Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

HEMATEMESIS MELENA

Disusun oleh :

Rizka Fadhila Azmi

NPM : 1102015201

Pembimbing:

dr Deden Djatmika, Sp.PD

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE APRIL- JUNI 2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1


BAB I ...................................................................................................................... 2
I. IDENTITAS PASIEN .................................................................................. 2
II. ANAMNESIS .............................................................................................. 2
III. PEMERIKSAAN FISIK ........................................................................... 3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................. 5
VI. DIAGNOSIS KLINIS .............................................................................. 7
VII. DIAGNOSIS BANDING ......................................................................... 7
VIII. PERENCANAAN .................................................................................... 7
IX. PROGNOSIS ............................................................................................ 8
BAB II .................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

1
BAB I
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 54 tahun
Alamat : Kp Cap Jaya RT 09/03
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 14 April 2019 jam 09.30 WIB

II. ANAMNESIS
Anamnesis menggunakan teknik autoanamnesis pada tanggal 16 April
2019 di Bangsal Anggrek II RSUD Kabupaten Bekasi.

A. Anamnesis
Keluhan utama : Muntah darah
Keluhan tambahan : BAB hitam dan nyeri di ulu hati

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal 14
April 2019 jam 09.30 WIB dengan keluhan muntah darah 1 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien muntah sebanyak empat
kali. Muntah darah berwarna merah kehitaman. Setiap kali muntah
sebanyak satu plastik ukuran kecil ±20 cc. Muntah tanpa darah
sebelumnya dan batuk disangkal.
Pasien mengatakan terdapat keluhan buang air besar (BAB)
kental berwarna hitam, serta nyeri di ulu hati sejak 2 hari yang lalu.
Nyeri ulu hati yang dirasakan ringan. Nyeri seperti rasa terbakar

2
disangkal. Pasien tampak lemas dan pucat. Tidak terdapat demam
ataupun mual. Buang air kecil (BAK) juga tidak terdapat keluhan.
Pasien mengaku 5 tahun terakhir sering mengeluh keram dan
pegal- pegal pada kedua tangan. Ia mengobati keram tersebut dengan
obat- obatan dari warung yang dibeli tanpa resep dokter. Riwayat
penggunaan alkohol disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan
berat badan drastis. Penyakit hipertensi, diabetes melitus, serta
penyakit hepar disangkal oleh pasien.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal seperti pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Umum :
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Composmentis E4 M6 V5 (GCS: 15)
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 90/67 mmHg
Heart Rate : 90 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Suhu : 37,4 °C

B. Pemeriksaan Khusus :
1. Kulit
Turgor baik, tidak terdapat jaundice dan bitnik kemerahan
2. Kepala
Normocephal, rambut tidak mudah dicabut dan berwarna hitam.
3. Mata

3
Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Refleks cahaya langsung +/+, Pupil Isokor
4. Telinga
Tidak ditemukan kelainan bentuk dan tidak ada sekret yang keluar
dari liang telinga (discharge -)
5. Hidung
 Tidak ada pernafasan cuping hidung.
 Tidak ditemukan kelainan bentuk pada hidung
 Discharge (-)
 Epistaksis (-)
6. Mulut
 Bibir tidak sianosis
 Faring tidak hiperemis
 Perdarahan gusi (-)
7. Leher
 Trakea tidak deviasi, medial
 Jugular Vein Pressure (JVP) normal (R-2)
 Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar getah bening
8. Thorax
a. Paru
 Inspeksi : Normochest, dada simetris normal kiri
kanan pada gerakan statis dan dinamis.
Retraksi intercostal (-)
 Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris normal
pada kedua lapang paru. Nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
b. Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

