Anda di halaman 1dari 21

A.

PENGERTIAN
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang
luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler
sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2011: 2490)

B. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae.
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak
bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang
tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam
waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang
dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah
menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-
pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis
(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limfe.
3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
7. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

C. PATOFISIOLOGI
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut
menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti,
sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran
pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang
dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan
syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napa
PATHWAY

Gigitan ular

Injeksi venom ke dalam


korban

SNAKE BITE

cytolitik

Reaksi alergi cytotoksin


sistemik neurotoksin kardiotoksin
Peradangan dan
Pelepasan histamine nekrose jaringan di
Gangguan respirasi dan vasoaktifamin area patukan
Paralisis otot
otot lurik
Kerusakan
hiperventilasi Luka
serat serat otot Pelepasan mediator
Gangguan sirkulasi
jantung bradikinin membengkak
Pasien khawatir kardiovaskular
, melepuh
Pola nafas dengan
penyakitnya Merangsang
tidak efektif
Ketidakefektifan Perfusi ujung saraf
jaringan kardiopulmonal bebas Kerusakan
Pasien gelisah integritas
kulit
Nyeri Akut
Ansietas
D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan
ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena
darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa,
yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri),
pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness
(denyutan).
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa
terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi,
gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang
bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul
setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada
selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung,
tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam
tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui
saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan lambung
dapat keluar melalui pelepasan (anus).
Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil,
banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah,
pernapasan pendek, dan akhirnya mati.

E. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah
lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN,
dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

F. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
b. Menetralkan bisa.
c. Mengobati komplikasi.
2. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT,
yaitu:
 R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat
menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
 Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak
berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang,
lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan
(tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan)
 G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
 T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada
korban.
3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
 Balut tekan pada kaki:
a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
b) Keringkan sekitar luka gigitan.
c) Gunakan pembalut elastis.
d) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke
atas.
f) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
g) Jangan melepas celana atau baju korban.
h) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat
aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).
i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
 Balut tekan pada tangan:
a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
d) Pasang papan sebagai fiksasi.
e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

4. Penatalaksanaan selanjutnya:
a) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.
b) IVFD RL 16-20 tpm.
c) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
d) ATS profilaksis 1500 iu.
e) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.
f) Heparin 20.000 unit per 24 jam.
g) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
h) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
i) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
j) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
k) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
5. Pemberian ABU
Tabel. Pemberian ABU sesuai derajat parrish

Derajat Parrish Pemberian ABU


0-1 Tidak perlu
2 5-20 cc (1-2 ampul)
3-4 40-100 cc (4-10 ampul)

Tabel. Klasifikasi derajat parrish


Derajat
Ciri
Parrish
0 1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.
2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
I 1. Bekas gigitan 2 taring
2. Bengkak dengan diameter 1-5 cm.
3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
II 1. Sama dengan derajat I
2. Petechie, echimosis
3. Nyeri hebat dalam 12 jam
III 1. Sama dengan derajat I dan II
2. Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh
IV Sangat cepat memburuk.

G. KOMPLIKASI
1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GIGITAN ULAR

A. Pengkajian

1. Primary survey : Nilai tingkat kesadaran, Lakukan penilaian ABC :


A – airway : kaji apakah ada muntah, perdarahan.
B – breathing: kaji kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan.
C – circulation : nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas patukan, Hematuria,
Hematemesis /hemoptysis
Intervensi primer,
Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau perlu, Beri O2, bila
perlu Intubasi, Kontrol perdarahan, toniquet dengan pita lebar untuk mencegah
aliran getah bening (Pita dilepaskan bila anti bisa telah diberikan). Bila tidak
ada anti bisa, transportasi secepatnya ke tempat diberikannya anti bisa. Pasang
infus

Catatan : tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk arteriel dan insisi luka

