Anda di halaman 1dari 15

NEGOSIASI PEMBEBASAN LAHAN MASYARAKAT KAB.

KULON
PROGO UNTUK PEMBANGUNAN NEW YOGYAKARTA
INTERNATIONAL AIRPORT

ARTIKEL

disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Negosiasi Bisnis

oleh:

Davina Ananda K.S (NIM 1501164054)

Fa’iq Izza Nabilla (NIM 1501160443)

Muhammad Irfan (NIM 1501160085)

Muhammad Bintang K.S (NIM 1501164377)

Rianti Ekabawani (NIM 1501164010)

ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS

TELKOM UNIVERSITY

BANDUNG

2019
NEGOSIASI PEMBEBASAN LAHAN MASYARAKAT KAB. KULON
PROGO UNTUK PEMBANGUNAN NEW YOGYAKARTA
INTERNATIONAL AIRPORT

Lahan NYIA (tirto.id, diakses pada 27 Februari 2019)

Setelah puluhan tahun beroperasi, bandara Adisutjipto sudah melebihi batas maksimum
penggunaannya. Kapasitas bandara ini sudah jauh melebihi kapasitas aslinya. Bandara
Adisutjipto memiliki luas total 88.690 m2 untuk mengakomodasi 1,5 juta pengguna pertahunnya,
namun yang terjadi adalah bandara ini dipenuhi lebih dari 6,2 juta pengguna per tahunnya pada
Januari 2015. Hal ini sudah sangat tidak sesuai, dan tentu saja fungsi dan fasilitas yang ada pun
tidak layak lagi untuk digunakan.

Bandara Adisutjipto sudah tidak mungkin lagi untuk direvitalisasi untuk memenuhi
kebutuhan 6,2 juta pengguna yang ada karena kawasan bandara ini berada pada kawasan yang
sudah padat penduduk, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pelebaran lagi.
Keberadaan bandara baru mutlak dibutuhkan di provinsi D. I. Yogyakarta sebagai pintu gerbang
baru dan sebagai ikon baru untuk provinsi ini.

Kabupaten Kulon Progo adalah kabupaten yang dipilih menjadi wilayah perancangan
Bandara Internasional. Kabupaten ini dipilih karena memiliki kontur tanah yang relatif rata,
karena menurut peraturan Direktur Jendral Perhubungan Udara nomor SKEP/77/VI/2005, kontur
tanah yang relatif rata dan minimnya penghalang/rintangan disekitarnya juga merupakan faktor
penting dalam pemilihan lokasi ini untuk dibangun runway pesawat terbang. Ketersediaan lahan
di Kulon Progo juga masih besar, karena kepadatan penduduk yang belum terlalu padat.
Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten dengan rata-rata pendapatan warganya yang
terkecil di D. I. Yogyakarta, maka dengan adanya bandara di Kulon Progo pasti akan
mendongkrak perekonomian di Kulon Progo. Selain itu, kabupaten Kulon Progo juga kabupaten
yang dilewati jalur utama pulau Jawa, sehingga akses menuju ke tapak menjadi semakin mudah.
Jadi, Kulon Progo menjadi tempat yang strategis dalam pembangunan bandara baru.

Pembangunan New Yogyakarta International Airport dimulai dari tahap pembebasan


lahan, yang dilaksanakan pada 2015 lalu, dimana salah satu tahap awal ini adalah memberi
peluang kepada publik untuk memberikan sanggahan. Jalan panjang pembebasan lahan ini
berlangsung selama bertahun-tahun, hingga 2019 masih terdapat masalah di tahap
penerapan/eksekusi lahan atau masalah ganti rugi yang sedikit merugikan warga, padahal bulan
April 2019 ini bandara ditargetkan sudah bisa digunakan khususnya bagi penerbangan
internasional.
I. Keadaan dan Karakteristik Negosiasi

Terjadi kegiatan negosiasi antara masyarakat Kab. Kulon Progo dengan pihak PT.
Angkasa Pura 1, dimana hal penting yang harus tercapai dan diinginkan oleh semua pihak adalah
win-win solution, AP 1 mendapat lahan dan masyarakat mendapatkan ‘ganti rugi’ yang sepadan,
walaupun pada kenyataannya kegiatan ini menuai banyak permasalahan, salah satu faktor utama
karena masyarakat lokal ingin mempertahankan dan tetap tinggal tanah leluhur mereka.

