Anda di halaman 1dari 15

PENGGUGAT DAN BUKTI, TERGUGAT DAN SUMPAH,

DAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

MELA ROSALIYAH

SHINTA AGUSTINA

IKHSAN DARUS SAFATULLAH

PUJI HARIANTO
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 KEPAHIANG
2019/2020
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGGUGAT DAN BUKTI (BAYYINAH)

1. Pengertian Penggugat

Penggugat adalah orang yang mengajukan gugatan karena merasa dirugikan


oleh pihak tergugat (orang yang digugat). Sedang gugatan adalah gugatan materi
yang dipersoalkan oleh kedua belah pihak yang terlibat perkara dalam proses
peradilan.1 Penggugat dalam mengajukan gugatannya harus dapat membuktikan
kebenaran gugatannya dengan menyertakan buki-bukti yang akurat, saksi-saksi yang
adil atau dengan melakukan sumpah. Ucapan sumpah dapat diucapkan dengan
kalimat semisal:”Apabila gugatan saya ini tidak benar, maka Allah akan melaknat
saya”.2

2. Syarat-syarat Gugatan

Agar gugatan itu dapat segera diproses di pengadilan, gugatan itu harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu sebagai brikut:

a. Gugatan segera disampaikan ke pengadilan, baik sedara tertulis atau secara lisan.

b. Gugatan diuraikan secara jelas dan adil.

c. Tuntutan disesuaikan dengan kejadian perkara.

d. Pihak tergugat jelas orangnya.

e. Penggugat dan tergugat sama-sama mukalaf,baligh,berakal, dan dan tidak dalam


keadaan berperang agama.

f. memenuhi persyaratan dan administrasi yang telah ditentukan pengadilan.

1
TN, Modul Pembelajaran Fiqih, 2013, (Bandung: Citra Pustaka) hal. 52
2
3. Bukti (bayyinah) dan macam-macamnya

barang bukti atau bayyinah adalah segala sesuatu yang ditunjukkan oleh penggugat
untuk merperkuat kebenaran dakwaanya. Barang bukti tersebut dapat berupa surat resmi,
dokumen, dan barang-barang lain yang dapat memperjelas masalah(dakwaan) terhadap
terdakwa. Bila hal itu tidak ada, hal yang berfungsi adalah saksi. 3

Ada macam-macam bukti, antara lain sebagai berikut:


a. Saksi
Saksi bisa dari pihak pendakwa maupun pihak terdakwa. Saksi ini bisa
lebih kuat kedudukannya daripada sumpah, karena lebih konkret(dapat
dilihat) dan dipertanggung jawabkan
b. Barang bukti
Barang bukti dapat meyakinkan suatu gugatan untuk memperkuat dakwaan
dari penggugat.
c. Pengakuan terdakwa
Pengakuan terdakwa dapat menjadi bukti yang kuat dalam menetapkan
hukum, sebab merupakan pernyataan yang tegas tentang perbuatan yang
dilakukan oleh diri seseorang.
d. Sumpah
Sumpah merupakan salah satu bukti yang dapat dijadikan pijakan hakim
untuk memutuskan suatu perkara.
e. Pengetahuan atau keyakinan hakim
Dengan bukti-bukti lain, maka pengetahuan atau pengalaman
hakim dalam persoalan yang sama dapat dijadikan pijakan untuk memutuskan
suatu perkara. Namun dalam hal ini tidak berlaku pada perkara pidana.4

