Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa selesaikan makalah mengenai Al Ghasab.
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan pertolongan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi
didalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ilmiah sehingga menjadi makalah yang
baik dan benar.
Akhir kata kami meminta semoga makalah ini bisa memberi maafaat ataupun inpirasi
pada pembaca.

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Maksud dan tujuan .............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 2
A. Pengertian Ghasab dan Pendapat Ulama ........................................................... 2
B. Hukum dan Dasar Hukum Ghasab ..................................................................... 2
C. Hukum bagi orang Ghasab ................................................................................. 4
D. Menanami Tanah Yang Ghasab .......................................................................... 5
E. Pemanfaatan dan Kerusakan Tanah Ghasab ....................................................... 5
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 7
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 7
B. Saran ................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang terkadang membutuhkan orang lain, karena itulah manusia disebut
makhluk social (makhluk yang tidak bisa hidup sendiri). Manusia biasanya saling
berinteraksi,saling melindungi, mengadakan hubungan timbal balik antara satu dengan
yang lain, tolong menolong dan lain-lain. Namun hal tersebut tentu ada peraturannya
atau biasa disebut tata krama. Dalam agama islam, tentu peraturan-peraturan tersebut
harus bersumber dari Al-Qur’an dan hadist. Misalnya orang yang melakukan perbuatan
dosa akan mendapat hukuman didunia maupun di akhirat seperti, orang yang mencuri
pada zaman Nabi Muhammad SAW ,orang yang melakukan pencurian akan dipotong
tangannya sampai ruas pergelangan tangan. Adapun hukum di akhirat akan disiksa di
neraka. Akan tetapi bagaimana kalau meminjam tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Apakah hal tersebut dikategorikan sebagai tindakan pencurian atau sekedar pinjam
meminjam dan apakah hukumnya haram,halal,atau mubah? Mendapat dosakah ? Tentu
hal itu akan menjadi pertanyaan sebagian orang.
Menurut sebagian ulama, tindakan di atas dinamakan ghasab. Mungkin dikalangan
luar istilah ghasab sangat asing, tapi kalau dikalangan para santri sudah sangat familiar
malah kerap dilakukan. Ghasab inilah yang diartikan meminjam tanpa ijin. Pernah
terbesit dalam pikiran kita apakah kita sudah pernah berghasab ?

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ghasab secara umum dan menurut ulama ?
2. Apa hukum dan dasar hukum ghasab ?
3. Apa hukuman bagi orang yang berghasab ?

C. Maksud dan Tujuan


1. Untuk mengetahui seluk beluk ghasab dalam kehidupan sehari-hari.
2. Untuk mendapatkan gambaran tentang ghasab menurut bahasa dan istilah.
3. Untuk mengungkapan sumber hukum dari Al-Qur’an dan Hadist.
4. Untuk menambah pengetahuan tentang ghasab.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ghasab dan Pendapat Ulama

Ghasab berasal dari kata “‫–غصب‬ ‫يغصب‬- ‫” غصبا‬ yang berarti mengambil

secara paksa dan zalim, Ghasab menurut bahasa berarti mengambil secara zalim. Adapun
menurut istilah adalah menguasai harta orang lain dengan alasan tidak benar, Sedangkan
menurut Muhammad al khatib al Syarbini menjelaskan definisi Ghasab secara bahasa
berarti mengambil sesuatu secara zalim, sebelum mengambilnya secara zalim (ia juga
melakukan) secara terang-terangan. Sedangkan Al-Jurjani secara bahasa mendefinisikan
ghasab (mengambil sesuatu secara zalim baik yang diambil itu harta atau yang lain).
Sedangkan secara istilah ghasab didefinisikan sebagai upaya seseorang untuk menguasai
hak orang lain secara terang – terangan ( tidak sembunyi).
Menurut istilah yang dimaksud ghasab didefinisikan oleh para ulama sebagai
berikut:
a. Ulama Mazhab Maliki : mengambil harta orang lain secara paksa dan sengaja
(bukan dalam arti merampok)
b. Ulama Mazhab Syafi’i dan Hambali : penguasaan terhadap harta orang lain
secara sewenang-wenang atau secara paksa tanpa hak. Maka dari itu menanami
tanah ghasab termasuk haram karena mengambil manfaat dari tanah ghasab dan
menghasilkan harta.
c. Mazhab Hanafi : mengambil harta orang lain yang halal tanpa ijin, sehingga
barang tersebut berpindah tangan dari pemiliknya.

B. Hukum dan Dasar Hukum Ghasab


a. Hukum Ghasab
Perbuatan ghasab adalah dosa dan haram tapi tidak membatalkan salatnya.
Istilahnya adalah sesuatu yang pada mulanya disyariatkan, akan tetapi disertai oleh
suatu yang bersifat mudarat bagi manusia. Sedangkan dalam fikih Ahlulbait, ghasab
tetap dihukumi sebagai dosa yang menyebabkan salatnya sendiri tidak sah.
Sedemikian ketatnya hingga jika kita salat tetapi ada sehelai benang pun yang ada
ditubuh kita diperoleh dengan cara batil, maka salat pun tidak sah.

2
Sayidina Ali as. Berkata kepada Kumail, “Wahai Kumail, lihatlah di mana dan
pada apa kamu salat. Jika itu didapatkan bukan dengan cara yang benar maka tidak
diterima salatnya.
b. Dasar Hukum Ghasab
1. Al- Quran
Ghasab, merampas hak orang lain adalah perbuatan zhalim. Allah swt
berfirman:

‫َو ََل ت َ ۡأ ُكلُ ٓواْ أَ ۡم َٰ َولَكُم بَ ۡينَكُم ِب ۡٱل َٰبَ ِط ِل َوت ُ ۡدلُواْ ِب َها ٓ ِإلَى ۡٱل ُحك َِّام ِلت َ ۡأ ُكلُواْ فَ ِريقٗا ِم ۡن أ َ ۡم َٰ َو ِل‬
١٨٨ ‫ون‬ َ ‫ٱۡل ۡث ِم َوأَنت ُمۡ ت َ ۡعلَ ُم‬
ِ ۡ ‫اس ِب‬
ِ َّ‫ٱلن‬
Artinya :” Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui.”
Pada bagian pertama dari ayat ini Allah melarang agar jangan memakan
harta orang lain dengan jalan yang batil. Yang dimaksud dengan “memakan”
disini ialah “ mempergunakan” atau “ memanfaatkan”. Dan yang dimaksud
dengan bathil ialah dengan cara yang tidak menurut hukum yang ditentukan
Allah . Para ahli tafsir mengatakan banyak hal-hal yang dilarang termasuk
dalam lingkungan bagian pertama dari ayat ini, antara lain :
a) Memakan riba
b) Menerima zakat bagi orang yang tidak berhak menerimanya.
c) Makelar- makelar penipuan terhadap pembeli dan penjual.
Kemudian pada ayat bahagian kedua dari ayat ini Allah swt. melarang
membawa urusan harta kepada hakim dengan maksud untuk mendapatkan
sebahagian dari harta orang lain dengan cara yang batil, dengan menyogok atau
memberi sumpah palsu atau saksi palsu.
2. Hadis
‫ظ ْل ًما َط َّوقُهُ هللاُ اِيَّاهُ يَ ْو َم ا ْل ِق َيا َم ِة ِم ْن‬
ُ ‫ض‬ ِ ‫س ْو ُل هللاِ ص قَا َل ( َم ِن ا ْقت َ َط َع‬
ِ ‫شي ًْرا ِمنَ اَْلَ ْر‬ ُ ‫س ِع ْي ِد ْبنُ َز ْي ٍد ا َنَّ َر‬
َ ‫ع َْن‬
.‫ منتفق عليه‬.) َ‫سب ِْع اَ َر ِض ْين‬
َ

3
Artinya : Dari Sa’id bin Zaid, bahwasanya Rasulullah saw. telah
bersabada “Barangsiapa ambil sejengkal dari bumi dengan kezhaliman,
niscaya Allah kalungkan dia dengannya pada hari Qiyamat dari tujuh bumi”

C. Hukuman bagi orang Ghasab


a) Ia berdosa jika ia mengetahui bahwa barang yang diambilnya tersebut milik orang
lain.
b) Jika barang tersebut masih utuh wajib dikembalikannya.
c) Apabila barang tersebut hilang atau rusak karena dimanfaatkan maka ia dikenakan
denda.
d) Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa denda dilakukan dengan barang yang
sesuai atau sama dengan barang yang dighasab.
e) Apabila jenis barang yang sama tidak ada maka dikenakan denda seharga benda
tersebut ketika dilakukan ghasab.
f) Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa denda sesuai dengan harga yang tertinggi.
g) Mazhab Hanbali berpendapat bahwa denda sesuai dengan harga ketika jenis benda
itu tidak ada lagi di pasaran.
h) Terjadi perbedaan pendapat tentang apakah benda yang telah dibayarkan dendanya
itu menjadi milik orang yang menggasabnya
i) Mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang mengghasab berhak atas benda itu
sejak ia melakukannya sampai ia membayar denda.
j) Mazhab Syafii dan Hambali berpendapat bahwa orang yang mengghasab tidak
berhak atas benda yang yang dighasabnya walaupun sudah membayar denda.
k) Mazhab Maliki berpendapat bahwa orang yang menghasab tidak boleh
memanfaatkan benda tersebut jika masih utuh, tetapi jika telah rusak, maka setelah
denda dibayar benda itu menjadi miliknya dan ia bebas untuk memanfaatkannya.
l) Apabila yang dighasabnya berbentuk sebidang tanah, kemudian dibangun rumah
diatasnya, atau tanah itu dijadikan lahan pertanian, maka jumhur ulama sepakat
mengatakan bahwa tanah itu harus dikembalikan. Rumah dan tanaman yang ada
diatasnya dimusnahkan atau dikembalikan kepada orang yang dighasab. Hal ini
berdasarkan kepada sabda Rasulullah.

4
D. Menanami Tanah Yang Ghasab
Apabila seseorang menanami tanah orang lain tanpa ijin pemiliknya, sementara
tanamannya belum dapat dipanen atau diambil, maka tanaman tersebut adalah hak milik
yang mempunyai tanah dan yang menanami hanya mendapatkan upah dari si pemilik
tanah. Jika tanamannya telah dpanen, maka pemilik tanah tidak berhak apa-apa kecuali
hanya ongkos sewa tanahnya atau lahannya saja.
Bila orang yang menggashab menanam pohon dari hasil tanah ghasaban, maka ia
wajib mencabutnya. Sedangkan apabila seseorang membangun sebuah gedung atapun
rumah ditempat tanah ghasaban maka si pembangun wajib untuk membongkarnya.
Hal in berdasarkan hadist rasululloh Saw, yang artinya:
“ Siapa yang menanam tanaman diatas tanah suatu kaum tanpa izin mereka,
maka ia tidak berhak untuk memperoleh apapun kecuali ongkos pengolahan”.
(Riwayat Abu Dawud)

E. Pemanfaatan dan Kerusakan Tanah Ghasab


Apabila yang dighasabnya berbentuk sebidang tanah, kemudian dibangun rumah
diatasnya, atau tanah itu dijadikan lahan pertanian, maka jumhur ulama sepakat
mengatakan bahwa tanah itu harus dikembalikan. Rumah dan tanaman yang ada
diatasnya dimusnahkan atau dikembalikan kepada orang yang dighasab. Hal ini
berdasarkan kepada sabda Rasulullah:
“ Jerih payah yang dilakukan dengan cara aniaya (lalim) tidak berhak diterima oleh
orang yang melakukan (perbuatan aniaya) tersebut” (HR Daruqutni dan Abu Daud dari
Urwah bin Zubair)
Ghasab adalah kezhaliman dan pelanggaran terhadap hak orang lain, maka
pelakunya harus bertaubat kepada Allah, karena tangan ghasib adalah tangan pelanggar
maka di samping bertaubat dia harus:
1. Mengembalikan tanah yang dighasab, bila tanah masih utuh seperti sediakala
maka dia mengembalikannya, bila rusak maka dia memperbaikinya dan bila
sudah tidak ada maka dia mengganti sepertinya atau dengan harganya.
2. Meminta maaf kepada pemilik hak, karena dia telah melanggar haknya agar
bebas dari tuntutan darinya di akhirat.
3. Bila ghasib telah mendirikan bangunan atau menanam pohon di tanah yang
dighasab, maka dia harus merobohkan bangunan dan mencabut pohon bila
pemiliknya menuntut itu.