Dalam kasus ini, pihak PT. Angkasa Pura 1 telah memberikan ganti rugi konsiyiasi
kepada warga, namun sebagian warga menolak tawaran tersebut.

Beberapa Karakteristik Negoisasi :

 Kebutuhan untuk menang : pihak pemerintah dalam hal ini adalah PT. Angkasa Pura 1,
tetap melakukan pembangunan bandara karena izin mereka (warga kulonprogo) telah
usai, walaupun warga memiliki sertifikat tetap tidak berlaku karena pemerintah telah
membuat UU untuk pihak tanah tersebut.
 Kebutuhan untuk terlihat baik : pihak PT. Angkasa Pura 1 memberikan himbauan berupa
ganti rugi kepada warga, agar masyarakat mau memberikan tanahnya, sebenarnya dengan
atau tanpa izin pun lahan tersebut sudah bukan milik warga lagi.
 Kebutuhan untuk mempertahankan prinsip : para warga tetap tidak ingin memberikan
tanah tersebut kepada pemerintah dengan alasan dan cara apapun, karena menurut mereka
tanah tersebut adalah tanah yang sudah dijaga sejak lama dan memiliki nilai luhur.
 Kebutuhan untuk tampil adil atau terhormat untuk melindungi reputasi : pemerintah
dengan memberikan ganti rugi terhadap masyarakat sehingga membuat pemerintah
seakan memberikan keadilan bagi masyarakat dan kebutuhan antar kedua belah pihak.
 Kebutuhan untuk mempertahankan hubungan setelah bernogoisasi : dengan adanya
negoisasi yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura 1 dengan masyarakat Kulon Progo
menjadikan mereka menjadi saling terjaga hubungannya apapun persetujuan yang telah
dibuat, walaupun masyarakat merasa enggan untuk memberikan lahan tersebut.
Keadaan yang diharapkan oleh semua pihak;

 Win-Win : peluang yang didapatkan oleh pemerintah yang paling utama adalah lahan
untuk membuat bandara, serta lahan yang cukup luas, sedangkan pihak masyarakat hanya
mendapatkan ganti rugi berupa tempat tinggal baru, lapangan pekerjaan, dengan syarat
mereka harus memberikan lahan tersebut dengan berat hati kepada pemerintah.

Para pihak lebih suka bernogoisasi : pihak warga meminta kejelasan dalam pembangunan
lahan bandara, dengan meminta pertanggungjawaban untuk hal tersebut yang dimana mereka
bukan hanya meminta ganti rugi berupa rumah, lapangan pekerjaan serta kesempatan usaha.
Namun mereka meminta sosialisasi kepada masyarakat yang telah memberikan secara terpaksa
kepada pemerintah, karena dengan begitu masyarakat yang menjadi sukarela bahkan pahlawan
yang telah memberikan lahan kepada pemerintah yang wajib di apresiasi.

 Negoisasi kasat mata (Tangible) : pemerintah memberikan ganti rugi berupa rumah baru,
lapangan pekerjaan, modal untuk usaha dsb.
 Tidak kasat mata (intangible) : pemerintah memberikan himbauan terhadap warga untuk
memberikan tanah tersebut agar mau untuk dijadikan bandara internasional.

II. Proses Negosiasi Lahan

Yang harus membuka harga pertama dalam bernegosiasi yaitu pihak PT Angkasa Pura 1,
karena yang memiliki tujuan utama untuk memiliki lahan tersebut adalah PT Angkasa Pura 1,
saat nominal dikeluarkan, maka terjadilah proses negosiasi harga antar PT Angkasa Pura 1
dengan warga. Di lain pihak, PT Angkasa Pura 1 mengklaim bahwa proses negosiasi dengan
sejumlah warga terkait pembebasan lahan sudah berjalan baik. Namun, di lain pihak warga ada
beberapa yang menolak.

Terdapat ciri Distributif karena adanya suatu pertentangan antara PT Angkasa Pura 1
dengan warga dikarenakan adanya tanah warisan yang dimiliki warga, namun pihak warga tidak
ingin melepaskan tanah warisan tersebut (sumber daya), namum pihak PT Angkasa Pura 1 tetap
ingin mempertahankan ambisi untuk membeli lahan tersebut untuk pembangunan Bandara Udara
New Yogyakarta Internasional (NYIA).

III. Strategi Fundamental

1. Jadi PT Angkasa Pura I bersih keras untuk memiliki lahan tersebut dengan memberi
informasi hanya dengan memasang spanduk sebagai informasi kepada masyarakat yang
masih tinggal di lahan bandara tersebut.
2. Project Manager Bandara NYIA memberitahu bahwa tanah yang ada disitu sudah
dimiliki oleh negara melalui konsinyasi.
3. PT Angkasa Pura I tetap meyakinkan warga dengan titik resistensinya untuk melakukan
pembelian lahan untuk tujuan PT Angkasa Pura I membangun bandara.
4. Dengan pemasangan spanduk oleh PT Angkasa Pura I sebagai penanda kepada
masyarakat untuk mengambil uangnya di pengadilan dan dengan tenggatan waktu untuk
meninggalkan lahan tersebut secepat mungkin.

Strategi dan Taktik Integratif dalam Negosiasi Pembebasan Lahan

Identifikasi Kepentingan dan Kebutuhan

1. Kepentingan Hubungan
Mengindikasikan bahwa salah satu atau kedua pihak menghargai hubungan mereka.
2. Kepentingan Prinsip
Berlaku adil, benar, dapat diterima, dan etis bagi kedua belah pihak.

Jika dikaitan dengan kasus ini, untuk kepentingan hubungan PT. Angkasa Pura I belum
adanya menghargai hubungan antara dengan masyarakat Kulon Progo dikarenakan adanya tanah
warisan yang dimiliki warga, namun pihak warga tidak ingin melepaskan tanah warisan (sumber
daya) tersebut dan pihak PT. Angkasa Pura I tetap ingin mempertahankan ambisi untuk membeli
lahan tersebut untuk pembangunan Bandara Udara New Yogyakarta Internasional (NYIA).

Untuk kepentingan prinsip, PT. Angkasa Pura I sudah berlaku adil dengan memberikan
proses konsinyasi yang nanti bisa diambil oleh warga di pengadilan. Dalam artian PT. Angkasa
Pura I bernegosiasi untuk mendapatkan lahan untuk pembangunan bandara dan warga harus
pindah dari Kulon Progo tetapi mendapatkan biaya (konsinyasi) dari lahan-lahan tersebut.

Alternatif Solusi

 Expanding the Pie


Kedua belah pihak mendapatkan apa yg mereka inginkan melalui konsinyasi meskipun
di awal tidak ada negosiasi terlebih dahulu dari PT. Angkasa Pura I kepada warga kulon
progo. Warga kehilangan tanah warisan ( sumber daya ), mengapa ? karena seluruh tanah
mereka sudah di ambil alih oleh negara untuk pembangunan bandara. Seharusnya PT
Angkasa pura memberikan tempat pengganti seperti rumah agar mereka mendapatkan
imbalan yg sepadan.

Faktor yang membantu keberhasilan negosiasi integratif

 Shared Goal
Tujuan yang ingin di capai semua pihak yang terlibat, tetapi memberikan keuntungan
kepada masing – masing pihak dengan cara yang berbeda.
PT. Angkasa Pura I bertujuan untuk mengambil lahan sebagai pembangunan bandara
dengan mengatas namakan negara kepada warga kulon progo. Negosiasi dengan warga
sejumlah sudah berjalan dan beberapa warga lain menolak sehingga harus di lakukakan
proses konsinyasi sehingga harus di proses di pengadilan untuk administrasi

IV. Srategi Dan Perencanaan

1. Pentingnya Strategi dan Perencanaan dalam Negosiasi


Dengan adanya strategi dan perencanaan yang efektif, sebagian besar negosiator dapat
mencapai tujuan mereka. Jika tanpa strategi dan perencanaan yang baik, maka hasil dari
negosiasi lebih sering diperoleh karena kebetulan bukan karena upaya dari negosiasi.
2. Tujuan yang didapatkan dalam kasus ini adalah adanya kepentingan antara kedua belah pihak
yang terkait. Diantaranya adalah :
a. Pihak Angkasa Pura : Ingin membuat bandara baru untuk wilayah Yogyakarta dan
sekitarnya dengan mendirikan bandara internasional
b. Pihak warga :
Ingin mempertahankan tanah leluhur mereka yang telah lama dijadikan sebagai mata
pencarian utama contohnya adalah dalam bidang sector pertanian.