4
 Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada 2 cm medial
linea midklavikularis sinistra ICS 5, tidak ada vibrasi.
 Perkusi :
o Batas jantung kanan : Linea sternalis sinistra ICS 4.
o Batas jantung kiri : Pada 2 cm medial dari linea
midclavicularis sinistra ICS 5.
o Batas pingang jantung : Linea parasternalis sinistra
ICS 2.
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular murni, tidak ada
suara tambahan
9. Abdomen
 Inspeksi : Abdomen datar, sikatrik (-), asites (-), caput
medusae (-), spider nevi (-).
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium, (+), undulasi
(-), hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : Timpani pada lapang abdomen, shifting
dullnes (-)
10. Ekstremitas
Akral hangat, capillary refilll time (CRT) < 2 detik, tidak ada
udem, eritema palmaris (-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan tanggal : 14 April 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Darah Lengkap
Hemoglobin L 9.1 g/dl 13.0 – 18.0
Hematokrit L 26 % 40.0 – 54.0
Eritrosit L 3.00 10^6/µL 4.60 – 6.20

5
MCV 87 fL 80 – 96
MCH 30 pg/mL 28 – 33
MCHC 35 g/dL 33 – 36
Trombosit 252 10^3/µL 150 – 450
Leukosit H 17.3 10^3/µL 5.0 – 10.0
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0.0 – 1.0
Eosinofil 2 % 1.0 – 6.0
Neutrofil H 72 % 50 – 70
Limfosit 20 % 20 – 40
Monosit 6 % 2–9
Laju Endap Darah (LED) H 30 mm/jam < 10

KIMIA KLINIK

Ureum Kreatinin
Ureum HH 117 mg/dL 13 – 43
*Duplo
Informed dr Dika at
14 APR 11.00
Kreatinin H 1.2 mg/dL 0.67 – 1.17
eGFR 68.1 mL/min/1.73 > 60
m^2

H = High, L = Low, HH = Nilai Kritis Tinggi, LL = Nilai Kritis Rendah


KESIMPULAN / SARAN

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Paket Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 135 – 145
Kalium H 4.8 mmol/L 3.5 – 4.5
Klorida (Cl) H 107 mmol/L 96 – 106

SGOT (AST) H 51 U/L < 38


SGPT (ALT) H 78 U/L < 41
Glukosa Sewaktu 114 mg/dL 80 – 170

Petanda Hepatitis

Anti HCV (Rapid) Non Reaktif Non Reaktif


HBsAg (Rapid) Reaktif Non Reaktif

NOTE : Hasil sudah diketahui dan disetujui oleh Dokter Sp.PK


H = High, L = Low, HH = Nilai Kritis Tinggi, LL = Nilai Kritis Rendah
KESIMPULAN / SARAN

6
V. RESUME
Seorang laki- laki berusia 54 tahun datang dengan keluhan
muntah darah berwana merah kehitaman disertai dengan BAB hitam dan
nyeri ulu hati. Muntah darah sebanyak empat kali, setiap kali muntah
sebanyak satu plastik ukuran kecil. Pucat (+), lemas (+). Riwayat
mengkonsumsi obat pengurang rasa nyeri sejak 5 tahun yang lalu.
Konsumsi alkohol disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan ringan epigastrium
(+). Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan penurunan hemoglobin (9.1 g/dl), penurunan
hematokrit (26 %), penurunan eritrosit (3.00 10^6/µL), peningkatan
leukosit (17.3 10^3/µL), peningkatan ureum (117 mg/dL), peningkatan
kreatin (1.2 mg/dL), peningkatan kalium (4.8 mmol/L), peningkatan
klorida (107 mmol/L), peningkatan SGOT (51 U/L), peningkatan SGPT
(78 U/L) dan HBsAg reaktif.

VI. DIAGNOSIS KLINIS


 Hematemesis melena ec gastritis erosive ec NSAIDs induced
 Hepatitis B

VII. DIAGNOSIS BANDING


 Hematemesis melena ec ulkus peptikum
 Hematemesis melena ec sirosis hepatis

VIII. PERENCANAAN
1. Rencana Diagnostik
o Endoskopi
o USG abdomen
o Serologi Hepatitis B
- HBeAg
- IgM anti-HBc
- IgG anti-HBc
o Biopsi hati

2. Rencana Terapi

a. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/ 6 jam


b. Inj as Traneksamat 3 x 500 mg
c. Inj Omeprazole 2 x 40 mg
d. Inj Ranitidine 2 x 50 mg
e. Inj Ondancetron 3 x 4 mg
f. Sucralfat syr 3 x 1 cth
g. Vit K 3 x 10 mg

7
h. Ceftriaxone 1 x 2 gr
i. Transfusi darah sampai target pencapaian hematokrit
20-25 %
j. NGT
k. Edukasi pasien untuk berhenti mengkonsumsi obat-
obatan warung tanpa resep dokter

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

Follow Up
Tanggal 16 April 2019 S/ pasien mengatakan perut masih sakit, lemas,
muntah darah dan BAB hitam sudah tidak ada.

