Anda di halaman 1dari 9

PENGIMPLEMENTASIAN PERSAUDARAAN YANG MEMASYARAKAT DALAM

KELUARGA KAPUSIN

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Pemilihan Tema


Melalui Sinode VI Keuskupan Agung Medan (KAM), Gereja Katolik mengangkat tema
fokus pastoral KAM 2019, yakni “Keluarga yang Memasyarakat”.1 Seluruh umat KAM
diharapkan dapat mengimplementasikannya. Persaudaraan Kapusin sebagai bagian utuh
Gereja partikular Keuskupan Agung Medan harus ambil bagian di dalamnya.
Kapusin dikenal sebagai ordo yang bersaudara, dekat dengan orang sederhana, dan
pencinta alam. Keluarga Kapusin harus mampu bermasyarakat di tengah pluralisme
masyarakat. Dasarnya adalah persamaan martabat sebagai makhluk yang dicipta menurut
gambar dan rupa Allah, serta hakikat manusia sebagai makhluk sosial.2

2. Perumusan dan Pembatasan Tema


Kekhasan Persaudaraan Kapusin membantu penulis untuk membatasi tema dalam
penyusunan tulisan ini. Bagaimana semestinya keluarga Kapusin mengimplementasikan
persaudaraan yang memasyarakat? Spiritualitas pelayanan dan ketaatan kepada semua
makhluk,3 sebagaimana yang dihidupi St. Fransiskus Assisi menjadi teladan bagi keluarga
Kapusin. Selain itu, menggunakan media sosial dengan bijak merupakan salah satu cara untuk
mengimplementasikan persaudaraan yang memasyarakat.

3. Tujuan Penulisan
Tujuan utama penulisan tulisan ilmiah ini adalah untuk menghormati dan menyambut
Hari Raya St. Fransiskus Assisi di Bikap Alverna Sinaksak. Selain itu, penulisan tulisan ilmiah
ini juga bertujuan untuk mendalami nilai-nilai kekapusinan agar mampu

1
Markus Manurung, “Keluarga Katolik harus bebas dari Penyakit Sosial “, dalam Menjemaat, 8/41
(Agustus 2019), hlm. 6-7.
2
Nico Syukur Diester, Pengantar Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 42-43.
3
Manangar C. Marpaung, Kaul Fransiskan (Medan: Bina Media Perintis, 2008), hlm. 56.

1
mengimplementasikan persaudaraan yang memasyarakat. Tulisan ilmiah ini diharapkan
berguna untuk menambah pemahaman penulis mengenai keluarga Kapusin.

4. Metode Penulisan

Penulis menggunakan metode kepustakaan dalam tulisan ilmiah ini. Dengan


menggunkan metode tersebut, penulis mengumpulkan berbagai bahan yang sesuai dengan tema
tulisan ini. Bahan-bahan itu bersumber dari buku-buku dan artikel-artikel. Penulisan tulisan
ilmiah ini mengikuti ketentuan metodologi penulisan Fakultas Filsafat St. Thomas dan STFT
St. Yohanes Pematangsiantar.

II. PENGIMPLEMENTASIAN KELUARGA YANG MEMASYARAKAT DALAM


KELUARGA KAPUSIN
1. Pengantar
Persaudaraan atau fratres merupakan kata yang cocok bagi St. Fransiskus Assisi untuk
menamai kelompoknya. Hal itulah yang membedakan bapa serafik dan para pengikutnya dari
biarawan-biarawan dalam ordo lain, tetapi persaudaraan tersebut tetap dalam kerangka
kelompok religius.4
Sebagai salah satu ordo pertama yang didirikan St. Fransiskus Assisi, Persaudaraan
Kapusin sangat menjunjung tinggi nasihat-nasihat injili. Mengikuti Yesus Kristus menurut
teladan hidup St. Fransiskus Assisi merupakan dasar hidup para Kapusin. Maka para Kapusin
harus berkata-kata dan bertindak sesuai dengan kehendak Kristus dan teladan bapa serafik.
Sebab bagi St. Fransiskus, Injil itu tidaklah hanya untuk diri sendiri, melainkan perlu
disampaikan kepada orang lain.5

2. Keluarga Kapusin
Setiap saudara yang diinkorporasikan ke dalam Persaudaraan Kapusin menjadi satu
keluarga. Baik itu pengkaul sementara maupun saudara yang definitif menjadi anggota

4
St. Fransiskus Assisi disebut sebagai bapa serafik karena stigmata yang dianugerahkan Allah
kepadanya. Ia melihat seraphim (makhluk surgawi) di salib Yesus dan dari sana St. Fransiskus Assisi mendapat
kelima luka Yesus. [Lihat Eloi Lecrec, Francis of Assisi: Return to The Gospel (Chicago: Franciscan Herald
Press, 1982), hlm. 61-62.]
5
Manangar C. Marpaung, Kaul Fransiskan, …, hlm. 14.

