Anda di halaman 1dari 13

Kurva Titrasi

Kurva titrasi argentometri dibuat dengan mengeplotkan antara perubahan konsentrasi analit pada
sumbu ordinat dan volume titran pada sumbu aksis. Pada umumnya konsentrasi analit dinyatakan dalam
fungsi (p) yaitu pX = -log[X] sedangkan volume titran dalam satuan milliliter. Kurva titrasi dapat dibagi
menjadi 3 bagian wilayah yaitu sebelum titik ekuivalen, pada saat titik ekuivalen dan setelah titik
ekuivalen

50 ml larutan NaCl 0,10 M dititrasi dengan larutan AgNO3 0,10 M. Hitung konsentrasi ion klorida selama
titrasi dan buat kurva pCl vs ml AgNO3. Ksp AgCl = 1 x 10-10.

Awal sebelum titrasi : [Cl–] = 0,10 M, maka pCl = 1,00

Setelah penambahan 10 ml AgNO3 :

Ag+ + Cl– → AgCl (p)

awal 1,00 mmol 5,00 mmol

perubahan -1,0 mmol -1,0 mmol

kesetimbangan – 4,0 mmol

[Cl-] = 4,00 mmol / 60,0 ml = 0,067 M

pCl = 1,17

Setelah penambahan 49,9 ml AgNO3 :


Ag+ + Cl– → AgCl (p)

awal 4,99 mmol 5,00 mmol

perubahan -4,99 mmol -4,99 mmol

kesetimbangan – 0,01 mmol

[Cl-] = 0,01 mmol / 99,9 ml = 1,0 x 10-4 M

pCl = 4,00

Pada titik ekivalen (TE) :

Ag+ + Cl– → AgCl (p)

awal 5,00 mmol 5,00 mmol

perubahan -5,00 mmol -5,00 mmol

kesetimbangan – –
[Ag+] = [Cl-] [Ag+][Cl-] = Ksp = 1,0 x 10-10

[Cl-] = 1,0 x 10-5 maka pCl = 5,00

Setelah penambahan 60,0 ml AgNO3 :

Ag+ + Cl– → AgCl (p)

awal 6,00 mmol 5,00 mmol

perubahan -5,00 mmol -5,00 mmol

kesetimbangan 1,00 mmol –

[Ag+] = 1,00 mmol / 110 ml = 9,1 x 10-3 M

pAg = 2,04 maka pCl = 10,00 – 2,04 = 7,96

Secara umum untuk halida :

Ag+ + X– → AgX (p)

Tetapan kesetimbangan : K = 1 / [Ag+][X–] = 1 / Ksp

Makin kecil Ksp makin besar K suatu titrasi.


Pengertian Kurva Titrasi

Seperti pembahasan sebelumnnya, titrasi merupakan sebuah cara untuk mengetahui konsentrasi sebuah
larutan dengan jalan mereaksikannya dengan larutan lain, yang biasanya berupa asam atau basa. Titrasi
umumnya dilakukan dengan menambahkan titran yang sudah diketahui konsentrasinya melalui buret
pada titrat dengan volume tertentu yang dicari konsentrasinya. Pada reaksi antara asam dan basa, titrasi
sangat berguna untuk mengukur pH pada berbagai variasi titik melalui reaksi kimia. Hasilnya adalah
sebuah titrasi. Kurva titrasi adalah grafik sebagai fungsi pH dengan jumlah titran yang ditambahkan.

Asam Kuat dan Basa Kuat

Inilah contoh kurva titrasi yang dihasilkan ketika asam kuat (titrat) dititrasi dengan basa kuat (titran).

gambar kurva titrasi asam kuat basa kuat

Titik ekivalen titrasi adalah titik dimana titran ditambahkan tepat bereaksi dengan seluruh zat yang
dititrasi tanpa adanya titran yang tersisa. Dengan kata lain, pada titik ekivalen jumlah mol titran setara
dengan jumlah mol titrat menurut stoikiometri.