O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos


mentis, TD: 100/55 mmHg, Suhu: 36,70C,
RR:20x/menit, N: 70 x/menit, Akral Hangat

Hasil lab : - Hemoglobin LL 6.3 g/dl


- Hematokrit LL 19 %
- Leukosit H 10.4 10^3/µL

Tanggal 17 April 2019 S/ pasien mengatakan lemas, perut sudah tidak


sakit, mengeluh keram pada kedua tangan

O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos


mentis, TD: 109/50 mmHg, Suhu: 36.10C,
RR:20x/menit, N: 62 x/menit, Akral Hangat

Hasil lab : - Hemoglobin L 7.9 g/dl


- Hematokrit L 22 %
- Trombosit 215 10^3/µL
- Leukosit 10.0 10^3/µL

- Ureum 25 mg/dl

8
- Kreatinin 0.9 mg/dl
- eGFR 96.5 mL/min/1.73 m^2
- SGOT 20 U/L
- SGPT 33 U/L

Tanggal 20 April 2019 S/ pasien mengatakan lemas, keluhan lainnya


sudah tidak ada

O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos


mentis, TD: 110/75 mmHg, Suhu: 36.80C,
RR:16x/menit, N: 52 x/menit, Akral Hangat

Hasil lab : - Hemoglobin L 10.3 g/dl


- Hematokrit L 30 %
- Trombosit 288 10^3/µL
- Leukosit 8.4 10^3/µL

- Ureum 20 mg/dl
- Kreatinin 1.0 mg/dl
- eGFR 84.9 mL/min/1.73 m^2
- SGOT 29 U/L
- SGPT 50 U/L

9
BAB II
ANALISA KASUS

1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar ?

a. Hematemesis Melena ec Gastritis Erosif

Hematemesis adalah muntahan darah dari saluran cerna bagian atas. 1


Seorang pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan seperti kopi
karena berubahnya darah oleh asam lambung, hampir pasti perdarahan berasal dari
saluran cerna bagian atas.2 Melena merupakan keluarnya kotoran berwarna hitam
yang menyerupai aspal, biasanya disebabkan oleh perdarahan akut pada saluran
cerna bagian atas, tetapi terkadang akibat perdarahan di dalam usus halus atau di
sisi kanan kolon.1

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran


makanan proksimal dari ligamentum treitz.2 Cara praktis membedakan perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA) atau saluran cerna bagian bawah (SCBB) terdapat
dalam tabel 1 berikut.2

Tabel 1. Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB 2


Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada Hematemesis dan/ Hematokezia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal

Pada kasus ini, pasien mengalami muntah darah berwarna merah kehitaman
disertai dengan BAB hitam. Sudah dilakukan pemeriksaan kimia klinik ureum
kreatinin, dan didapatkan hasil ureum yang meningkat yaitu 117 mg/dl dan
kreatinin 1.2 mg/dl, dimana didapatkan rasio BUN/kreatinin meningkat >35 yaitu
97.5. Berdasarkan kriteria pada tabel 1, menandakan bahwa pasien
berkemungkinan mengalami perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA).