2. Secondary survey dan Penanganan Lanjutan :

Penting menentukan diagnosa patukan ular berbisa, Bila ragu, observasi 24 jam.
Kalau gejala keracunan bisa nyata, perlu pemberian anti bisa, Kolaborasi pemberian
serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya
adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
sbersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum
anti bisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas .
Bila alergi serum kuda : Adrenalin 0,5 mg/SC, ABU IV pelan-pelan.
Bila tanda-tanda laringospasme, bronchospasme, urtikaria hypotensi : adrenalin 0,5
mg/IM, hydrokortison 100 mg/IV. Anti bisa diulang pemberiannya bila gejala-gejala
tak menghilang atau berkurang. Jangan terlambat dalam pemberian ABU, karena
manfaat akan berkurang.

3. Kaji Tingkat kesadaran: Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS), Ukur tanda-tanda
vital

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia, fisik,psikologis)

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,


dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada
regulasi temperatur, proses infeksi.

4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah


sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau
kecacatan.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk


mengatasinfeksi, jaringan traumatik luka.

C. Perencanaan

NO Diagnosa Keperawatan TUJUAN/NOC NIC


1 Bersihan jalan nafas tidak 4. Respiratory status: Airway Suction
efektif Ventilation 1. pastikan
Definisi : ketidak mampuan 5. respiratory status : Air kebutuhan oral
membersihkan sekresi atau way patency /tracheal
obstruksi dari saluran 6. aspiration control suctioning
pernafasan untuk kreteria hasil: 2. auskultasi suara
mempertahankan 1. mendemonstrasikan nafas sebelum
kebersihan jalan nafas batuk efektif dan suara dan sesudah
Batasan Karakteristik : nafas yang bersih, tidak suctioning
1. dispneu ada sianosis dan 3. informasikan
2. cyanosis dyspneu (mampu pada keluarga
3. kelainan suara nafas mengeluarkan sputum, dan klien
(reles, wheezing) mampu bernafas tentang
4. kesulitan berbicara dengan mudah) suctioning
5. batuk tidak efektif 2. menunjukkan jalan 4. minta klien
6. mata melebar nafas yang paten (klien untuk nafas
7. gelisah tidak merasa tercekik, dalam sebelum
8. produksi sputum irama nafas dan dilakukan
9. perubahan frekwensi nafas dalam suction
frekwensi dan irama rentang normal, tidak 5. berikan O2
nafas ada suara nafas dengan
faktor-faktor lain yang abnormal) menggunakan
berhubungan : 3. mampu nasal untuk
1. lingkungan : mengidentifikasi dan memfasilitasi
merokok, mencegah faktor yang suksion
menghirup asap dapat menghambat nasotrakeal
rokok, perokok jalan nafas 6. gunakan alat
pasif, infeksi yang steril setiap
2. fisiologis : disfungsi melakukan
neuromuscular, tindakan
hiperplasia dinding 7. anjurkan pasien
bronkus, alergi jalan untuk istirahat
nafas, asma dan nafas dalam
3. obstruksi jalan setelah kateter di
nafas : spasme jalan keluarkan dari
nafas, sekresi nasotrakeal
tertahan, banyak 8. monitor status
mucus, adanya jalan oksigen pasien
nafas buatan, 9. ajarkan keluarga
sekresi bronkus, cara
adanya eksudat di menggunakan
alveolus, adanya suction
benda asing di jalan 10. hentikan suction
nafas dan berikan
oksigen apabila
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2
airway managemen
1. buka jalan nafas,
gunakan teknik
chin, lift atau
jaw trust bila
perlu
2. posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. identifikasi
pasien perlunya
pemasangan alat
jalan nafas
buatan
4. pasang mayo
bila perlu
5. lakukan
fisioterapi dada
6. keluarkan lendir
dengan batuk
atau suction
7. auskultasi suara
nafas awasi
adanya suara
nafas tambahan
8. lakukan suction
pada mayo
9. berikan
bronkodilator
bila perlu
10. berikan
pelembab udara
kassa basah nacl
lembab
11. atur intake untuk
optimalkan
keseimbangan
12. monitor respirasi
dan status O2
2 Nyeri 1. pain level Pain managemen
Definisi : sensori yang 2. pain control 1. lakukan
tidak menyenangkan dan 3. comfort level pengkajian nyeri
pengalaman emosional kreteria hasil secara
yang muncul secara aktual 1. mampu mengontrol komperhensif
atau potensial kerusakan nyeri (tahu penyebab termasuk lokasi,
jaringan atau nyeri, mampu karakteristik,
menggambarkan adanya menggunakan teknik durasi,
kerusakan. non farmakologi untuk frekwensi,
Batasan karakteristik : mengurangi nyeri) kualitas dan
1. laporan secara 2. melaporkan bahwa faktor presipitasi
verbal atau non nyeri berkurang dengan 2. observasi reaksi
verbal menggunakan nonverbal dari
2. fakta dari observasi manajemen nyeri ketidaknyamana
3. gerakan melindungi 3. mampu mengenali n
4. tingkah laku nyeri (skala nyeri, 3. gunakan teknik
berhati-hati intensitas, frekwensi komunikasi
5. gangguan tidur dan tanda nyeri) terapeutik untuk
6. gelisah, perubahan 4. menyatakan rasa mengetahui
tekanan darah, nyaman setelah nyeri pengalaman
7. perubahan dalam berkurang nyeri pasien
nafsu makan 5. tanda vital dalam 4. kaji kultur yang
faktor yang berhubungan : rentang batas normal mempengaruhi
agen injury (biologi, kimia, (Td: 110/60- nyeri pasien
fisik,psikologis) 120/80mmhg, RR: 18- 5. evaluasi
24x/menit, N: 60- pengalaman
80x/menit, S: 36- nyeri masa
37,5oC lampau
6. kurangi faktor
presipitasi nyeri
7. pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri (non
farmakologi,
dan
farmakologi)
8. ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
9. berikan
analgesik untuk
mengurangi
nyeri
10. kolaborasi
dengan dokter
jika keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
analgesik administration
1. tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekwensi
3. cek riwayat
alergi
4. pilih analgesik
yang di perlukan
untuk kombinasi
dari analgesik
lebih dari satu
5. tentukan
anallgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
6. tentukan
analgesik pilihan
rute, dosis,
7. pilih rute
pemerian secara
IV,IM untuk
pengobatan
secara teratur
8. monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
9. berikan
analgesik tepat
waktu terutama
saat nyeri hebat
10. evaluasi
efektifitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)
3 Hipertermia Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik Kreteria hasil: 1. monitor suhu
diatas rentang normal 1. suhu tubuh dalam sesering
Batasan karakteristik: rentang normal (36- mungkin
1. kenaikan suhu 37oC) 2. monitor iwl
tubuh diatas rentang 2. Nadi dan RR dalam 3. monitor warna
normal rentang normal (N: 60- dan suhu tubuh
2. serangan atau 80x/menit, RR: 18- 4. monitor tekanan
konvulsi (kejang) 24x/menit) darah, nadi, dan
3. kulit kemerahan 3. tidak ada perubahan RR
4. perubahan RR warna kulit dan tidak 5. monitor
5. takikardi ada pusing , merasa penurunan
6. saat disentuh teraba nyaman kesadaran
hangat 6. monitor WBC,
faktor yang berhubungan: Hb, dan HCT
1. penyakit/trauma 7. monitor intake
2. peningkatan dan out put
metabolisme 8. berikan
3. aktivitas yang antipiretik
berlebih 9. berikan
4. pengaruh pengobatan
medikasi/anastesi untuk mengatasi
5. terpapar demam
dilingkungan yang 10. selimuti pasien
panas 11. berikan cairan
6. dehidrasi intravena
7. pakaian yang tidak 12. kompres pasien
tepat pada lipatan
paha dan aksila
13. tingkatkan
sirkulasi udara
14. berikan
pengobatan
untuk mencegah
mengigil
temperatur regulation
1. monitor suhu
tiap 2 jam
2. monitor tekanan
darah, nadi dan
RR
3. monitor warna
