Anda di halaman 1dari 30

i

PENGARUH CLAY THERAPY TERHADAP KECEMASAN


AKIBAT HOSPITALISASI PADA PASIEN ANAK
USIA PRASEKOLAH DI RSUD BANYUMAS
SKRIPSI
Oleh:
KHOLISATUN MUAFIFAH
G1D009024
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PENGARUH CLAY THERAPY TERHADAP KECEMASAN
AKIBAT HOSPITALISASI PADA PASIEN ANAK
USIA PRASEKOLAH DI RSUD BANYUMAS
Oleh :
KHOLISATUN MUAFIFAH
G1D009024
Untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan
Sarjana Keperawatan pada Jurusan Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
SKRIPSI
Telah disetujui dan disidangkan dihadapan Panitia Penguji Skripsi
pada tanggal 26 Agustus 2013
Penguji
Ns. Keksi Girindra Swasti, M.Kep.
(..............................................)
NIP. 19790919 200604 2 002
Pembimbing I
Ns. Wahyu Ekowati, M.kep. Sp. Kep. J.
(..............................................)
NIP. 19760427 200501 2 001
Pembimbing II
Tulus Setiono, S.Kep., Ns. (..............................................)
NIP. 19750219 199603 1 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
dr. Hj. Retno Widiastuti, MS.
NIP. 19481015 197602 2 001
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan atau kesarjanaan
lain di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Purwokerto, Agustus 2013
Kholisatun Muafifah
G1D009024
iv
PERSEMBAHAN
Terima kasihku persembahkan untuk:
Kedua orangtuaku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan
semangat dan dorongan serta nasihat sehingga aku bisa menyelesaikan
skripsi ini. Semoga aku bisa membuat kalian bangga dan selalu
tersenyum…
Adikku tercinta yang selalu menjadi inspirasi untukku semoga kamu
bisa menjadi anak yang pintar, jujur dan bermanfaat buat banyak
orang…
Kedua eyangku yang selalu mendoakanku dan selalu memberikan
nasihat yang bijak, mudah-mudahan aku bisa membalas kebaikan
kalian dan membuat kalian bangga…
Teman – temanku yang sudah banyak membantuku dari awal masuk
kuliah sampai skripsi ini selesai, (Tika, ani, ela, hestri, yanti, dudi,
dewi) terimakasih atas semangat yang kalian berikan…
Teman seperjuanganku selama proses skripsi Evi dan Prisca yang
selalu setia bersama dari awal sampai skripsi ini selesai…
Teman menggila dan menggalau (mba mehonk, dyah, septi, devi, mpo
mool, mumu, anin) yang selalu bisa menghiburku, membuatku
tersenyum dan tertawa bahagia...
Teman-teman seperjuanganku angkatan 2009, semoga kita semua bisa
menjadi orang yang bermanfaat…
Orang-orang yang sudah mendoakan aku dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan skripsi ini…
v
Motto
Alloh tidak akan mengubah nasib kita kecuali kita sendiri yang
berusaha…
Yang terpenting adalah niat…
Kemudian bumbui niat itu dengan doa, usaha, ikhtiar dan
tawakkal…
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Kholisatun Muafifah
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Mereng RT 34 RW 09 Kec. Warungpring, Pemalang
Tempat, tanggal lahir : Pemalang, 26 Desember 1991
Email : muafifahafifah@gmail.com
Agama : Islam
Pendidikan : 1. SD N 04 Mereng Lulus tahun 2003
2. SMP N 1 Randudongkal Lulus tahun 2006
3. SMA N 1 Pemalang Lulus tahun 2009
4. Mahasiswa Jurusan Keperawatan, FKIK UNSOED
Riwayat organisasi : Staff Kaderisasi MEDIS
Anggota NRC
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “Pengaruh Clay Therapy terhadap Kecemasan Akibat
Hospitalisasi pada Pasien Anak Usia Prasekolah di RSUD Banyumas”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Hj. Retno Widiastuti, MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Made Sumarwati, S.Kp., MN., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan yang telah memberi ijin dilakukannya
penelitian.
3. Direktur, Bagian Diklat, Kepala ruang Kantil RSUD Banyumas yang telah
memberikan ijin penelitian.
4. Wahyu Ekowati, M.Kep., Sp. Kep. J., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk selama penulisan skripsi.
5. Tulus Setiono, S.Kep., Ns., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk selama penulisan skripsi.
6. Keksi Girindra Swasti, M.Kep., selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran, kritik, dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
7. Kedua orangtua dan keluarga tercinta, atas dorongan semangat dan doa untuk
menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman seperjuangan 2009 dan teman kost, terima kasih atas kerjasama dan
bantuan selama penyusunan skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan moral
maupun material dalam penulisan skripsi ini.
10. Almamaterku, Universitas Jenderal Soedirman.
viii
Penulis menyadari karya tulis ini jauh dari kesempurnaan, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi hasil
yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
peneliti selanjutnya. Amin
Purwokerto, Agustus 2013
Penulis
ix
ABSTRAK
PENGARUH CLAY THERAPY TERHADAP KECEMASAN
AKIBAT HOSPITALISASI PADA PASIEN ANAK
USIA PRASEKOLAH DI RSUD BANYUMAS
Kholisatun Muafifah
1
Wahyu Ekowati
2
Tulus Setiono
3
1
Mahasiswa Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
2
Dosen Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
3
Unit Pelayanan Kesehatan Jiwa Terpadu, RSUD Banyumas
Latar belakang: Dampak hospitalisasi pada anak salah satunya adalah cemas
yang dapat mengganggu proses penyembuhan. Oleh karena itu diperlukan cara
untuk mengurangi kecemasan, salah satunya dengan terapi bermain.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh clay therapy sebagai
salah satu dari jenis terapi bermain terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada
pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain pre experiment dengan pendekatan
pre test - post test one group design. Pengambilan sampel menggunakan
consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 18 responden. Instrumen
penelitian yang digunakan berupa kuesioner kecemasan. Analisis data yang
digunakan adalah uji Paired samples t test.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh clay therapy terhadap
kecemasan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD
Banyumas. Uji statistik Paired samples t test menunjukkan p value >0,05
(p value 0,257).
Kesimpulan: Tidak ada pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas.
Kata kunci: Clay therapy, hospitalisasi, kecemasan, prasekolah
x
ABSTRACT
THE EFFECT OF CLAY THERAPY ON HOSPITALIZATION
ANXIETY OF PRESCHOOL CHILDREN PATIENTS
IN RSUD BANYUMAS
Kholisatun Muafifah
1
Wahyu Ekowati
2
Tulus Setiono
3
1
Student of Nursing Majority, Faculty of Medical and Health Sciences
Jenderal Sudirman University
2
Lecturer of Nursing Majority, Faculty of Medical and Health Sciences
Jenderal Sudirman University
3
Unit of Integrated Mental Health Services, RSUD Banyumas
Background: Impact of hospitalization to the children are anxious who can
disturb recovered process. So that need manner to decrease anxiety, either with
play therapy.
Purpose: This research aims to determine the effect of clay therapy as one of play
therapy on hospitalization anxiety of preschool children patients in RSUD
Banyumas.
Method: This research used design approach pre experiment with pre test post
test one group design. Sampling used consecutive sampling with a sample size of
18 respondents. Research instrument used anxiety questionnaire. Analysis of the
data used statistical test of paired samples t test.
Result: Result showed that there were no effect of clay therapy on hospitalization
anxiety of preschool children patients in RSUD Banyumas. Paired samples t test
showed p value>0,05 (p value=0,257).
Conclusion: There were no effect of clay therapy on hospitalization anxiety of
preschool children patients in RSUD Banyumas.
Keyword: Anxiety, clay therapy, hospitalization, preschool
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………... i
HALAMAN
PENGESAHAN.........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN.......................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………. iv
MOTTO…………………………………………………………………….. v
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………. vi
PRAKATA............................................................................
.......................... vii
ABSTRAK………………………………………………………………….. ix
DAFTAR
ISI................................................................................
................... xi
DAFTAR
TABEL..............................................................................
............. xiv
DAFTAR
GAMBAR.............................................................................
......... xv
DAFTAR
LAMPIRAN...........................................................................
........ xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...........................................................................
................ 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................
.......... 5
C. Tujuan
Penelitian.........................................................................
............... 6
D. Manfaat
Penelitian.........................................................................
............ 6
E. Keaslian
Penelitian.........................................................................
............ 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan
Teori..............................................................................
.............
1.
Kecemasan..........................................................................
...................
a. Kecemasan secara
umum..................................................................
1). Definisi
kecemasan......................................................................
2). Klasifikasi
kecemasan..................................................................
3). Tanda dan gejala
kecemasan........................................................
4). Faktor predisposisi
kecemasan.....................................................
5). Faktor presipitasi
kecemasan.......................................................
9
9
9
9
12
12
14
xii
b. Kecemasan pada anak akibat hospitalisasi.......................................
c. Penatalaksanaan kecemasan pada anak............................................
14
18
2. Clay
Therapy............................................................................
............. 19
3. Pengaruh clay therapy terhadap kecemasan anak...............................
22
B. Kerangka
Teori..............................................................................
............. 25
C. Kerangka
Konsep.............................................................................
.......... 26
D. Hipotesis
Penelitian.........................................................................
........... 27
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Desain
Penelitian ........................................................................
............... 28
B. Lokasi dan waktu
Penelitian.................................................................. 28
C. Populasi dan
Sampel.............................................................................
..... 29
D. Variabel
Penelitian ........................................................................