10
Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah ulkus peptikum,
gastropati (alcohol, aspirin, NSAIDs, stress), robekan Mallory-Weiss, dan varises
esofagus.3 Di Indonesia, dari 1673 kasus perdarahan SCBA di SMF Penyakit Dalam
dr Sutomo Surabaya, penyebabnya 76.9% pecahnya varises esofagus, 19.2%
gastritis erosive, 1.0% ulkus peptikum, 0.6% kanker lambung, dan 2.6% karena
sebab- sebab lain. Laporan dari RS Pemerintah di Jakarta, Bandung, dan
Yogyakarta urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan SCBA sama dengan di RSU
2
dr. Sutomo Surabaya. Berikut disajikan penyebab tersering perdarahan SCBA
beserta ciri khasnya dalam tabel 2. 4

Tabel 2. Perdarahan saluran cerna bagian atas 4


Diagnosis Ciri Khas
Perdarahan ulkus peptikum Riwayat pemakaian aspirin atau
NSAIDs dengan nyeri perut, nyeri
yang berkurang akibat konsumsi
makanan, gejala pada malam hari,
riwayat perdarahan ulkus peptikum
atau infeksi Helicobacter pylori
Gastritis dan duodenitis Sama dengan perdarahan ulkus
peptikum
Varises esofagus Riwayat sirosis dan hipertensi portal
Robekan Mallory-Weiss Riwayat muntah berulang
Keganasan gastrointestinal Riwayat penurunan berat badan,
merokok, atau konsumsi alkohol, lebih
banyak pada orang Asia
Malformasi arterivena Perdarahan yang tidak menimbulkan
nyeri pada usia tua (lebih dari 70
tahun), riwayat anemia defisiensi besi
Esofagitis atau ulkus esofagus Rasa terbakar di dada, disfagia, dan
gangguan pada pencernaan

11
Berdasarkan tabel di atas, kejadian perdarahan SCBA akibat ulkus peptikum
dan gastritis dapat disebabkan dari riwayat pemakaian obat aspirin serta NSAIDs
(Nonsteroidal anti-inflammatory drugs). Aspirin berhubungan dengan peningkatan
insidensi ulkus gaster, ulkus duodeni, dan merupakan penyebab tersering dari
gastritis erosif hemoragik. NSAIDs seperti indometasin, ibuprofen, naproksen,
tolmetin, sulindac, piroksikam, diflusinal, fenoprofen, dan lain- lain juga dapat
menyebabkan cedera mukosa lambung seperti penggunaan aspirin.5
Perdarahan akibat erosi gaster dapat disebabkan oleh aspirin atau NSAIDs,
juga akibat tekanan berat (sepsis, trauma, shock, gagal ginjal atau hati). Biasanya
tidak terdapat keluhan pada pasien (asimtomatis) atau bisa terdapat nyeri pada
epigastrium, mual, hematemesis, atau melena.6 Sedangkan pada ulkus peptikum
pasien biasanya mengalami keluhan dispepsia kronik, namun penting diketahui
bahwa ulkus peptikum penggunaan NSAIDs sering tidak bergejala dan baru dapat
diketahui setelah terjadi komplikasi seperti perdarahan atau perforasi saluran
cerna.2 Nyeri sangat kurang umum pada gastritis erosif dibanding dengan penyakit
ulkus.5 Perdarahan yang terjadi akibat ulkus peptikum biasanya bisa sampai 3 hari,
tetapi pada gatropati erosif terdapat perdarahan yang ringan, untuk perdarahan
masif jarang terjadi.3
Pada pasien ini, didapatkan keluhan hematemesis 1 hari yang lalu dengan
adanya BAB hitam. Nyeri epigastrium ringan sejak 2 hari yang lalu. Untuk riwayat
keluhan yang sama disangkal. Pasien juga memiliki riwayat konsumsi obat- obatan
untuk nyeri otot dan keram sejak 5 tahun yang lalu. Obat yang dikonsumsi pasien
adalah obat- obat warung tanpa resep dokter. Kandungan obat pereda nyeri yang
dikonsumsi merupakan golongan NSAIDs yang dapat menyebabkan cedera
mukosa lambung. Berdasarkan hal tersebut pasien kemungkinan mengalami
perdarahan SCBA akibat gastritis erosif pada penggunaan NSAIDs. Namun, untuk
menegakkan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu endoskopi.
Pemeriksaan endoskopi pada gastritis erosif dapat memperlihatkan perdarahan
mucosal, kerapuhan dan sumbatan, erosi, pada beberapa keadaan terdapat ulserasi
superfisial atau lebih dalam, biasanya pada fundus atau korpus gaster.5

