Anda di halaman 1dari 4

KASUS

Sebuah rumah sakit di daerah X, terdapat suatu kejanggalan yang dilakukan oleh seorang dokter spesialis
bedah saraf. Dokter tersebut melakukan dispensing obat sendiri yang secara langsung diserahkan kepada
pasiennya. Pihak rumah sakit telah menghimbau kepada dokter tersebut untuk menyerahkan tanggung
jawab dispensing obat kepada instalasi farmasi rumah sakit. Tetapi dokter tersebut bersikeras untuk tetap
melakukan dispensing yang dikelola oleh adik perempuannya yang bukan seorang tenaga kesehatan.
Motif yang dilakukan dokter ini adalah untuk mengambil keuntungan pribadi atas harga jual obat. Sampai
saat ini pihak rumah sakit khususnya instalasi farmasi tidak mampu berbuat banyak karena dokter tersebut
merupakan satu-satunya dokter spesialis penyakit dalam di RS daerah tersebut.

A. Kajian Normatif
Kajian normatif adalah kajian yang mengacu pada norma-norma/standar moral yang diharapkan
untuk mempengaruhi perilaku, kebijakan, keputusan, karakter individual, dan struktur profesional.
Dengan aspek ini diharapkan perilaku dengan segala unsur-unsurnya tetap berpijak pada norma, baik
norma-norma kehidupan bersama ataupun norma-norma moral yang diaturdalam standar profesi bagi
kaum profesi.

Dalam kasus ini kajian normatifnya adalah :


1. Dokter salah, karena dokter lebih mementingkan kepentingan diri sendiri untuk mendapatkan
keuntungan yang besar secara pribadi dari harga jual obat.
2. Instalasi farmasi salah, karena tidak melakukan tindakan apapun hanya karena dokter tersebut
satu-satunya dokter spesialis bedah saraf di rumah sakit tersebut.

 Kesimpulan: dokter dipecat

B. Kajian Deskriptif
Kajian ini berkaitan dengan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dan spesifikasi yang dibuat untuk
memberikan gambaran tentang fakta-fakta yang terkait dengan unsur-unsur normatif dan konseptual.
Aspek ini memberikan informasi tentang fakta-fakta yang berkembang, baik di masyarakat maupun
dalam organisasi profesi, sehingga penanganan aspek normatif dan konseptual dapat segera
direalisasikan.

Dalam kasus ini kajian deskriptifnya adalah :


1. Dokter salah, karena dokter berusaha mengambil keuntungan untuk diri sendiri dengan
mengabaikan aturan yang ada. Hal ini Dokter telah melakukan pelanggaran terhadap :
 Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Bab II Pasal 14 ayat 1
“Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi berupa obat harus memiliki seorang
apoteker sebagai penanggungjawab. Pembahasan : Pada kasus diatas, distribusi dan peyaluran
sediaan farmasi berupa obat tidak berada di bawah tanggung jawab seorang apoteker.
 Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Bab II Pasal 22
“Dalamhal di daerahterpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki
Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pembahasan :Dokter
diperbolehkan melakukan meracik dan menyerahkan obat kepada pasien asalkan di daerah
tersebut tidak ada apotek. Dalam kasus ini, rumah sakit tersebut telah memiliki apotek yang
beroperasi sebagaimana mestinya.

2. Apoteker Instalasi Farmasi Rumah Sakit Salah karena tidak menindak tegas, dalam hal
konteksdiatas“ Instalasi Farmasi Tidak Mampu Berbuat banyak terhadap dokter”. Hal ini
bertentangan dengan Sumpah Apoteker poin :
 ke-4 “ Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian ” Sesuai poin tersebut, seharusnyasebagai seorang apoteker
tidak membiarkan kewenangan penyerahan obat (dispensing) dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan lain yang tidak berkompeten dibidang kefarmasian.
 Bertentang dengan poin ke lima yang menyatakan “ Dalam menunaikan kewajiban saya, saya
akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
keagamaan, kebangsaan, kesukuan, kepartaian / kedudukan sosial ”. Berdasarkan poin diatas,
seharusnya kita sebagai apoteker berani menegur dan memberikan peringatan kepada dokter
tersebut untuk melakukan prosedur yang semestinya, tanpa terpengaruh oleh pertimbangan
apapun termasuk kedudukan sosial antara dokter dan apoteker sebagai rekan sejawat.

 Kesimpulan: dokter dipecat.

C. Kajian Konseptual
Diarahkan pada penjernihan konsep-konsep/ide-ide dasar, prinsip-prinsip, problema-problema dan
tipe-tipe argumen yang dipergunakan dalam membahas isu-isu moral dalam wadah kode etik. Kajian
konseptual ini juga untuk mempertajam pemahamanpemahaman kode etik dengan tetap menekankan
pada kepentingan masyarakat dan organisasi profesi itu sendiri.

Dalam kasus ini kajian konseptualnya adalah :


1. Kalau dokter dipecat maka rumah sakit tersebut tidak memiliki dokter spesialis bedah saraf dan
kemungkinan jumlah pasien akan berkurang.
2. Kalau dokter dipecat, untuk mencari dokter pengganti akan membutuhkan waktu yang lama,
sedangkan rumah sakit membutuhkan dokter spesialis bedah saraf dan SDM spesialis bedah saraf
hanya sedikit/ terbatas.
3. Kalau dokter dipecat pendapatan tenaga kesehatan lain akan berkurang.

D. Kesimpulan Akhir
1. Dokter tidak perlu dipecat.
2. Dokter harus mematuhi peraturan yang ada dan saling menghormati tugas dan wewenang masing-
masing.
3. Dokter dan apoteker di instalasi farmasi rumah sakit bisa bekerja sama untuk kepentingan
bersama baik bagi pasien maupun seluruh pihak rumah sakit.
ETIKA PROFESI DAN REGULASI
“KAJIAN KASUS KEFARMASIAN”

DOSEN PENGAMPU:
Dra. Pudiastuti R.S.P., M.M., Apt.

Kelas C
Anggota Kelompok 6:
1. Rosmalinda Utami (1920384289)
2. Veronika Nirmala Sari (1920384299)
3. Widya Arta Manalu (1920384301)
4. Yuharni (1920384302)
5. Fahmi Rizky (1920384309)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019

Anda mungkin juga menyukai