Anda di halaman 1dari 6

GAMMA AMINO BUTYRIC ACID

(GABA)

Disusun Oleh :

DENI FAHRIAN 1907101030056


FARAH MAULIDA MARTA 1907101030061
ISLAH NADILA 1907101030066
MEULUEYA ASTRIE ISRAR 1907101030069
NAUFALDY RIFQIAULIA NOERDA 1907101030111

Pembimbing:
dr. Ibrahim Puteh, Sp. KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2020
GAMMA AMINO BUTYRIC ACID (GABA)

Gamma Amino Butyric Acid atau GABA merupakan neurotransmitter inhibitor utama di
sistem saraf pusat mamalia dan terdapat pada hampir 40% saraf. GABA tidak melewati sawar
darah otak. Konsentrasi tertinggi GABA berada di otak tengah dan diencephalon, sedangkan
jumlah yang lebih rendah di belahan otak, pons dan medulla. Peran GABA sebagai
neurotransmitter inhibitor didukung fakta bahwa banyak penyakit saraf yang disebabkan karena
adanya degenerasi saraf GABAergik, contohnya: epilepsy, gangguan tidur, tardive dyskinesia
dan lain-lain. GABA disintesis dari asam amino glutamate yang merupakan precursor GABA,
dengan bantuan katalisator enzim asam glutamate dekarboksilase kemudian didegradasi oleh
GABA transaminase menjadi α-ketoglutarat dan suksinil semiladehid. Aktivitas asam glutamate
dekarboksilase membutuhkan pyridoxal phosphate sebagai kofaktor. Pyridoxal phosphate
dibentuk dari vitamin B6 (pyridoxine, pyridoxal dan pyridoxamine) dengan bantuan pyridoxal
kinase. Pyridoxal kinase membutuhkan zinc untuk aktivasi. Kekurangan pyridoxal kinase atau
zinc dapat menyebabkan kejang, seperti pada pasien preeklamsia.1
GABA disintesis pada ujung saraf presinaptik dan disimpan didalam vesikula sinaptik oleh
transporter asam amino penghambat vesicular (VIAATs) dimana GABA disimpan sampai
dilepaskan kedalam sinaps. Sekali dilepaskan, GABA berdifusi menyeberangi celah sinaps dan
akan mengalami sedikitnya tiga peristiwa. Pertama, GABA dapat berinteraksi dengan
reseptornya menimbulkan aksi penghambatan fungsi CNS. Kedua, GABA akan mengalami
degradasi oleh enzim GABA Transaminase. Ketiga, GABA akan diambil kembali (re-uptake) ke
dalam ujung presinaptik atau ke dalam sel glial dalam bentuk GABA dengan bantuan transporter
GABA. Beberapa obat antiepilepsi bekerja dengan meningkatkan pelepasan GABA (misalnya
Gabapentin), menghambat kerja transporter GABA (misalnya Tiagabin), atau menghambat kerja
GABA transaminase (misalnya Vigabatrin), sedangkan pada pasca sinaptik, GABA bekerja pada
reseptornya, yaitu reseptor GABA.1
Reseptor GABA terdapat dalam tiga tipe, yaitu reseptor GABA A, GABAB, GABAC.
Reseptor GABAA dan GABAC merupakan keluarga reseptor ionotropik, sedangkan GABA B
adalah reseptor metabotropic (terkait dengan protein G). Reseptor GABA A dan GABAC masing-
masing terkait dengan kanal Cl- dan memperantarai penghambatan sinaptik yang cepat. Namun,
walaupun sama-sama suatu ionotropik, reseptor GABAA dan GABAC berbeda secara biokomia,
farmakologi dan fisiologi. Reseptor GABAA secara selektif dapat diblok oleh alkaloid bicuculin
dan dimodulasi oleh obat golongan benzodiazepine, barbiturate dan steroid. Sementara itu,
reseptor GABAC tidak dapat diblok oleh bicuculin, juga tidak dimodulasi oleh senyawa
benzodiazepine, barbiturate dan steroid. Masih sangat sedikit yang diketahui tentang senyawa
kimia yang dapat memodulasi reseptor GABAC.1
Reseptor GABAB merupakan reseptor metabotropik yang terkait dengan protein G.
Aktivasi reseptor ini menyebabkan penghambatan adenilat siklase dan pembukaan kanal ion K+
yang selanjutnya menyebabkan penghambatan sistem saraf. Reseptor GABAB dapat digabungkan
ke dalam kanal ion Ca++ dan K+ dan mungkin terlibat dalam rasa sakit, memori, suasana hati dan
SSP lainnya. Diantara ketiga reseptor GABA ini, reseptor GABA A merupakan reseptor yang
paling banyak diteliti.1
Reseptor GABAA merupakan kompleks protein heterooligomerik yang terdiri atas sebuah
tempat ikatan GABA (GABA binding site) yang tergandeng dengan kanal ion Cl-. Yang unik
adalah bahwa reseptor GABAA juga memiliki tempat ikatan untuk obat-obatan barbiturate yang
disebut barbiturate binding site, untuk obat-obatan benzodiazepine disebut benzodiazepine
binding site, untuk obat-obatan steroid dan anaestetik yang disebut steroid binding site da nada
satu tempat ikatan untuk pikrotoksin yaitu suatu konvulsan. Tempat ikatan seperti ini, yang
berbeda dari tempat ikatan senyawa endogen GABA, disebut tempat ikatan alosterik, sedangkan
tempat ikatan untuk GABA disebut ortosterik. Suatu obat dapat bereaksi pada sisi alosterik
reseptor menyebabkan efek antagonis maupun invers agonis. Inverse agonis adalah suatu agonis
yang menghasilkan efek yang berlawanan dengan agonis. Satu contoh obat golongan
benzodiazepine yang bereaksi pada reseptor GABA sebagai inverse agonis adalah β-karbolin.1
Aktivitas reseptor GABA oleh neurotransmitternya menyebabkan membukanya kanal Cl-
dan lebih lanjut akan memicu hiperpolarisasi yang akan menghambat penghantaran potensial
aksi. Dengan cara itulah GABA melakukan aksinya sebagai neurotransmitter inhibitor. Aktivasi
reseptor GABA tadi menyebabkan efek-efek depresi sistem saraf pusat, seperti efek sedative,
hipnotik dan antikonvulsan. Karena itu, dapat dipahami bahwa beberapa antagonis reseptor
GABA dapat menyebabkan konvulsi, seperti pitrazepin, securinin dan gabazin.1
Selain agonis atau antagonis yang berikatan dengan GABA binding site, terdapat obat-obat
lain yang dapat dikatakan antagonis reseptor GABA walaupun berikatan pada binding site yang
lain. contohnya adalah pikrotoksin. Pikrotoksin terikat pada satu tempat ikatan yang berlokasi
pada atau di dekat kanal ion Cl- sehingga menyebabkan kanal ion tersebut terblokade. Akibatnya
adalah stimulasi saraf yang berlebihan akan muncul dalam bentuk konvulsi.1
Reseptor GABAA memiliki peran penting dalam sistem biologis karena dia memiliki
tempat iktan bagi obat-obatan sedative hipnotik, yaitu golongan barbiturate dan benzodiazepine,
suatu obat yang sangat banyak digunakan di dunia kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa
benzodiazepine dapat mempotensikan penghambatan transmizi sinaptik GABAergik dengan
berikatan dengan reseptor GABAA. Obat-onatan golongan benzodiazepine seperti diazepam,
klordiasepoksid, lorazepam dan alprazolam bekerja dengan meningkatkan afinitas reseptor
terhadap GABA pada tempat ikatannya sehingga meningkatkan frekuensi pembukaan kanal ion
Cl-. Hal ini dapat terjadi karena ikatan agonis golongan benzodiazepine pada sisi alosteriknya
akan memicu perubahan konformasi reseptor GABA yang semula berafinitas kecil terhadap
GABA menjadi bentuk yang memiliki afinitas lebih besar terhadap GABA.1
Selain itu, reseptor GABAA juga memiliki tempat ikatan dengan sejumlah besar obat
golongan sedatif-hipnotik dan anestetika, seperti barbiturate, etanol dan anestetik volatile. Obat-
obat ini bekerja dengan mengikat reseptor GABA pada binding site-nya yang berlokasi dekat
dengan kanal ion. Ikatan barbiturate pada sisi alosteriknya akan menstabilisasi konformasi
reseptor GABA dalam bentuk kanal yang terbuka sehingga memperpanjang durasi pembukaan
kanal yang pada giliranyya memaksimaklan kesempatan bagi Cl- mengalir. Dengan mekanisme
ini jugalah golongan barbiturate banyak digunakan sebagai obat epilepsy selain digunakan
sebagai sedatif. Mekanisme aksi etanol dan anestetik volatile hamper sama dengan golongan
barbiturate dan benzodiazepine yaitu memperlama pembukaan kanal ion Cl - pada reseptor
GABA. Penggunaan obat-obat ini secara bersamaan dapat menyebabkan efek depresi saraf pusat
yang berlebihan sehingga harus dihindari.1
Reseptor GABA juga menjadi target aksi senyawa steroid. Pada reseptor GABA terdapat
tempat ikatan untuk senyawa steroid. Steroid yang dimaksudkan adalah senyawa neurosteroid
dan steroid neuroaktif. Neurosteroid adalah suatu senyawa steroid yang disintesis oleh sel-sel
glia di otak, seperti pregnenolon dan dehidroepiandosteron. Sementara itu, neuroaktif merupakan
suatu senyawa steroid, baik yang disintesis di otak maupun di perifer yang bereaksi pada
eksitabilitas saraf. Tidak seperti mekanisme klasik steroid yang bekerja pada reseptor intraseluler
dan mengatur transkripsi gen, steroid jenis ini bereaksi secara nongenomik, yaitu bekerja pada
reseptor GABA. Contohnya adalah progesterone dan metabolitnya allopregnanolon. Jika
progesterone disintesis di otak disebut neurosteroid, sedangkan jika disintesis di perifer, tetapi
bereaksi di otak disebut steroid neuroaktif.neurosteroid ini antara lain terlibar dalam gejala-gejala
disforia pada pre-menstrual syndrome yang sering dialami wanita sebelum haid.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikawati Z. Farmakologi Molekuler: Target Aksi Obat dan Mekanisme Molekulernya.


Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 2016. 62–65 p.

Anda mungkin juga menyukai