12
b. Hepatitis B

Penyakit ini disebabkan infeksi oleh virus hepatitis B, sebuah virus DNA
dari keluarga Hepadnaviridae dengan struktur virus berbentuk sirkular. Pajanan
virus ini akan menyebabkan dua keluaran klinis, yaitu (1) Hepatitis akut yang
kemudian sembuh secara spontan dan membentuk kekebalan terhadap penyakit ini,
atau (2) Berkembang menjadi kronik.7
Gambaran klinis infeksi virus hepatitis B akut berupa masa inkubasi virus
hepatitis B adalah 1- 4 bulan. Setelah masa inkubasi, pasien masuk ke dalam
periode prodromal, dengan gejala konstitusional, berupa malaise, anoreksia, mual,
muntah, myalgia, dan mudah lelah. Gejala ini terjadi umumnya 1- 2 minggu
sebelum terjadi ikterus. Sekitar 70% pasien mengalami hepatitis subklinis atau
hepatitis anikterik. Hanya 30% pasien yang mengalami hepatitis dengan ikterus.
Pada hepatitis B akut, HBsAg muncul di serum dalam waktu 2- 10 minggu setelah
paparan virus, sebelum onset gejala dan peningkatan kadar ALT. HBsAg hilang
dalam waktu 4- 6 bulan. Berikut tabel 3 berisi interpretasi serologi infeksi hepatitis
B akut. 2
Tabel 3. Interpretasi serologi infeksi hepatitis B akut 2
HBsAg IgM anti-HBc Interpretasi
+ + Hepatitis B akut atau hepatitis B kronik
yang mengalami eksaserbasi akut
+ - Hepatitis B Kronik
- + Hepatitis B Akut
- - Fungsi hati yang abnormal yang bukan
disebabkan virus hepatitis

13
Gambar 1. Gambaran perjalanan laboratorium3

Untuk kriteria diagnosis hepatitis B kronis pada tabel 4 berikut 7


Tabel 4. Kriteria diagnosis infeksi VHB 7
Hepatitis B Kronik
1. HBsAg seropositif > 6 bulan
2. DNA VHB serum >20.000 IU/mL (nilai yang lebih rendah 2000-20.000
IU/mL ditemukan pada HBeAg negatif)
3. Peningkatan ALT yang presisten atau intermiten

4. Biopsi hati yang menunjukkan hepatitis kronik dengan derajat


nekroinflamasi sedang sampai berat

Gambaran klinis hepatitis B kronik sangat bervariasi. Pada banyak kasus


tidak didapatkan keluhan maupun gejala dan pemeriksaan tes faal hati hasilnya
normal. Peningkatan ALT dan AST sampai 1000-2000 IU/L sering dijumpai pada
hepatitis B akut, dimana ALT lebih tinggi dari AST. Secara sederhana manifestasi
klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 2
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (hepatitis B kronik aktif). HBsAg
positif dengan DNA VHB lebih dari 105 kopi/ml didapatkan kenaikan
ALT yang menetap atau intermiten. Pada pasien sering didapatkan
tanda- tanda penyakit hati kronik, misalnya eritema palmaris dan spider
nevi, hepatomegali atau bahkan splenomegali.

14
2. Carrier VHB inaktif. Pada kelompok ini HBsAg positif dengan titer
DNA VHB yang rendah yaitu kurang dari 105 kopi/ml. Pasien
menunjukkan konsentrasi ALT normal dan tidak didapatkan keluhan.
Pada kasus ini, didapatkan hasil HBsAg yang positif, dengan peningkatan
AST dan ALT yang minimal. HBsAg yang positif ini menunjukkan adanya infeksi
hepatitis B virus pada pasien. Untuk menegakkan diagnosis hepatitis B akut atau
kronis perlu dilakukan pemeriksaan serologis lebih lanjut.
Keluhan hematemesis melena pada kasus hepatitis kronik bisa terjadi akibat
sirosis hepatis yang menyebabkan varises gastroesofagus. Pecahnya varises
esofagus (VE) mengakibatkan perdarahan varises yang berakibat fatal. 2
Sirosis hati (SE) merupakan dampak tersering dari perjalanan penyakit hati
kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Gambaran klinis dari
penderita sirosis hepatis adalah mudah lelah, anoreksi, berat badan menurun, atropi
otot, ikterus, spider angiomata, splenomegaly, asites, caput medusae, palmar
eritema, white nails, ginekomastia, hilangnya rambut pubis dan ketiak pada wanita,
asterixis (flapping tremor). Namun, perjalanan sirosis hepatis ini lambat, dapat
asimtomatis, dan seringkali tidak dicurigai sampai adanya kompilikasi seperti
perdarahan varises. Pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk sirosis hepatis
pada tabel 5 berikut.2
Tabel 5. Tes laboratorium pada sirosis hati 2
Jenis Pemeriksaan Hasil
AST dan ALT Normal atau sedikit meningkat
Alkali fosfatase / ALP Sedikit meningkat
Gamma-glutamil transferase Korelasi dengan ALP, spesifik khas akibat
alkohol sangat meningkat
Bilirubin Meningkat pada SH lanjut prediksi penting
mortalitas
Albumin Menurun pada SH lanjut
Globulin Meningkat terutama IgG

15
Waktu prothrombin Meningkat/ penurunan produksi factor V/VII
dari hati
Natrium darah Menurun akibat peningkatan ADH dan
aldosterone
Trombosit Menurun (hiperspenism)
Leukosit dan netrofil Menurun (hiperspenism)
Anemia Makrositik, normositik, dan mikrositik

Pada pasien ini masih perlu dilakukan pemeriksaan tes laboratorium lain dan
USG abdomen untuk mendeteksi ada tidaknya sirosis hepatis. Endoskopi dilakukan
untuk memeriksa adanya varises di esofagus dan gaster. Baku emas pada diagnosis
SH adalah biopsi hati melalui perkutan, transjugular, laparoskopi, atau biopsi jarum
halus.

2. Apakah penyebab keluhan pada pasien ini

Hematemesis melena pada pasien dapat terjadi akibat konsumsi NSAIDs


jangka panjang. NSAIDs merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yakni :
topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topical terjadi karena NSAIDs
bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk
mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAIDs tampaknya lebih
penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun.
NSAIDs secara bermakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin
merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek
sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan
sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkatkan ephitelial defense. Aliran
darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi netrolit pada endotel pembuluh
darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan
protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa
lambung.2 NSAIDs ini mengurangi sekresi mukus lambung dan sekresi bikarbonat
duodeni serta dapat meningkatkan sekresi asam lambung. Penekanan prostaglandin
juga mengganggu penyusunan kembali sel epithelial setelah cidera.5

16
Kemungkinan lain penyebab hematemesis melena pada pasien ini adalah
varises esofagus. Ini adalah terbentuknya vena- vena kolateral sebagai respons
terhadap terjadinya hipertensi portal akibat sirosis hepatis dan memungkinkan
darah dari sistem porta melintasi hati dan langsung masuk ke sirkulasi sistemik.1
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati. Menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica
dan meningkatnya aliran masuk bersama- sama menghasilkan beban berlebihan
pada system portal. Pembebanan berlebihan pada system portal ini merangsang
timbulnya aliran kolateral. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan
hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran
ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena- vena tersebut (varises esofagus).
Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian.8 dapat dilihat gambar
pada gambar berikut.

