Anda di halaman 1dari 43

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

(SYOK HIPOVOLEMIK)

Dosen : Ibu Anisa Purnamasari, S. Kep, Ns, M. Kep

Di Susun Oleh :

NAMA :ALDIN
NIP : P201902026
KELAS : T3

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MANDALA WALUYA KENDARI
S1-KEPERAWATAN
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan tugas Keperawatan Gawat Darurat (Gadar) ini dengan

judul “Syok hipovolemik”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penulisan banyak

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung.

Untuk itu penulis dengan tulus dan ikhlas dan rasa hormat mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Anisa Purnamasari, S. Kep, Ns, M.

Kep selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang telah banyak

memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis dalam menyempurnakan

tugas ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

dan penulisan Tugas ini. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis

mengharapkan segala kritik dan saran dari semua pihak, untuk

menyempurnakannya.

Kendari, 28 Desember 2019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHALUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 4

BAB II LITERATURE REVIEW


Literature Review ................................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN


A. Konsep Dasar Medis .............................................................................. 21
B. Konsep Dasar Keperawatan .................................................................. 29

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 37
B. Saran ....................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN JURNAL

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit

tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya

standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan

kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan

gawat darurat dengan respons time yang cepat dan tepat (KepMenKes,

2009). Sebagai salah satu penyedia layanan pertolongan, dokter dituntut

untuk dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat agar dapat

menangani kasus-kasus kegawatdaruratan (Herkutanto, 2007; Napitupulu,

2015).

Salah satu kasus kegawat daruratan yang memerlukan tindakan segera

adalah syok. Syok merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai

tidak adekuatnya transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh

gangguan hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa

penurunan tahanan vaskuler sistemik, berkurangnya darah balik, penurunan

pengisian ventrikel, dan sangat kecilnya curah jantung. Berdasarkan

bermacam-macam sebab dan kesamaan mekanisme terjadinya, syok dapat

dikelompokkan menjadi empat macam yaitu syok hipovolemik, syok

distributif, syok obstruktif, dan syok kardiogenik (Hardisman, 2013).

Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah

secara akut (syok hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab

1
kematian tertinggi di negara-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi.

Salah satu penyebab terjadinya syok hemoragik tersebut diantaranya adalah

cedera akibat kecelakaan. Menurut World Health Organization (WHO)

cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta

kematian diseluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang

mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang

lengkap mencapai 6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang

mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang

memadai mencapai 36% (Diantoro, 2014).

Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita dengan perdarahan karena

kasus obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai 500.000

per tahun dan 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagian

besar penderita syok hipovolemik akibat perdarahan meninggal setelah

beberapa jam terjadinya perdarahan karena tidak mendapat penatalaksanaan

yang tepat dan adekuat. Diare pada balita juga merupakan salah satu

penyebab terjadinya syok hipovolemik. Menurut WHO, angka kematian

akibat diare yang disertai syok hipovolemik pada balita di Brazil mencapai

800.000 jiwa. Sebagian besar penderita meninggal karena tidak mendapat

penanganan pada waktu yang tepat (Diantoro, 2014).

Sedangkan insiden diare yang menyebabkan syok hipovolemik pada

balita di Indonesia 6,7%. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah

Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%),

dan Banten (8,0%) (Riskesdas, 2013).

2
Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif yang

berlebihan dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output,

dan memperburuk keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting,

kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merugikan bagi pasien yang

menderita syok hipovolemik (Kolecki dkk, 2014). Pemberian cairan

merupakan salah satu hal yang paling umum yang dikelola setiap hari di unit

perawatan rumah sakit dan Intensive Care Unit (ICU), dan itu adalah prinsip

inti untuk mengelola pasien dengan syok hipovolemik (Yildiz, 2013; Annane,

2013).

Apabila syok hipovolemik berkepanjangan tanpa penanganan yang

baik maka mekanisme kompensasi akan gagal mempertahankan curah

jantung dan isi sekuncup yang adekuat sehingga menimbulkan gangguan

sirkulasi/perfusi jaringan, hipotensi, dan kegagalan organ. Pada keadaan ini

kondisi pasien sangat buruk dan tingkat mortalitas sangat tinggi. Apabila

syok hipovolemik tidak ditangani segera akan menimbulkan kerusakan

permanen dan bahkan kematian. Perlu pemahaman yang baik mengenai syok

dan penanganannya guna menghindari kerusakan organ lebih lanjut

(Danusantoso, 2014).

Oleh karena itu, sebagai calon dokter dan tenaga yang terampil, dokter

muda perlu membekali dirinya dengan pengetahuan yang baik berhubungan

dengan syok hipovolemik agar dokter muda dapat menangani syok

hipovolemik dengan cepat dan tepat untuk menghindari komplikasi dan

bahkan kematian (Napitupulu, 2015).

3
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengankat

kasus syok hipovolemik sebagai kasus pembahasan pada tugas yang

diberikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah

dikemukakan sebelumnya, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas

adalah konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan syok hipovolemik.

4
BAB II
LITERATURE REVIEW

Population Method & Benefit for


No Author/year Tittle Result Conclusion Limitation
and sample Analysis the future
(Soedjono Evaluation Penelitian ini Metode yang EVLWI tidak Penggunaan Kelemahan Untuk
& dkk, of dilakukan pada di gunakan menunjukkan edema ventilator dalam mengembang
2019) ventilator 5 anak babi adalah metode paru. Penurunan mekanik sebagai penelitian kan
on lung jantan eksperimen VTE yang signifikan penunjang tidak ini adalah penatalaksan
profile of dengan tanpa perubahan memperburuk sampel aan yang
piglets (Sus menunggunak signifikan pada kondisi yang di lebih tepat
scrofa) in an 5 (lima) EVLWI, PIP, dan hipovolemik dan gunakan pada kasus
hypovolemi anak babi RR telah aman digunakan merupakan syok
c shock jantan dalam mengindikasikan selama profil hewan hipovolemik
treated with penelitian ini pernapasan yang paru tidak yaitu 5 dimasa yang
hypervolem sebagai model dangkal dalam diindikasikan (lima) anak akan datang.
ic syok, dan ada kondisi syok. Oleh memiliki cedera babi yang
1
crystalloid 4 (empat) fase karena itu, parameter paru-paru. tentunya
resuscitatio pengobatan : PVPI tidak dapat sedikit atau
n Stabilisasi, digunakan sebagai banyak
syok parameter untuk hasilnya
pendarahan, permeabilitas kapiler akan
resusitasi karena formulasinya berbeda
normovolemik tidak memperkuat jika di
dan resusitasi hasil data dalam lakukan
hipervolemik. kondisi guncangan. pada
Perangkat ventilator manusia.
dapat mencegah
peningkatan EVLWI,

5
dan penggunaan
ventilator tidak
memperburuk
kondisi pasien
selama resusitasi
kristaloid.

(Bulger & Out-of- Kriteria inklusi Metode yang Sebanyak 853 pasien Di antara pasien Atas Untuk
Dkk, 2011) hospital : pasien yang di gunakan yang dirawat yang terluka rekomenda mengembang
Hypertonic terluka, usia ≥ adalah metode terdaftar, di dengan syok si dari kan
Resuscitati 15 tahun penelitian antaranya 62% hipovolemik, dewan pemberian
on After dengan syok pedekatan dengan trauma perawatan pemantaua cairan
Traumatic hipovolemik studi kasus tumpul, 38% dengan cairan resusitasi n data dan hipertonik di
Hypovolem (tekanan darah dengan penetrasi. Tidak ada awal dengan HS keselamata luar rumah
ic Shock sistolik ≤ 70 menunggunak perbedaan dalam atau HSD n, sakit akan
mm Hg atau an pasien yang kelangsungan hidup dibandingkan penelitian meningkatka
tekanan darah terluka, usia ≥ 28 hari — HSD: dengan NS, dihentikan n
sistolik 71-90 15 tahun 74,5% (0,1; interval tidak lebih awal kelangsunga
mmHg dengan dengan syok kepercayaan 95% menghasilkan (23% dari n hidup
2
denyut jantung hipovolemik [CI], −7,5 hingga kelangsungan ukuran setelah
≥ 108 denyut (tekanan darah 7,8); HS: 73,0% hidup 28 hari sampel cedera parah
per menit). sistolik ≤ 70 (.41,4; 95% CI, yang superior. yang dengan syok
mm Hg atau −8,7–6,0); dan NS: Namun, diusulkan) hemoragik.
tekanan darah 74,4%, P = 0,91. Ada interpretasi karena Dan
sistolik 71-90 mortalitas yang lebih temuan ini kesia-siaan mengembang
mmHg dengan tinggi untuk dibatasi oleh dan potensi kan tindakan
denyut jantung subkelompok penghentian masalah pemberian
≥ 108 denyut postrandomisasi awal keselamata cairan
per menit). pasien yang tidak persidangan. n. hipertonik
menerima transfusi Pendaftaran Uji yang
darah dalam 24 jam Klinis: Clinical memiliki

6
pertama, yang Trials.gov, manfaat
menerima cairan NCT00316017] potensial
hipertonik dalam
dibandingkan dengan resusitasi
NS [mortalitas 28
hari — HSD: 10%
(5,2; 95% CI, 0,4-
10,1) ); HS: 12,2%
(7,4; 95% CI, 2,5-
12,2); dan NS: 4,8%,
P <0,01].

(Ayadi & Vital Sign Sampel yang Studi ini, yang Status demografi dan Untuk wanita Data yang Untuk
Dkk, 2016) Prediction di gunakan di dasarkan peserta pada saat dengan syok di analisis mengembang
of Adverse dalam pada tingkat entri studi disajikan hipovolemik pada kan
Maternal penelitian ini tersier, pada Tabel 1. Usia akibat penelitian kemampuan
Outcomes adalah 967 ibu mengikuti rata-rata peserta perdarahan ini sebagian bagi perawat
in Women hamil yang desain kuasi- penelitian adalah obstetrik, indeks kebanyakan untuk
with beresiko eksperimental 28,3 (SD 6,4) dan syok secara bersumber memberikan
Hypovolem mengalami di mana paritas rata-rata konsisten pada perawatan
ic Shock: syok periode pra- adalah 2 (IQR 1-4). merupakan keluarga yang
3 The Role of hipovolemik intervensi Pada awal studi, prediktor kuat atau orang kompeten
Shock saat persalinan sementara di median perkiraan dari semua hasil tua pasien pada ibu
Index ikuti oleh kehilangan darah yang merugikan. hamil untuk
periode adalah 1000 mL Dalam fasilitas mengurangi
intervensi (IQR 750-1500). tingkat rendah resiko syok
NASG, dan Sebagian besar dalam hipovolemik
satu adalah uji peserta memasuki pengaturan saat
coba kontrol studi dalam sumber daya persalinan
kelompok- kesadaran normal rendah, penulis
acak (CRCT) (57,7%) dan 41,6% merekomendasi

7
aplikasi NASG telah mengubah kan ambang
di primer. kesadaran. Etiologi batas indeks
tingkat perdarahan yang kejut 0,9 yang
puskesmas, paling umum adalah menunjukkan
sebelum atonia uteri (32,9%), kebutuhan untuk
dipindahkan komplikasi aborsi rujukan, 1,4
ke fasilitas menunjukkan
tersier untuk kebutuhan
mendapatkan mendesak untuk
perawatan intervensi di
definitif. fasilitas tersier
dan 1,7
menunjukkan
kemungkinan
tinggi hasil yang
merugikan.
Perangkat tanda
tanda vital
menggabungkan
nilai 0,9 dan 1,7;
namun, semua
ambang batas
akan divalidasi
secara
prospektif dan
jalur klinis
untuk tindakan
yang sesuai
dengan
pengaturan yang
ditetapkan

8
sebelum
implementasi
klinis.
(Giuliani & Hypovolem Seorang Metode : Selama kontrol MR Dalam kasus Dalam Untuk
Dkk, 2019) ic shock wanita 72 Penulis reguler, pasien penulis, penulis penelitian mengembang
after pelvic tahun yang melaporkan mengembangkan dihadapkan ini hanya kan
radiotherap menjalani kasus seorang reaksi anafilaksis dengan menggunak perawatan
y. A rare ovariektomi wanita berusia terhadap degenerasi an 1 (satu) yang
combinatio kiri untuk kista 72 tahun, yang Gadolinium, dan anatomi panggul sampel optimal,
n leading to ovarium. terkena setelah itu iskemia yang cepat dan yaitu penyelesaian
a karsinoma sel rectosigmoid dengan parah yang wanita 72 penilaian
devastating skuamosa total nekrosis dinding ditentukan oleh tahun. menyeluruh
complicatio dubur. Dia rektum posterior jumlah pada pasien
n menjalani didiagnosis dan perubahan syok
kemoterapi, diobati dengan vaskular setelah hipovolemik
dan kemudian prosedur Hartmann. syok
radioterapi, hipovolemik dan
4
dengan hasil perubahan
yang baik. jaringan panggul
setelah
radioterapi.
Tampaknya
penting untuk
tidak
meremehkan
hasil
eksponensial
dari kombinasi
peristiwa yang
tidak biasa
serupa.

9
(Lelbowitz & Treatment Sampel yang Metode yang Pada 60 menit, Dalam Kelemahan Untuk
Dkk, 2018) of combine di gunakan di gunakan parameter penelitian ini, dalam mengembang
d traumatic dalam dalam hemodinamik penulis penelitian kan
brain injury penelitian ini penelitin ini membaik menemukan ini adalah penatalaksan
and hemorr adalah 40 tikus adalah dibandingkan dengan bahwa resusitasi sampel aan yang
hagic shock jantan lewis eksperimntal kontrol, tetapi tidak ringan dengan yang di lebih tepat
with fractio pada 40 tikus berbeda secara tujuan gunakan pada kasus
nated blood jantan lewis signifikan antara memulihkan merupakan syok
products kelompok perlakuan. MAP hingga 80 hewan hipovolemik
versus fresh Tingkat mmHg (yang yaitu 40 dimasa yang
whole kelangsungan hidup lebih rendah tikus lewis akan datang
blood pada 48 jam adalah dari baseline) yang
in a rat 100% untuk kedua dengan FWB, tentunya
model kelompok yang memberikan sedikit atau
5 diresusitasi ringan stabilitas banyak
(MABP 80 mmHg) hemodinamik hasilnya
dengan FWB dan yang lebih baik akan
RBC + plasma. Hasil dan berbeda
neurologis terbaik kelangsungan jika di
ditemukan pada hidup. Namun, lakukan
kelompok yang hasil neurologis pada
diresusitasi ringan terbaik manusia.
dengan FWB dan ditemukan pada
lebih baik bila kelompok yang
dibandingkan dengan diresusitasi
resusitasi dengan dengan FWB.
RBC + plasma Dengan
dengan tujuan demikian,
MABP yang sama penulis

10
(FWB: Neurological menyarankan
Severity Score (NSS) bahwa resusitasi
6 ± 2, RBC + dengan FWB
plasma: NSS 10 ± 2 , adalah modalitas
p = 0,02). yang layak
dalam skenario
syok
hipovolemik
TBI +
gabungan, dan
dapat
menghasilkan
hasil yang lebih
baik
dibandingkan
dengan produk
darah komponen
bebas-platelet.

(Schiffner & Pulmonary Sampel yang Metode : 12 Hipovolemia dan The main Kelemahan Untuk
Dkk, 2018) hemodyna di gunakan domba secara syok menyebabkan conclusion of dalam mengembang
mic dalam acak penurunan PAP dan this study is that penelitian kan
effectsand penelitin ini ditugaskan PCW yang serupa cardiopulmonar ini adalah penatalaksan
pulmonary adalah 12 untuk pada kedua y adaption sampel aan yang
arterial domba kelompok kelompok (p ≤ mechanisms are yang di lebih tepat
6
compliance palsu atau 0,001). CO, SV dan not critically gunakan pada kasus
during serelaxin (30 g PAcompl menurun altered by merupakan syok
hypovolemi / kg serelaxin) hanya pada serelaxin hewan hipovolemik
c shock and dan menjalani kelompok kontrol (p administration yaitu 12 dimasa yang
reinfusion kateterisasi ≤ 0,05) dan tetap during severe domba akan datang
with human jantung kanan. lebih tinggi pada hypovolemia yang

11
relaxin-2 50% dari total kelompok yang and tentunya
(serelaxin) volume darah diobati dengan retransfusion. sedikit atau
treatment in yang serelaxin. Hasil banyak
a sheep diperkirakan penelitian ini hasilnya
model dikeluarkan menunjukkan bahwa akan
untuk pengobatan serelaxin berbeda
menginduksi tidak secara negatif jika di
hipovolemia, memengaruhi lakukan
dan kemudian parameter pada
ditransfusikan hemodinamik selama manusia.
kembali 20 syok hipovolemik.
menit
kemudian
(reinfusi). Gas
darah, detak
jantung,
saturasi
oksigen arteri
perifer dan
paru, sistolik,
diastolik, dan
nilai rata-rata
dari kedua
tekanan arteri
pulmonal
(PAP) dan
tekanan baji
kapiler paru
(PCW) diukur.
Output jantung
(CO),

12
resistensi
pembuluh
darah paru
(PVR),
kepatuhan
arteri paru
(PAcompl)
dan resistensi
pembuluh
darah sistemik
(SVR)
dihitung.

(Tobriner, Hepatic Sampel yang Metode : Heterogenitas hati Peningkatan Pertama, Untuk
Enslow, & Heterogene di gunakan Penelitian median adalah 16,8 heterogenitas positif mengembang
Nelson, ity and adalah 73 retrospektif HU (IQR: 10,7-23,4) hepatik dapat palsu dapat kan
2018) Attenuation pasien (usia melibatkan 73 untuk kelompok merupakan membatasi penatalaksan
on rata-rata 33 pasien (usia HSC dan 9,0 HU penanda objektif spesifisitas aan yang
Contrast- tahun) dengan rata-rata 33 (IQR: 7,0-10,4) HSC yang untuk lebih tepat
Enhanced hipoperfusi tahun) dengan untuk kontrol (P bekerja dengan heterogenit pada kasus
CT in syok kompleks hipoperfusi <0,001). Area di cara yang serupa as hepatik. syok
Patients syok kompleks bawah kurva adalah dengan tanda- Kedua, hipovolemik
7
With the (HSC) pada 0,79, dan ambang 30 tanda lain yang populasi dimasa yang
Hypovolem CT (kasus) HU menghasilkan telah mapan. penulis akan datang
ic Shock dan 100 pasien spesifikasi 100%. Sebagai termasuk
Complex: (usia rata-rata Atenuasi hepar perbandingan, pasien
Objective 43 tahun) median tidak berbeda hipoattenuasi dengan 2
Classificati dengan CT secara signifikan hati secara atau lebih
on Using a scan trauma antara HSC dan keseluruhan tanda-tanda
Contempor negatif kelompok kontrol, adalah indikator HSC.
ary Cohort (kontrol). dengan area di yang buruk dari Ketiga, ada

13
Heterogenitas bawah kurva 0,56. HSC. batasan
hati dihitung praktis
dengan untuk
menggunakan menggunak
wilayah minat an tanda
yang diukur ini;
secara heterogenit
konsisten as hanya
(ROI) untuk dapat
mengukur 2 dihargai
area tertinggi pada nilai
dan 2 terendah 30 HU atau
kepadatan lebih, yang
hepatik (dalam membatasi
satuan bidang sensitivitas
Houns [HU]). dalam
Perbedaan pengaturan
antara rata-rata klinis.
2 ROI
tertinggi dan 2
terendah
dianggap
sebagai
heterogenitas.
Atenuasi
dihitung
dengan
menggunakan
rata-rata 3 ROI
yang
ditempatkan

14
secara acak.
Baik
heterogenitas
dan atenuasi
kemudian
dibandingkan
antara kasus
dan kontrol.

(Annane & Effects of Sampel yang Motode yang Dalam 28 hari, ada Di antara pasien Dalam Diharapkan
Dkk, 2013) Fluid di gunakan di gunakan 359 kematian ICU dengan penelitian dapat
Resuscitati dalam adalah uji coba (25,4%) pada hipovolemia, ini menjadi
on With penelitian ini pragmatis, kelompok koloid vs penggunaan memerluka bahan
Colloids vs adalah 2857 internasional, 390 kematian koloid vs n waktu referensi
Crystalloid pasien ICU acak yang (27,0%) pada kristaloid tidak yang cukup baru untuk
s on dilakukan kelompok kristaloid menghasilkan lama untuk penatalaksan
Mortality in dalam 2 (risiko relatif [RR], perbedaan yang mendapatk aan syok
Critically kelompok 0,96 [95% CI, 0,88 signifikan dalam an sampel hipovolemik
Ill Patients paralel. hingga 1,04]; P = mortalitas 28 2857 pasien dengan
Presenting 0,26). Dalam 90 hari, hari. Meskipun yaitu 8 menggunkan
8
With ada 434 kematian mortalitas 90 tahun untuk koloid dan
Hypovolem (30,7%) pada hari lebih mendapatk kristaloid di
ic Shock kelompok koloid vs rendah di antara an hasil masa yang
493 kematian pasien yang penelitian akan datang
(34,2%) pada menerima yang
kelompok kristaloid koloid, temuan signifikan
(RR, 0,92 [95% CI, ini harus
0,86 hingga 0,99]; P dianggap
= 0,03). Terapi sebagai
penggantian ginjal eksplorasi dan
digunakan pada 156 memerlukan

15
(11,0%) pada studi lebih lanjut
kelompok koloid vs sebelum
181 (12,5%) pada mencapai
kelompok kristaloid kesimpulan
(RR, 0,93 [95% CI, tentang
0,83-1,03]; P = 0,19). kemanjuran.
Ada lebih banyak
hari hidup tanpa
ventilasi mekanik
dalam kelompok
koloid vs kelompok
kristaloid dengan 7
hari (rata-rata: 2,1 vs
1,8 hari, masing-
masing; perbedaan
rata-rata, 0,30 [95%
CI, 0,09 hingga 0,48]
hari; P = 0,01) dan
oleh 28 hari (rata-
rata: 14,6 vs 13,5
hari; perbedaan rata-
rata, 1,10 [95% CI,
0,14 hingga 2,06]
hari; P = 0,01) dan
terapi
tanpavasopresor
hidup selama 7 hari
(rata-rata: 5,0 vs 4,7
hari; perbedaan rata-
rata, 0,30 [95% CI,
−0,03 hingga 0,50]

16
hari; P = 0,04) dan
28 hari (rata-rata:
16,2 vs 15,2 hari;
perbedaan rata-rata,
1,04 [95% CI,
.040,04 hingga 2,10]
hari; P = ,03) .