kulit dan suhu
kulit
4. tingkatkan
intake cairan
dan nutrisi
5. berikan
antipiretik bila
perlu
4 Ansietas berhubungan Anxiety control Anxiety reduction
dengan kurang Coping (penurun kecemasan)
pengetahuan dan Kreteria Hasil: 1. gunakan
hospitalisasi 1. klien mampu pendekatan yang
Definisi: mengidentifikasi dan menenangkan
Perasaan gelisah yang tidak mengungkapkan gejala 2. jelaskan semua
jelas dari ketidaknyamanan cemas tentang prosedur
atau ketakutan disertai 2. mengidentifikasi, dan apa yang
respon autonom. mengungkapkan, dan dirasakan
Di tandai dengan ; menunjukkan teknik selama prosedur
1. gelisah untuk mengontrol 3. temani pasien
2. insomnia cemas untuk
3. resah 3. vital sign dalam batas memberikan
4. ketakutan normal keamanan dan
5. sedih 4. postur tubuh, ekspresi mengurangi
6. fokus pada diri wajah, bahasa tubuh, takut
7. kekhawatiran dan tingkat aktivitas 4. dorong keluarga
8. cemas menunjukkan untuk menemani
berkurangnya 5. dengarkan
kecemasan dengan penuh
perhatian
6. bantu pasien
dalam mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
7. dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan dan
persepsi
8. instruksikan
pasien untuk
menggunakan
teknik relaksasi
9. berikan obat
untuk
mengurangi
tingkat
kecemasan
5 Resiko infeksi 1. immune status Infection control
Definisi : peningkatan 2. knowledge :infection (kontrol infeksi)
resiko masuknya organisme control 1. bersihkan
patogen 3. risk control lingkungan
Faktor-faktor resiko: Kreteria hasil : setelah dipakai
1. prosedur infasif 1. klien bebas dari tanda pasien lain
2. kurang pengetahuan gejala infeksi 2. pertahankan
untuk menghindari 2. mendeskripsikan teknik isolasi
patogen proses penularan 3. batasi
3. trauma penyakit, faktor yang pengunjung bila
4. kerusakan jaringan mempengaruhi perlu
dan peningkatan penularan serta 4. instruksikan
paparan lingkungan penatalaksanaannya bagi pengunjung
patogen 3. menunjukkan mencuci tangan
5. malnutrisi kemampuan untuk saat berkunjung
6. imunosupresi mencegah timbulnya 5. gungakan sabun
7. tidak adekuat infeksi anti mikroba
pertahanan 4. jumlah leukosit dalam saat mencuci
sekunder batas normal tangan
(penurunan Hb, 5. menunjukkan perilaku 6. cuci tangan
leukopenia, hidup sehat sebelum dan
penekanan respon sesudah
inflamasi) melakukan
8. tidak adekuat tindakan
pertahanan tubuh keperawatan
primer (kulit tidak 7. gunakan baju
utuh, trauma dan sarung
jaringan, penurunan tangan sebagai
kerja silia, pelindung
penurunan sekresi 8. pertahankan
PH teknik aseptik
9. penyakit kronik saat pemasangan
alat
infection protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1. monitor tanda
dan gejala
infeksi sistemik
dan lokal
2. monitor hitung
granulosit, WBC
3. monitor
kerentanan
terhadap
penyakit
menular
4. pertahankan
teknik asepsis
pada pasien
yang beresiko
5. pertahankan
teknik isolasi
jika perlu
6. berikan
perawatan kulit
pada area
epidema
7. inspeksi kulit
dan membran
mukosaterhadap
kemerahan
8. inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
9. instruksikan
pasien minum
antibiotik sesuai
dengan resep
10. ajarkan pasien
untuk mencegah
infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Agus P, dkk : Kedaruratan Medik : Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010

Daley eMedicine – Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS, 2016 available at
URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm

Doenges M.E. (2010) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care ,Philadelpia,
F.A. Davis Company.

Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 : Luka, Trauma, Syok,
Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta, Mei 2010.

Anda mungkin juga menyukai