Dilihat dari tujuan kedua belah pihak yang terkait, terjadi pengaruh langsung antara
tujuan terhadap pilihan strategi, yaitu tujuan sering berkaitan langsung dengan tujuan pihak
lawan. Keterkaitan antara tujuan kedua belah pihak menentukkan masalah yang harus
dipecahkan dan menjadi sumber konflik.

3. Strategi dan perencanaan yang digunakkan PT Angkasa Pura I adalah sebagai berikut :
a. PT Angkasa Pura I bersih keras untuk memiliki lahan tersebut dengan memberi informasi
hanya dengan memasang spanduk sebagai informasi kepada masyarakat yang masih
tinggal di lahan bandara tersebut.
b. Project Manager Bandara NYIA memberitahu bahwa tanah yang ada disitu sudah
dimiliki oleh negara melalui konsinyasi.
c. PT Angkasa Pura I tetap meyakinkan warga dengan titik resistensinya untuk melakukan
pembelian lahan untuk tujuan PT Angkasa Pura I membangun bandara.
d. Dengan pemasangan spanduk oleh PT Angkasa Pura I sebagai penanda kepada
masyarakat untuk mengambil uangnya di pengadilan dan dengan tenggatan waktu untuk
meninggalkan lahan tersebut secepat mungkin.

4. Langkah-langkah Kunci dari Proses Negosiasi Ideal


a. Persiapan
PT Angkasa Pura I ingin membuat bandara baru untuk wilayah Yogyakarta dan
sekitarnya dengan mendirikan bandara internasional.
b. Membangun Hubungan
Terlihat jelas perbedaan antara PT Angkasa Pura I dengan warga sekitar. PT Angkasa
Pura I menginginkan tanah tersebut untuk dijadikan bandara, tetapi warga sekitar
ingin mempertahankan tanah leluhur mereka.
c. Mengumpulkan Informasi
PT Angkasa Pura I sudah mempelajari hal-hal yang perlu diketahui tentang isu
tersebut.
d. Menggunakan Informasi
PT Angkasa Pura I sudah menyusun kasus.
e. Tawar-menawar
PT Angkasa Pura I adalah pihak pertama yang menyatakan tawaran pembuka.
f. Menutup Kesepakatan
PT Angkasa Pura I dan warga membangun komitmen.
g. Mengimplementasikan Kesepatan

V. Etika Dalam Negosiasi Lahan

Dilema etika muncul bagi seorang/pihak negosiator ketika tindakan atau strategi yang
menguntungkan, terbentur dengan kewajiban sosial perusahaan pada seorang individu atau
kelompok tertentu atau masyarakat.

Untuk masalah pembebasan lahan Kulon Progo ini, etika dalam negosiasi benar-benar
dijaga oleh pemerintah (lewat PT. Angkasa Pura I) terhadap masyarakat lokal, terlihat dari
konflik yang terjadi adalah ketika eksekusi lahan dan bukan pada saat negosiasi terjadi. Yang
terjadi adalah tindakan tidak etis dilakukan oleh pihak pemerintah ketika eksekusi lahan terjadi.

2017 lalu, manajer Pembangunan Bandara Kulon Progo (NYIA) PT Angkasa Pura 1,
Sujiastono mengklaim para warga Glagah dan Palihan sudah tidak memiliki hak kepemilikan
atas lahannya. Sebab, Pengadilan Negeri (PN) Wates sudah memutuskan mereka menerima ganti
rugi lewat mekanisme konsinyasi.

Sujiastono mencatat ada 353 pemilik lahan dan rumah penerima ganti rugi konsinyasi.
Warga yang menolak pengosongan lahan masuk di daftar itu.
“Karena sudah diputus konsinyasi, lahannya jadi milik negara. Sudah terjadi pemutusan
hukum (di PN Wates). Kalau mereka punya sertifikat atau girik, sudah tidak berlaku lagi,” kata
Sujiastono saat dihubungi Tirto.id (2017).

