peran dan fungsi konselor CBT
7. Agar mahasiswa mengetahui mengetahui tahap-tahap konseling CBT
8. Agar mahasiswa mengetahui teknik-teknik spesifik CBT
9. Agar mahasiswa mengetahui kelemahan dan kelebihan CBT
BAB II
PEMBAHASAN
1. LATAR BELAKANG TEORI CBT
Pendekatan behavior dikembangkan sejak tahun 1950-an dan
1960-an. Pendekatan behavior memisahkan diri dari pendekatan
psikoanalisis yang berlaku pada saat itu. Terapi behavior berbeda
dari konseling lain karena menggunakan classical conditioning dan
operant conditioning terhadap penanganan berbagai perilaku bermasalah.
Konseling behavior bangkit secara serentak di AS, Afsel, dan Inggris tahun
1950-an. Konseling Behavioral terus berkembang meskipun banyak
kecaman dari konseling tradisonal (Psikoanalitik).
Pada tahun1960-an Albert Bandura mengembangkan teori belajar
sosial (social learning theory) yang menggabungkan classic
conditioning dan operant conditioning dengan belajar.
Bandura menfokuskan pada terapi kognitif dalam konseling
behavioral. 1970-an konseling behavior muncul sebagai kekuatan utama
dalam psikologi dan memiliki pengaruh yang berarti dalam pendidikan,
psikologi, psikoterapi, psikiatri, dan kerja sosial. Teknik-teknik behavioral
dikembangkan dan diperluas juga diaplikasikan pada bidang-bidang bisnis,
industry, dan pengasuhan anak. Tahun 1980-an merupakan pengembangan
cakrawala baru dalam konsep dan metode yang bergerak jauh di luar teori
belajar tradisonal.
Adanya perhatian yang meningkat terhadap peran emosi dalam
perubahan terapeutik dan peran factor-faktor biologis dalam gangguan
psikologis. Perkembangan yang menonjol adalah timbulnya konseling
kognitif behavior (cognitive- behavior Therapy/counseling) secara
berkelanjutan sebagai kekuatan dan aplikasi teknik-teknik behavioral
terhadap pencegahan dan penanganan gangguan medis. Tahun 1990,
assosiasi pengembangan terapi behavior mengklaim dirinya memiliki 4300
anggota. Ada 50 jurnal dan memiliki cabang di seluruh dunia. Konseling
behavior saat ini memiliki empat bidang pokok perkembangan: classical
conditioning, operant conditioning, social learning theory, dan cognitive-
behavior therapy.
2. PENGEMBANG CBT
Tokoh-tokoh Behavior Therapy
1) B.F. Skinner
BF Skinner (1904-1990), dibesarkan di lingkungan keluarga yang
hangat dan stabil. Skinner sangat tertarik dalam membangun segala macam
hal. Ia menerima gelar PhD di bidang psikologi dari Harvard University
pada tahun 1931 dan akhirnya kembali ke Harvard setelah mengajar di
beberapa universitas. Skinner adalah seorang juru bicara terkemuka untuk
behaviorisme dan dapat dianggap sebagai bapak dari pendekatan behavior.
Ia juga seorang ahli eksperimen di laboratorium.
Skinner tidak mempercayai menusia memiliki pilihan bebas.
Menurutnya tindakan tidak dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia
menekankan pandangannya pada sebab akibat antara tujuan, kondisi
lingkungan dan perilaku yang dapat diamati. Pandangannya muncul
sebagai bentuk protes terhadap psikoanalitik yang berfokus pada pikiran
dan motif-motif yang tidak terlihat, sehingga ia merasa prihatin akan fokus
yang terlalu kecil terhadap lingkungan yang dapat diamati. Skinner tertarik
pada konsep penguatan dan menerapkannya dalam dirinya sendiri. Skinner
percaya iptek dapat menjanjikan masa depan yang lebih baik.
2) Albert Bandura
Albert Bandura (lahir 1925), dia adalah anak bungsu dari enam
anak di sebuah keluarga keturunan Eropa Timur. Selama SD dan SMA ia
bersekolah di sekolah yang kekurangan guru dan sumber daya. Hal ini yang
menjadi asset awal Bandura dalam mempelajari keterampilan memimpin
diri, ia Memperoleh gelar PhD dalam psikologi klinis dari University of
Iowa pada tahun 1952, dan setahun kemudian ia bergabung dengan fakultas
di Universitas Stanford.
Bandura dan rekan-rekannya yang merintis dalam bidang social
modeling dan memperkenalkannya sebagai suatu proses yang kuat yang
menjelaskan beragam bentuk pembelajaran. Teori yang dihasilkan ialah
Social Cognitive Theory, yang menyatakan manusia dapat mengatur diri
sendiri, dapat mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan,
dapat menciptakan dukungan positif, dan dapat melihat konsekuensi bagi
tingkah laku sendiri. Gagasan ini menyatakan bahwa manusia tidak hanya
dibentuk oleh kekuatan lingkungan, tetapi juga oleh kekuatan batin yang
memotifasi.
Bandura berkonsentrasi pada empat bidang penelitian: (1) kekuatan
pemodelan psikologis dalam membentuk pikiran, emosi, dan tindakan, (2)
mekanisme agensi manusia, atau cara orang mempengaruhi motivasi
mereka sendiri dan perilaku melalui pilihan; ( 3) persepsi masyarakat atas
kemanjuran mereka untuk menjalankan pengaruh atas peristiwa yang
mempengaruhi hidup mereka, dan (4) bagaimana reaksi stres dan depres
disebabkan. Bandura telah menciptakan salah satu dari beberapa teori besar
yang masih berkembang pada awal abad ke-21.
3. KONSEP DASAR CBT
Definisi Cognitive-Behavior Therapy (CBT)
Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan
konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada
saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang
menyimpang. Pedekatan CBT didasarkan pada formulasi kognitif,
keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling
didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan
khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya
restrukturisasi kognitif yang menyimpang dan sistem kepercayaan untuk
membawa perubahan emosi dan perilaku ke arah yang lebih baik.
4. Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-
behavior therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara
spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus
konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.
Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive-
Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi
dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang
menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan
apa yang kita lakukan. (NACBT, 2007)
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua
pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior
therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan
kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan
mengubah kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive
thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy thinking. Sedangkan Terapi
tingkah laku membantu membangun hubungan antara situasi permasalahan
dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar mengubah
perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik,
berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat
membawa individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti
depresi, trauma, dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau
negatif pada dasarnya diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang
disfungsional. Oleh sebab itu dalam konseling, pikiran dan perilaku yang
disfungsional harus direkonstruksi sehingga dapat kembali berfungsi secara
normal.
5. CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang
sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, konseli terlibat aktivitas dan
berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan,
penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson
& Ollendick, 1988: 44).
Teori Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 6) pada dasarnya
meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-
Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam
jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor
penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan
bertindak.Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki
potensi untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, di mana
pemikiran yang irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah
laku yang menyimpang, maka CBT diarahkan pada modifikasi fungsi
berfikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam
menganalisa, memutuskan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali.
Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, konseli diharapkan
dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.
Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka CBT adalah
pendekatan konseling yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau
pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan
dirinya baik secara fisik maupun psikis. CBT merupakan konseling yang
dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Konseling
ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan
bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil
keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Sedangkan,
pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun hubungan
yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi
permasalahan. Tujuan dari CBT yaitu mengajak individu untuk belajar
mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih
baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Hingga pada akhirnya dengan CBT diharapkan dapat membantu konseli
dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak.
4. ASUMSI TINGKAH LAKU SEHAT DAN BERMASALAH DALAM
CBT
mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan
2003) berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam
menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan
berarti mengabaikan masa lalu. CBT tetap menghargai masa lalu sebagai
bagian dari hidup konseli dan mencoba membuat konseli menerima masa
lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada pola pikir masa kini untuk
mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, CBT
lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari
1. Melakukanasesmen (assessment)
Tujuan melakukan asesmen adalah untuk menentukan apa yang
dilakukan oleh konseli pada saa tini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas
nyata, perasaan dan pikiran konseli.Kanfer dan Saslow (1969) mengatakan
terdapat tujuh informasi yang digali dalam asesmen, yaitu :
a) Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini
b) Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi
c) Analisis motivasional
d) Analisis self control
e) Analisis hubungan sosial
f) Analisis lingkungan fisik-sosial budaya
g) Analisis antecedent (pencetus perilaku)
a. Operant Conditioning
Terdapat 2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu dipelajari
dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan
kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan
lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan adanya koneksi positif
dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh konselor. Konselor
dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan potensial untuk mengubah perilaku
seorang individu. Konselor Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus diubah dan
jika teknik reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor akan
menggunakan teknik tersebut biasanya dengan dalam bentuk verbal.
b. Desensitization
2. Relaksasi training
3. Konselor dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan tentang hirarki dan
kecemasan
4. Desensitization proper
Salah satu jenis dari systematic desensitization adalah in vivo desensitization. Jenis ini
memilliki kesamaan prosedur dalam penanganan kecuali masalah hirarki kecemasan.
Pada in vivo desensitization, konselor memegang penuh dalam penanganan hirarki
kecemasan konseli.
c. Flooding
e. Participant Modeling
Participant Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang mengalami
kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan ketika menolong
seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia). Terdapat beberapa langkah
yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant Modeling secara baik, yaitu yang
pertama mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas yang
dalam. Langkah kedua, konselor dan klien berjalan bersama dan konseli sambil
mengambil nafas dalam. Langkah terakhir konseli mempraktekan apa yang telah dia
pelajari. Dalam setiap langkah diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang
positif kepada setiap perilaku konseli dengan cara pujian.
Metode self control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri.
Metode self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat
mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami
masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana lingkungan terdapat
penguatan jangkan panjang secara natural.
Terdapat tiga langkah bagian dalam self control procedures, yaitu:
3. Melaksanakan treatment
g. Contigency Contracting
Contigency Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah dan
hukuman untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari
terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku yang perlu
dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa yang memberikan
penguatan dan berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat berlangsung dengan
menggunakan konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan
perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi, konseli bisa
mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan diberikan jika perilaku yang diinginkan
tercapai dan hukuman diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.
h. Cognitive Restructuring
Metode ini agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini menginginkan
perubahan kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika adanya perubahan
perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in the form of
cognitive events, cognitive processes, cognitive structures, or all these. Peristiwa kognitif
dapat berupa apa yang konseli katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka
miliki, apa yang mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan
informasi. Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya sendiri dan
dunia yang berhubungan dengan dirinya.
Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut :
1. Evaluating how valid and viable are the clients thought and beliefs
2. Assesing what clients expect, what they tend to predict about their behavior and
others responses to them.
3. Exploring what might be a range of causes for clients behavior and other reactions
Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala yang
ditunjukan oleh konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara konselor
dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli.