Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab
2. Tes Tiosianat
Aktivitas Pengamatan
5 mL saliva encer + 5 tetes FeCl2 0,1 M Larutan keruh
+ 5 tetes HCl pekat Terdapat endapan kuning
+ 5 tetes HgCl2 1 % Larutan keruh kekuningan
F. PEMBAHASAN
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari
sekitar 1-1,5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas
99,24% air dan 0,58 % terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-,
SO42- dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase atau ptialin. Musin
adalah suatu glikoprotein dikeluarkan oleh kelenjar sublingual dan kelenjar
submandibular, sedangkan ptialin dikeluarkan oleh kelenjar parotid. Saliva
mempunyai pH antara 5,75 sampai 7,05. Pada umumnya pH saliva dibawah 7
(Poedjiadi, 2009: 235).
1. Tes Musin
Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan adanya musin dalam saliva.
Musin adalah zat organik yang berperan sebagai pelicin rongga mulut untuk
menelan (Sumardjo, 2006: 20). Pada percobaan ini saliva ditambahkan dengan
asam asetat diperoleh dan larutan keruh yang kemudian mengendap menjadi
endapan putih, yang membuktikan didalam saliva terdapat musin. Asam asetat
berfungsi untuk mengendapkan musin. Penambahan asam asetat ini akan
menyebabkan denaturasi atau rusaknya struktur protein sehingga protein akan
mengendap (Triyono, 2010: 3). Kemudian dilakukan pengujian dengan pereaksi
Millon, Benedict dan Molisch.
a. Uji dengan Pereaksi Millon
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui adanya protein yang
berupa tirosin dalam saliva. Pada percobaan ini uji positif membentuk endapan
putih. Hal ini sudah sesuai dengan teori, dimana uji Millon diujikan untuk
mengidentifikasi tirosin yang merupakan asam amino dengan gugus fenol sebagai
rantai sampingnya (Nurlely, 2014: 79). Adapun reaksi yang terjadi:
O 2N
O
HO CH2 CH COOH + HgNO3(aq) HO CH2 CH C
- +
NH2 Pereaksi NH2 O Hg
Millon
Tirosin Endapan Putih
b. Uji dengan Pereaksi Benedict
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui adanya gula-gula
pereduksi misalnya glukosa dalam saliva. Dari hasil percobaan setelah
ditambahkan pereaksi Benedict, menghasilkan larutan berwarna biru. Hal ini tidak
sesuai dengan teori, dimana berdasarkan teori uji positif berupa endapan hijau,
kuning, orange, merah sampai endapan merah bata tergantung jumlah Cu2O yang
terbentuk (Halimah, 2010: 16). Terbentuknya endapan ini disebabkan karena
glukosa dapat mereduksi Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian
mengendap menjadi Cu2O. Hasil yang diperoleh pada percobaan ini yang berupa
warna biru menandakan saliva tidak mengandung gula pereduksi. Adapun reaksi
yang terjadi:
CH 2OH CH 2OH
OH OH
OH + Cu 2+
+ 5OH-(aq) OH COO + Cu2O + 3 H2O(l)
OH OH
pereaksi Benedict Endapan
OH OH
merah bata
Glukosa
c. Uji dengan Pereaksi Molisch
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui adanya karbohidrat
dalam saliva. Dari hasil percobaan diperoleh larutan keruh dan terdapat endapan.
Hal ini tidak sesuai dengan teori, berdasarkan teori cincin ungu akan terbentuk
sebagai akibat terjadinya reaksi kondensasi antara furfural dan 𝛼-naftol. Hasil ini
menunjukkan adanya karbohidrat dalam saliva tetapi dalam percobaan tidak
menunjukkan uji positif berupa terbentuknya cincin warna ungu. 𝛼 -naftol
berfungsi sebagai indikator warna untuk memudahkan saja, H2SO4 berfungsi
menghidrolisis glukosa menjadi hidroksimetil furfural (Halimah, 2010: 1,6).
Adapun reaksi yang terjadi:
2. Tes Tiosianat
Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan adanya ion tiosianat dalam
saliva. Ion tiosianat dalam jumlah yang sangat kecil ditemukan juga dalam saliva,
yang merupakan hasil reaksi antara sianida sebagai hasil pemecahan protein
dengan senyawa belerang dalam hati. Perubahan ini terjadi kemungkinan proses
perhitungan sifat racun sianida oleh senyawa belerang dalam hati dan membentuk
senyawa tiosianat (Tim Dosen, 2018: 6). Percobaan ini dilakukan dengan
penambahan saliva dengan FeCl2 dan HCl pekat. Larutan FeCl2 berfungsi sebagai
pereaksi yang bereaksi dengan SCN- membentuk Fe(SCN)2. HCl pekat berfungsi
untuk mempercepat reaksi yang terjadi antara SCN- dan FeCl2. Larutan yang
diperoleh ditambahkan dengan HgCl2 1 % dan membentuk [Hg(SCN)4]2- yang
keruh kekuningan. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Berdasarkan teori,
penambahan HgCl 1% akan membentuk Hg(II) tiosianat yang tidak berwarna.