B. TERGUGAT DAN SUMPAH


1. Pengertian Tergugat

3
M.Rifai,dkk.Ayo Mengkaji Fiqih (Semarang:Eerlangga) hal 59.
4
TN.Modul Pembelajaran fiqih (Bandung:Citra ) hal 52.
Orang yang terkena gugatan dari penggugat disebut tergugat. Tergugat
dapat membela diri dengan membantah kebenaran gugatan dengan menunjukkan
bukti-bukti administrasi dan bahan-bahan yang meyakinkan, disamping melakukan
sumpah.
Jika seorang pendakwa mendakwakan suatu hak pada orang lain sedang
dia tidak mampu mengajukan bukti, dan orang yang didakwa mengingkari hal
itu,maka tidak ada cara lain selain dari sumpah dari orangyang didakwa. Khususnya
dalam hal harta benda dan barang, akan tetapi tidak diperbolehkan dalam dakwaan
hukum.5
Ada beberapa istilah dalam peradilan islam, yaitu sebagai berikut.
a. Penggugat disebut Mudda’i
b. Tergugat disebut Muddaa’a ‘Alaih
c. Materi gugatan disebut al-Haq
d. Orang yang diambil haknya oleh putusan hakim disebut ‘’al-Muhkam ‘Alaih’’
e. Orang yang diberikan haknya oleh putusan hakim disebut ‘’al-Muhkam Lahu’’
f. Keputusan hakim untuk memenuhi penggugat disebut ‘’al-Muhkam Bihi.’’6
2. Tujuan Sumpah dan Sumpah Tergugat
Apabila seorang pendakwa menuduh pada orang lain padahal tidak dapat
mendatangkan barang bukti, dan orang yang terdakwa mengingkari hal itu maka
tidak ada cara lain kecuali sumpah dari seorang terdakwa.
Jika sumpah yang ditawarkan kepada orang terdakwa karena tidak adanya
bukti dari pendakwa, lalu orang yang terdakwa itu tidak berani dan tidak mau
sumpah, maka ketidakberaniannya untuk bersumpah itu dianggap sebagai
pengakuannya atas dakwaan tersebut. Sebab seandainya dia benar dalam
keingkarannya, tentulah dia tidak enggan untuk bersumpah. Ketidakberaniaan untuk
bersumpah terkadang diungkapkan dan terkadang ditunjukkan dengan diam.
Dalam keadaan demikian, sumpah tidak boleh dikembalikan kepada
pendakwa; tidak ada sumpah bagi pendakwa atas kebenaran dakwaan yang
didakwakannya, sebab sumpah itu selamanya dalam hal keingkaran.
Menurut Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal,
bahwa ketidakberaniaan untuk bersumpah itu sendiri tidak cukup untuk menghukumi
orang yang didakwa, sebab ketidakberanian untuk bersumpah itu adalah hujjah yang

5
M.Rifai,dkk. Ayo Mengkaji Fiqih (Semarang:Erlangga) hal 59.
6
TN.Modul Pembelajaran Fiqih (Bandung:Citra) hal 53.
lemah yang wajib diperkuat oleh sumpah orang yang mendakwa bahwa dia betul
dalam dakwaannya. Apabila pendakwa mau bersumpah, maka dia dihukumi dengan
dakwaannya itu. Akan tetapi apabila dia tidak mau bersumpah, maka dakwaannya
ditolak.
Tujuan sumpah ada dua yaitu menyatakan tekad untuk melaksanakan tugas
dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab terhadap tugas tersebut dan
membuktikan dengan sungguh-sungguh bahwa yang bersangkutan berada di pihak
yang benar. Tujuan sumpah yang kedua inilah yangdilakukan di pengadilan. Sumpah
tergugat adalah sumpah yang dilakuakan oleh tergugat dalam rangka
mempertahankan diri dari tuduhan penggugat disampaing harus menunjukkan bukti-
bukti tertulis dan bahan bukti yang meyakinkan.
3. Lafal dan Syarat-Syarat Orang yang Bersumpah
Lafal sumpah harus menggunakan huruf qasam atau huruf yang digunakan
untuk bersumpah dengan diiringi nama Allah, yaitu:

- ِ‫ وهللا‬- ِ‫بِاهلل‬ ‫تَاهلل‬

Artinya:” Demi Allah”

Sumpah dapat diterima apabila orang yang bersumpah memenuhi syarat-


syarat sebagai berikut.

a. Mukalaf, artinya sudah baligh dan berakal sehat.


b. Didorong oleh kemauan sendiri tanpa ada paksaan sipa pun.
c. Disengaja bukan karena terlanjur atau tidak sadar.
d. Dengan nama allah.

4. Pelanggaran Sumpah
Sumpah yang tidak dapat ditepati disebut pelanggaran sumpah. Bagi orang
yang melanggar sumpah diwajibkan membayar kafarat atau denda. Adapun cara
membayar kafarat sumpah dapat memilih salah satu dari ketentuan-ketentuan
berikut.
a. Membayar makanan pokok kepada 10 orang miskin,masing-masing 2 liter.

b. Memberikan pakaian yang pantas kepada 10 orang miskin


c. Memerdekakan seorang hamba sahaya.
d. Jika orang yang melanggar sumpah masih juga tidak mampu membayar kafarat
dengan salah satu diatas, dia wajib berpuasa selama tiga hari.
Allah Swt. Berfirman:

‫اخ ُذ ُكم بِ َما َعقَّدتُّ ُم ٱأۡل َ ۡي ٰ َم ۖنَ فَ َك ٰفَّ َرتُ ٓۥهُ إِ ۡط َعا ُم‬ِ ‫اخ ُذ ُك ُم ٱهَّلل ُ بِٱللَّ ۡغ ِو فِ ٓي أَ ۡي ٰ َمنِ ُكمۡ َو ٰلَ ِكن يُ َؤ‬ ِ َ‫اَل يُؤ‬
ۡ‫َع َش َر ِة َم ٰ َس ِكينَ ِم ۡن أَ ۡو َس ِط َما تُ ۡط ِع ُمونَ أَ ۡهلِي ُكمۡ أَ ۡو ِك ۡس َوتُهُمۡ أَ ۡو ت َۡح ِري ُر َرقَبَ ٖ ۖة فَ َمن لَّم‬
ُ ‫ك يُبَي ُِّن ٱهَّلل‬ ۡ ‫ك َك ٰفَّ َرةُ أَ ۡي ٰ َمنِ ُكمۡ إِ َذا َحلَ ۡفتُمۡۚ َو‬
َ ِ‫ٱحفَظُ ٓو ْا أَ ۡي ٰ َمنَ ُكمۡۚ َك ٰ َذل‬ َ ِ‫صيَا ُم ثَ ٰلَثَ ِة أَي ٖ َّۚام ٰ َذل‬
ِ َ‫يَ ِج ۡد ف‬
٨٩ َ‫لَ ُكمۡ َءا ٰيَتِ ِهۦ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬

Artinya:“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu


yang tidak dimaksud(untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka kafarat (melanggar)
sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan
yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada
mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapatidak sanggup
melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari.”(QS.al-
Ma’idah/5:89)