2
persaudaraan. Sebagai keluarga, para Kapusin betekad hadir sebagai saudara dan nabi untuk
memajukan fokus pastoral “Keluarga yang Memasyarakat” di Keuskupan Agung Medan.6
Hidup Persaudaraan Kapusin didasarkan pada misteri kasih Allah. Setiap saudara mesti
saling menerima satu sama lain dengan karunia yang berbeda-beda. Sebagai anggota sebuah
persaudaraan, setiap saudara harus memelihara rasa keanggotaan akan seluruh keluarga
Kapusin.7 Jika dalam persaudaraan terjalin rasa kekeluargaan yang kuat dan baik, maka
pewartaan dan pelayanan pun akan terjamin. Sebab relasi yang baik di dalam persaudaraan
sangat menentukan semangat pelayanan.

3. Pengimplementasian Persaudaraan yang Memasyarakat


3.1 Kapusin Memasyarakat

Dapat dikatakan bahwa keberpihakan St. Fransiskus Assisi kepada orang-orang miskin
dan perjuangannya demi perdamaian menjadi model bagi Gereja untuk meningkatkan
pelayanannya. Hal itu nyata dalam usaha perdamaian yang dicanangkan Paus Fransiskus.
Bahkan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menyebut Paus sebagai pejuang kemanusiaan.8

Keluarga Kapusin sebagai bagian utuh Gereja partikular Keuskupan Agung Medan
diharapkan berperan aktif untuk mewujudnyatakan tema fokus pastoral KAM “Keluarga yang
Memasyarakat”. Konkretisasi tema fokus pastoral tersebut harus dimulai dari keluarga
Kapusin. Menjadi saudara bagi semua makhluk merupakan jiwa kekapusinan. Sejak awal St.
Fransiskus Assisi dalam panggilan injilinya, bersaudara dengan semua makhluk. Orang miskin
dan lemah, orang yang dipandang hina, dan orang kusta adalah saudara baginya sehingga ia
begitu dekat dengan mereka.9

Keluarga fransiskan, teristimewa Kapusin, harus mempunyai solidaritas terhadap orang-


orang lemah seperti yang dilakukan St. Fransiskus Assisi. Hal itu dilakukan dengan cara yang

6
Selestinus Manalu, “Semakin Memasyarakat, Semakin Kapusin”, dalam Persaudaraan, 1/17
(Januari-Maret 2019), hlm. 4.
7
Konstitusi Saudara Dina Kapusin dan Ketetapan Kapitel General bersama Anggaran Dasar dan
Wasiat Santo Fransiskus no. 100 ayat 1 (Roma: Kuria General, 2013). Untuk pemakaian selanjutnya dokumen
ini akan disingkat dengan Kons. Kap. 2013.
8
Hermina Wulohering, “Moon Jae-in Bertemu Paus Fransiskus”, dalam Hidup, 44/72 (4 November
2018), hlm. 26.
9
Eloi Lecrec, Francis of Assisi, …, hlm. 65.

3
berbeda-beda, baik melalui pastoral kategorial atau parokial. Dengan demikian, spiritualitas
fransiskan tetap aktual.10
St. Fransiskus Assisi peduli kepada masyarakat. Ketika dia berada di kota Gubbio, seekor
serigala memasuki kota. Serigala itu tidak hanya memangsa binatang tetapi juga manusia.
Semua penduduk kota ketakutan. Melihat hal itu, St. Fransiskus ingin bertemu dengan serigala
itu. Ia membuat tanda salib atas serigala tadi dan menyapanya dengan lembut. Serigala menaati
perintah St. Fransiskus dan membaringkan diri dengan lembut di kakinya. Perjanjian damai
pun dibuat antara serigala dan penduduk kota.11
Kisah St. Fransiskus Assisi di Gubbio menjadi contoh bagi keluarga Kapusin dalam
mengimplementasikan persaudaraan yang memasyarakat. Kepedulian kepada masyarakat
dapat ditampakkan melalui perkataan dan perbuatan sehari-hari. Tutur kata yang lembut dan
penuh kasih kepada orang lain, ramah kepada setiap orang, tidak menganggap diri paling hebat,
tidak menyebarkan hoaks, rendah hati, dan pembawa damai merupakan hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mewujudkan persaudaraan yang memasyarakat.