............ 30
E. Definisi
Operasional........................................................................
........... 30
F. Instrumen
Penelitian.........................................................................
.......... 32
G. Validitas dan Reliabilitas
Instrumen.......................................................... 32
H. Teknik Pengumpulan Data dan Jalannya
Penelitian.................................. 33
I. Analisis
Data...............................................................................
............... 36
J. Etika
Penelitian.........................................................................
.................. 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian.........................................................................
..................
1. Karakteristik
responden.........................................................................
2. Skor kecemasan responden sebelum dan setelah dilakukan clay
therapy………………………………………………………………...
3. Pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada
pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas…………………….
40
40
43
44
B.
Pembahasan.........................................................................
.......................
1. Karakteristik
responden........................................................................
2. Kecemasan responden sebelum dan setelah dilakukan clay
therapy………………………………………………………………...
3. Pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada
45
45
49
52
xiii
pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas…………………….
C. Keterbatasan
Penelitian.........................................................................
..... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan.........................................................................
........................ 56
B.
Saran..............................................................................
............................. 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Definisi operasional variabel………………………………………... 30
4.1 Karakteristik responden berdasarkan usia anak prasekolah yang
dirawat di Ruang Kanthil RSUD Banyumas bulan Juni-Juli 2013
(n=18)……………………………………………………………......
41
4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin anak
prasekolah yang dirawat di Ruang Kanthil RSUD Banyumas
bulan Juni-Juli 2013 (n=18)………………………………………....
42
4.3 Karakteristik responden berdasarkan riwayat pernah dirawat
di RS anak prasekolah yang dirawat di Ruang Kanthil
RSUD Banyumas bulan Juni-Juli 2013 (n=18)……………………...
42
4.4 Skor kecemasan responden sebelum dan setelah dilakukan
clay therapy pada anak prasekolah yang dirawat di Ruang Kanthil
RSUD Banyumas bulan Juni-Juli 2013 (n=18)……………………..
43
4.5 Pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat hospitalisasi
pada pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas
bulan Juni-Juli 2013 (n=18)………………………………………….
44
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Rentang respon kecemasan…………………………………………. 11
2.2 Kerangka teori………………………………………………………. 25
2.3 Kerangka konsep……………………………………………………. 26
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Studi Pendahuluan Penelitian dari Jurusan Keperawatan
FKIK UNSOED
Lampiran 2. Surat Keterangan Studi Pendahuluan Penelitian RSUD Banyumas
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan
Perlindungan Masyarakat Kabupaten Banyumas
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Banyumas
Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari RSUD Banyumas
Lampiran 6. Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 7. Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 8. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 9. Lembar Karakteristik Responden
Lampiran 10. Kuesioner Penelitian Kecemasan Anak
Lampiran 11. Prosedur Tetap Clay Therapy
Lampiran 12. Tabulasi Data Hasil Penelitian
Lampiran 13. Hasil Analisis Univariat dan Bivariat
Lampiran 14. Blangko Bimbingan Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi diartikan sebagai akibat adanya beberapa perubahan
psikis yang dapat dijadikan sebab seseorang dirawat di sebuah institusi
seperti rumah sakit (Stevens, 1999; dalam Mariyam dan Kurniawan,
2008). Supartini (2004) menyatakan hospitalisasi pada anak merupakan
suatu proses karena suatu alasan yang direncanakan atau darurat
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai anak dapat dipulangkan kembali ke rumah. Selama
proses tersebut, anak dapat mengalami berbagai kejadian berupa
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres.
Nursalam et al (2005) menyatakan hospitalisasi merupakan krisis
utama yang tampak pada anak. Anak dapat mengalami stres karena
perubahan status kesehatannya dan memiliki keterbatasan dalam
mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian
yang bersifat menekan. Sumaryoko (2008) dalam Wijayanti (2009)
menyatakan prevalensi kesakitan anak di Indonesia yang dirawat di rumah
sakit cukup tinggi yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang ditunjukkan dengan
selalu penuhnya ruangan anak baik di rumah sakit pemerintah ataupun
rumah sakit swasta.
2
Pada anak yang menjalani hospitalisasi perasaan yang sering
muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong, 2001;
Supartini, 2004). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi
sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak
nyaman dan merasakan sesuatu yang menyakitkan (Supartini, 2004).
Perasaan cemas yang terjadi pada anak dapat menyebabkan orangtua
menjadi cemas juga. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sari dan
Sulisno (2012) yang menyatakan ada hubungan antara kecemasan pada ibu
dan kecemasan pada anak usia 3-6 tahun yang menjalani hospitalisasi.
Kecemasan yang terjadi pada anak ini dapat memperlambat proses
penyembuhan, menurunkan semangat untuk sembuh dan tidak
kooperatifnya anak terhadap tindakan perawatan (Supartini, 2004).
Potter & Perry (2005) menyatakan usia prasekolah merupakan
masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3-6 tahun. Pada usia ini,
perkembangan motorik anak berjalan terus-menerus. Hasil penelitian
Purwandari et al di RSUD Margono Soekardjo Purwokerto menunjukkan
25% anak usia prasekolah yang dirawat mengalami cemas berat, 55%
cemas sedang dan 20% cemas ringan. Dampak hospitalisasi dan
kecemasan yang dialami anak usia prasekolah berisiko dapat mengganggu
tumbuh kembang anak dan proses penyembuhan pada anak (Wong, 2004).
Oleh karena itu, perlu adanya penatalaksanaan untuk mengurangi
kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi.
3
Penatalaksanaan untuk mengurangi kecemasan pada anak yang
menjalani hospitalisasi diantaranya dengan relaksasi, terapi musik,
aktivitas fisik, terapi seni dan terapi bermain. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terapi bermain terbukti dapat menurunkan
kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi. Pratiwi (2012) dalam
penelitiannya tentang pengaruh permainan hospital story terhadap
penurunan tingkat kecemasan anak yang menjalani rawat inap
memberikan hasil pasien anak yang diberikan terapi bermain hospital story
mengalami penurunan tingkat kecemasan. Setelah diberikan terapi
bermain hospital story tidak ada anak yang mengalami kecemasan berat.
Sherwood (2004) menyatakan berbagai jenis terapi bermain telah
digunakan dan memberikan hasil yang positif dalam dunia klinis. Terapi
bermain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan clay
therapy. Yusuf (2002) menyatakan jenis permainan yang cocok untuk
anak usia prasekolah (3-6 tahun) diantaranya permainan membentuk
(konstruksi) dan clay merupakan salah satu permainan membentuk.
Landerth (2004) menyatakan clay therapy sebagai alat terapi
terbukti efektif untuk anak-anak dalam meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah, peningkatan harga diri, menurunkan kecemasan,
pengambilan keputusan dan pengendalian impuls dan kemarahan. Anak-
anak biasanya sulit untuk mengekspresikan perasaan mereka melalui kata-
kata. Oleh karena itu, bermain clay dapat menjadi media anak-anak untuk
mengungkapkan perasaan mereka. Schaefer & Kaduson (2006)
4
menyatakan bermain clay memungkinkan anak dapat mengeluarkan emosi
yang tertahan dan terganggu melalui ekspresi emosional. Dalam penelitian
ini, clay yang akan digunakan terbuat dari kertas daur ulang atau disebut
paper clay.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD
Banyumas, selama 3 bulan terakhir dari bulan Januari sampai pertengahan
Maret 2013 didapatkan data jumlah pasien anak yang dirawat sebanyak
347 pasien. Pasien anak usia 3-6 tahun yang dirawat sebanyak 64 pasien.
Hasil observasi menemukan banyak anak yang menangis terutama saat
dilakukan tindakan perawatan. Selain menangis, pasien anak juga tidak
mau berpisah dengan ibunya dan menghindar ketika akan dilakukan
tindakan perawatan. Hospitalisasi juga menyebabkan anak-anak menjadi
susah makan, susah tidur dan susah untuk minum obat. Keadaan tersebut
dapat menyebabkan proses penyembuhan anak menjadi terganggu.
Penatalaksanaan untuk mengurangi kecemasan pada pasien anak perlu
dilakukan, diantaranya dengan terapi bermain. Clay therapy merupakan
salah satu jenis terapi bermain yang dapat diberikan pada pasien anak usia
prasekolah karena permainan ini merupakan salah satu permainan
membentuk yang cocok diterapkan untuk anak usia prasekolah.
Berdasarkan uraian di atas, untuk membuktikan dugaan tersebut,
maka perlu dilakukan pengukuran clay therapy untuk menurunkan
kecemasan pada anak. Oleh Karena itu, peneliti tertarik melakukan
5
penelitian mengenai pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas.
B. Rumusan Masalah
Hospitalisasi pada anak merupakan suatu proses karena suatu
alasan yang direncanakan atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai anak dapat
dipulangkan kembali ke rumah. Pada anak yang menjalani hospitalisasi
perasaan yang sering muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa
bersalah. Kecemasan yang terjadi pada anak ini dapat memperlambat
proses penyembuhan, menurunkan semangat untuk sembuh dan tidak
kooperatifnya anak terhadap tindakan perawatan. Berdasarkan hasil
observasi pada pasien anak prasekolah yang dirawat inap di RSUD
Banyumas, ditemukan banyak anak yang menangis terutama saat
dilakukan tindakan perawatan. Selain itu, mereka juga tidak mau berpisah
dengan ibunya dan menghindar saat dilakukan tindakan perawatan.
Keadaan tersebut dapat memperlambat proses penyembuhan anak. Oleh
karena itu, perlu adanya penatalaksanaan untuk mengurangi kecemasan
akibat hospitalisasi pada pasien anak prasekolah. Menurut penelitian,
terapi bermain terbukti dapat menurunkan tingkat kecemasan akibat
hospitalisasi pada pasien anak. Clay therapy merupakan salah satu jenis
terapi bermain yang cocok diterapkan untuk anak usia prasekolah.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dirumuskan masalah penelitian
6
sebagai berikut: adakah pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh clay therapy
terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia
prasekolah di RSUD Banyumas.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin
dan riwayat pernah dirawat di rumah sakit.
b. Mengetahui skor kecemasan anak sebelum mendapatkan clay
therapy.
c. Mengetahui skor kecemasan anak sesudah mendapatkan clay
therapy.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi profesi keperawatan
Memberikan sumbangsih dalam peningkatan pengetahuan tentang
manfaat clay therapy sebagai treatment untuk mengurangi kecemasan
akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah dan menambah
referensi bagi pendidikan.
7
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
diterapkan dalam menangani kecemasan anak usia prasekolah yang
menjalani hospitalisasi.
3. Bagi orangtua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
kecemasan anak dan dapat memberikan informasi kepada orangtua
tentang cara untuk mengurangi kecemasan pada anak mereka.
4. Bagi peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan peneliti
tentang clay therapy dan pengalaman tentang proses pelaksanaan
penelitian.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini diajukan berdasarkan penelitian-penelitian yang
hampir serupa pernah dilakukan, yaitu:
1. Pratiwi (2012) yang meneliti penurunan tingkat kecemasan anak rawat
inap dengan permainan hospital story di RSUD Kraton Pekalongan.
Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan
rancangan one group pretest-postest design. Jumlah sampel sebanyak
28 responden. Analisa data menggunakan uji statistik wilcoxon. Hasil
penelitian menunjukkan ada penurunan tingkat kecemasan pada anak
selama menjalani perawatan sebelum dan sesudah diberikan intervensi
dengan nilai p=0,000. Penelitian ini memiliki persamaan dalam variabel
8
terikat yaitu kecemasan namun terdapat perbedaan pada variabel bebas
yaitu clay therapy.
2. Rahmani dan Moheb (2010) yang meneliti The effectiveness of clay
therapy and narrative therapy on anxiety of pre-school children: a
comparative study. Jumlah sampel sebanyak 30 responden yang terdiri
dari 10 anak kelompok narrative therapy, 10 anak kelompok clay
therapy dan 10 anak kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan
ada perbedaan kecemasan antara kelompok kontrol dengan kelompok
narrative therapy dan clay therapy, tetapi tidak ada perbedaan
kecemasan yang signifikan antara kelompok narrative therapy dengan
kelompok clay therapy. Penelitian ini memiliki persamaan dalam
variabel bebas dan terikat namun terdapat perbedaan pada desain
penelitian dan tempat dilakukannya penelitian.
3. Sari dan Sulisno (2012) yang meneliti hubungan kecemasan ibu dengan
kecemasan anak saat hospitalisasi anak. Desain penelitian yang
digunakan adalah deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional.
Jumlah sampel sebanyak 60 responden. Hasil penelitian menunjukkan
ada hubungan antara tingkat kecemasan ibu dengan tingkat kecemasan
anak usia 3 sampai 6 tahun yang mengalami hospitalisasi di Ruang
Anggrek RSUD Ambarawa dengan nilai p=0,000. Penelitian ini
memiliki persamaan dalam variabel terikat yaitu kecemasan namun
terdapat perbedaan pada variabel bebas dan desain penelitian yang
digunakan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kecemasan
a. Kecemasan secara umum
1). Definisi kecemasan
Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik
dan dialami secara subjektif (Stuart, 2006). Keliat et al (2011)
mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan perasaan yang
kompleks berkaitan dengan perasaan takut, sering disertai oleh
sensasi fisik seperti jantung berdebar, nafas pendek atau nyeri
dada. Suliswati et al (2005) mendefinisikan kecemasan sebagai
respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam
kehidupan sehari-hari.
2). Klasifikasi kecemasan
Peplau (1989) dalam Videbeck (2008) megklasifikasikan
tingkat kecemasan yang dialami individu menjadi empat yaitu
ringan, sedang, berat dan panik. Respon kecemasan yang
dialami oleh individu berbeda-beda sesuai dengan tingkat
10
kecemasan, lama kecemasan yang dialami dan seberapa baik
individu melakukan koping terhadap kecemasan yang dialami.
Gangguan kecemasan merupakan masalah psikiatri yang paling
sering terjadi. Stuart (2006) menjelaskan tingkat kecemasan
yang dapat dialami individu sebagai berikut:
a). Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan dapat menyebabkan seseorang
menjadi waspada. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
b). Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk
berfokus pada hal yang dianggap penting sehingga
mengabaikan yang lain. Kecemasan ini mempersempit
lapang persepsi seseorang sehingga seseorang tidak
mengalami perhatian yang selektif tetapi dapat berfokus
pada lebih banyak area jika diarahkan.
c). Kecemasan berat, sangat mengurangi lapang persepsi
seseorang. Seseorang cenderung berfokus pada sesuatu
yang spesifik dan tidak berfikir tentang hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
Seseorang yang mengalami kecemasan berat membutuhkan
banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
11
d). Panik, berhubungan dengan terpengaruh, ketakutan, dan
teror. Seseorang yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik
mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi
menyimpang, serta kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat kecemasan ini apabila berlangsung terus menerus
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kelelahan dan
kematian.
Sumber: Stuart (2006)
Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon kecemasan
Respon adaptif Respon maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
12
3). Tanda dan gejala kecemasan
Tanda dan gejala kecemasan menurut Keliat et al (2011)
adalah sebagai berikut:
a). Fisik, berupa jantung berdebar keras, susah tidur, pusing,
berkeringat, mulut kering, nyeri perut, agitasi, tidak bisa
santai dan tremor.
b). Mental, berupa ketegangan mental (cemas/bingung, rasa
tegang, konsentrasi buruk).
Hawari (2004) menyatakan keluhan pada orang yang
mengalami kecemasan antara lain: khawatir, mudah
tersinggung, merasa tegang, gelisah, mudah terkejut, takut
sendirian, takut pada keramaian, gangguan pola tidur dan mimpi
buruk. Keluhan fisik dapat berupa rasa sakit pada otot dan
tulang, pendengaran berdengung, berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala.
4). Faktor predisposisi kecemasan
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam
kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan
(Suliswati et al, 2005). Cemas dapat diekspresikan secara
langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dapat juga
secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme
koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan (Stuart, 2006).
13
Faktor predisposisi kecemasan menurut Suliswati et al (2005)
sebagai berikut:
a). Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya
kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu
baik krisis perkembangan ataupun situasional.
b). Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan
individu berfikir secara realitas sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
c). Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
d). Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena
merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat
memengaruhi konsep diri individu.
e). Pola mekanisme koping keluarga akan memengaruhi
individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami
karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari
dalam keluarga.
f). Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
memengaruhi respon individu dalam berespon terhadap
konflik dan mengatasi kecemasannya.
14
5). Faktor presipitasi kecemasan
Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam
kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan
(Suliswati et al, 2005). Stuart (2006) menyatakan faktor
presipitasi kecemasan dapat berasal dari sumber eksternal dan
internal. Faktor presipitasi kecemasan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu:
a). Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi penurunan
kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
b). Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi pada
individu.
b. Kecemasan pada anak akibat hospitalisasi
Hospitalisasi pada anak merupakan suatu proses karena suatu
alasan yang direncanakan atau darurat mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai anak
dapat dipulangkan kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak
dapat mengalami berbagai kejadian berupa pengalaman yang sangat
traumatik dan penuh dengan stres (Supartini, 2004).
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi pada umumnya
adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh
dan rasa nyeri. Kecemasan anak selama hospitalisasi terjadi karena
adanya stresor berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan
15
kontrol, dan ketakutan akan perlukaan terhadap anggota tubuh
(Johnson,1989; dalam Alfiyanti et al, 2007). Kecemasan dan stres
yang dialami anak saat hospitalisasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain faktor dari petugas kesehatan (perawat, dokter dan
tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru dan keluarga yang
mendampingi selama perawatan (Nursalam et al, 2005).
Hockenberry & Wilson (2007) menyatakan faktor-faktor yang
memengaruhi kecemasan pada anak selama hospitalisasi diantaranya
usia, jenis kelamin, lama dirawat dan pengalaman dirawat. Mubin &
Hanum (2010) menyatakan faktor posisi anak dalam keluarga,
pendampingan orangtua dan tipe kepribadian anak memengaruhi
kecemasan anak prasekolah selama hospitalisasi.
Reaksi anak usia prasekolah (3-6 tahun) terhadap perpisahan
selama hospitalisasi yaitu dengan menolak makan, sering bertanya,
menangis secara perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan
kontrol terhadap dirinya dan mengharuskan adanya pembatasan
aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri.
Hospitalisasi seringkali dipersepsikan anak usia prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah atau takut.
Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak
menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas
tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif
16
dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan
kata-kata marah, tidak mau bekerjasama dengan perawat dan
ketergantungan pada orangtua (Supartini, 2004).
Kecemasan yang dialami anak selama dilakukan tindakan
keperawatan dipengaruhi oleh kecemasan hospitalisasi yang terdiri
dari tiga fase. Fase pertama adalah fase protes, ditunjukkan dengan
reaksi anak seperti menangis, menjerit, mencari dan memegang erat
orangtua, menolak bertemu dan menyerang orang yang tidak
dikenal. Fase kedua adalah fase putus asa, ditandai dengan anak
tidak aktif, menarik diri dari orang lain, sedih, tidak tertarik terhadap
lingkungan, tidak komunikatif, dan menolak makan atau minum.