C. PERADILAN AGAMA DI INDONESIA


1. Sejarah Peradilan Agama di Indonesia
sejak zaman VOC, peradilan agama islam sudah bertebaran diseluruh
wilayah Nusantara. Lembaga peradilan agama pada waktu itu diatur dengan berbagai
peraturan adat dan swapraja, peraturan kesultanan atau raja, peraturan militer
belanda, residen, wali negara, dan sebagainya. Nama lembaga peradilan agama
punpada waktu itu beraneka ragam, antara lain: sidang juma’t, Rapat Ulama, Rapat
Agama, Kerapatan Qodi Besar, Mahkamah Syariyah, Rad Agama, dan lain
sebagainya. Ketika itu di Indonesia terdapat tiga macam peradilan agama, yaitu:
a. Peradilan agama yang berada di jawa dan madura, dahulu terkenal sebagai
“priesterrad” atau Rad Agama.
b. Kerapatan Qadi, yaitu peradilan agama yang berada di bekas
keresidenankalimantan selatan dan timur yang diatur dalam Stbl 1937 No. 638
dan 639.
c. Peradilan Agama atau mahkamah Syariyah untuk wilayah di luar Jawa, Madura,
dan sebagian kalimantan selatan.
2. Dasar Hukum Peradilan Agama di Indonesia
Dasar hukum peradilan agama adalah Undang-undang No. 14 Tahun 1970,
yang kemudian di era orde reformasi diperbaharui dengan lahirnya Undang-undang
No. 35 Tahun 1999, yaitu Undang-undang tentang ketentuan pokok-pokok
kekuasaan kehakiman. Pada pasal 10 ayat 1 ditetapkan bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh pengadilan dalam linkungan:
a. peradilan Umum.
b. Peradilan Negeri.
c. Peradilan Militer.
d. Peradilan Tata Usaha negara.
Peradilan tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan pasal 14
Undang- ayat undang No. 14 tahun 1970: “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”, sehingga undang-undang No. 14 tahun 1970 tersebut disamping
tetap pula mengindahkan Stbl. 1882 No. 152 jo Stbl . 1973 No. 116, 610, Stbl. No.
638 dan Peraturan Pemerintahan No. 45 tahun 1957 sepanjang belum diatur lagi dan
tidak bertentangan dengan UUD 1945 serta UU No. 14 tahun 1970.
Pada tanggal 29 Desember 1969 telah lahir undang-undang nomor 7
tahun 1989 tentang peradilan agama sebagai dasar hukum bagi peradilan agama
islam di Indonesia yang mengatur susunan, kekuasaan, dan hukum acara pengadilan
dalam lingkungan peradilan agama, diberlakukan maka peraturan perundangan yang
sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
3. Fungsi Peradilan Agama di Indonesia
Fungsi peradilan agama setelah berlakunya UU No. 7 tahun 1989
dilakukan oleh peradilan agama sebagai pengadilan tingkat pertama dan oleh
pengadilan tingi agama sebagai pengadilan tingkat banding. pengadilan agama
sebagai pengadilan tingkat pertama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama
islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan sedekah
berdasarkan hukum islam. Perkara yang menjadi wewenang Peradilan Agama di
Indonesia adalah:
a. Perselisihan antara suami istri yang beragama lain
b. Perkara-perkara tentang nikah, talak, rujuk, dan perceraian antara orang-orang
yang beragama Islam yang memerlukan penyelesaian atau penetapan hakim Islam
c. Menyatakan bahwa syarat jatuhnya talak yang digantungkan (ta’lig
talaq) sudah ada
d. Memberi putusan perceraian
e. Mahar (termasuk mut’ah)
f. Perkara tentang kehidupan (nafkah) istri yang wajib dipenuhi oleh suami.
Khusus wewenang bagi Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah di luar
jawa-madura dan di luar sebagian Kalimantan Selatan, kecuali hal-hal tersebut diatas
ditambah:
a. Hadanah
b. Waris, mawaris
c. Wakaf
d. Shadaqah
e. Baitul mal.
Peradilan Agama adalah salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan
kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat
pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama islam di bidang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi
syari’ah.
Setelah berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974, maka Pengadilan
Agama diberi tugas untuk menyelesaikan dan memeriksa masalah tentang
perkawinan, antara lain:
a. Izin untuk beristri lebih dari seorang (poligami)
b. Izin untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21
tahun, bila orangtuanya, wali dan keluarganya dalam garis lurus ada perbedaan
pendapat
c. Izin untuk tidak tinggal dalam satu rumah bagi suami istri selama berlangsungnya
gugatan perceraian
d. Dispensasai dalam hal penyimpangan dari ketentuan umur pria 19 tahun, wanita
16 tahun
e. Pencegahan terhadap perkawinan
f. Pembatalan perkawinan
g. Kelalaian kewajiban suami istri
h. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan
i. Cerai talak oleh suami
j. Cerai gugat oleh istri
k. Hadhanah
l. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
m. Biaya penghidupan bagi bekas istri
n. Sah/tidaknya anak
o. Pencabutan kekuasaan orang tua selain kekuasaan sebagai wali nikah
p. Pencabutan penggantian wali
q. Kewajibanganti rugi oleh wali yang menyebabakan kerugian
r. penetapan asal-usul seorang anak sebagai pengganti akte kelahiran
s. Penolakan pemberian surat keterangan oleh Pegawai Pencatat Perkawian dalam
hal perkawinan campuran
t. Harta bersama dalam perkawinan.
Sedangkan bidang kewarisan adalah mengenai penentuan siapa saja ahli
waris, penentuan harta peninggalan, peneentuan masing-masing ahli waris, dan
pelaksanaan pembagiann waris. Adapun pengadilan tinggi agama sebagai pengadilan
tingkat banding bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi
kewenangannya, dalam tingkat banding. Jika pihak-pihak yang bersengketa belum
puas dengan keputusan pengadilan tinggi agama, mereka dapat mengajukan banding
ke Mahkamah Agung (MA).
4. Hikmah Peradilan
Hikamah adanya peradialn yaitu sebagai berikut:
a. Terwujudnya masyarakat yang bersih, karena hak setiap orang terutama hak
asasinya dapat dilindungi dan dipenuhi sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku.
b. Aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa dapat terwujuddi tengah-tengah
masyarakat yang bersih. Dengan demikian pada gilirannya negara akan semakin
kuat sejalan dengan tegaknya hukum.
c. Terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat. Karena hak-hak setiap orang dihargai
dan tidak teraniaya.
d. Dengan masyarakat yang bersih, pemerintah yang bersih dan berwibawa, serta
tegaknya keadilan, maka akan terwujud ketentraman, kedamaian, keamanan
dalam masyarakat.
e. Dapat mewujudkan suasana yang mendorong untuk meningkatkan ketakwaan
kepada Allah Swt bagi semua pihak.
f. Meningkatkan ketakwaan.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam peradilan Islam terdapat penggugat dan tergugat, penggugat adalah orang
yang mengajukan gugatan karena merasa dirugikan oleh pihak tergugat (orang yang
digugat). Dalam mengajukan gugatan, penggugat harus memiliki bukti yang kuat untuk
memperkuat kebenaran dakwaannya, jangan sampai penggugat menuduh tergugat tanpa
bukti yang jelas, karena hal tersebut termasuk dalam kasus pencemaran nama baik. Pihak
tergugat bisa menuntut balik pihak penggugat.
Dalam Peradilan Islam terdapat sumpah, jika tergugat tidak sanggup bersumpah,
maka penggugat yang bersumpah. Sumpah penggugat disebut sumpah mardad artinya
sumpah yang dikembalikan.
Sesungguhnya Rasulullah Saw, telah mengembalikan sumpah kepada yang
mendakwa dalam rangka mencari kebenaran”.(HR.Baihaqi dan Daru Qutni)
Di Indonesia sudah ada Peradilan Agama, yang telah diatur dalam undang-
undang nomor 7 tahun 1989 tentang Perasilan Agama yang mengatur susunan,
kekuasaan, dan hukum acara pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. oleh karena
itu, kita jangan main hakim sendiri atau menetapkan hukum sendiri. Sebaiknya kita
laporkan ke pihak yang berwajib, yang berhak menangani masalah tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan mengenai Penggugat dan Bukti?
2. Jelaskan mengenai Tergugat dan Sumpah?
3. Jelaskan mengenai Peradilan Agama di Indonesia?