3.2 Spiritualitas Pelayanan


Melayani sesama merupakan spiritualitas kristiani yang dianut fransiskan. Pelayanan
tersebut didasari oleh pelayanan yang dilakukan oleh Yesus. Dia datang bukan untuk dilayani
tetapi untuk melayani. Kerendahan hati menjadi hal utama bagi para Kapusin supaya mampu
melayani bukan untuk dilayani. Melayani berarti menampakkan belaskasih Allah.12
Pengabdian kepada Tuhan dinyatakan dengan memberi diri secara total untuk
pelayanan. Totalitas pelayanan merupakan hal pokok dalam mengikuti Kristus. Pengabdian
tidak mempunyai syarat. Tidak perlu malu sebagai pengembara miskin di dunia ini. Sebab
Tuhan telah membuat diri-Nya sedemikian. Bahkan, penyamun pun dilayani agar dengan itu
mereka diajak untuk bertobat.13
Dalam keluarga Kapusin, saling melayani sebagai saudara merupakan hal yang sangat
ditonjolkan. Hal itu dapat dimulai dari hal-hal sederhana. Kerja tangan adalah bentuk
pelayanan bagi persaudaraan. Kerja tangan bukan hanya soal membuat kreativitas tertentu.

10
Mangar C. Marpaung, Spiritualitas Dasar Fransiskan (Medan: Bina Media Perintis, 2018), hlm. 547.
11
Win Turnip, “Kapusin: Menjadi Saudara bagi Masyarakat”, dalam Persaudaraan, 1/17 (Januari-
Maret 2019), hlm. 7-9.
12
Alex I. Suwandi, Penyembuhan dalam Injil: Refleksi dan Komentar Biblis atas Mukjizat-mukjizat
Penyembuhan Yesus (Jakarta: Obor, 2013), hlm. 83.
13
Manangar C. Marpaung, Spiritualitas Dasar, …, hlm. 468.

4
Menyiram bunga, menyapu halaman, membabat rumput, dan mencuci piring merupakan
beberapa bentuk kerja tangan. Melayani dengan penuh kasih menjadi prinsip utama bagi
Kapusin. Spiritualitas pelayanan harus menjadi inti persaudaraan.14
Tugas perutusan Persaudaraan Kapusin diterima dari Yesus Kristus melalui Gereja-Nya.
Dalam kerasulannya, para Kapusin harus melayani dengan tulus dan mengungkapkan karisma
persaudaraan. Semua orang diperlakukan dengan penuh hormat, sopan, dan terbuka bagi
dialog.15

3.3 Ketaatan kepada Semua Makhluk


Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Akal budi dan kehendak
dianugerahkan kepada manusia untuk membedakannya dari ciptaan yang lain. Artinya,
manusia harus bersikap dan berlaku terhadap makhluk-makhluk lain seperti Allah bersikap
terhadap ciptaan-Nya. Maka Allah datang menyapa manusia melalui makhluk ciptaan-Nya.16
St. Fransiskus mau taat kepada seluruh makhluk. Ia menginginkan agar saudara-saudaranya
taat kepada seluruh manusia dan ciptaan. Ketaatan seperti itu bukanlah ketaatan buta. Dia
melihat bahwa seluruh manusia merupakan sakramen Tuhan. Ternyata St. Fransiskus telah
memahami panenteisme. Allah hadir di dalam segala-galanya. Dia tidak ingin mendewakan
ciptaan, tetapi melihat kehadiran Allah dalam setiap ciptaan.17
St. Fransiskus mengajak saudara-saudaranya supaya bekerja dan melayani orang lain.
Bukan sebagai kepala bidang-bidang tertentu, tetapi sebagai yang paling rendah dan tunduk
kepada semua orang. Selain itu, Fransiskus tidak suka jika seorang saudara dipanggil sebagai
tuan. Dalam wasiatnya, dia mengharapkan agar para saudaranya hidup sederhana dan taat
kepada semua orang.18
Keluarga Kapusin diharapkan memiliki sense ketaatan kepada semua makhluk.
Melestarikan alam merupakan tindakan yang dapat dilakukan untuk menunjukkan ketaatan
kepada semua makhluk. Tidak membuang-buang makanan, meminimalisir penggunaan bahan-
bahan kimia, dan membuat lingkungan yang asri di setiap komunitas Kapusin merupakan cara
yang tepat untuk menampakkan ketaatan kepada semua makhluk. Menghayati panggilan untuk