Pada gambar di atas, awalnya pH naik sedikit demi sedikit. Hal ini dikarenakan skala naiknya pH bersifat
logaritmik, yang berarti pH 1 mempunyai keasaman 10 kali lipat daripada pH 2. Ingat bahwa log 10
adalah 1. Dengan demikian, konsentrasi ion hidronium pada pH 1 adalah 10 kali lipat konsentrasi ion
hidronium pada pH 2. Kemudian naik tajam di dekat titik ekivalen. Pada titik ini, ion hidronium yang
tersisa tinggal sedikit, dan hanya membutuhkan sedikit ion hidroksida untuk menaikkan pH.
Asam Lemah dan Basa Kuat

Inilah kurva titrasi yang dihasilkan ketika asam lemah dititrasi dengan basa kuat:

Kurva titrasi asam lemah dan basa kuat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Asam lemah mempunyai pH yang rendah pada awalnya.

2. pH naik lebih cepat pada awalnya, tetapi kurang cepat saat mendekati titik ekivalen.

3. pH titik ekivalen tidak tepat 7.

pH yang dihasilkan oleh titrasi asam lemah dan asam kuat lebih dari 7. Pada titrasi asam lemah dan basa
kuat, pH akan berubah agak cepat pada awalnya, naik sedikit demi sedikit sampai mendekati titik
ekivalen. Kenaikan sedikit demi sedikit ini adalah karena larutan buffer (penyangga) yang dihasilkan oleh
penambahan basa kuat. Sifat penyangga ini mempertahankan pH sampai basa yang ditambahkan
berlebihan. Dan kemudian pH naik lebih cepat saat titik ekivalen.

Asam Kuat dan Basa Lemah

Inilah kurva titrasi yang dihasilkan ketika asam kuat dititrasi dengan basa lemah:

Kurva titrasi asam kuat dan basa lemah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Asam kuat mempunyai pH yang rendahi pada awalnya.

2. pH naik perlahan saat permulaan, namun cepat saat mendekati titik ekivalen.

3. pH titik ekivalen tidak tepat 7.

Titik ekivalen untuk asam kuat dan basa lemah mempunyai pH kurang dari 7.
Asam Lemah dan Basa Lemah

Kurva titrasi asam lemah dan basa lemah adalah sebagai berikut:

Asam lemah dan basa lemah pada gambar di atas tidak menghasilkan kurva yang tajam, bahkan seperti
tidak beraturan. Dalam kurva titrasi asam lemah dan basa lemah, ada sebuah titik infleksi yang hampir
serupa dengan titik ekivalen.

Pengertian Titrasi Argentometri

Argentometri merupakan istilah yang diturunkan dari bahasa latin yaitu Argentum yang artinya perak.
Titrasi Argentometri sering kali disebut sebagai Titrasi Pengendapan. Jadi argentometri itu merupakan
salah satu cara yang digunakan untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan
tritasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag. Lalu apa itu titrasi argenometri? Titrasi
argentometri adalah teknik khusus yang digunakan untuk menetapkan perak dan senyawa halida.
Penetapan kadar zat analit didasari oleh pembentukan endapan.

Atau definisi titrasi argentometri yaitu penetapan kadar zat yang didasari atas adanya reaksi
pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak nitrat. Atau yang
dimaksud titrasi argentometri ialah titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak
gampang larut antara titran dengan analit.

Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan Dalam Titrasi Pengendapan


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan/ titrasi
argentometri.

 Temperatur, kelarutan akan bertambah jika temperatur mengalami kenaikan.

 Efek ion sejenis, kelarutan endapan dalam air berkurang apabila larutan itu mengandung satu
dari ion-ion yang menyusun endapan.

 Sifat pelaut, garam anorganik lebih larut di dalam air, berkurangnya kelarutan di dalam organik
bisa dipakai sebagai dasar dalam pemisahan dua zat.

 Pengaruh pH, larutan garam dari asam lemah itu bergantung dari pH larutannya.

 Efek ion-ion lain, endapan dapat bertambah kelarutannya jika dalam larutan ada garam yang
beda dengan endapan.

 Pengaruh kompleks. Kelarutan dari garam yang sedikit larut adalah fungsi konsentrasi zat lain
yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.

 Pengaruh hidrolisis, apabila garam dari asam lemah dilarutkan ke dalam air, maka dapat
menghasilkan (H), kation dari spesies garam akan mengalami hidrolisis sehingga kelarutannya
bertambah.

Macam macam Metode Titrasi Argentometri

Terdapat macam macam metode titrasi argentometri yang dikembangkan, yaitu metode Mohr, Volhard,
dan FAjans.

Titrasi Argentometri Metode Mohr

Metode mohr pada titrasi argentometri yaitu metode yang terbatas untuk lartutan dengan nilai pH
sekitar 6 hingga 10. Perak oksida akan meengndap dalam larutan yang lebih basa.

Kegunaan dari metode Mohr adalah sebagai penetapan kadar Bromida atau Klorida. Prinsip
penetapannya larutan bromida atau klorida dalam keadaan netral atau agak alkalis diitrasi dengan
larutan perak nitrat dengan indikator kromat. Jika ion bromida atau klorida sudah habis diendapkan oleh
ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang
warnanya coklat meerah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya ialah larutan perak nitrat dengan
indikator larutan kalium kromat.
Titrasi Argentometri Metode Volhard

Metode volhard adalah metode yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1874 oleh Jacobus Volhard,
yang merupakan seorang ahli kimia dari Jerman. Metode volhard pada titrasi argentometri larutan
standar AgNO3 berlebih ditambahkan ke dalam larutan yang didalamnya terkandung ion halogen
(contohnya Cl-). Kelebihan dari ion Ag+ dalam keadaan asam dititrasi dengan standar garam tiosianat
(NH4SCN atau KSCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Hingga titik ekivalen, terjadi sebuah reaksi
antara titran dan Ag+ membentuk sebuah endapan putih. Jika titran kelebihan maka dapat menyebabkan
reaksi dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato ferrat (III) yang warnanya merah.

Titrasi Argentometri Metode Fajans

Metode fajans dalam argentometri sama halnya dengan pada metode Mohr, perbedaannya hanya pada
jenis indikator yang dipakai. Indikator yang dipakai dalam metode fajans yaitu indikator adsorpsi seperti
fluonescein atau cosine menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya yaitu AgNO3
sampai suspensi violet menjadi merah. pH tergantung dari macam anion dan indikator yang digunakan.
Indikator adsorpsi yaitu zat yang bisa diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya
warna. Pengendapan tersebut bisa diatur supaya terjadi di titik ekuivalen antara lain dengan cara
menentukan macam indikator yang digunakan dan PH. Sebelum titik ekuivalen dapat tercapai, ion Cl-
ada dalam lapisan primer dan sesudah tercapai ekuivalen maka akan kelebihan sedikit AgNO3 yang
menyebabkan ion Cl- digantikan Ag+ sehingga ion Cl- berada dalam lapisan sekunder.

Metode Liebieg

Titrasi ini khusus digunakan dengan CN–. Prinsip reaksinya adalah pembentukan kompleks Ag
argentocyanida yang tidak larut. Jika Ag+ berlebih direaksikan dengan CN–, maka endapan AgCN yang
telah terbentuk akan larut akan larut kembali karena terbentuknya kompleks Ag(CN)2+. Jika reaksi
pembentukan kompleks tersebut sudah sempurna, maka kelebihan Ag+ akan menimbulkan komples
AgArgentosianidayang tidak larut.

Titik akhir tercapai apabila terbentuk endapan yang tidak larut atau bila terjadi kekeruhan.

Penjelasan lain tentang metode leibieg yaitu, pada metode ini titik akhir titrsi tidak ditentukan dengan
indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan
kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada pengocokan akan larut kembali
karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.

Cara Liebieg hanya menghasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian ereaksi pada saat
mendekati titik akhir dilakukan perlahan – lahan. Cara Liebieg ini tidak dapat dilakukan pada keadaan
larutanb amoni-alkalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2– yang larut. Hal ini dapat
diatasi dengan menambahkan sedikit larutan kalium iodide.

Dalam Farmakope Indonesia, titrasi argentometri digunakan untuk penentuan kadar ammonium klorida,
fenoterol hidrobromida, kalium klorida, klorbutnol, melfalan, metenamin mandelat, dan sediaan
tabletnya, natrium klorida, natrium nitroprusida, sistein hidroklorida, dan tiamfenikol.
Metode Deniges

Metode ini merupakan modifikasi dari metode Liebieg, yaitu dengan menambahkan KI sebagai indikator
dan larutan ammonia encer untuk melarutkan endapan Ag-cyanida. Kelebihan ion Ag+ setelah bereaksi
dengan ion CN– akan bereaksi dengan I– membentuk endapan AgI yang menunjukkan titik akhir titrasi.

Metode kolthof

Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dg larutan baku K-Ferosianida 2 K4Fe(CN)6 + 3 Zn2+
K2Zn3[Fe(CN)6]2+ 6 K+( )2 3[ ( )6]kalium besi(II) sianida kalium seng besi(II) sianida TAT dapat ditentukan
dg indikator eksternal seperti uranil nitrat, amonium molibdat, FeCl3, dll, namun diperlukan ketrampilan
khusus; shg lebih baik gunakan indikator internal seperti difenilamin, difenilbenzidin,
difenilaminsulfonat, dll.

Reaksi redoks Fe2+ Fe3+mempunyai potensial reduksi (pada 30 oC) sbb :

E = Eo + 0,060 log [Fe(CN)63-] / [Fe(CN)64-] Campuran fero-ferisianida dlm asam memiliki potensial
reduksi jauh lebih kecil dp yg diperlukan utk mengoksidasi indikator, hingga diperoleh bentuk teroksidasi
berwarna intensif. Jika ke dalam campuran tsb ditambahkan Zn2+ akan terjadi endapan Zn-ferosianida,
diikuti kenaikan potensial reduksi karena Fe(CN)64- hilang dari larutan. Setelah Fe(CN)6g ( )64- bereaksi
sempurna akan terjadi kenaikantajam potensial reduksi dan muncul warna biru (bentuk indikator
teroksidasi)akibat adanya kelebihan Zn2+. Pada TAT akan muncul warna biru telor asin.

Merkurimetri

Merkurimetri artinya reaksi titrasi menggunakan garam merkuri (Hg2+) sebagai titrannya sementara
titrannya biasanya menggunakan garam-garam halogen, ion CN-, dan ion CNS- yang mana dalam hal ini
juga biasanya yang termasuk ke dalam titrat adalah yang biasanya senyawa yang akan ditetapkan
kadarnya. Dalam hal ini juga, indikator yang biasa digunakan antara lain Na nitroprussid, difenil carbazon,
dan difenil carbazid yang mana ketiga indikator tersebut memiliki pH antara 1,5 sampai 2.

Pada metode merkurimetri ini, bisa dilakukan dengan cara langsung maupun dengan cara tidak langsung,
sebenarnya tergantung dari titrat dan senyawa kompleks yang akan terbentuk, baru bisa memilih
menggunakan dengan cara langsung atau tidak langsung. Cara tidak langsung digunakan apabila dengan
cara langsung senyawa kompleks yang terbentuk sulit diamati TAnya, sehingga dengan menggunakan
cara tidak langsung diharapkan pembentukan senyawa kompleks dengan titran yang lain dapat dengan
mudah diamati TAnya, sebagaimana kita tahu bahwa pada titrasi tidak langsung ini digunakan 2 titran
yang berbeda.
Pada merkurimetri ini, apabila titratnya adalah garam halogen, maka dapat dilakukan dengan cara
langsung, yang mana reaksi yang akan terjadi adalah sebagai berikut:

Apabila titrat yang digunakan adalah larutan garam CN-, maka yang akan terbentuk adalah senyawa
kompleks AgCN2 yang sulit dilihat TAnya sehingga perlu dilakukan dengan cara tidak langsung. Dalam hal
ini menggunakan titran 1-nya garam Hg2+ dan titran 2-nya berupa senyawa CNS-.

Sekiranya masih banyak yang tidak mengetahui bagaimana mekanisme yang terjadi saat titrasi tidak
langsung ini. Mungkin bisa saya jelaskan dengan memberi contoh begini, “Misalnya senyawa yang akan
diketahui kadarnya adalah senyawa yang mengandung ion CN-, dengan argentometri secara langsung
tidak dapat diamati dengan baik TAnya sehingga diputuskan untuk menggunakan cara tidak langsung.
Sebenarnya dengan cara langsung telah ditetapkan volume dari CN-nya adalah sebesar 5 ml, dan ketika
dititrasi dengan larutan Ag, meskipun tidak terlalu tampak TAnya diperkirakan jumlah volume larutan
garam Ag yang dibutuhkan adalah sekitar 10 ml. Dengan cara tidak langsung, posisinya dibalik, yang
berada di erlenmeyer saat ini adalah larutan Ag dengan volume yang dilebihkan dari 10 ml, misalnya
dalam contoh ini dilebihkan menjadi 15 ml. Sementara yang ada di buret adalah larutan senyawa CN-
yang volumenya sesuai dengan ketetapan awal yaitu 5 ml. Reaksi dibiarkan berlangsung sampai seluruh
5 ml larutan CN- dalam buret bereaksi seluruhnya dengan larutan garam Ag. Pada reaksi pada umumnya
seharusnya apabila ada indikator yang sesuai, ketika sudah bereaksi seluruhnya atau ketika jumlah Ag
dan CN telah sama tampak adanya perubahan warna, karena memang sulit dilihat TAnya maka
seumpamanya sejumlah Ag telah bereaksi dengan seluruh CN- dalam 5 ml tersebut. Dalam hal ini
tentunya masih ada sisa Ag yang belum bereaksi bukan? Oleh karena itu menggunakan titran kedua yaitu
dengan larutan yang mengandung senyawa CNS- diharapkan dapat dilihat TAnya, karena memang
terdapat indikator yang sesuai untuk hasil reaksi yang ini. Ketika tampak TA artinya seluruh Ag dalam
erlenmeyer telah bereaksi seluruhnya dengan larutan titran yang pada saat itu misalnya diketahui
volume yang dibutuhkan untuk larutan titran 2 untuk bereaksi sempurna adalah 8 ml, maka dengan
persamaan M1.V1 = M2.V2 yang mana telah diketahui molaritas dari larutan titran 2 dan molaritan dari
larutan Ag dan telah diketahui volume larutan titran 2 yang dibutuhkan, maka diketahui pula volume
larutan Ag yang telah bereaksi dengannya yang dalam hal ini misalnya setelah dihitung ternyata 5 ml
sehingga dalam hal ini bisa kita ketahui bahwa volume yang dibutuhkan untuk bereaksi secara sempurna
dengan larutan CN- adalah hasil pengurangan volume larutan Ag seluruhnya dalam erlenmeyer dengan
hasil perhitungan volume larutan Ag yang dibutuhkan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan
titran 2 yaitu 20 ml – 5 ml = 15 ml. Dengan diketahuinya volume Ag yang dibutuhkan untuk bereaksi
secara sempurna dengan larutan CN- tersebut tentunya dapat diketahui molaritas dari CN- sehingga
dapat pula pada akhirnya diketahui kadarnya. Mudah-mudahan dengan diberikan contoh yang demikian
sudah dapat dipahami bagaimana mekanisme cara kerja dari titrasi tidak langsung tersebut.
Indikator Titrasi Pengendapan

Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam titrasi untuk
menentukan dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi. Dalam pemakaiannya, indikator ada memberikan
warna pada larutan misalnya pada Kompleksometri atau juga berupa suatu endapan ini pada titrasi
Argentometri.

a. Indikator kalium kromat K2CrO4


Titrasi argentometri dengan menggunakan indicator ini biasa disebut sebagai argentoetri dengan
metode Mohr. Ini merupakan titrasi langsung titrant dengan menggunakan larutan standar AgNO3. Titik
akhir titrasi diamati dengan terbentuknya endapan Ag2CrO4 yang brwarna kecoklatan.

b. Indikator Fe3+

Titrasi argentometri dengan indicator ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode
volhard. Titrasi ini merupakan titrasi tidak langsung dimana larutan standar AgNO3 ditambahkan secara
berlebih dan kelebihan ini dititrasi dengan larutan standart SCN-.

c. Indikator adsorbsi

Titrasi argentometri dengan indicator adsorbsi disebut sebagai titrasi argentometri dengan
menggunakan metode Fajans. Indikator yang dipakai adalah indicator adsorbsi Dimana indicator ini akan
berubah warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan.

Selain menggunakan teknik diatas maka titrasi argentometri juga dapat dilakukan dengan
menggunakan indicator yang berupa indicator electrode. Plot antara Esel dengan jumlah titran akan
dapat diperoleh kurva titrasi dengan grafik ini maka kita nantinya dapat menentukan titik akhir titrasi.

d. Indikator Adsorbsi Pada Titrasi Argentometri

Pada titrasi argentometri dengan metode Fajans, Jika AgNO3 ditambahkan pada larutan NaCl yang
mengandung flourescein maka titik akhir titrasi akan diamati dengan perubahan warna dari kuning cerah
ke merah muda. Warna endapan yang terlihat akan tampak berwarna sedangkan larutannya tampak
tidak berwarna hal ini disebabkan adanya indikator adsorbsi yang teradsorb pada permukaan endapan
AgCl. Warna dari endapan akan termodifikasi saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan.
Reaksi adsorbsi ini dapat dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein.

Misalnya flouroscein dilambangkan sebagai Fl-. Pada saat larutan berada pada kelebihan ion Cl-
yaitu saat titrasi belum mencapai titik ekuivalen maka indikator FL- tidak teradsorbsi pada permukaan
endapan, hal ini disebabkan permukaan endapan masih dikelilingi oleh ion Cl- sehingga antara endapan
dan FL- saling tolak-menolak

(AgCl)Cl- + FL- -> tidak ada adsorbs

akan tetapi begitu terjadi titik ekuivalen maka dengan penambahan sejumlah kecil ion Ag+ untuk
mendapatkan titik akhir titrasi maka sekarang dalam larutan terdapat kelebihan jumlah ion Ag+ sehingga
pada permukaan endapan sekarang terdapat ion Ag+ dengan demikian FL- akan teradsorbsi melalui gaya
elektrostatis pada permukaan endapan sehingga terjadilah perubahan warna indikator.

(AgCl)Ag+ + FL- -> (AgCl)(AgFL) ada reaksi dan indikator teradsorbsi

Semua indikator adsorbsi bersifat ionik sehingga dapat teradsorbsi pada permukaan endapan. Indikator
adsorbsi yang dipakai untuk titrasi sulfat dengan ion barium dalam pelarut aseton biasa dipergunakan
thorin atau alizarin.
Indikator adsorbsi memiliki keunggulan memiliki eror dalam penentuan titik akhir titrasi yang
kecil, dan perubahan warna pada saat teradsorbsi umumnya dapat terlihat dengan jelas. Indikator
adsorbsi baik dipergunakan untuk titrasi penendapan dimana endapan yang dihasilkan memiliki luas
permukaan yang besar dengan demikian indikator dapat teradsorbsi dengan baik.

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan indikator:

1. Ikatan antara indikator dengan ion logam haruslah lebih lemah dari ikatan antara ion logam
dengan EDTA misalnya (antara ion dalam larutan titran dan ion dalam larutan titrat).

2. Indikator harus sensitif, misalnya dengan adanya kelebihan sedikit dari ion larutan titran maka
dapat segera bereaksi.

3. Indikator harus memberikan warna spesifik yang perubahan warna nantinya juga harus tampak
tajam dan jelas, sehingga TA dapat diamati dengan baik.

4. Reaksi substitusi juga harus berjalan dengan cepat agar TA dapat mendekati nilai TE.

Anda mungkin juga menyukai