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian dari hasil pembahasan, akhirnya makalah dengan
judul “Penggugat dan Bukti, Tergugat dan Sumpah, dan Peradilan Agama di Indonesia”,
maka dapat diambil kesimpilan yaitu sebagai berikut:
1. Jangan menggugat orang tanpa bukti, karena hal tersebut dapat merugikan kedua
belah pihak baik penggugat maupun tergugat.
2. Jangan suka melanggar sumpah, karena pelanggaran sumpah termasuk dosa dan
diwajibkan membayar kafarat/denda bagi orang yang melanggarnya.
3. Di Indonesia terdapat Peradilan Agama, oleh karena itu jika terdapat masalah
mengenai perkawinan, warisan, dll. Sebaiknya di laporkan ke Pengadilan Agama.
4. Tergugat adalah orang yang terkena gugatan. Jika tergugat merasa tidak melakukan
hal yang dituduhkan penggugat, tergugat dapat mempertahankan diri dengan
membantah kebenaran gugatan, dengan mengajukan bukti-bukti administrasi dan
bukti-bukti lain yang menyakinkan, disamping dengan melakukan sumpah.
B. SARAN-SARAN
Sehubungan dengan makalah kami, saran dan masukannya sangat kami harapkan
dari para pembaca yang bersifat membangun kami harapkan sepenuhnya.

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...............................................................................................
B. Rumusan masalah..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Penggugat dan bukti................................................................................
B. Tergugat dan sumpah.................................................................................
C. Peradilan agama di indonesia..........................................................................
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................................
B. Saran................................................................
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul, Psikolinguistik Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Humaniora, 2009, Cet.1

Harahap, Partomuan, Pembelajaran Keilmuan Bahasa Arab, STAIN Curup: LP2 STAIN

Curup, 2011,Cet.1

Hermawan, Acep, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung:Remaja Rosda

Karya, 2011, Cet.1

http://indonesiaindonesia.com/f/58957-7-alasan-belajar-bahasa-arab/

Izzan, Ahmad, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Humaniora, 2004,Cet.1

Mujib, Fathul, Rekontruksi Pendidikan Bahasa Arab, Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi,

2010, Cet.1

Yunus,Mahmud, ‫اندنسي‬-‫قاموس عربي‬, Jakarta: Hidakarya Agung, 1989

Anda mungkin juga menyukai