Pada fase ketiga yaitu fase penerimaan, anak mulai menunjukkan
ketertarikan pada lingkungan dan berinteraksi dangkal dengan orang
lain atau perawat. Pada hari pertama anak dirawat di rumah sakit,
berarti anak berada pada fase pertama yaitu fase protes. Pada fase
ini, anak belum melewati fase adaptasi untuk mencapai tahap
penerimaan, karena tahap penerimaan biasanya terjadi setelah anak
dirawat di rumah sakit dalam waktu lebih dari dua hari (Alfiyanti et
al, 2007).
Respon kecemasan anak akibat hospitalisasi lebih didominasi
oleh respon kecemasan perpisahan (separation anxiety). Respon ini
terjadi karena anak harus berpisah dengan teman-teman, saudara
kandung dan orang terdekatnya. Perilaku yang muncul diantaranya
17
anak menangis ketika pertama kali masuk ke rumah sakit, menolak
perhatian selain dari orangtua, menangis ketika orangtua
meninggalkan ruangan, tidak mau beraktivitas dan tidak
menunjukkan minat terhadap kegiatan (Wong, 2004). Kecemasan
yang dialami anak selama hospitalisasi dapat menimbulkan dampak
diantaranya proses penyembuhan anak dapat terhambat, menurunnya
semangat untuk sembuh dan tidak kooperatifnya anak terhadap
tindakan perawatan (Supartini, 2004).
Hospitalisasi dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada
semua tingkatan usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga
kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun keluarga yang
mendampingi selama perawatan. Selain anak yang merasakan
kecemasan keluarga juga dapat merasakan kecemasan karena kondisi
anaknya yang sakit (Nursalam et al, 2005). Hospitalisasi juga dapat
menyebabkan gangguan pada anak seperti kehilangan nafsu makan,
susah tidur, mengompol, menghisap jempol dan sering ditemukan
anak-anak menyalahkan orangtuanya karena membawa mereka ke
rumah sakit (Severo, 2009; dalam Wijayanti, 2009).
Hospitalisasi dapat mengakibatkan anak menjadi regresi dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Regresi adalah mundurnya
tahap perkembangan yang telah dicapai seseorang kedalam tahap
perkembangan sebelumnya, contohnya yaitu anak sering meminta
18
minum menggunakan botol yang biasanya sudah minum dengan
gelas, mengompol dan buang air kecil tidak teratur, atau
meningkatnya ketergantungan pada orangtua seperti meminta
digendong (Leifer, 2003; dalam Wijayanti, 2009).
c. Penatalaksanaan kecemasan pada anak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas seperti terapi
bermain, latihan aktivitas fisik, mendengarkan musik dan terapi seni
dapat mengurangi kecemasan anak selama hospitalisasi. Pratiwi
(2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada penurunan
tingkat kecemasan anak yang menjalani rawat inap setelah
pemberian permainan hospital story. Permainan ini diberikan dengan
menceritakan semua hal yang berkaitan dengan rumah sakit,
khususnya tentang rutinitas kegiatan, mengenal tim kesehatan, dan
prosedur pengobatan melalui media buku cerita bergambar.
Sementara itu, Pravitasari & Edi (2012) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa ada perbeadaan tingkat kecemasan pasien anak
usia prasekolah sebelum dan sesudah program mewarnai. Efek
program mewarnai dalam penelitian ini memberikan dampak yang
positif pada responden. Melihat dari kebutuhan dasar bermain pada
kelompok usia ini, kegiatan bermain yang cocok salah satunya skill
play. Kegiatan mewarnai dapat memberikan efek rileks pada
responden karena aktivitasnya yang mengasyikan, perkenalan
responden dengan gambar serta warna yang cocok untuk diberikan
19
pada gambar yang ada. Penelitian lain yang dilakukan Suryanti et al
(2011) memberikan hasil bahwa anak yang diberikan terapi bermain
mewarnai dan origami mengalami penurunan tingkat kecemasan dari
kecemasan sedang menjadi kecemasan ringan.
Ghofar & Ningsih (2012) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa terapi musik dengan mendengarkan Al Quran juga dapat
menurunkan respon kecemasan pada anak toddler yang menjalani
hospitalisasi. Musik terbukti dapat menurunkan kecemasan yang
ditandai dengan perubahan perilaku anak dari maladptif menjadi
adaptif. Selain terapi musik dan terapi bermain, aktivitas fisik juga
dapat menurunkan kecemasan pada anak selama hospitalisasi.
Widianti (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada
pengaruh senam otak terhadap kecemasan anak usia prasekolah yang
menjalani hospitalisasi. Skor kecemasan anak menurun setelah
pemberian aktivitas senam otak.
2. Claytherapy
Clay therapy merupakan terapi bermain yang menggunakan clay
sebagai media dalam terapi (Rahmani & Moheb, 2010). Buchalter
(2009) dalam Wirastania (2012) mendifinisikan clay therapy sebagai
sebuah terapi yang memanfaatkan media clay yang dapat mendorong
seseorang untuk dapat mengekspresikan suasana hati dan perasaannya.
Clay therapy digunakan sebagai salah satu teknik dalam proses
terapeutik pada terapi individu dan kelompok. Pelaksanaan clay therapy
20
dilakukan dengan merancang beberapa tema, misalnya buah dan
sayuran, binatang, bunga, dan desain abstrak. Perancangan tema
dilakukan untuk dapat mengarahkan klien dalam membuat suatu karya
yang berbahan dasar clay.
Designs (2011) dalam Rochayah (2012) menyatakan bahwa arti
kata clay yang sebenarnya adalah tanah liat. Tanah liat adalah materi
alam yang dapat diolah dan dibentuk menjadi macam-macam tembikar
atau biasa disebut juga keramik. Wahyuningsih (2012) menyatakan
dalam perkembangannya istilah clay digunakan untuk meyebut adonan
yang menyerupai tanah liat atau clay buatan.
Bainbridge (1996) dalam Suryani (2011) menyatakan bahwa
bermain clay bermanfaat untuk mengasah kemampuan otak kanan,
meningkatkan kreativitas daya imajinasi anak dan melatih kerja syaraf
motorik anak. Landerth (2004) menyatakan clay sebagai alat terapi
terbukti efektif untuk anak-anak dalam meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah, meningkatkan harga diri, mengurangi
kecemasan, pengendalian impuls dan kemarahan. Berdasarkan hasil
penelitian Wahyuningsih, aktivitas bermain clay memberikan pengaruh
positif terhadap peningkatkan kemampuan motorik halus anak
tunagrahita sedang.
21
Macam-macam clay buatan menurut Suryani (2011) adalah sebagai
berikut:
a. Paper clay
Clay ini dibuat dari bubur kertas dan pengeringannya cukup dengan
diangin-anginkan. Cara membuat paper clay adalah dengan kertas
koran yang sudah direndam selama 3 hari 3 malam kemudian
diblender dan dicampur dengan lem PVC. Namun, lem PVC disini
akan diganti dengan tepung kanji karena lebih aman untuk anak-
anak. Perbandingan kertas koran dengan tepung kanji adalah 1 ons:
1 ons. Kertas koran yang sudah direndam selama 3 hari 3 malam
kemudian diblender dengan air sebanyak 160 ml sampai halus.
Tepung kanji dicampur dengan air panas sebanyak 20 ml kemudian
diaduk sampai bentuknya seperti lem. Kertas koran yang sudah
diblender kemudian diperas menggunakan kain sampai kering.
Setelah itu, campuurkan kertas yang sudah diperas dengan adonan
tepung kanji dan diaduk sampai merata. Setelah cukup diaduk
adonan siap untuk dibentuk. Untuk mempercantik paper clay, dapat
ditambahkan pewarna makanan yang aman. Warna yang digunakan
dapat disesuaikan dengan selera masing-masing orang (www
shop.keramik88. com).
b. Lilin malam
Termasuk keluarga clay, biasanya digunakan sebagai mainan anak-
anak, banyak dijual di toko, memiliki bermacam-macam warna dan
22
mudah dibentuk. Bentuk akhirnya tetap lunak tidak akan mengeras
dan dapat diolah kembali.
c. Polymer clay
Pengeringan clay ini dilakukan dengan cara dipanggang dalam
oven. Hasilnya ada yang menyerupai batu alam, plastik atau metal.
d. Air dry clay
Clay ini sering disebut clay Jepang atau clay Korea karena
umumnya clay ini didatangkan dari kedua negara tersebut.
Pengeringan clay jenis ini cukup dengan diangin-anginkan.
e. Jumping clay
Clay ini menyerupai air dry clay, tetapi hasil akhirnya lebih ringan
dan pengeringannya cukup dengan cara diangin-anginkan.
f. Plastisin (clay tepung)
Clay ini hampir sama dengan lilin malam tetapi tidak selunak lilin
malam dan bentuknya lebih mantap (lebih keras dibandingkan lilin
malam). Clay jenis ini dapat dibuat sendiri dengan bahan dasar
tepung dan pengeringannya cukup dengan diangin-anginkan.