5
4. Bila nilai harga tanah yang dighasab berkurang selama ia ada di tangan ghasib
maka ghasib bertanggung jawab atasnya.
5. Ghasib juga harus membayar harga sewa tanah kepada pemiliknya, karena dia
telah menghalangi pemiliknya untuk mengambil manfaat darinya.
Intinya semua tindakan ghasib terhadap barang yang dighasab adalah illegal secara
hukum, karena pemiliknya tidak mengizinkannya, maka siapa yang mengetahui tidak
boleh berakad dengannya melalui jual beli atau sewa menyewa atau yang sepertinya, bila
dia tetap melakukan maka dia bertanggung jawab.

Tindak Perusakan
Haram melanggar hak kepemilikan orang lain dengan mengambil atau
merusaknya.
1) Pihak yang melakukan perusakan tanah orang lain, wajib mengganti
kerugian.
2) Pemilik berhak menuntut ganti rugi kepada perusak tanah miliknya.
3) Barang siapa yang merusak tanah milik orang lain, maka ia harus
mengganti kerugian walaupun tidak sengaja.
4) Jika perusakan merusak keseluruhannya, maka ia harus mengganti seluruh
harga tanah itu.
5) Jika perusakan tidak merusak keseluruhannya, maka ia harus mengganti
senilai yang dirusaknya.
6) Seseorang yang melakukan sesuatu yang mengakibatkan penyusutan nilai
harta milik orang lain, ia harus mengganti kerugian.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Pengharaman ghashab, karena itu merupakan kedzaliman yang juga diharamkan
Allah atas diri-Nya dan dijadikan-Nya sebagai sesuatu yang haram di antara kita.
 Kedzaliman itu haram dalam masalah yang sedikit atau banyak. Inilah faidah
disebutkannya satu jengkal.
 Benda-benda yang tidak bergerak bisa dianggap dighashab dengan cara
menguasainya. Menurut Al-Qurtuby : “dari hadits yang disebutkan bahwa dapat
disimpulkan tentang kemungkinan masuknya meng-ghashab tanah dalam dosa-dosa
besar”.
 Hak milik yang lahir ialah tanah dan hak milik batinnya adalah bagian dalam tanah.
Sehingga seseorang tidak boleh melubangi bagian dalam tanah di bawah permukaan
tanah, atau membuat lorong dan terowongan kecuali dengan ijinnya. Pemilik tanah
atau pemilik apapun yang terpendam dalam tanah itu, seperti batu-batuan dan barang
tambang sehingga dia berhak untuk menggali sesukanya. Para ulama juga
mengatakan bahwa udara juga mengikuti ketetapan. Siapa yang memiliki sebidang
tanah, maka dia juga memiliki apa yang ada diatasnya.

B. Saran
Bagi rekan-rekan mahasiswa bahwa hasil tugas makalah ini sangat bermanfaat
dalam memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan ghashab. Oleh karena itu
kami penulis menyarankan agar dapat melakukan kajian atau melakukan tugas dari
berbagai sudut atau faktor.

7
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho Amin Yusuf, http://www.siswa.tintaguru.com/2014/01/ghasab-meminjam-tanpa-


ijintugas-9a.html,
http://triyokopambudi.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://www.siswa.tintaguru.com/2014/01/ghasab-meminjam-tanpa-ijintugas-9a.html
http://saidhudrihasibuan.blogspot.com/2011/12/makalah-ghasab.html
http://www.alsofwah.or.id/cetakfiqih.php?id=306
http://pengusahamuslim.com/14-catatan-tentang-ghashab/#.VIMul2cwZ8c
https://www.scribd.com/doc/124438364/Makalah-Fiqih-II-Neng-Siti.html

Anda mungkin juga menyukai