Jika warna tetap berarti ada tiosianat (Tim Dosen, 2018: 6), sehingga dalam saliva
terdapat ion tiosianat. Adapun reaksi yang terjadi:
2SCN-(aq) + FeCl2(aq) Fe(SCN)2(aq) + 2Cl-(aq)
4Fe(SCN)2(aq) + 2 Hg+ [Hg(SCN)4]2- + 4Fe2+
Sumber
3. Tes Penyusun Senyawa Anorganik Saliva
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui adanya senyawa
anorganik pada saliva antara lain ion Cl-, PO43-, SO42- dan Ca2+. Pengujian ini
dilakukan dengan cara mereaksikan saliva dengan asam asetat. Penambahan asam
ini akan menyebabkan denaturasi rusaknya struktur protein sehingga protein akan
mengendap sedangkan pemanasan berfungsi untuk mempercepat proses
pengendapan (Triyono, 2013: 3). Kemudian dilakukan penyaringan untuk
memisahkan endapan dari larutannya, filtrat yang diperoleh dilakukan pengujian
ion Cl-, PO43-, SO42- dan Ca2+.
a. Uji klorida (Cl-)
Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui adanya ion Cl- dalam saliva.
Percobaan ini dilakukan dengan menambahkan HNO3 encer yang berfungsi untuk
membuat suasana menjadi asam. Kemudian ditambahkan AgNO3 yang akan
berikatan dengan Cl- membentuk AgCl. Hasil positif menunjukkan adanya
endapan putih AgCl. Sesuai dengan teori bahwa adanya ion Cl- akan memberikan
uji positif endapan putih AgCl (Svehla, 1979: 204). Sehingga dalam saliva
terdapat ion Cl-. Adapun reaksi yang terjadi:
AgNO3(aq) + Cl-(aq) AgCl + NO3-(aq)
(Endapan Putih)
(Svehla, 1979: 204).
b. Uji fosfat (PO43-)
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui adanya ion PO43-
dalam saliva. Percobaan ini dilakukan dengan menambahkan amonium molibdat
yang akan berikatan dengan ion fosfat dan menghasilkan endapan kuning.
Kemudian dipanaskan untuk mempercepat reaksi yang terjadi antara amonium
molibdat dengan ion fosfat. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh larutan bening,
dimana jika amonium molibdat direaksikan dengan ion fosfat membentuk
endapan berwarna kuning (Svehla, 1979: 355). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dalam saliva tidak terdapat ion PO43-. Hal ini tidak sesuai dengan teori,
dimana menurut Poedjiadi (2009: 235). Saliva terdiri atas 99,24% air dan 0,58%
terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42- dan zat-zat
organik seperti musin dan enzim amilase atau ptialin. Adapun reaksi yang terjadi:
2PO43-(aq) + 3(NH4)6Mo7O24(aq) → (NH4)3[P Mo12O24]↓
(Endapan kuning)
(Svehla, 1979: 355).
c. Uji sulfat (SO42-)
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui adanya ion SO42-
dalam saliva. Percobaan ini dilakukan dengan menambahkan BaCl2 yang akan
membentuk BaSO4 akan menghasilkan larutan bening. Hal ini tidak sesuai dengan
teori, dimana jika dalam larutan terdapat ion SO42- yang direaksikan dengan BaCl2
akan menghasilkan endapan putih BaSO4 (Svehla, 1979: 347). Sehingga dalam
saliva tidak terdapat ion SO42-. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana menurut
poedjiadi (2009: 235) saliva terdiri atas 99,24% air dan 0,58% terdiri atas ion-ion
Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42- dan zat-zat organik seperti musin
dan enzim amilase atau ptialin. Adapun reaksi yang terjadi:
SO42-(aq)+ BaCl2(aq) BaSO4 + 2Cl-(aq)
(Endapan Putih)
(Svehla, 1979: 347).
d. Uji Kalsium (Ca2+)
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui adanya ion Ca2+
dalam saliva. Percobaan ini dilakukan dengan menambahkan amonium oksalat
yang berfungsi untuk mengikat Ca2+ membentuk endapan putih CaC2O4.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh larutan keruh yang kemudian mengendap
membentuk endapan putih. Hal ini sudah sesuai dengan teori, adanya ion Ca2+
dalam larutan yang ditandai dengan adanya endapan putih (Febriaty, 2016: 25).
Hal ini menunjukkan bahwa dalam saliva terdapat ion Ca2+ dan sesuai menurut
Poedjiadi (2009: 235) saliva terdiri atas 99,24% air dan 0,58% terdiri atas ion-ion
Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42- dan zat-zat organik seperti musin
dan enzim amilase atau ptialin. Adapun reaksi yang terjadi:
Ca2+(aq) + (NH4)2C2O4(aq) CaC2O4 ↓ + 2 NH4+(aq)
(Endapan Putih)
(Febriaty, 2016: 25).
4. Tes Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Ptialin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap
aktivitas kerja enzim ptialin (amilase saliva). Enzim ptialin dalam saliva adalah
suatu enzim amilase yang berfungsi untuk memecah molekul amilum maltosa
dengan proses hidrolisis pemecahan molekul (Poedjiadi, 2009: 235). Percobaan
ini dilakukan dengan mereaksikan pati pada berbagai keadaan suhu yaitu pada air
es, suhu kamar, suhu 37℃ dan pada suhu kamar yang dipanaskan terlebih dahulu.
a. Pada air es
Tabung I dilakukan pengujian saliva pada suhu air es (dibawah 10℃).
Hasil ini menunjukkan tidak adanya aktivitas enzim amilase yang ditandai dengan
penambahan iod yang menunjukkan larutan bening kebiruan yang berarti tidak
adanya pati terhidrolisis oleh enzim amilase. Karena jika pati terhidrolisis oleh
saliva maka penambahan iod akan menunjukkan larutan bening. Hasil yang
diperoleh sesuai dengan teori. Berdasarkan teori pada suhu rendah pereaksi kimia
berlangsung dengan lambat. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut energi
aktivitas yang diperlukan enzim untuk mengkatalisis reaksi hidrolisis belum
maksimal sehingga enzim tidak dapat bekerja secara baik (Sriwahyuni, 2015: 22).
b. Pada suhu kamar
Tabung II dilakukan pengujian aktivitas saliva pada suhu kamar (±28℃).
Hasil ini menunjukkan adanya aktivitas saliva pada amilase yang ditandai dengan
penambahan iod yang menunjukkan larutan bening kekuningan yang berarti
adanya pati yang terhidrolisis oleh enzim amilase. Penambahan iod akan
menunjukkan larutan bening. Akan tetapi, warna bening yang didapatkan pada
kerja enzim amilase pada suhu kamar masih memiliki warna kuning yang berarti
masih terdapat pati didalam larutan. Hal ini disebabkan karena pada suhu kamar
reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu lebih tinggi reaksi
berlangsung dengan lebih cepat (Sriwahyuni, 2015: 22).
c. Pada suhu 37℃
Tabung III dilakukan pengujian aktivitas saliva pada suhu 37℃. Hasil ini
menunjukkan adanya aktivitas enzim amilase yang ditandai pada penambahan iod
menunjukkan larutan bening kekuningan yang berarti pati terhidrolisis oleh enzim
amilase. Akan tetapi, masih terdapat warna kuning yang menunjukkan masih
terdapat pati yang tidak terhidrolisis. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Menurut
teori aktivitas enzim meningkat drastis pada suhu 40 ℃ yang merupakan suhu
optimum aktivitas enzim. Dimana suhu optimum yaitu suhu yang menyebabkan
terjadinya reaksi kimia dengan kecepatan paling besar (Sriwahyuni, 2015: 22).
d. Pada suhu tinggi
Tabung IV dilakukan pengujian aktivitas saliva pada suhu tinggi yaitu
saliva dipanaskan terlebih dahulu. Hasil ini menunjukkan tidak adanya aktivitas
enzim amilase yang ditunjukkan dengan penambahan iod menghasilkan larutan
berwarna biru yang berarti tidak terhidrolisisnya pati oleh enzim amilase. Hal ini
sesuai dengan teori, menurut teori kenaikan suhu tinggi dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi serta mengurangi kecepatan reaksi (Sriwahyuni, 2015: 22).