3. Pengaruh claytherapyterhadap kecemasan pada anak
Penelitian mengenai pengaruh terapi bermain dapat menurunkan
kecemasan pada anak pernah dilakukan sebelumnya dan terdapat
pengaruh positif dari penggunaan terapi ini. Penelitian yang dilakukan
oleh Naderi et al (2010) tentang efektivitas terapi bermain terhadap
kecemasan anak usia 8-12 tahun dengan diagnosa kecemasan di sebuah
23
klinik konseling memberikan hasil yang positif. Anak-anak usia 8-12
tahun dengan diagnosa kecemasan yang menjalani terapi bermain di
klinik konseling tersebut setiap 1 jam selama 10 sesi mengalami
penurunan kecemasan. Terapi bermain merupakan intervensi klinis
yang efektif dan telah dimanfaatkan oleh terapis selama bertahun-tahun.
Berbagai teknik terapi bermain telah digunakan mulai dari bermain
bebas sampai bermain terstruktur. Salah satu jenis terapi bermain
adalah clay therapy (Sherwood, 2004).
Supartini (2004) menyatakan anak yang mengalami hospitalisasi
akan mengalami berbagai kejadian yang sangat traumatik dan penuh
dengan stres. Penyebab stres pada anak diantarnya karena lingkungan
rumah sakit itu sendiri seperti bangunan rumah sakit, ruang rawat, alat-
alat (jarum suntik), pakaian putih petugas kesehatan dan lingkungan
sosial seperti interaksi sesama pasien anak. Kondisi ini merupakan
sumber stres (stressor) yang dapat memengaruhi kondisi psikologis
seorang anak yang pada tingkat tertentu dapat menyebabkan seorang
anak jatuh pada kondisi kecemasan, baik cemas ringan, sedang, berat
maupun panik (Keliat, 2006).
Beberapa tahun terakhir ini, clay sering digunakan untuk bermain
anak-anak dalam kegiatan terapi bermain. Terapis menggunakan clay
sebagai sarana untuk meningkatkan hubungan terapeutik dan
mendukung proses klinis. Bermain clay memungkinkan anak untuk
mengekspresikan perasaan mereka (Schaefer & Kaduson, 2006).
24
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmani & Moheb (2010) tentang
pengaruh clay therapy terhadap tingkat kecemasan anak usia prasekolah
di sebuah taman kanak-kanak memberikan hasil anak-anak usia
prasekolah di taman kanak-kanak yang mengalami kecemasan dan
menjalani terapi ini selama 10 sesi dalam 5 minggu mengalami
penurunan kecemasan yang signifikan dibandingkan kelompok kontrol.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Naderi et al (2010) juga
memberikan hasil terapi bermain yang dilakukan setiap 1 jam selama 10
sesi dimana dalam 10 sesi tersebut terdapat permainan clay dapat
menurunkan kecemasan anak usia 8-12 tahun dengan diagnosa
kecemasan di sebuah klinik konseling.
Clay therapy dalam penelitian ini menggunakan clay yang
berbahan dasar kertas daur ulang atau disebut paper clay. Paper clay
(bubur kertas) memiliki karakter cukup unik, terdiri bahan tipis dan rata
yang dihasilkan dari kopresi serat. Kertas juga merupakan bahan yang
ringan dan juga mudah digunakan (Wahyuningsih, 2012).
25
B. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber: Supartini (2004), Nursalam et al (2005), Hockenberry & Wilson
(2007), Mubin & Hanum (2010), Pratiwi (2012), Widianti (2011),
Pravitasari & Edi (2012), Ghofar & Ningsih (2012) dan Rahmani &
Moheb (2010).
Hospitalisasi
pada anak
Pengalaman
penuh stres
dan
traumatik
Kecemasan
Dampak:
1. Memperlambat proses
penyembuhan
2. Menurunkan
semangat untuk cepat
sembuh
3. Tidak kooperatifnya
anak terhadap
tindakan keperawatan
Penatalaksanaan
1. Aktivitas fisik
2. Terapi musik
3. Terapi bermain
a. Hospital
Story
b. ClayTherapy
c. Mewarnai
Faktor yang
memengaruhi
kecemasan:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Lama hari
rawat
4. Pengalaman
pernah dirawat
di RS
5. Posisi anak
dalam keluarga
6. Tipe
kepribadian
anak
7. Pendampingan
orangtua
26
C. Kerangka Konsep
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Clay Therapy
Skor kecemasan
(15-60)
Pasien anak usia
prasekolah yang
mengalami
kecemasan akibat
hospitalisasi
Usia
Jenis kelamin
Lama hari rawat
Riwayat pernah dirawat di rumah sakit
Posisi anak dalam keluarga
Tipe kepribadian anak
Pendampingan orangtua
27
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara atau jawaban
sementara dari suatu penelitian yang akan dibuktikan dalam penelitian
(Notoatmodjo, 2005). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah hipotesis kerja (Ha): ada pengaruh clay therapy terhadap
kecemasan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD
Banyumas.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain pre experiment dengan
rancangan pre test - post test one group design. Rancangan jenis ini hanya
menggunakan satu kelompok subyek. Pengukuran dilakukan sebelum dan
setelah perlakuan. Perbedaan kedua hasil pengukuran dianggap sebagai
efek perlakuan. Adanya efek maturasi pada subyek dan kondisi lain yang
berpengaruh terhadap validitas internal dan eksternal merupakan
kelemahan desain ini (Saryono, 2009).
O
1
X O
2
Keterangan:
O
1
: Skor kecemasan sebelum perlakuan (pre test)
X : Perlakuan
O
2
: Skor kecemasan setelah perlakuan (post test)
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Kanthil RSUD Banyumas dari
tanggal 26 Juni sampai 25 Juli 2013.
29
C. Populasi dan Sampel
Saryono (2009), menyatakan bahwa populasi merupakan
keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian.
Penentuan sumber data dalam suatu penelitian sangat penting dan
menentukan keakuratan hasil penelitian. Populasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien anak dengan usia 3-6 tahun yang
dirawat di Ruang Kanthil RSUD Banyumas sebanyak 24 pasien selama
tanggal 26 Juni-25 Juli 2013.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili populasi.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling selama
1 bulan dengan perlakuan sebanyak 2 kali untuk masing-masing
responden. Sampel diambil dari semua subyek yang datang dan memenuhi
kriteria pemilihan sampel. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 18
pasien dari 24 pasien yang ada. Hal ini disebabkan karena tidak semua
orangtua bersedia anaknya menjadi responden dan anak ada yang menolak
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Adapun kriteria yang menjadi responden:
a. Kriteria inklusi
1). Pasien anak usia 3-6 tahun yang dirawat di Ruang Kanthil.
2). Kesadaran composmentis.
3). Orangtua bersedia anaknya menjadi responden.
4). Lama hari rawat 2-3 hari.
30
b. Kriteria eksklusi meliputi anak dengan kejang, demam tinggi,
mengantuk berat, bedrest total dan yang dirawat di ruang isolasi.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok
yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Saryono, 2009).
Variabel bebas (variabel independen) merupakan variabel yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Hidayat, 2008). Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah clay therapy. Variabel terikat (variabel
dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena variabel bebas (Hidayat, 2008). Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah kecemasan.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data
dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup
variabel (Saryono, 2011). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
31
Tabel 3.1. Definisi operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
Data
1. Clay therapy Terapi bermain
dengan
menggunakan clay
sebagai media
untuk bermain
yang diberikan
dalam waktu 30
menit selama 2
kali pertemuan.
- - -
2. Kecemasan Respon fisiologis
dan psikologis
yang muncul pada
individu yang
dapat
menyebabkan
ketidaknyamanan
pada diri individu
yang
merasakannya.
Kuesioner
kecemsan yang
dinilai dengan
skala likert yaitu
selalu (SL)=4
sering (SR)=3
kadang-kadang
(KD)=2 dan tidak
pernah (TP)=1
untuk pernyataan
favourable dan
untuk pernyataan
unfavourable
sebaliknya.
Skor kecemasan
(15-60)
Rasio
3. Usia Usia Individu
yang terhitung
mulai saat
dilahirkan sampai
tanggal penelitian.
Data dari RS dan
mengisi identitas
responden
3-6 tahun Rasio
4. Jenis kelamin Salah satu dari
dua bentuk utama
individu yang
membedakan
masing-masing
sebagai laki-laki
atau perempuan.
Data dari RS dan
mengisi identitas
responden
1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
5. Riwayat
pernah dirawat
di RS
Riwayat anak
pernah dirawat di
rumah sakit
sebelumnya.
Jawaban
orangtua dan
mengisi identitas
responden
1. Pernah
2. Tidak
pernah
Nominal
32
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah
diolah (Saryono, 2011). Instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan alat ukur kecemasan berupa kuesiner
kecemasan yang dimodifikasi dan dikembangkan dari Hockenberry dan
Wilson (2007), Subardiah (2009) dan Widianti (2011). Kecemasan
diobservasi menggunakan 15 item respon anak yang dinilai dengan skala
likert, yaitu selalu (SL) = 4, sering (SR) = 3, kadang-kadang (KD) = 2, dan
tidak pernah (TP) = 1 untuk pernyataan favourable dan pernyataan
unfavourable sebaliknya. Pernyataan unfavourable terdapat pada
pernyataan no 1, 2, 6, 11, 12, dan 15, sedangkan no 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 13
dan 14 adalah pernyataan favourable.
G. Validitas dan Reliabilitas
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur (Saryono, 2011). Pengukuran
validitas kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan dan
kecermatan alat ukur untuk mengukur apa yang seharusnya diukur
(Notoadmodjo, 2003). Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sudah pernah digunakan
33
oleh Widianti (2011) yang telah dinyatakan valid dengan nilai
reliabilitasnya sebesar 0,89 yang artinya reliabel.