Ia bersikukuh penentuan nilai ganti rugi konsinyasi itu telah melewati proses penilaian
appraisal pada lahan dan rumah warga. Sujiastono menolak anggapan sebagian warga Glagah
dan Palihan bahwa penentuan nilai konsinyasi tidak sah sebab lahannya tak pernah diukur
lembaga appraisal.

“Itu sudah ada aturan UU-nya. Mereka dipanggil tidak datang. Disurati tidak mau
menerima. Didatangi petugas pengadilan tidak mau,” kata Sujiastono berdalih.

“Kami berharap mereka bisa keluar dengan kesadaran saja. Kami lakukan langkah
persuasif. Kalau mereka tinggal di situ, merugikan diri mereka sendiri. Karena nanti banyak alat
berat (saat proyek). Nanti mereka tidak nyaman tinggal di situ,” kata Sujiastono.

Bisa dilihat kesadaran masyarakat pun cukup kurang di sini, seperti kata Sujiastono di
atas, yaitu mereka dipanggil tidak datang, disurati tidak mau menerima, lalu didatangi petugas
pengadilan tidak mau.

Tentu setiap pihak yang terlihat harus sadar terhadap posisinya masing-masing, tidak
Cuma mempertahankan keuntungan pihaknya sendiri.

VI. Persepsi, Kognisi, dan Emosi dalam Negosiasi

I. Hubungan antara persepsi dan proses negosiasi

Selama proses negosiasi, sangat penting untuk menjaga persepsi diantara pihak yang
terlibat. Sehingga penyampaian gagasan masing-masing pihak seharusnya harus dapat diterima
dengan jelas oleh pihak lawan. Sehingga tidak menimbulkan mispersepsi yang berakibat
terhadap kepentingan/ keputusan PT Angkasa Pura dengan pihak warga kulon progo yang
diperoleh tidak dapat sesuai dengan keinginan awal.
 Dari kasus PT Angkasa Pura I dengan warga Kulon Progo, termasuk kedalam 3 istilah
Distorsi Persepsi berikut ini :
1. Stereotyping: Misalnya adalah penilaian terhadap negosiator tertentu yang berasal
dari pihak PT Angkasa Pura, yang mana adalah tipe to the point, dengan
anggapan terhadapnya sebagai orang yang tidak bertele-tele dan tegas.
2. Efek Halo: Persepsi yang muncul akibat dari latarbelakang seorang negosiator
yang telah dipercaya oleh lawan negosiator, misal dalam kasus ini seorang warga
kulon progo yang bernama Agus Subiyanto dalam mempertahankan lahan
warisan leluhur mereka, akan dinilai sebagai sosok yang tangguh, yang tercermin
dari usahanya memperjuangkan tanah leluhurnya tersebut.
3. Persepsi Selektif: merupakan persepsi yang telah tersaring dengan suatu faktor
yang dipengaruhi atas preferensi negosiator itu sendiri. Misalnya persepsi bahwa
negosiasi akan cenderung lebih mudah dilakukan dengan orang yang to the point,
maka lawan negosiator yang memiliki indikasi/ ciri-ciri to the point akan
dianggap lebih mudah diajak bernegosiasi, misalnya tegas dalam menyampaikan
gagasan bahwa PT Angkasa Pura I ingin membangun bandara dengan sekian
hektar tanah dan serius dalam membeli lahan tanah warga kulon.

 Pengertian kognisi dan emosi, serta apa yang diharapkan dari keduanya

Kognisi adalah aspek yang harus diperhatikan dan dipahami antar negosiator yang
mencakup latar belakang serta minat, target mauun perspektif. Sehingga tercipta persepsi yang
benar dan bukan mispersepsi yang tidak diharapkan terjadi.

Emosi adalah aspek psikologis negosiator yang harus dijaga tetap dalam sisi yang positif,
sehingga menciptakan konsekuensi terjadinya negosiasi yang lebih integratif dan kesepahaman
atas sikap positif satu sama lain.