14
Kons. Kap. 2013, …, no. 82.
15
Kons. Kap. 2013, …, no. 147 ayat 4.
16
Nico Syukur Dister, Pengantar Teologi, …, hlm. 44.
17
Manangar C. Marpaung, Kaul Fransiskan, …., hlm. 56.
18
Manangar C. Marpaung, Kaul Fransiskan, …., hlm. 57.

5
melindungi karya ciptaan Allah merupakan bagian penting dari kehidupan yang saleh.19 Peduli
ekologi adalah tugas dan tanggung jawab bersama, teristimewa sebagai Kapusin.
Di sisi lain, para Kapusin harus bermental hamba atau pelayan dalam tugas perutusannya.
Sikap arogan harus dikikis dan berusaha lemah lembut kepada setiap orang. Sesuai dengan
semangat hidup bapa pendiri, keluarga Kapusin mesti menganggap orang lain sebagai tuan.
Bukan para Kapusin yang menjadi tuan. Kerendahan hati sangat dibutuhkan agar mampu
menghidupi nasihat-nasihat injili dengan pelayanan yang tulus. Mengikuti Kristus (sequela
Christi) merupakan titik tolak ketaatan.20 Dalam hal itulah para Kapusin menyatakan
ketaatannya kepada semua orang.

3.4 Bijak Menggunakan Media Sosial


Hidup di zaman ini sepertinya tidak bisa lepas dari perkembangan teknologi, khususnya
internet. Dengan berbasis internet kemudian diturunkan berbagai teknologi terapan lainnya.
Misalnya, aplikasi media sosial (Facebook, WA, Twitter, dan lain-lain). Semua bidang
kehidupan bersinggungan dengan internet. Internet jelas sangat dibutuhkan masyarakat.
Melalui toko online, aneka macam kebutuhan dapat dipilih sesuai selera masing-masing.21
Salah satu cara mengimplementasikan persaudaraan yang memasyarakat bagi keluarga
Kapusin adalah menggunakan media sosial dengan bijak. Hal itu merupakan salah satu indeks
keberhasilan tema fokus pastoral KAM 2019. Melalui media sosial para Kapusin dapat
melayani di bidang rohani, memuat beragam informasi tentang Gereja Katolik, dan sebagainya.
Media komunikasi sosial memberikan sumbangan untuk perluasan Kerajaan Allah. Media
sosial dapat dilihat sebagai sesuatu yang membantu. Akan tetapi, pada saat yang sama media
tersebut bisa membuat para Kapusin kehilangan arah jika tidak menggunakannya secara
benar.22
Pernyataan atau informasi yang dibagikan di media sosial harus menunjukkan identitas
Kapusin. Media sosial dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas spiritualitas dan karya.
Penggunaan media sosial harus mendukung hidup doa, relasi antarsaudara, dan kerasulan.23

19
Paus Fransiskus, Ensiklik Laudato Si’ (Terpujilah Tuhan) (Seri Dokumentasi Gerejawi no. 98),
diterjemahkan oleh Martin Harun (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2016), no. 217.]
20
Manangar C. Marpaung, Kaul Fransiskan, …., hlm. 50.
21
M. Oktaviani, “Bijak Bermedia: Bersaksi di Era Modern”, dalam Perantau, (Juli-September 2017),
hlm. 3-4.
22
Herman Nainggolan, “Ordo Kapusin Provinsi Medan dan Gadget”, dalam Persaudaraan, 2/16,
(April-Juni 2017), hlm. 35.
23
Herman Nainggolan, “Ordo Kapusin Provinsi Medan dan Gadget”, …, hlm. 36.