H. Teknik Pengumpulan Data dan Jalannya Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
a. Persiapan materi dan konsep yang mendukung jalannya penelitian.
b. Studi pendahuluan untuk mengetahui populasi anak yang dirawat di
Ruang Kanthil RSUD Banyumas.
c. Pembuatan proposal penelitian yang dilanjutkan dengan pengujian
proposal penelitian.
d. Mengurus perijinan ke Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan
Masyarakat (Bakesbang Pol dan Linmas) Kabupaten Banyumas, Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan RSUD
Banyumas.
2. Tahap pelaksanaan
a. Presentasi di RSUD Banyumas pada tanggal 24 Juni 2013.
b. Kegiatan penelitian yang meliputi:
1). Mencari sampel yang sesuai dengan kriteria untuk penelitian.
2). Menjelaskan kepada calon responden dan orangtua tentang
tujuan dari clay therapy.
3). Meminta izin kepada orangtua calon responden untuk anaknya
menjadi responden penelitian dengan membina hubungan
saling percaya dengan orangtua calon responden, kemudian
membuat persetujuan dengan lembar inform consent.
34
4). Setelah orangtua mengizinkan anaknya menjadi responden
maka peneliti melakukan pendekatan dengan anak untuk diajak
bermain bersama peneliti disertai dengan memberikan
penjelasan tentang pelaksanaan clay therapy kepada anak.
5). Melakukan wawancara dengan orangtua responden untuk
mengisi identitas responden berupa nama anak (inisial), usia,
jenis kelamin dan riwayat pernah dirawat di RS.
6). Mengumpulkan data kecemasan dengan memberikan
kuesioner yang diisi oleh orangtua responden.
7). Pelaksanaan penelitian pada pasien anak dengan melakukan
intervensi sebanyak 2 kali selama 30 menit.
8). Mengatur posisi yang nyaman bagi anak yaitu posisi duduk.
9). Peneliti dan responden menentukan topik sebelum melakukan
kegiatan clay therapy.
10). Peneliti membagikan clay dan cetakan kepada responden.
11). Responden mulai melakukan kegiatan clay therapy dengan
didampingi orangtua dan peneliti.
12). Responden memasukkan adonan clay ke dalam cetakan dan
peneliti membantu responden untuk mengeluarkan adonan dari
cetakan.
13). Peneliti memberikan bintang kepada responden ketika
responden berhasil membuat satu bentuk.
14). Peneliti menanyakan perasaan responden setelah bermain clay.
35
15). Peneliti membersihkan tangan responden dengan tisue basah.
16). Peneliti memberikan hasil clay yang dibuat responden untuk
dibawa pulang oleh responden.
17). Kegiatan clay therapy sesi pertama diakhiri dengan melakukan
kontrak dengan orangtua untuk sesi kedua yang akan
dilaksanakan hari berikutnya.
18). Pada hari kedua kegiatan clay therapy dilaksanakan seperti
pada hari pertama.
19). Setelah kegiatan clay therapy sesi 2 selesai dilaksanakan,
peneliti memberikan kuesioner kembali untuk diisi oleh
orangtua responden.
20). Peneliti menanyakan pendapat orangtua tentang kegiatan clay
therapy ini.
21). Terminasi kepada responden dan orangtua serta mengucapkan
terimakasih atas kesediaannya menjadi responden.
3. Tahap pengolahan dan analisis data
Mengumpulkan hasil kuesioner kecemasan yang diisi orangtua
responden, memasukkan data hasil isian kuesioner, serta menganalisis
hasil data yang telah dimasukkan.
4. Tahap penyusunan laporan
Pembuatan pembahasan dan kesimpulan yang disusun ke dalam
laporan hasil penelitian untuk kemudian dipresentasikan.
36
I. Analisis Data
1. Pengolahan data
Data yang diperoleh diolah dengan komputer menggunakan program
statistik. Menurut Hastono (2001), pengolahan data dilakukan dengan
melewati beberapa tahapan yaitu:
a. Editing
Peneliti melakukan pengecekan data yang diperoleh meliputi
kelengkapan identitas dan data tentang hasil isian kuesioner
kecemasan anak.
b. Coding
Peneliti merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka. Data yang dilakukan coding meliputi usia yaitu 1= 3
tahun, 2= 4 tahun, 3= 5 tahun dan 4= 6 tahun coding jenis kelamin
1= laki-laki dan 2= perempuan serta coding riwayat pernah dirawat
di rumah sakit yaitu 1= pernah dan 2= tidak pernah.
c. Entry data
Peneliti memasukkan data dari hasil isian kuesioner
kecemasan ke dalam komputer agar data dapat dianalisis
menggunakan program statistik.
d. Tabulating
Peneliti meringkas jawaban dari hasil kuesioner kecemasan
menjadi tabel yang memuat semua jawaban responden. Jawaban
37
responden dikumpulkan dalam bentuk kode-kode yang disepakati
untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya.
2. Analisis data
a. Analisis univariat
Analisis data univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian. Data yang diperoleh pada analisis ini disajikan
dalam bentuk tabel frekuensi dan ukuran tendensi sentral (Saryono,
2011). Karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin dan
riwayat pernah dirawat di rumah sakit disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi. Skor kecemasan sebelum dan skor kecemasan sesudah
clay therapy disajikan dalam bentuk ukuran tendensi sentral.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui
interaksi dua variabel. Dalam penelitian ini, analisis bivariat
menggunakan uji statistik paired t-test yang mensyaratkan data
setiap variabel yang akan dianalisis berdistribusi normal sehingga
perlu adanya uji normalitas data sebelum dilakukan pengujian
hipotesis. Uji normalitas data menggunakan metode saphirowilk.
Uji normalitas skor kecemasan sebelum perlakuan hasilnya 0,50
dan setelah perlakuan hasilnya 0,18. Oleh karena hasilnya >0,05
maka data terdistribusi normal dan dianalisis menggunakan uji
statistik paired t-test.
38
J. Etika Penelitian
Hidayat (2008) menyatakan dalam penelitian yang subyeknya
adalah manusia dikenal 3 prinsip penelitian yaitu:
1. Prinsip manfaat
Peneliti memperkecil risiko dan memaksimalkan manfaat.
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
pasien anak yang menjalani hospitalisasi, orangtua pasien dan petugas
kesehatan yang merawat pasien anak di RSUD Banyumas.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self-
determination).
Orangtua pasien diberi kebebasan untuk menentukan apakah
anaknya diizinkan mengikuti atau tidak mengikuti kegiatan
penelitian.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan
(right to full disclosure).
Peneliti memberikan penjelasan secara rinci kepada orangtua
pasien dan pasien tentang pelaksanaan clay therapy yang akan
diberikan dan bertanggungjawab ketika pelaksanaan terapi dan
sesudah pelaksanaan terapi. Clay therapy yang diberikan aman untuk
anak-anak karena selama kegiatan terapi, peneliti dan orangtua
responden akan mendampingi.
39
c. Informed consent
Peneliti memberikan informed consent pada orangtua sebagai
bukti bahwa orangtua setuju jika anaknya menjadi responden dalam
penelitian.
3. Prinsip keadilan (right to justice)
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair
treatment).
Seluruh pasien harus diperlakukan secara adil baik sebelum,
selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya
diskriminasi apabila ternyata orangtua pasien menolak atau tidak
bersedia menjadi responden.
b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy).
Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang
diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya anonymity
(tanpa nama) yaitu tidak mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode dan confidentiality
(rahasia) merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan hasil dan pembahasan. Hasil penelitian
disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi usia, jenis kelamin, riwayat
pernah dirawat di rumah sakit, skor kecemasan responden sebelum dan
sesudah dilakukan clay therapy dan pengaruh clay therapy terhadap
kecemasan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD
Banyumas. Selanjutnya dilakukan pembahasan dari setiap hasil yang
dicapai pada penelitian. Penelitian pengaruh clay therapy terhadap
kecemasan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD
Banyumas dilaksanakan selama 1 bulan dimulai pada tanggal 26 Juni
sampai 25 Juli 2013. Responden dalam penelitian ini sebanyak 18 pasien
anak usia 3-6 tahun. Pengukuran kecemasan menggunakan kuesioner yang
diisi berdasarkan laporan orangtua.
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden
a. Usia
Responden dalam penelitian ini adalah pasien anak yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Data keseluruhan
responden penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut.
41
Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan usia anak prasekolah
yang dirawat di Ruang Kanthil RSUD Banyumas bulan Juni-Juli
2013 (n=18)
No Usia Frekuensi Persentase
(%)
1 3 tahun 6 33,3
2 4 tahun 2 11,1
3 5 tahun 5 27,8
4 6 tahun 5 27,8
Total 18 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 diketahui bahwa
sebagian besar responden berusia 3 tahun yaitu sebanyak 6
responden (33,3%). Hasil penelitian dinilai dari perubahan skor
kecemasan menunjukkan pada usia 3 dan 4 tahun, skor kecemasan
anak yang diberi clay therapy mengalami peningkatan sebanyak
100%. Sedangkan pada usia 5 tahun sebanyak 60% mengalami
penurunan skor kecemasan dan 40% mengalami peningkatan skor
kecemasan. Responden yang berusia 6 tahun sebanyak 40%
mengalami penurunan skor kecemasan, 20% mengalami peningkatan
skor kecemasan dan 40% skor kecemasannya tetap.
b. Jenis kelamin
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
42
Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin anak
prasekolah yang dirawat di Ruang Kanthil RSUD Banyumas bulan
Juni-Juli 2013 (n=18)
No Jenis kelamin Frekuensi Persentase
(%)
1 Laki-laki 12 66,7
2 Perempuan 6 33,3
Total 18 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 sebagian besar
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 12 responden
(66,7%). Hasil penelitian dinilai dari perubahan skor kecemasan
menunjukkan pada responden laki-laki sebanyak 58,33% mengalami
peningkatan skor kecemasan, 25% mengalami penurunan skor
kecemasan dan 16,67% skor kecemasannya tetap. Sedangkan pada
responden perempuan sebanyak 33,3% mengalami penurunan skor
kecemasan dan 66,67% mengalami peningkatan skor kecemasan.
c. Riwayat pernah dirawat di rumah sakit
Distribusi frekuensi responden berdasarkan riwayat pernah
dirawat di rumah sakit dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan riwayat pernah
dirawat di RS anak prasekolah yang dirawat di Ruang Kanthil RSUD
Banyumas bulan Juni-Juli 2013 (n=18)
No Riwayat pernah dirawat di
Rumah Sakit
Frekuensi Persentase
(%)
1 Pernah 6 33,3
2 Tidak pernah 12 66,7
Total 18 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 sebagian besar
responden tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya yaitu
43
sebanyak 12 responden (66,7%). Hasil penelitian dinilai dari
perubahan skor kecemasan menunjukkan pada responden yang
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya sebanyak 83,33%
mengalami peningkatan skor kecemasan dan 16,67% mengalami
penurunan skor kecemasan. Sedangkan pada responden yang tidak
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya sebanyak 50% mengalami
peningkatan skor kecemasan, 33,33% mengalami penurunan skor
kecemasan dan 16,67% skor kecemasannya tetap.
2. Skor kecemasan responden sebelum dan setelah dilakukan clay therapy
Skor kecemasan responden sebelum dan setelah dilakukan clay
therapy dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Skor kecemasan responden sebelum dan setelah dilakukan
clay therapy pada anak prasekolah yang dirawat di Ruang Kanthil
RSUD Banyumas bulan Juni-Juli 2013 (n=18)
Variabel Mean
Median
SD Min-Max 95% CI
Skor kecemasan pre
test
28,94
28,50
4,425 19-36
26,74-
31,15
Skor kecemasan post
test
29,94
30,00
4,771 20-43
27,57-
32,32
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata responden
memiliki skor kecemasan sebelum diberikan clay therapy 28,94. Skor
kecemasan minimal sebelum diberikan clay therapy yaitu 19 dan
maksimal 36 dengan standar deviasi 4,425. Hasil estimasi interval
penelitian disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor kecemasan
sebelum diberikan perlakuan adalah antara 26,74-31,15.
44
Skor kecemasan setelah diberikan clay therapy rata-rata adalah
29,94. Skor kecemasan minimal setelah diberikan clay therapy yaitu 20
dan maksimal 43 dengan standar deviasi 4,771. Hasil estimasi interval
penelitian disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata skor kecemasan
setelah diberikan perlakuan adalah antara 27,57- 32,32.
3. Pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada
pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas
Pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat hospitalisasi
pada pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas dapat dilihat
pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas
bulan Juni-Juli 2013 (n=18)
Variabel Min-
Max
Mean±SD t df p value
Pre test clay therapy
Post test clay
therapy
19-36
20-43
28,94±4,425
29,94±4,771
-1,174 17 0,257
Data dianalisa dengan uji statistik paired samples t test dengan
tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Berdasarkan hasil uji ini,
didapatkan nilai p value adalah 0,257 dengan demikian p value>α
(0,257 > 0,05), maka Ha ditolak dan Ho diterima. Dari analisa tersebut
dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh clay therapy terhadap
kecemasan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di
RSUD Banyumas.
45
B. Pembahasan
1. Karakteristik responden
a. Usia
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden berusia 3 tahun. Potter & Perry (2005) menyatakan
usia prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal yaitu pada usia
3-6 tahun. Susilo (2007) dalam Barokah et al (2012) menyatakan
pada usia prasekolah awal merupakan fase dimana anak mulai
terlepas dari orangtuanya dan mulai berinteraksi dengan lingkungan.
Hal ini menyebabkan perubahan-perubahan yang membuat anak
merasa terbebani dan membuatnya mudah terkena penyakit. Muscari
(2005) menyebutkan bahwa awal masa prasekolah pada usia 3 tahun,
anak lebih rentan mengalami kecelakaan dan cidera. Cidera yang
dialami dapat berupa jatuh, aspirasi dan luka bakar sehingga
memungkinkan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit.
Muscari (2005) menjelaskan perkembangan psikososial anak
usia prasekolah menurut teori Erikson yaitu “inisiatif versus rasa
bersalah.” Anak memiliki keingintahuan dan inisiatif yang
berkembang mengarah pada eksplorasi aktif terhadap lingkungan,
perkembangan keterampilan baru dan membuat teman baru.
Sementara itu, rasa bersalah muncul pada diri anak ketika anak
merasa berperilaku tidak benar dan tidak sesuai dengan harapan
orangtua. Potter & Perry (2005) menyatakan selama hospitalisasi
46
anak prasekolah mungkin kembali ngompol atau menghisap ibu jari,
menginginkan orangtua untuk menyuapi ketika makan, memakaikan
pakaian dan memeluk anak. Selama proses penelitian, peneliti juga
menjumpai kebanyakan responden disuapi orangtua ketika makan,
minum menggunakan sedotan dan dipakaikan baju oleh orangtuanya.
Hidayat (2005) menyatakan anak usia prasekolah seharusnya sudah
memiliki kemampuan makan sendiri, minum dari gelas dan tidak
lagi mengompol. Akan tetapi, hospitalisasi menyebabkan anak minta
disuapi orangtua ketika makan, minum menggunakan sedotan dan
memakai pampers sehingga hospitalisasi pada anak dapat
menyebabkan regresi.
Berdasarkan perhitungan dari perubahan skor kecemasan dapat
disimpulkan pada usia 3 dan 4 tahun responden lebih banyak yang
mengalami peningkatan skor kecemasan dibandingkan usia 5 dan 6
tahun. Hal ini berarti clay therapy lebih berpengaruh pada anak usia
5 dan 6 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Rahmani & Moheb (2010) yang menyatakan bahwa clay therapy
efektif dapat menurunkan kecemasan pada anak usia 6 tahun.
b. Jenis kelamin
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
responden menunjukkan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki.
Hal ini dikarenakan jumlah pasien anak prasekolah yang menjalani
rawat inap di ruang Kanthil lebih banyak yang berjenis kelamin laki-
47
laki dibandingkan perempuan. Wong (2007) menyatakan anak
perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stresor
dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga anak laki-laki lebih
banyak yang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan anak
perempuan. Hurlock (2002) menyatakan jenis kelamin anak akan
memengaruhi aktivitas bermain anak. Anak laki-laki lebih banyak
melakukan permainan yang menghabiskan energi dibandingkan anak
perempuan, sehingga anak laki-laki lebih berisiko terkena penyakit
atau cidera.
Berdasarkan perhitungan dari perubahan skor kecemasan dapat
disimpulkan anak perempuan lebih banyak yang mengalami
peningkatan skor kecemasan dibandingkan anak laki-laki. Hal ini
berarti clay therapy lebih berpengaruh pada anak laki-laki. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rochayah (2012) yang
menyatakan bahwa anak laki-laki lebih banyak yang mengalami
peningkatan kreativitas setelah bermain plastisin dibandingkan anak
perempuan. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Katinawati et al
(2012) yang menyatakan terapi bermain efektif untuk menurunkan
kecamasan dan penurunan kecemasan terbanyak terjadi pada
responden laki-laki.
c. Riwayat pernah dirawat di rumah sakit
Distribusi frekuensi responden berdasarkan riwayat pernah
dirawat di umah sakit menunjukkan sebagian besar responden belum
48
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Berdasarkan perhitungan
dari perubahan skor kecemasan dapat disimpulkan anak yang belum
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya lebih banyak yang
mengalami penurunan skor kecemasan dibandingkan anak yang
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Hal ini berarti clay
therapy lebih berpengaruh pada anak yang belum pernah mengalami
perawatan di rumah sakit sebelumnya. Hasil ini tidak sesuai dengan
penelitian Subardiah (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan setelah pemberian permainan terapeutik
antara anak yang pernah dirawat sebelumnya dengan yang belum
pernah. Hal ini dapat disebabkan karena keadaan anak pada saat
pelaksanaan clay therapy tidak semua anak dalam keadaan yang
senang dan menyukai permainan tersebut. Selain itu, pengaruh dari
faktor lain seperti dukungan keluarga, posisi anak dalam keluarga
dan usia anak juga memengaruhi kecemasan anak saat hospitalisasi.
Supartini (2004) menyatakan reaksi anak terhadap hospitalisasi
berbeda-beda, sesuai dengan tahapan usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang
tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Apriliawati
(2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman
pernah dirawat dengan kecemasan anak. Hal ini dapat disebabkan
mungkin karena tindakan medis yang didapatkan sebelumnya
meninmbulkan trauma bagi anak, sehingga walaupun anak pernah
49
dirawat sebelumnya tetapi memiliki pengalaman yang tidak
menyenangkan sehingga anak dapat mengalami kecemasan.
Riwayat pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya terjadi pada
pasien dengan diagnosa anemia aplastik, diare dan demam.