Yang diharapkan dari keduanya, bahwa dengan adanya emosi yang positif seperti
membangun tali silaturahmi yang baik dari pihak PT Angkasa Pura I dengan warga kulon progo
sehingga menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif serta dukungan kognisi yang
mencakup berbagai aspek yaitu minat, target maupun perspektif dengan saling memahami antar
pihak negosiator, maka akan menciptakan proses dan hasil negosiasi yang optimal antara kedua
belah pihak

1. Bias kognitif dalam negosiasi

Kesalahan secara sistematis yang dilakukan oleh negosiator akibat dari misinterpretasi
terhadap informasi yang diperoleh selama proses negosiasi, sehingga dinilai memiliki
kecenderungan menghalangi proses negosiasi dengan hasil yang kurang optimal.

Terdapat 5 bias kognitif dalam kasus negosiasi ini :

1. Keyakinan pada harga mati (rigid), menganggap bahwa hasil yang dicapai dalam
nnegosiasi tidak sesuai yang diharapkan atau kebuntuan, sehingga tidak
melakukan tindakan lain dengan asumsi bahwa tindakannya akan sia-sia. Seperti
contoh ketakutan warga akan dimana mereka akan tinggal nantinya, atau
ketakutan warga bila harga tidak sesuai. Dapat diatasi dengan memberikan
dukungan dari PT Angkasa Pura I terhadap warga kulon progo dengan
mencari tindakan alternatif yang diyakini akan berhasil.
2. Pengarahan dan penyesuaian, merupakan penilaian atas input yang diterima
negosiator tersebut bertolak belakang dengan kepentingan awalnya, sehingga
cenderung untuk mengambil tindakan penyesuaian yang berlawanan/ skeptis, atau
mempertimbangkan kembali tindakan apa yang perlu diambil, persiapan dengan
bantuan advokat berlawanan atau pemeriksaan realitas diharapkandapat mencegah
bias tersebut.
3. Pembingkaian Isu dan Resiko, dalam menggunakan perspektif saat proses
negosiasi, maka akan ada kemungkinan yang menyebabkan negosiator harus
menghindari tindakan tertentu sehinggga terkesan “cari aman”/ tidak mengambil
resiko, dihindari dengan kepekaan terhadap bias, pemahaman informasi dan
analisa menyeluruh sehingga diterima bahwa resiko itu pasti dan pencapaian
lebih tinggi dapat dicapai.
4. Ketersediaan Informasi, bahwa informasi yang disampaikan dalam proses
negosiasi harus dapat dengan mudah didapatkan/ diterima oleh negosiator lawan
sehingga juga memudahan dalam evaluasi selanjutnya. Maka dengan cara
penyampaian yang menarik dan atraktif dinilai akan mempermudah penerimaan
serta membuatnya mudah diingat. Dilihat dari kasus ini, PT Angkasa Pura I
menjelaskan dengan singkat, padat, dan detail, bahwa tanah milik warga kulon
progo akan segera dibeli demi pembangunan bandara internasional Yogyakarta,
dan untuk uangnya bisa warga ambil dikantor pengadilan.
5. Mengabaikan kognisi pihak lain, yaitu dengan sikap negosiator yang kurang/
tidak memperhatikan pemikiran dan persepsi pihak lai, sehingga persepsi dirinya
terhadap pihak lain akan tidak harmonis sehingga terjadi kesalahan penafsiran apa
sikap/ tindakan yang hendak diambil oleh negosiator lawannya. Ada empat warga
yang belum bisa mencairkan ganti rugi. Karena itu, hingga saat ini masih ada 43
warga yang memilih tidak meninggalkan tanah mereka. Karena proses pemberian
ganti rugi yang tidak jelas, warga yang tadinya bersedia pindah kini mulai
kembali menanami tanahnya dengan sayuran.
KESIMPULAN

Negosiasi bisnis dilakukan untuk menemukan kesepakatan kedua belah pihak secara adil
dan dapat memenuhi harapan/keinginan kedua belah pihak. Dengan kata lain, hasil dari sebuah
negosiasi adalah adanya suatu kesepakatan yang memberikan keuntungan bagi kedua belah
pihak. Artinya, tidak ada satupun pihak yang merasa dikalahkan atau dirugikan akibat adanya
kesepakatan dalam bernegosiasi. Selain alasan tersebut diatas, tujuan dari negosiasi adalah untuk
mendapatkan keuntungan atau menghindarkan kerugian atau memecahkan problem yang lain.

Dari kasus pembebasan lahan masyarakat Kab. Kulon Progo Yogyakarta ini, terlihat
bahwa pemerintah telah melakukan upaya semaksimal mungkin untuk meyakinkan masyarakat
dan mengganti kerugian yang terjadi. Dengan itikad baik yang dilakukan pemerintah lewat PT.
Angkasa Pura 1 warga diharapkan kooperatif mengingat pembangunan ini dilakukan untuk
kepentingan umum, meningkatkan pariwisata Yogyakarta khususnya, dimana pada akhirnya
warga setempat pun terkena imbas positifnya, mengingat antusias turis lokal dan mancanegara
terhadap kebudayaan Yogyakarta yang sangat tinggi namun tersendat dengan akses udara karena
Bandara Adi Sucipto telah overkapasitas dan tidak bisa diperluas lagi.

Pada 22 Februari 2019 lalu, Direktur Utama PT Angkasa Pura 1 (Persero), Faik Fahmi,
menjelaskan bahwa tahap pekerjaan konstruksi pembangunan Bandara NYIA sudah mencapai
71,6% untuk layanan Internasional. Dan ditargetkan bisa beroperasi pada bulan April 2019.
DAFTAR PUSTAKA

E-Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta di http://e-journal.uajy.ac.id/10758/2/1TA14452.pdf


(Akses 26 Febriari 2019).

M Idham, Addi. 2017. Dalih Angkasa Pura I dan Risiko Awetnya Konflik Bandara Kulon Progo
di https://tirto.id/dalih-angkasa-pura-i-dan-risiko-awetnya-konflik-bandara-kulon-progo-cA9U
(Akses 26 Februari 2019)

Apriyani, Ria, dan May Rahmadi. 2017. Konflik Lahan Bandara Kulonprogo, Ombudsman RI
Temukan Fakta Tambahan di https://kbr.id/nasional/12-
2017/konflik_lahan_bandara_kulonprogo__ombudsman_ri_temukan_fakta_tambahan/94021.ht
ml (Akses 25 Februari 2019)

Halim, Rizki. 2018. PT Angkasa Pura Siap Surati Warga yang Masih Memilih Tinggal di Lahan
Bandara Kulonprogo di http://jogja.tribunnews.com/2018/04/03/pt-angkasa-pura-siap-surati-
warga-yang-masih-memilih-tinggal-di-lahan-bandara-kulonprogo (Akses 25 Februari 2019)

Apriyani, Ria, Dian Kurniati dan Widia Primastika. 2018. Proyek Bandara Kulon Progo Segera
Dimulai, Ombudsman RI Minta Angkasa Pura Menahan Diri di https://kbr.id/nasional/01-
2018/proyek_bandara_kulon_progo_segera_dimulai__ombudsman_ri_minta_angkasa_pura_me
nahan_diri/94367.html (Akses 25 Februari 2019)

Saputri, Maya. 2018. DPRD DIY: Ayo Rembuk dengan Warga Penolak Bandara Kulon Progo!
di https://tirto.id/dprd-diy-ayo-rembuk-dengan-warga-penolak-bandara-kulon-progo-cDvq
(Akses 25 Februari 2019)

Sitepu, Mehulika. 2017. 'Penggusuran' demi bandara baru di Yogyakarta: 'Warga sebaiknya
diberikan pemahaman' di https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42226638 (Akses 25
Februari 2019)

Putera, Andri D. 2018. Apa yang Membuat Pembebasan Lahan Bandara Kulon Progo Sulit
Terealisasi? di https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/26/145011526/apa-yang-membuat-
pembebasan-lahan-bandara-kulon-progo-sulit-terealisasi (Akses 25 Februari 2019)

Anggraeni, Rina. 2019. Rini Pastikan Bandara Baru Yogyakarta Beroperasi April 2019 di
https://ekbis.sindonews.com/read/1380930/34/rini-pastikan-bandara-baru-yogyakarta-
beroperasi-april-2019-1550773497 (Akses 25 Februari 2019).

Anda mungkin juga menyukai