5. Tes Estimasi Ptialin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan enzim
untuk menghidrolisis pati. Percobaan ini dilakukan pada suhu 37℃ karena pada
suhu ini enzim dapat bekerja secara optimal. Percobaan dilakukan dengan
menambahkan NaCl ke dalam saliva dimana NaCl mengandung ion logam Na+
yang bertindak sebagai inhibitor yaitu senyawa atau ion yang dapat menghambat
aktivitas (kerja) enzim dalam hal ini adalah proses penghidrolisasi pati dalam
saliva (Soeka, 2015: 1165). Larutan diuji dengan menggunakan larutan iod yang
berfungsi untuk mengidentifikasi apakah pati telah terhidrolisis sehingga dapat
ditentukan kemampuan enzim ptialin dalam menghidrolisis pati.
Hasil dari percobaan diperoleh larutan bening. Hal ini dapat
membuktikan bahwa enzim amilase dapat bekerja dengan adanya zat inhibitor
yaitu NaCl. Dimana waktu optimum bagi enzim amilase untuk menguraikan
substrat (amilum) menjadi maltosa (produk) adalah 70 menit (Laila, 2007: 123).
Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori bahwa proses konversi pati secara
enzimatik menjadi maltosa melibatkan enzim endoamilase ( 𝛼 -amilase) yang
membelah ikatan pada bagian dalam rantai amilosa dan amilopektin sedangkan
enzim eksoamilase ( 𝛽 -amilase) yang bertindak pada bagian eksternal rantai
amilosa atau amilopektin gula residu yang dihasilkan dari proses enzimatis enzim
endoamilase dimana endoamilase ( 𝛽 -amilase) akan memotong ikatan 𝛼 -1,4
glikosida pada bagian eksternal rantai amilosa atau rantai amilopektin dengan
produk akhir maltosa (Setyahadi, 2017: 17). Adapun reaksi yang terjadi:
OH OH
OH + Cu 2+
+ 5OH-(aq) OH COO + Cu2O(s) + 3 H2O(l)
OH OH
pereaksi Benedict Endapan
OH OH
merah bata
Glukosa
Halimah, Ns. Endy Syahalam, Yenni Okfrianti, Sri Sulpha Siregar dan Agus
aaaaaaaMailiza. 2010. Buku Ajar Biokimia. Bengkulu: Politeknik Kesehatan
aaaaaaaBengkulu.
Laila, Aspita, Aida Fetra, John Hendri dan Irwan Ginting Suka. 2007.
aaaaaaaPeningkatan Stabilitas Enzim Amilase Melalui Amobilisasi Pada Polimer
aaaaaaaKitosan. J-Sains MIPA. Vol. 13. No. 2. Hal. 119-126.
Nurlely, Muslimah dan Liling Triyasmono. 2014. Pengujian Daya Cerna Protein
aaaaaaaIkan Haruan (Channa Striata) Asal Kota Banjarmasin. Jurnal
aaaaaaPharmascience. Vol. 1. No. 2.
Pratiwi, Rini. 2005. Perbedaan Daya Hambat Terhadap Streptoccos Mutans dari
aaaaaaaBeberapa Pasta Gigi yang Mengandung Herbal. Majalah Kedokteran Gigi.
aaaaaaaVol. 38. No. 2.
Sriwahyuni, Lela, Tina Dewi Rosahdi dan Asep Supriadin. 2015. Isolasi dan
aaaaaaaKarakterisasi Amilase dari Biji Durian (Durio Sp). Al Kimiya, Vol. 2, No
aaaaaaa1.
1. Tes Musin
a. Endapan yang dibentuk adalah musin.
b. Fungsi musin yaitu untuk membasahi dan sebagai pelumas yang
memudahkan atau memperlancar proses menelan makanan.
c. Musin termasuk glikoprotein, protein yang mengikat gugus karbohidrat.
2. Tes Penyusun Senyawa Anorganik Saliva
a. Aktivitas enzim yaitu zat pengaktif enzim yang berperan untuk
mengaktifkan enzim.
b. Aktivitas terbaik adalah Cl-.
3. Tes Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Ptialin
a. Tabung yang tercapai titik aromatik yaitu pada tabung yang ditempatkan
pada suhu 38℃ karena suhu tersebut adalah suhu yang optimum enzim
ptialin.
4. Tes Estimasi Ptialin
a. Dalam waktu 4 menit 1 unit amilase mampu menghidrolisis pati sebanyak
10 mL menjadi maltosa.
b. NaCl berfungsi sebagai inhibitor/menghambat kerja enzim, agar dapat
memperkirakan unit amilase yang bekerja dalam 4 unit sebanyak 10 mL
pati.
5. Tes Penentuan pH yang cocok untuk Kerja Enzim Saliva
a. pH optimum saliva 5,7 dan 7 tepatnya pada pH 7.
b. Tabung dengan pH 9 harus diasamkan agar terjadi reaksi I2 sehingga dapat
berlangsung karena bekerja pada pH asam.