6
III. PENUTUP
1. Rangkuman

St. Fransiskus Assisi menjadi teladan bagi Kapusin untuk mengimplementasikan


persaudaraan yang memasyarakat. Keluarga Kapusin dituntut untuk melayani sesama dengan
penuh kasih. Spiritualitas pelayanan harus diprioritaskan dalam hidup dan karya para Kapusin.
Sebagai makhluk yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, para Kapusin melihat
kehadiran Allah di dalam setiap ciptaan.24

Melalui ciptaan Allah menyatakan diri-Nya. Dengan spiritualitas yang dimiliki, kehadiran
Persaudaraan Kapusin di tengah masyarakat diharapkan dapat mengurangi sikap eksploitatif
terhadap alam. Dalam hal ituah para Kapusin menunjukkan ketaatannya kepada seluruh
makhluk, sebagaimana telah dihidupi St. Fransiskus Assisi. Ketaatan kepada seluruh makhluk
menjadi indikasi ketaatan kepada Allah.

Bijak menggunakan media sosial merupakan salah satu indeks keberhasilan tema fokus
pastoral KAM 2019, yakni “Keluarga yang Memasyarakat”. Media sosial adalah anugerah
Tuhan di zaman ini. Dengan perkembangan teknologi dan komunikasi yang pesat, saudara-
saudara Kapusin dituntut untuk menggunakan media sosial dengan bijak. Media sosial harus
dijadikan sebagai sarana pewartaan Kerajaan Allah.

2. Refleksi Kritis
Pengimplementasian persaudaraan yang memasyarakat dalam keluarga Kapusin
merupakan upaya yang baik untuk mewujudkan fokus pastoral KAM 2019. Hal itu sejalan
dengan identitas Kapusin. Bersaudara dengan semua makhluk, hidup sederhana, solider dengan
orang yang tertindas, dan peduli ekologi merupakan semangat hidup St. Fransiskus Assisi.
Dengan demikian para Kapusin diajak untuk meneruskan semangat hidup tersebut.
Berdasarkan spiritualitas St. Fransiskus Assisi, Keluarga Kapusin harus mewartakan
damai dan keselamatan bukan hanya dengan perkataan, tetapi dengan perbuatan yang dijiwai
oleh kasih persaudaraan. Dengan gaya injili, Keluarga Kapusin memperjuangkan kesatuan
umat manusia supaya tercipta kedamaian dan kerukunan dalam hidup bermasyarakat.25

24
Largus Nadeak, Topik-topik Teologi Moral Fundamental (Medan: Bina Media Perintis, 2015), hlm.
24-26.
25
Kons. Kap. 2013, …, no. 107 ayat 2.

7
DAFTAR PUSTAKA

Konstitusi Saudara Dina Kapusin dan Ketetapan Kapitel General bersama Anggaran Dasar
dan Wasiat Santo Fransiskus. Roma: Kuria General, 2013.

Lecrec, Eloi. Francis of Assisi: Return to The Gospel. Chicago: Franciscan Herald Press, 1982.

Manalu, Selestinus. “Semakin Memasyarakat, Semakin Kapusin”, dalam Persaudaraan, 1/17


(Januari-Maret 2019), hlm. 4.

Manurung, Markus. “Keluarga Katolik Harus Bebas dari Penyakit Sosial “, dalam Menjemaat,
8/41 (Agustus 2019), hlm. 6-7.

Marpaung, Manangar C. Kaul Fransiskan. Medan: Bina Media Perintis, 2008.


________. Spiritualitas Dasar Fransiskan. Medan: Bina Media Perintis, 2018.

Nadeak, Largus. Topik-topik Teologi Moral Fundamental. Medan: Bina Media Perintis, 2015.

Nainggolan, Herman. “Ordo Kapusin Provinsi Medan dan Gadget”, dalam Persaudaraan,
2/16, (April-Juni 2017), hlm. 35.

Oktaviani, M. “Bijak Bermedia: Bersaksi di Era Modern”, dalam Perantau, (Juli-September


2017), hlm. 3-4.

Paus Fransiskus. Ensiklik Laudato Si’ (Terpujilah Tuhan) (Seri Dokumentasi Gerejawi no. 98).
Diterjemahkan oleh Martin Harun. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan
KWI, 2016.

Suwandi, Alex I. Penyembuhan dalam Injil: Refleksi dan Komentar Biblis atas Mukjizat-
mukjizat Penyembuhan Yesus. Jakarta: Obor, 2013.

Syukur Diester, Nico. Pengantar Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 1991.

Turnip, Win. “Kapusin: Menjadi Saudara bagi Masyarakat”, dalam Persaudaraan, 1/17
(Januari-Maret 2019), hlm. 7-9.

Wulohering, Hermina. “Moon Jae-in Bertemu Paus Fransiskus”, dalam Hidup, 44/72 (4
November 2018), hlm. 26.
8
9

Anda mungkin juga menyukai