Anda di halaman 1dari 4

KRISIS INTERVENSI

Oleh: dr. MUSTA’INA

ASAL MULA KRISIS INTERVENSI


Krisis Intervensi pertama kali dikembangkan oleh para psychiatrist Amerika pada tahun
1940-an dan 1950-an, khususnya melalui karya-karya dari Erich Lindemann dan Gerald Caplan.
Lindemann (1944) mulai mengembangkan suatu teori krisis yang didasarkan atas penelitiannya
terhadap reaksi-reaksi dan proses-proses menyedihkan (berduka cita) dari orang-orang yang
selamat, keluarga atau sahabat-sahabat yang kehilangan orang-orang yang mereka kasihi dalam
kebakaran night club Coconut Gr. Lindman menyelidiki tahap-tahap psikologis duka cita dari
orang-orang yang selamat dan keluarganya, yang meletakkan fondasi dari para pakar teori masa
depan untuk lebih lanjut terbangun di atas teori krisis. Caplan adalah salah seorang dari para
pakar teori tersebut yang memperluas karya Lindemann dan menghubungkan intervensi krisis
dengan konsep-konsep yang digunakan dalam teori sistem-sistem sosial, misalnya homeostasis,
keadaan stabil dan ketidaksetimbangan.
Caplan (1961, 1964) berteori bahwa suatu krisis merupakan akibat dari individu yang
mengalami suatu peristiwa dimana mekanisme-mekanisme dan sumber-sumber
penanggulangan normal tak sanggup menghadapi secara efektif peristiwa tersebut, yang pada
gilirannya mengakibatkan suatu gangguan dalam keadaan stabil si individu tersebut dan
selanjutnya, kesukaran atau kesusahan psikologis dan fisiologis. Model kesetimbangan ini
dengan demikian memerlukan intervensi/campur tangan dengan individu-individu untuk
mngembalikan mereka ke suatu keadaan stabil dimana mereka dapat secara efektif
memanfaatkan kekuatan-kekuatan, sumber-sumber dan mekanisme-mekanisme
penanggulangan mereka untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan.
Lydia Rapoport (1962,1967), seorang praktisi pekerjaan sosial, selanjutnya menyusun
karya teori krisis dari Caplan (1961) dengan memanfaatkan sistem-sistem sosial, teminologi
teori dan mengakui bahwa suatu krisis merupakan suatu disrupsi terhadap keadaan stabil dari
individu. Dia berargumentasi bahwa suatu keadaan krisis ditimbulkan oleh tiga faktor yang
saling terkait berikut ini, yakni:
– Suatu peristiwa berbahaya.
– Suatu ancaman terhadap sasaran-sasaran hidup.

1
– Ketidaksanggupan untuk menanggapi mekanisme-mekanisme penanggulangan yang cukup
memadai.

DEFENISI KRISIS INTERVENSI


Krisis Intervensi adalah metode pemberian bantuan segera terhadap mereka yang
tertimpa peristiwa yang dapat mengakibatkan gangguan emosional, mental, fisik dan
perilaku. Krisis Intervensi merupakan suatu intervensi ringkas yang dirancangkan dan
khususnya digunakan untuk membantu individu-individu, keluarga-keluarga dan/atau
komunitas-komunitas untuk mengatasi suatu krisis yang dirasakan dan memperbaiki tingkatan
penanggulangannya.

TUJUAN KRISIS INTERVENSI


• Membantu individu kembali ke tingkat fungsi mereka sebelum krisis (stabilisasi).
• Mengurangi intensitas reaksi emosional, mental, fisik, dan perilaku seseorang terhadap suatu
krisis (meredakan tanda dan gejala akut dari distres).
• Membantu mengembangkan keterampilan koping baru dan menghilangkan cara koping yang
tidak efektif, seperti penarikan, isolasi, dan penyalahgunaan zat (restorasi).
• Membantu pasien dalam memecahkan masalah, memberikan kebutuhan dasar yang pasien
butuhkan dan berhubungan dengan jejaring yang ia butuhkan. Membantu individu agar pulih
dari krisis dan mencegah masalah serius jangka panjang berkembang.

PRINSIP KRISIS INTERVENSI


• Dimulai dengan mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian yang memicu krisis.
• Baik jika dimulai dalam 4-6 minggu terjadinya krisis (bisa 1 sesi dan rata-rata 4 sesi)  1
sesi tiap minggu.
• Lamanya sesi 20 menit sampai 2 jam, bahkan bisa lebih.
• Cocok untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang lebih muda dan lebih tua.
• Dapat dilakukan di ruang gawat darurat rumah sakit, pusat krisis, pusat konseling, klinik
kesehatan mental, sekolah, fasilitas pemasyarakatan, dan lembaga layanan sosial lainnya.

2
• Hotline telepon lokal dan nasional tersedia untuk mengatasi krisis terkait dengan bunuh diri,
kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, dan masalah lainnya. Mereka biasanya
tersedia 24 jam sehari, tujuh hari seminggu.
• Metode yang digunakan
• A = Achieving Rapport (membangun hubungan).
• B = Beginning of Problem Identification (mengidentifikasi masalah yang terjadi).
• C = Coping (mengajarkan mekanisme coping yang baik dan mengganti yang lama).

PERAN PETUGAS KRISIS INTERVENSI


• Membentuk hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme.
• Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan.
• Memberikan anjuran dan alternatif (misal: membuat rujukan ke lembaga yang tepat, seperti
lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).
• Membantu memilih alternatif.
• Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang
diperlukan.

TAHAP KRISIS INTERVENSI :


1. Merencanakan dan melakukan penilaian krisis dan biopsikososial (lethality),
2. Membuat laporan dan dengan cepat menetapkan hubungan.
3. Mengidentifikasikan dimensi-dimensi dari masalah-masalah yang ada sekarang.
4. Menjelajahi perasaan-perasaan dan emosi-emosi.
5. Membangkitkan dan menjelajahi alternatif-alternatif.
6. Membuat dan merumuskan suatu rencana aksi.
7. Menindaklanjuti rencana dan kesepakatan.

KELEBIHAN KRISIS INTERVENSI


• Waktunya singkat untuk mengurangi suatu krisis
• Dapat digunakan dalam hubungannya dengan teori-teori dan metode lainnya. Sebagai
contoh, seorang pekerja sosial dapat mengimplementasikan model tujuh tahap krisis

3
intervensi dengan keluarga untuk meringankan krisis saat ini dan kemudian beralih ke teori
lain (yaitu, terapi perilaku kognitif).

KELEMAHAN KRISIS INTERVENSI


• Meringankan masalah yang diajukan dan tidak selalu mampu mengatasi masalah mendasar
yang mungkin berkontribusi terhadap masalah yang diajukan, seperti diskriminasi,
penindasan dan/ atau kemiskinan (Payne, 2005).
• Intervensi krisis sulit untuk diterapkan kepada pasien yang tidak menerima
dengan keterlibatan pekerja sosial.
• Kolaborasi sejati adalah sulit untuk berlatih dalam segala situasi krisis. Ada beberapa situasi
di mana pekerja sosial akan harus melaksanakan rencana aksi melawan keinginan pasien,
seperti menghubungi polisi atau jasa darurat, keburukan untuk menjamin keamanan pasien.
Meskipun pekerja sosial harus berusaha untuk berkolaborasi dengan pasien setiap saat, ada
beberapa situasi di mana mereka akan dihadapkan dengan pengambilan keputusan tersebut
dan ini harus dilakukan bekerjasama dengan seorang supervisor atau kolega.

Anda mungkin juga menyukai