Gambar 2. Perubahan hemodinamik pada sirosis hati, yang


menyebabkan terjadinya varises esofagus.8

17
Untuk memastikan asal perdarahan pada pasien dibutuhkan pemeriksaan
penunjang lanjutan yaitu endoskopi.

3. Bagaimana tatalaksana pada pasien tersebut ?

Langkah- langkah pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut : 2


a. Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik
b. Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik
c. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan
d. Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bawah
e. Menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan
f. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan terhadap
perdarahan, mencegah perdarahan ulang.
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah
menentukan beratnya perdarahan saluran makanan adalah menentukan beratnya
perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaannya
meliputi : 1) tekanan darah dan nadi posisi baring, 2) perubahan ortostatik tekanan
darah dan nadi, 3) ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin), 4) kelayakan
napas, 5) tingkat kesadaran, 6) produksi urin.2
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan : 1) sejak kapan terjadinya
perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2) riwayat perdarahan
sebelumnya, 3) riwayat perdarahan dalam keluarga, 4) ada tidaknya perdarahan di
bagian tubuh lain, 5) penggunaan obat- obatan terutama NSAIDs dan anti koagulan,
6) kebiasaan minum alcohol, 7) mencari kemungkinan adanya oenyakit hati kronik,
demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi,
alergi obat- obatan, 8) riwayat transfusi sebelumnya.2
Penanganan perdarahan saluran cerna atas dapat dilihat pada gambar berikut

18
Gambar 3. Penanganan perdarahan saluran cerna atas

Prioritas utama dalam menghadapi kasus perdarahan SCBA ialah penentuan siklus
hemodinamika dan upaya resusitasi sebelum menegakkan diagnosis atau pemberian
terapi lainnya. Pada keadaan hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan
kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat). Biasanya tidak
diperlukan cairan koloid kecuali pada kondisi hipoalbunemia berat. Secepatnya
lakukan pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar haemoglobin,
hematokrit, trombosit, leukosit. Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran
cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini : 1) perdarahan dalam kondisi
hemodinamik tidak stabil, 2) perdarahan baru atau masih berlangsung dan
diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih, 3) perdarahan baru atau masih

19
berlangsung dengan haemoglobin <10g% atau hematokrit <30%, terdapat tanda-
tanda oksigenasi jaringan yang menurun. Pemberian vitamin K pada pasien dengan
penyakit hati kronis yang mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan.2
Pemasangan pipa nasogastric untuk melakukan dekompresi isi lambung,
prosedur ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki nilai
hemostatik. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan
endoskopi dan menilai perkiraan kasar jumlah perdarahan.2
Terapi untuk gastritis erosif dapat dilakukan dengan pemberian antasida tiap
jam (misalnya, 30 mL sediaan aluminium hidroksida cair) dan/atau pemberian
antagonis reseptor H-2 telah terbukti efektif mengurangi frekuensi gastritis
hemoragik pada pasien yang sakit dengan kritis. Obat ini hendaknya digunakan
dalam dosis dan frekuensi yang cukup untuk mempertahankan pH isi lambung tetap
di atas 4. Sukralfat juga telah digunakan dalam pengobatan.5 pada pasien yang
memang harus mengkonsumsi NSAIDs dapat ditambahkan dengan konsumsi PPI
(proton pump inhibitor) untuk mencegah perdarahan berulang.9 Omeprazole
disetujui efektif untuk pengobatan ulkus duodeni, esophagitis erosif. 5

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Japp AG, Robertson C. Macleod Diagnosis Klinis. Singapore : Elesevier. 2015


2. Setiati S et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
2014
3. Fauci A, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. 19th ed. New York,
N.Y.: McGraw-Hill Education LLC.; 2016.
4. Wilkins T et al. Diagnosis and Management of Upper Gastrointestinal
Bleeding. American Family Physician Volume 85, Number 5. 2012
5. Isselbacher et al. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam ed 13. Editor
edisi Bahasa Indonesia, Ahmad H Asdie. Jakarta : EGC. 2000
6. Longo et al. Harrison’s Manual Of Medicine. 18th ed. New York, N.Y.:
McGraw-Hill Education LLC.; 2013.
7. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia. Indonesia:
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia; 2012
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit
edisi 6. Editor edisi Bahasa Indonesia Huriawati Hartanto. Jakarta :EGC. 2005
9. Barkun AN et al. International Consensus Recommendations on the
Management of Patients With Nonvariceal Upper Gastrointestinal Bleeding.
Annals of Internal Medicine. Volume 152 Number 2. 2010

21

Anda mungkin juga menyukai