(Mutschler & Renaissanc Sampal yang Metode : Dengan BD mungkin Dalam Diharapkan
Dkk, 2013) e of base di gunakan Antara tahun memburuknya BD, lebih baik penelitian tindakan
deficit for dalam 2002 dan skor keparahan daripada ini penatalaksan
the initial penelitian ini 2010, 16.305 cedera (ISS) klasifikasi membutuhk aan pada
assessment adalah 16.305 pasien diambil meningkat dalam ATLS saat ini an waktu pasien
of trauma pasien dari basis data pola langkah- dari syok yang cukup dengan syok
patients: a TraumaRegist bijaksana dari 19,1 hipovolemik lama yaitu hipovolemik
base er DGU®, (± 11,9) di kelas I dalam 8 tahun mendapatkan
deficit- diklasifikasika menjadi 36,7 (± mengidentifikasi untuk tindakan
based n menjadi 17,6) di kelas IV, adanya syok mendapatk yang lebih
classificatio empat strata sementara kematian hipovolemik dan an target tepat di masa
9 n for perburukan meningkat secara pada risiko sampel yang akan
hypovolemi BD [kelas I paralel dari 7,4% stratifikasi yang di datang
c shock (BD ≤ 2 mmol menjadi 51,5%. pasien yang butuhkan dengan
developed / l), kelas II Penurunan rasio membutuhkan dalam adanya
on data (BD> 2,0 hemoglobin dan transfusi produk penelian, penelitian-
from hingga 6,0 protrombin serta darah awal. hasil penelitian
16,305 mmol / l), jumlah transfusi dan penelitianp seperti ini.
patients kelas III (BD> resusitasi cairan un tidak
derived 6,0-10 mmol / paralel dengan begitu
from the l) dan kelas IV peningkatan signifikan.
TraumaReg (BD> 10 frekuensi syok
ister DGU mmol / l)] dan hipovolemik dalam

17
dinilai untuk empat kelas. Jumlah
demografi, unit darah yang
karakteristik ditransfusikan
cedera, meningkat dari 1,5 (±
persyaratan 5,9) pada pasien
transfusi, dan kelas I menjadi 20,3
resusitasi (± 27,3) pada pasien
cairan. kelas IV. Tingkat
Klasifikasi transfusi masif
berbasis BD meningkat dari 5% di
baru ini kelas I menjadi 52%
divalidasi di kelas IV.
dengan Klasifikasi
klasifikasi hipovolemik syok
ATLS saat hipovolemik yang
syok baru diperkenalkan
hipovolemik. memperkenalkan
persyaratan transfusi,
transfusi masif dan
angka kematian
secara signifikan
lebih baik
dibandingkan dengan
klasifikasi ATLS
konvensional syok
hipovolemik (p
<0,001).

(Soliman, Clinical Sampel yang Pasien dan Menurut Tabel 1: Kita perlu Dalam Untuk
10 Mohamad, & audit on di gunakan metode penelitian ini mematuhi penelitian mengetahui
Moham, pediatric dalam Penelitian ini mencakup 20 (40%) pedoman ini tidak kasus apa

18
2019) hypovolemi penelitian ini melibatkan 50 kasus laki-laki, 30 internasional menjelaska saja yang
c shock adalah 50 pasien di (60%) kasus adalah sebagai standar n menimbulka
pasien di Rumah Sakit perempuan, 33 kasus rujukan untuk bagaimana n masalah
Rumah Sakit Universitas (66%) kasus dari menghindari cara syok
Universitas Anak Assiut; daerah pedesaan, dan penggunaan penanganan hipovolemik
Anak Assiut; semuanya 17 (34%) kasus dari jalur manajemen gastroenteri dan
semuanya memiliki perkotaan daerah. yang tidak perlu tis yang bagaimana
memiliki kriteria syok Menurut Tabel 2: 50 dan untuk merupakan cara
kriteria syok hipovolemik (100%) kasus diare, mengurangi salah satu penanganany
hipovolemik akibat 46 (92%) kasus tingkat kematian faktor syok a sehingga
akibat gastroenteritis. muntah, 50 (100%) akibat syok hipovolemi menjadi
gastroenteritis. kasus mengalami hipovolemik k bahan
ekstremitas dingin, anak akibat referensi di
40 (80%) kasus gastroenteritis. masa yang
mengalami membran akan datan
mukosa kering, 11 untuk
(22%) kasus ingin menyusun
minum, 39 (100%) tindakan
kasus takikardik, 40 penatalaksan
(80%) kasus aan yang
memiliki tekanan lebih tepat
darah rendah, 47 pada kasus
(94%) kasus syok
menunda pengisian hipovolemik
kapiler, 48 (96%) berdasarkan
kasus menunda penyebabnya
turgor kulit, 10 .
(20%) kasus sadar,
33 (66%) kasus lesu,
dan tujuh (14%)
kasus mudah

19
tersinggung. Menurut
Tabel 3–5: gambar
darah dilakukan
untuk 44 (44%)
kasus, fungsi ginjal
dilakukan untuk 40
(80%) kasus,
elektrolit serum
dilakukan untuk 48
(96%) kasus, dan gas
darah arteri
dilakukan untuk 35
(70%) kasus (Gbr.
1).

20
BAB III
PEMBAHASAN

I. Konsep Dasar Medis Syok Hipovolemik

A. Definisi

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah

arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.

Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah

jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Jika salah satu dari

ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan

kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri normal

sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok

berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika

hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan

asidosis laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi

disfungsi otak dan otot jantung (Mansjoer, 2001). Syok hipovolemik merujuk

keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat

sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat

(Smeltzer, 2001).

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi

sirkulasi yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi

jaringan, dengan akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian

Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok

adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok

merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan

21
pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif (Ashadi,

2001).

B. Etiologi

Menurut Toni Ashadi (2006), Syok hipovolemik yang dapat

disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada :

1. Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir

keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik

terganggu.

2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan

darah yang besar. Misalnya : fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml

perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.

3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan

protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

a. Gastrointestinal : peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

b. Renal : terapi diuretik, krisis penyakit Addison

c. Luka bakar (kombutsio) dan anafilaksis

C. Derajat Syok

1. Syok Ringan

Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital

seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat

hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan

jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu,

produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik

tidak ada atau ringan.

22
2. Syok Sedang

Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,

ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama

seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin

kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi

kesadaran relatif masih baik.

3. Syok Berat

Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme

kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ

vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah

lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-

tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

D. Patofisiologis

Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan

mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut : sistem hematologi,

kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan

akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh

darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet

diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk

bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak

menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin

dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk

23
menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang

sempurna.

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok

hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan

kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini

terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang

dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus

aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga

berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan

mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.

istem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan

sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi

menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2

efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok

hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi

aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada

reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan

meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan

dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan

darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi

natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH

24
menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus

distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle. (Komite Medik, 2000)

E. Manifestasi klinik

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan

hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali

dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut (Toni Ashadi,

2006) adalah :

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian

kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

2. Takhikardi : peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon

homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran

darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan

aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

3. Hipotensi : karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah

sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang

esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah

otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70

mmHg.

4. Oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.

Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain:

analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3,

BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien

25
yang mengalami trauma) dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan

tipenya dan dilakukan pencocokan. Pemeriksaan Penunjang lainnya :

1. Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala

hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber

perdarahan.

2. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan

ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta

abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya

dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto

polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau

Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien

tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.

3. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia

subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah

dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan

yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan

ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada

pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah

dilaporkan.

4. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari

foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography,

aortografi, atau CT-scan dada.

5. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST

(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada

26
pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada

pasien yang stabil.

G. Penatalaksanaan

Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk

hampir semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita

menderita syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok

disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan

dasar yang harus dipegang ialah menghentikan perdarahan dan mengganti

kehilangan volume.

Rumus penghitungan :

Estimated Blood Volume


Perkiraan volume darah pasien

70 x BB (kg) 20 x BB (kg)

Pada orang dewasa Pada Anak


Estimated Blood Lost
Menghitung cairan yang keluar
Rumus Pemberian Resusitasi Cairan
Persentase kehilangan x EBV

cairan boleh diberikan dalam 2-4 kali


dari jumlah EBL

Penghitungan maintenance untuk dewasa *


30-60 cc/kgBB/hari atau 1.5 ml/kg/jam

Penghitungan maintenance untuk anak-anak *


10 kg pertama x 4 cc / kg/jam 10 kg pertama x 100 cc / kg/hari
10 kg kedua x 2 cc / kg/jam 10 kg kedua x 50 cc / kg/hari
Kg selanjutnya x 1 cc / kg/jam Kg selanjutnya x 20 cc / kg/hari

27
diberikan 2 kali dalam 24 jam. Dengan penghitungan yang pertama

diberikan selama 8 jam dan yang kedua diberikan selama 16 jam

Luka Bakar (baxter)


4 cc x BB (kg) x luas luk bakar (%)

Cairan sebagai resusitasi 24 jam diberikan untuk pasien luka bakar

dengan aturan : 8 jam pertama setengah dari kebutuhan cairan dan 116 jam

H. Pencegahan
a. Pencegahan primer :

1) Pemantauan ketat pasien yang beresiko mengalami defisit cairan

2) Membantu dalam penggantian cairan sebelum volume intravaskuler

menipis

3) Pemantauan tanda komplikasi dan efek samping pengobatan sedini

mungkin

4) Berikan transfusi darah pada pasien yang mengalami pendarahan

masif

5) Resusitasi segera untuk pasien luka bakar

b. Pencegahan sekunder :

1) Memastikan pemberian cairan dengan aman

2) Mendeteksi dan mendokumentasikan pemberian cairan

3) Memantau efek dari pemberian cairan tersebut

4) Pemberian oksigen pada pasin yang mengalami sesak

c. Pencegahan tersier :

1) Menganjurkan pasien untuk minum obat teratur.

2) Menganjurkan pasien untuk control kembali secara teratur.

28
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar

Cairan Elektrolit.

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian pada pasien dengan gangguan kebutuhan cairan dan

elektrolit meliputi riwayat perawatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang (Rahayu & Harnanto, 2016) :

1. Riwayat Keperawatan

Riwayat keperawatan dalam pemenuhan cairan dan elektrolit ditujukan/

difokuskan pada :

a. Faktor risiko terjadinya ketidak seimbangan cairan, elektrolit, dan

asam basa :

1) Usia : sangat muda, sangat tua

2) Penyakit kronik : kanker, penyakit kardiovaskuler (gagal

jantung kongestif), penyakit endokrin (cushing, DM),

malnutrisi, PPOK, penyakit ginjal (gagal ginjal progresif),

perubahan tingkat kesadaran

3) Trauma : cedera akibat kecelakaan, cedera kepala, combostio

4) Terapi : diuretik, steroid, terapi IV, nutrisi parental total

5) Kehilangan melalui saluran gastrointestinal : gastroenteritis,

pengisapan nasogastrik, fistula

b. Riwayat keluhan : kepala sakit/ pusing/ pening, rasa baal dan

kesemutan

c. Pola intake : jumlah dan tipe cairan yang biasa dikonsumsi,

riwayat anoreksia, kram abdomen, rasa haus yang berlebihan.

29
d. Pola eliminasi : kebiasaan berkemih, adakah perubahan baik

dalam jumlah maupun frekuensi berkemih, bagaimana karakteristik

urine, apakah tubuh banyak mengeluarkan cairan ?

Bila ya ! melalui apa ? Muntah, diare, berkeringat

2. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit. Pemeriksaan fisik meliputi :

a. Keadaan umum : iritabilitas, letargi, bingung, disorientasi

b. Berat badan

Timbang berat badan setiap hari untuk mengetahui risiko terkena

gangguan cairan dan elektrolit. Dengan demikian, retensi cairan

dapat dideteksi lebih dini karena 2,5–5 kg cairan tertahan di

dalam tubuh sebelum muncul edema. Perubahan dapat turun,

naik, atau stabil

c. Intake dan output cairan

Intake cairan meliputi per oral, selang NGT, dan parenteral.

Output cairan meliputi urine, feses, muntah, pengisapan gaster,

drainage selang paska bedah, maupun IWL. Apakah balance

cairan seimbang, positif atau negatif. Kaji volume, warna, dan

konsentrasi urine

d. Bayi : fontanel cekung jika kekurangan volume cairan, dan

menonjol jika kelebihan cairan

e. Mata :

1) Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada

30
2) Edema periorbital, papiledema

f. Tenggorokan dan mulut :

Membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-pecah dan kering,

saliva menurun, lidah di bagian longitudinal mengerut

g. Sistem kardiovaskular :

1) Inspeksi :

a) Vena leher : JVP/jugularis vena pressur datar atau distensi

b) Central venus pressure (CVP) abnormal

c) Bagian tubuh yang tertekan, pengisian vena lambat

2) Palpasi :

a) Edema : lihat adanya pitting edema pada punggung,

sakrum, dan tungkai (pre tibia, maleolus medialis,

punggung kaki)

b) Denyut nadi : frekuensi, kekuatan

c) Pengisian kapiler

3) Auskultasi :

a) Tekanan darah : ukur pada posisi tidur dan duduk, lihat

perbedaannya, stabil, meningkat, atau menurun.

b) Bunyi jantung : adakah bunyi tambahan

4) Sistem pernapasan : dispnea, frekuensi, suara abnormal

(creckles)

5) Sistem gastro intestinal :

a) Inspeksi : abdomen cekung/distensi, muntah, diare

31
b) Auskultasi : hiperperistaltik disertai diare, atau

hipoperistaltik

6) Sistem ginjal : oliguria atau anuria, diuresis, berat jenis urine

meningkat

7) Sistem neuromuscular :

a) Inspeksi : kram otot, tetani, koma, tremor

b) Palpasi : hipotonisit, hipertonisitas

c) Perkusi : refleks tendon dalam (menurun/ tidak ada,

hiperaktif/ meningkat)

8) Kulit :

a) Suhu tubuh : meningkat/ menurun

b) Inspeksi : kering, kemerahan

c) Palpasi : turgor kulit tidak elastik, kulit dingin dan lembab.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan elektrolit serum, hitung darah lengkap, kadar

kreatinin, berat jenis urine, analisis gas darah arteri.

B. Diagnosa Keperawatan

Kusnanto, (2016) diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai

berhubungan dengan keseimbangan cairan dan elektrolit baik yang aktual

ataupun merupakan resiko tinggi (potensial) adalah sebagai berikut :

a. Kekurangan cairan berhubungan dengan :

1) Kehilangan cairan gastrointestinal akibat :

a) Muntah-muntah, diare, GI suction, drainage dari tube fistula

b) Shift cairan ke ruang III karena obstruksi usus

32
c) Shift cairan keruang III akibat : luka bakar, peradangan pada

organ intraabdominal, sepsis, pankreatitis, asites karena sirosis

hepatis

d) Poliuria akibat hiperglikemia, ARF fase polyuria

e) Demam

f) Kurang intake cairan akibat sulit menelan, depresi

33
C. Intervensi Keperawatan

Table. 2.1 Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI (NIC)
(NOC)
1 Kekurangan volume cairan NOC : NIC :
Definisi : Penurunan cairan 1. Fluid balance Fluid Management
intravaskuler, interstisial, dan / atau 2. Hydration 1. Timbang popok/pembalut, jika
intrasellular. Ini mengarah ke 3. Nutritional Status : Food and diperlukan
dehidrasi, kehilangan cairan dengan Fluid intake 2. Pertahankan catatan intake dan output
pengeluaran sodium Kriteria Hasil : yang akurat
Batasan karakteristik : 1. Mempertahankan urine output 3. Monitor status hidrasi (kelembaban
1. Kelemahan sesuai dengan usia, dan BB, BJ membrane mukosa, nadi adekuat,
2. Haus urine normal, HT normal tekanan darah ortostatik), jika
3. Penurunan turgor kulit/lidah 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh diperlukan
4. Membrane mukosa/kulit kering dalam batas normal 4. Monitor vital sign
5. Peningkatan denyut nadi, 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, 5. Monitor masukan makanan/cairan dan
penurunan tekanan darah, elastisitas turgor kulit baik, hitung intake kalori harian
penurunan volume/tekanan nadi membrane mukosa lembab, 6. Kolaborasikan pemberian cairan
6. Pengisian vena menurun tidak ada rasa haus yang intravena IV
7. Perubahan status mental berlebihan 7. Dorong masukan oral
8. Konsentrasi urine meningkat 8. Berikan penggantian nesogatrik sesuai
9. Temperature tubuh meningkat output
10. Hematokrit meninggi 9. Dorong keluarga untuk membantu
11. Kehilangan berat badan seketika pasien makan
(kecuali pada third spacing) 10. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
Factor-faktor yang berhubungan : 11. Kolaborasikan dokter jika tanda cairan
1. Kehilangan volume cairan secara berlebih muncul memburuk
aktif 12. Atur kemungkinan transfusi
2. Kegagalan mekanisme pengaturan 13. Persiapan untuk transfusi

Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk intake

34
dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien untuk menambah intake
oral
8. Pemberian cairan IV monitor adanya
tanda dan gejala kelebihan volume
cairan
9. Monitor adanya tanda gagal ginjal

35
D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan

yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria

hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat

kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan

keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi

(Dinarti & Mulyanti, 2017).

E. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang di

buat pada tahap perencanaan, evaluasi pada dasarnya dilakukan untuk

mengetahui apakah tujuan yang ditetapkan sudah dicapai atau belum. Oleh

karena itu, evaluasi dilakukan sesuai dengan kerangka waktu penetapan tujuan

(evaluasi hasil), tetapi selama proses pencapaian terjadi pada klien juga harus

selalu dipantau (evaluasi proses). Untuk memudahkan mengevaluasi atau

memantau perkembangan klien , digunakan komponen SOAP (Budiono,

2016).

36
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Syok hipovolemik adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika

sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu

curah jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Syok hipovolemik

biasanya di sebabkan kehilangan darah atau syok hemorargik karena

perdarahan, trauma yang berakibat fraktur tulang besar dapat menampung

kehilangan darah yang besar, kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat

terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler.

B. Saran

Diharapkan dapat menambah referensi bacaan bagi mahsiswa

khususnya di ruang bacaan (perpustakaan), mengenai pengatahuan perawat

tentang Teori culture care Leininger dalam keperawatan : Sunrise Model,

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui praktek

klinik dan pembuatan laporan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Annane, D., & Dkk. (2013). Effects of Fluid Resuscitation With Colloids vs
Crystalloids on Mortality in Critically Ill Patients PresentingWith
Hypovolemic Shock. American Medical Association .

Ayadi, A. M., & Dkk. (2016). Vital Sign Prediction of Adverse Maternal
Outcomes in Women with Hypovolemic Shock: The Role of Shock Index.
PLOS ONE .

Budiono. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Konsep Dasar


Keperawatan. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan
dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Bulger, E. M., & Dkk. (2011). Out-of-hospital Hypertonic Resuscitation After


Traumatic Hypovolemic Shock. Annals of Surgery .

Dinarti, & Mulyanti, D. (2017). Bahan Ajar Keperawatan Dokumentasi


Keperawatan. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan Indonesia Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Dwiva, TR. (2016). Bab I Pendahuluan Syok Hipovolemik.


http://scholar.unand.ac.id/12277/2/bab%201%20dwiva%20logo.pdf : Di
akses pada tanggal 28/12/2019

Giuliani, A., & Dkk. (2019). Hypovolemic shock after pelvic radiotherapy. A rare
combination leading to a devastating complication. Ann Ital Chir .

Lelbowitz, A., & Dkk. (2018). Treatment of combined traumatic brain injury
and hemorrhagic shock with fractionated blood products versus fresh whole
blood in a rat model. Springer .

Mutschler, M., & Dkk. (2013). Renaissance of base deficit for the initial
assessment of trauma patients: a base deficit- based classification for
hypovolemic shock developed on data from 16,305 patients derived from the
TraumaRegister DGU. BioMed Central .

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Keperawatan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus.
Jogjakarta: Mediaction Jogja.

38
Rahayu, S., & Harnanto, A. M. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan
Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Schiffner, R., & Dkk. (2018). Pulmonary hemodynamic effectsand pulmonary


arterial complianceduring hypovolemic shock and reinfusion with human
relaxin-2 (serelaxin) treatment in a sheep model. Clinical Hemorheology and
Microcirculation .

Soedjono, G., & dkk. (2019). Evaluation of ventilator on lung profile of piglets
(Sus scrofa) in hypovolemic shock treated with hypervolemic crystalloid
resuscitation. Veterinary World, EISSN: 2231-0916 .

Soliman, A. A., Mohamad, I. L., & Moham, A. S. (2019). Clinical audit on


pediatric hypovolemic shock. Medical Research and Practice .

Tobriner, B. W., Enslow, M. S., & Nelson, R. C. (2018). Hepatic Heterogeneity


and Attenuation on Contrast-Enhanced CT in Patients With the Hypovolemic
Shock Complex: Objective Classification Using a Contemporary Cohort.
Elsevier Inc. .

39

Anda mungkin juga menyukai