Sedangkan riwayat pernah dirawat di rumah sakit paling banyak
yaitu lebih dari 6 kali terjadi pada pasien dengan diagnosa anemia
aplastik. Mansjoer et al (2002) menyatakan tanda dan gejala dari
penyakit ini meliputi pucat, lemah, perdarahan, demam dan tanpa
organomegali. Pasien tersebut sering mengalami perdarahan
sehingga sering masuk ke rumah sakit.
2. Kecemasan responden sebelum dan setelah dilakukan clay therapy
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata responden
mengalami peningkatan skor kecemasan. Sebelum mendapatkan clay
therapy skor minimal 19 dan maksimal 36. Setelah mendapatkan clay
therapy skor minimal 20 dan maksimal 43. Kecemasan anak selama
hospitalisasi terjadi karena adanya stresor berupa perpisahan dengan
keluarga, kehilangan kontrol, dan ketakutan akan perlukaan terhadap
anggota tubuh (Johnson,1989; dalam Alfiyanti et al, 2007). Potter &
Perry (2005) menyatakan kecemasan terbesar anak usia prasekolah
adalah kecemasan akan kerusakan tubuh. Semua prosedur atau tindakan
keperawatan baik yang menimbulkan nyeri maupun tidak, keduanya
dapat menyebabkan kecemasan bagi anak usia prasekolah selama
50
hospitalisasi. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pemahaman anak
usia prasekolah tentang integritas tubuh.
Pada penelitian ini dijumpai sebanyak 5 responden mengalami
penurunan skor kecemasan, 2 responden skor kecemasannya tetap dan
11 responden mengalami peningkatan skor kecemasan. Responden yang
mengalami penurunan skor kecemasan berusia antara 5-6 tahun. Hasil
ini sesuai dengan pendapat Feist (2009) yang menyatakan semakin
bertambahnya usia akan memengaruhi kematangan psikologis
seseorang, sehingga faktor usia memengaruhi kecemasan seseorang.
Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Rahmani & Moheb (2010) yang
menyatakan bahwa bermain clay efektif untuk menurunkan kecemasan
anak usia 6 tahun. Stuart & Laraia (2005) menyatakan anak yang lebih
muda cenderung lebih cemas dibandingkan anak yang lebih tua. Hal ini
terbukti bahwa dalam penelitian ini anak yang mengalami penurunan
skor kecemasan adalah anak yang berusia 5 dan 6 tahun. Tahap
perkembangan anak antara usia 3-6 tahun yang berbeda-beda juga dapat
menjadi penyebab berbedanya skor kecemasan anak.
Anak yang mengalami peningkatan skor kecemasan terdiri dari 6
anak yang sebelumnya belum pernah mengalami perawatan di rumah
sakit dan 5 anak yang sudah pernah mengalami perawatan di rumah
sakit. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Supartini (2004) yang
menyatakan pengalaman anak sebelumnya terhadap perawatan di
rumah sakit memengaruhi kecemasan anak. Akan tetapi hasil penelitian
51
ini sesuai dengan pendapat Apriliawati (2011) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara pengalaman pernah dirawat dengan
kecemasan anak. Hal ini dapat disebabkan mungkin karena tindakan
medis yang didapatkan sebelumnya menimbulkan trauma bagi anak,
sehingga walaupun anak pernah dirawat sebelumnya tetapi memiliki
pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga anak dapat mengalami
kecemasan. Pengalaman dirawat sebelumnya tidak selalu memengaruhi
kecemasan anak. Oleh karena itu dukungan keluarga juga sangat
dibutuhkan anak, karena anak akan merasa lebih nyaman ketika dekat
dengan keluarganya.
Responden yang skor kecemasannya tetap sebanyak 2 responden.
Hal ini dapat disebabkan pada saat pelaksanaan penelitian mungkin
anak dalam keadaan tidak senang karena pada saat bermain clay anak
dalam keadaan bangun tidur. Sementara itu, orangtua anak menyuruh
anak untuk bermain bersama peneliti, padahal mungkin anak masih
dalam keadaan mengantuk. Wong (2001) menyatakan dalam aktivitas
bermain anak diajari teknik mengatasi kecemasan sebagai mekanisme
koping, misalnya teknik distraksi atau mengalihkan perhatian anak pada
aktivitas yang disukainya. Skor kecemasan yang tetap juga dapat
disebabkan karena anak mungkin kurang menyukai permainan clay.
Permainan yang disukai anak akan membuat anak merasa senang dan
menikmati permainan tersebut, sehingga jika anak kurang menyukai
jenis permainan yang dimainkan mungkin anak tidak merasakan
52
kesenangan dari permainan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Alfiyanti et al (2007) yang menyatakan metode bermain yang sesuai,
pendekatan perawat dan dukungan orangtua selama pemberian terapi
bermain berpengaruh terhadap reaksi anak selama tindakan dilakukan.
Keadaan di ruang perawatan yang asing bagi anak dapat
menyebabkan meningkatnya kecemasan selama hospitalisasi. Selain itu,
jarak antar pasien yang sangat dekat dapat membuat anak menjadi tidak
nyaman ketika pasien disebelahnya menangis saat dilakukan tindakan
perawatan. Sari & Sulisno (2012) menyatakan kecemasan yang terjadi
pada anak dapat juga diakibatkan karena ibu yang mendampingi anak
selama hospitalisasi merasa cemas dan memperlihatkan kecemasannya
tersebut di depan anak. Jadi jika ibu yang mendampingi anak selama
hospitalisasi semakin cemas, maka anak dapat semakin cemas pula.
3. Pengaruh clay therapy terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada
pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas
Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai p value adalah
0,257 yang artinya tidak ada pengaruh clay therapy terhadap kecemasan
akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD
Banyumas. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Supartini
(2004) yang menyatakan bermain memungkinkan anak terlepas dari
ketegangan dan stres yang dialami selama hospitalisasi. Ketika anak
melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
53
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Rahmani & Moheb (2010) yang memberikan hasil
clay therapy dapat menurunkan kecemasan anak usia prasekolah di
sebuah taman kanak-kanak. Sementara itu, penelitian yang dilakukan
Naderi et al (2010) memberikan hasil yang sama juga. Hal ini dapat
disebabkan karena pada penelitian sebelumnya dilakukan pada anak
yang sehat dan sedang tidak menjalani hospitalisasi. Anak yang
menjalani perawatan di rumah sakit, biasanya akan dilarang untuk
banyak bergerak dan harus banyak beristirahat. Permainan clay yang
seharusnya bisa dilakukan dengan 2 tangan, hanya bisa dilakukan
dengan satu tangan karena adanya keterbatasan gerak pada tangan yang
sedang diinfus. Oleh karena itu, anak mungkin kurang merasa senang
dan nyaman ketika melakukan permainan tersebut.
Yusuf (2002) menyatakan salah satu permainan yang cocok untuk
anak usia prasekolah adalah permainan membentuk (konstruksi) dan
clay merupakan salah satu dari permainan membentuk. Hasil penelitian
Listiana & Aminin (2010) menyebutkan bahwa clay merupakan salah
satu APE (Alat Permainan Edukatif) karena dapat mengembangkan
aspek perkembangan anak dan mendorong aktivitas dan kreativitas
anak. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh clay therapy
terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia
54
prasekolah dikarenakan clay bukanlah satu-satunya jenis permainan
membentuk yang dapat diberikan pada anak usia prasekolah. Jenis
permainan membentuk lain yang dapat diberikan pada anak usia
prasekolah diantaranya adalah permainan origami dan puzzle. Penelitian
yang dilakukan oleh Suryanti et al (2011) memberikan hasil bahwa
bermain origami dapat menurunkan tingkat kecemasan anak usia
prasekolah selama hospitalisasi. Sementara itu, penelitian yang
dilakukan oleh Barokah et al (2012) juga memberikan hasil bahwa
bermain puzzle dapat meningkatkan tingkat kooperatif anak selama
hospitalisasi.
Metode bermain yang sesuai, pendekatan perawat dan dukungan
orangtua selama pemberian terapi bermain juga berpengaruh terhadap
reaksi anak selama tindakan dilakukan (Alfiyanti et al, 2007).
Permainan yang disukai anak akan membuat anak merasa senang
melakukan permainan tersebut. Sementara itu, jika anak kurang
menyukai terhadap jenis permaianan tertentu mereka tidak akan
menikmati permainan yang mereka lakukan. Selama penelitian, peneliti
menemukan tidak semua anak menyukai permainan clay yang
diberikan. Oleh karena itu, tidak semua anak mengalami penurunan
skor kecemasan karena mungkin mereka tidak menikmati permainan
yang dikerjakan.
Responden tidak mengalami penurunan skor kecemasan dapat juga
disebabkan oleh kondisi fisik anak akibat penyakit yang diderita, pola
55
asuh dan dukungan keluarga yang kurang. Pola asuh anak dapat
memengaruhi koping yang digunakan anak. Anak yang terbiasa
dimanjakan dan jarang diajak bermain dengan teman sebayanya akan
sulit bersosialisasi dan menerima keberadaan orang lain di sekitarnya.
Sementara itu, anak yang di rumah kurang diperhatikan akan banyak
mencari perhatian dengan rewel dan cenderung bertindak agresif
(Sukoati & Astarani, 2012).
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti masih memiliki beberapa
keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Desain penelitian yang digunakan tanpa kelompok kontrol, sehingga
peneliti hanya bisa membandingkan hasil dari pre test dan post test.
2. Subjek penelitian kurang homogen, karena terbatasnya anak yang
memiliki pengalaman hospitalisasi yang sama.
3. Faktor pengaruh yang tidak bisa dikendalikan oleh peneliti: partisipasi
orangtua dan keadaan umum anak saat pelaksanaan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai