Anda di halaman 1dari 17

Tugas Bioteknologi Lingkungan

Aplikasi Biosensor pada kemasan pintar


“Application of biosensors in smart
packaging”
Dosen : Evelyn, ST, M.Sc, Ph.D

OLEH
Gunawan1710246297
YeniRizki 1710246401
KesniSavitri 171024

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
2

PEKANBARU
2018
DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL....................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................4
1.2 Kemasan pintar.............................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................6
2.1 Mekanisme pembusukan daging..................................................6
2.2 Smart Packaging...........................................................................8
2.3 Parameter dan indikator kualitas..................................................8
BAB 3 Kesimpulan..................................................................................9
3.1 Kesimpulan...................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................10
3

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal
Gambar 1 Time Temperature Integrator komersil.......................................8
Gambar 2 Principles of indicators and sensors based on metabolites......11
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan dari kemasan pintar berkembang pesat pada industry
makanan, sejalan dengan majunya teknologi untuk mengendalikan kondisi
lingkungan dan mendeteksi perubahan pada kualitas produk. Karena
sering terjadinya wabah penyakit di dunia yang berasal dari makanan,
masalah terbesar yang dihadapi industry makanan adalah memastikan
kualitas dan keamanan dari produk makanan. Kemasan pintar yang
dilengkapi dengan sensor dan indicator diperlukan sebagai teknologi
untuk mengetahui kesegaran makanan. Pada makalah ini, akan
didiskusikan teknologi sensor dan indicator terkini untuk mendeteksi
kesegaran dari produk daging dalam kemasan. Prinsip kerja dari
beberapa tipe indicator dan sensor akan dibahas dan juga rencana
kedepan untuk meningkatkan teknologi tersebut.

2.2 Kemasan pintar


Beberapa tahun belakangan ini, terjadi beberapa insiden kontaminasi
produk makanan di dunia. Di amerika serikat terjadi wabah penyakit dari
makanan yang disebabkan oleh Escherichia coli O157:H7, Norovirus,
Salmonella, Listeria dan pathogen lain dalam daging salmon, tuna, ayam,
produk susu dan sapi pada tahun 2012-2015. Terdapat banyak
permintaan konsumen untuk mengembangkan teknologi untuk
memastikan keamanan dari produk makanan.
Kualitas makanan ditentukan oleh kondisi lingkungan tempat produk
di kemasdan dikirim kekonsumen. Pada saat itu banyak sekali kejadian
yang dapat member efek negative terhadap kualitas produk. Beberapa
indicator seperti bau, warna dan tekstur biasa digunakan untuk
menentukan kualitas makanan tetapi karena tertutup oleh kemasan
produk maka dapat menyembunyikan indicator tersebut. Sehingga
5

terdapat banyak sekali usaha untukmengembangkan materi kemasan


pintar yang bias menjadi indicator secara visual untuk memastikan
kualitas produk.
Kemasan pintar atau smart packaging memiliki indicator yang
dipasang pada kemasan makanan umum. Sensor didefinisikan sebagai
peralatan untuk mendeteksi dan mengukur energy atau materi dengan
cara mendeteksi atau mengukur sifat fisik dan kimia yang dapat direspon
oleh peralatan dan menghasilkan sinyal kontinu.
Perbedaan yang mendasardari sensor dan indicator adalah sensor
terbuat dari receptor dan transducer sedangkan indicator lebih sederhana
dari sisi rancang bangun dan komunikasi informasi melalui observasi
langsung secara visual.
Pada biosensor, receptor atau elemen pengenal bias menggunakan
enzim, antigen, microba, hormone dan asam nukleat secara satuan
ataupun kombinasi. Materi kemasan makanan sangat bervariasi termasuk
time-temperature integrators (TTI), indicator kesegaran, dan lainnya.
6

BAB II
PEMBAHASAN

BAB 2

2.1 Mekanisme pembusukan daging


Untuk memastikan kesegaran daging menggunakan sensor atau
indicator, diperlukan pengetahuan mengenai dasar dari mekanisme
pembusukan daging. Struktur dari produk daging mayoritas terdiri dari
protein, lipid, karbohidrat, materi anorganik dan kelembaban. Pada
dasarnya, pertumbuhan mikroba, oksidasi dan autolysis enzim adalah tiga
mekanisme utama dalam pembusukan makanan.
Pada saat pembusukan daging, protein dan lipid pecah dan
membentuk senyawa baru yang member efek negative kekualitas
makanan. Dengan mengetahui mekanisme pembusukan tersebut dapat
dikembangkan teknik optimum untuk mendeteksi senyawa intermediate
yang terbentuk pada saat pembusukan sebagai pengukuran kuantitatif
dalam kesegaran produk.
Pembusukan mikroba pada daging terjadi pada saat mikroba pada
produk member efek negative kepada kualitas daging. Kondisi
pembusukan dapat bervariasi tergantung pada tipe mikroba yang
mempengaruhi factor intrinsic dan extrinsic. Intrinsic factor termasuk pH,
aktifitas air, kandungan nutrisi, sedangkan extrinsic factor seperti suhu
pada saat produk disimpan atau keadaan atmosferik yang mengelilingi
produk. Factor intrinsic dan extrinsic tidak terjadi secara bersamaan pada
kecepatan yang sama diseluruh bagian produk makanan.
Pada tahap awal pembusukan karena mikroba, mikroba
menggunakan senyawa sederhana seperti glukosa, asam lactic, dan
asam amino yang terdapat pada makanan sebelum mendekomposisi
protein yang lebih kompleks. Pelepasan asam lactic pada daging akan
menurunkan pH sampai 5.5. secara umum mikroba yang dapat
7

menurunkan kualitas makanan berasal dari pseudomonads dengan


asumsi produk daging secara konsisten disimpan pada suhu dingin.
Biosensor atau indicator yang diperkukan untuk mendeteksi
pseudomonads khusus melalui reaksi antigen/antibody tersebut sudah
disertakan pada materi kemasan, tetapi hal ini memerlukan kontak
langsung antara produk dan mikroba target. Sehingga untuk mendeteksi
pembusukan tersebut, kemasan harus bersentuh langsung dengan produk
makanan tersebut untuk mendeteksi pembusukan. Karena pembusukan di
satu bagian produk dapat menyebabkan keseluruhan produk tidak dapat
digunakan sehingga diperlukan pendeteksian gas hasil produk samping
dari pembusukan untuk memastikan kualitas produk.
Pembusukan daging dikarenakan autolysis oksidasi terbagi dalam
dua bagian yaitu lipid peroxidation dan protein oxidation. Karena kadar
phospholipids tidak jenuh yang tinggi, oxidative autolysis dimulai dari lipid
peroxidation dimana oksigen bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh
membentuk radikal bebas. Radikal bebas bereaksi dengan oksigen
membentuk peroxylrdical, yang dapat bereaksi dengan asam lemak
lainnya sehingga menyebabkan reaksi berantai. Pada saat lipid
peroxidation terbentuk aldehid sebagai produk samping yang dapat
member efek negative terhadap produk daging.
Mekanisme oksidasi protein sedikit berbeda dengan lipid
peroxidation. Oksidasi protein biasanya dipicu dari reaksi antara residu
asam amino dengan produk lipid peroxidation atau ion logam transisi.
Autolysis enzim termasuk proteolysis dan hidrolisis lemak adalah
penyebab utama dari pembusukan daging dan syarat awa ldekomposisi
mikroba. Pada saat autolysis enzim terjadi, tissue muscle akan berubah
bentuk dan warna akan berubah kehijauan yang mengindikasikan
kenaikan tingkat keasaman dari produk. Beberapa enzim yang
menyebabkan proteolytic autolysis adalah calpains, cathepsins dan amino
peptidases. Enzim ini aktif pada temperature rencah yang memicu
8

penurunan kualitas daging karena pertumbuhan mikroba dan produksi


amino walaupun pada suhu beku.

1.2 Smart Packaging


Beberapa produk time temperature integrator telah tersedia secara
komersil seperti table dibawah ini:

Gambar 1. Time Temperature Integrator komersil

Dengan memasukkan indikator, sensor, dan identifikasi frekuensi


radio (RFID) ke dalam kemasan, teknologi smart packaging telah
memungkinkan pemantauan dan komunikasi informasi yang lebih baik
tentang kualitas makanan. Teknologi ini juga memungkinkan produsen
dan konsumen untuk menelusuri sejarah produk melalui titik-titik kritis
dalam rantai pasokan makanan. Untuk memantau integritas produk
makanan, banyak jenis indikator dan sensor telah dikembangkan untuk
kemasan pintar, seperti indikator dan sensor TTI dan kesegaran
menggunakan parameter yang menunjukkan kualitas sebagai analit.

Karena sebagian besar produk segar didistribusikan, ditangani, dan


disimpan dalam rantai dingin, metode yang paling awal dikembangkan
secara komersial untuk memantau kualitas makanan adalah TTI. TTI
dapat mencerminkan sejarah penuh atau parsial dari suhu di mana suatu
produk terpapar dengan mengadopsi gerakan atau pengembangan warna
yang terus menerus dan tidak dapat diubah. Berdasarkan reaksi reaksi
polimerisasi mekanik, biologi (enzimatik, mikroba), fotokimia, difusi, dan
9

solid state. Reaksi ini bergantung pada suhu dan laju reaksi meningkat
pada suhu tinggi. Generasi pertama TTI menggunakan enzim lipase untuk
mencerminkan perubahan warna yang bergantung pada pH sebagai hasil
hidrolisis lipid. Sejak autolisis enzimatik dan pertumbuhan mikroba adalah
penyebab utama pembusukan daging, TTI berbasis reaksi biologis
menggunakan enzim dan mikroba memiliki kelebihan dibandingkan jenis
lain dari TTI sebagai indikator kesegaran produk makanan, karena mereka
dapat lebih baik mencerminkan kerusakan daging biologis yang
sebenarnya. Proses TTI dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam
bahan pengemas untuk produk ikan beku, produk susu, produk daging
segar dan beku, buah dan sayuran beku dan seterusnya.

Kebanyakan TTI yang tersedia secara komersial menunjukkan


perubahan warna dengan cara bergantung pada suhu waktu berdasarkan
sifat spesifiknya. Karakteristik dirangkum dalam Gambar 1.

1.3 Parameter dan indicator kualitas


Tidak seperti TTI, yang memberikan informasi tidak langsung
tentang kesegaran dan kualitas makanan dalam hal suhu di mana produk
itu terpapar, indikator/sensor dapat memberikan informasi langsung.
Dalam kondisi pengepakan normal di mana tidak ada agen pembersih
khusus yang digunakan, beberapa metabolit seperti: glukosa, asam
laktat, CO2, O2, senyawa nitrogen volatil, dan amina biogenik, terbentuk di
ruang bagian dalam dalam lingkungan tertutup.
Oleh karena itu, metabolit ini dapat digunakan sebagai parameter
yang menunjukkan kualitas, dan dengan demikian secara teoritis mungkin
untuk mendeteksi pembusukan dengan menggabungkan indikator/sensor
yang dapat mengenali analit ini menjadi bahan kemasan. Gambar 2
merangkum daftar parameter yang menunjukkan kualitas yang digunakan
saat ini, serta jenis indikator dan sensor yang menggunakannya sebagai
analit.
10

Karena glukosa adalah substrat yang disukai untuk banyak bakteri


dalam pembusukan pada daging, pengukuran glukosa dapat digunakan
untuk memprediksi sisa umur simpan daging. Indikator glukosa
didasarkan pada reaksi kimia yang menghasilkan perubahan warna.
Karena pentingnya memonitor kadar glukosa darah pada pasien diabetes,
sensor glukosa adalah sensor biologis pertama yang dikembangkan dan
dikomersilkan. Sensor-sensor ini memanfaatkan oksidasi glukosa yang
diimobilisasi ke permukaan elektroda. Dalam industri makanan, sensor
glukosa digunakan untuk memenuhi syarat buah-buahan tropis dan
minuman beralkohol. Dalam otot post-mortem, glukosa dapat dipecah
menjadi asam laktat dan proton melalui fermentasi anaerob. Reaksi-reaksi
ini dapat terjadi bahkan dalam produk daging beku dan beku-beku, dan
konsentrasi awal asam laktat dapat berfungsi sebagai indikator prediktif
untuk umur simpan daging beku.
Pembentukan asam laktat dapat dengan mudah dideteksi dengan
beberapa indikator. Salah satunya adalah pH-indikator, dengan indikator
warna terbaik adalah bromocresol green, diikuti oleh bromocresol purple,
bromophenol blue, chlorophenol red, dan congo red, dalam urutan
menurun. Sensor asam laktat didasarkan pada aktivitas oksidase laktat
dan peroksidase menggunakan ferrocene sebagai mediator. Sensor-
sensor ini dikembangkan untuk menentukan kesegaran sampel makanan
yang difermentasi seperti anggur dan yogurt.
Karena banyak produk makanan merusak cepat di udara, teknik
kemasan dimodifikasi-suasana (MAP) telah dikembangkan untuk menjaga
kualitas dan memperpanjang umur simpan makanan dengan menghindari
kontak dengan udara. Tiga gas utama yaitu: CO 2, O2, dan N2, digunakan
secara independen atau dalam kombinasi, tergantung pada produk
makanan. Dalam kondisi MAP, kesegaran dan keamanan makanan dapat
dinilai dengan menentukan konsentrasi CO 2 atau O2 di ruang utama.
Ketika CO2 larut dalam larutan berair, asam karbonat terbentuk dan
11

melepaskan ion bikarbonat dan proton. Jadi indikator CO 2 terutama


indikator kolorimetri menggunakan indikator pH-indikator.
Untuk sensor CO2, sensor nondispersive infrared (NDIR) dan bahan
kimia sensor dikembangkan. Sensor NDIR adalah sensor spektroskopi
untuk mendeteksi tingkat CO2 dengan penyerapan gas pada panjang
gelombang tertentu. Sensor CO2 kimia digabungkan dengan polimer atau
elektrolit padat, dan dapat dibuat portabel untuk masuk ke dalam sistem
berbasis mikroelektronik.
Untuk deteksi O2, metode kolorimetri berdasarkan pewarna
berbasis-pH seperti biru metilen, senyawa elektrokromik thionine dan
polyviologen dikembangkan. Berbagai jenis sensor O 2 yang menggunakan
elektrokimia, inframerah, ultrasonik dan teknologi laser juga tersedia.

Gambar 2. Principles of indicators and sensors based on metabolites

Selama pembusukan, gas volatil yang berbeda dilepaskan dari


waktu ke waktu. Salah satunya adalah senyawa nitrogen yang mudah
menguap dari metabolisme mikroba protein. Bentuk yang paling umum
ditemukan adalah amonia, dimetilamin (DMA), dan trimetilamina (TMA)
yang secara kolektif dikenal sebagai nitrogen basa volatil total (TVB-N).
Metode saat ini mendeteksi TVB-N membutuhkan ekstraksi dan
titrasi basa volatile. Dengan demikian, mungkin menguntungkan untuk
mengembangkan biosensor/indikator yang dapat mendeteksi TVB-N.
Pacquit, dkk mengembangkan colorimetric dye (bromocresol green)
berbasis sensor/indikator untuk memantau pembusukan atas dasar
peningkatan pH oleh produksi TVB-N bertahap di ruang utama paket.
12

Selain itu, sensor optik amonia selektif diproduksi dengan melumpuhkan


pasangan ion indikator pH dalam matriks silikon.
Tidak seperti metabolit lain yang hanya dapat digunakan untuk
parameter yang menunjukkan kualitas, amina biogenik memiliki efek
toksik pada organisme dan mungkin juga beracun pada beberapa orang.
Jumlah amina biogenik dapat meningkat selama pembusukan makanan
dan proses fermentasi mikroba. Amina biogenik biasanya dihasilkan oleh
dekarboksilasi asam amino bebas atau oleh aminasi dan transaminasi
aldehida dan keton. Amina biogenik yang paling umum ditemukan dalam
makanan adalah histamin, tyramine, putrescine, agmatine, spermine, dan
cadaverine, dibentuk oleh penghapusan kelompok α-karboksil dari asam
amino prekursor. Pemantauan kadar amina biogenik dalam makanan dan
minuman segar dan olahan sangat menarik tidak hanya untuk risiko
toksikologi mereka, tetapi juga untuk kegunaannya sebagai indikator
aktivitas mikroba yang tidak diinginkan dalam makanan non-fermentasi,
seperti produk daging segar dan dimasak. Beberapa biosensor
berdasarkan oksidasi amina atau transglutamase telah dikembangkan
untuk mendeteksi amina biogenik.

1.4 Parameter dan indicator kualitas


Salah satu indikator yang menjanjikan untuk memantau kualitas
makanan sebagai smart packaging adalah electrochemical biosensors
yang dapat menghasilkan sinyal berdasarkan analisa konsentrasi.
Terdapat dua tipe electrochemical biosensors yaitu :
1.biocatalytic devices
Dalam perangkat biokatalitik, elemen pengenalan biasanya adalah
enzim redoks, sel utuh, atau jaringan yang dapat mengenali molekul
target dan menghasilkan sinyal listrik.
2. affinity sensors
Sebaliknya, di sensor afinitas, elemen pengenalan adalah antibodi,
fragmen antibodi, atau aptamers.
13

Di antara berbagai jenis biosensor elektrokimia, pendekatan yang


paling sederhana adalah penggunaan enzim sebagai elemen pengenalan.
Sensor ini relatif mudah digunakan, ukurannya kecil, murah, dan biasanya
tidak memerlukan instrumentasi tambahan untuk penggunaannya. Selain
itu, karena sifat bawaan dari enzim, biosensor ini sangat spesifik dan
selektif untuk substrat sehingga langkah-langkah perlakuan awal dan
pemisahan tidak diperlukan dapat dengan mudah disesuaikan dengan
bahan kemasan. Salah satu tantangan dalam merancang sensor
biocatalytic adalah kurangnya enzim selektif untuk analit. Namun, ini
bukan masalah saat merancang biosensor untuk kesegaran daging,
karena sebagian besar analit untuk biosensor adalah metabolit reaksi
enzimatik.

Keuntungan sensor biocatalytic menggunakan seluruh sel atau irisan


jaringan adalah sebagai berikut :
a. tidak memerlukan proses pemurnian ekstensif seperti enzim
b. mungkin memiliki aktivitas yang lebih baik daripada enzim yang
terisolasi
c. beberapa enzim mungkin tidak secara komersial atau fisik tersedia
dalam keadaan murni
d. enzim yang terisolasi mungkin memiliki stabilitas dan umur simpan
yang terbatas dibandingkan dengan yang dalam bentuk asli.

Namun pada saat yang sama, kerugian mungkin termasuk hilangnya


selektivitas dan spesifisitas karena adanya enzim pencemar lainnya, dan
waktu respon yang lambat.

Biosensor elektrokimia yang ideal untuk mendeteksi metabolit


untuk kesegaran daging sangat mungkin mengadopsi teknik amperometri
sebagai metode deteksi elektrokimia untuk transduser. Teknik
14

amperometri secara langsung memonitor perubahan arus yang dihasilkan


oleh reaksi redoks dengan waktu.
Teknik amprometri menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan
teknik pendeteksian elektrokimia lainnya karena :
a. selektivitas tambahan dipastikan karena potensi redoks yang
digunakan untuk deteksi adalah karakteristik analit spesifik,
b. batas deteksi cukup rendah,
c. tekniknya relatif sederhana
d. sinyal latar belakang dapat diminimalkan.

Untuk mempertahankan persyaratan ukuran kecil untuk bahan


pengemasan, sebagian besar biosensor tidak dapat menampilkan sejarah
lengkap parameter yang menunjukkan kualitas kesegaran, tetapi hanya
dapat menunjukkan status saat ini. Karena produk makanan memerlukan
pemantauan kualitas yang berkelanjutan, sejarah lengkap parameter
kualitas kesegaran yang diperoleh dari biosensor elektrokimia, seperti
yang ditunjukkan oleh perubahan konsentrasi metabolit selama
penyimpanan makanan, perlu terus-menerus dicatat. Beberapa opsi
memungkinkan pengawasan data secara konstan sementara tidak
mengorbankan persyaratan biaya rendah dan mudah dibawa.

Gambar 3. Sistematik Kombinasi elektrochemical biosensor dan RFID sistem


Aspek menarik dari kombinasi elektrochemical biosensor dan RFID
sistem adalah sensor O2 memiliki elektroda yang menghasilkan tegangan
listrik sesuai dengan konsentrasi oksigen. Menggunakan sensor O 2
sebagai sel galvanik, sistem gabungan berhasil mendeteksi O 2 dan CO2
dan menyimpan data yang dikumpulkan. Tag RFID yang digunakan dalam
sistem ini dapat dikategorikan sebagai tag aktif, karena memiliki sumber
energi luar. Namun, tidak seperti tag RFID aktif lainnya, sistem ini tidak
rumit, tidak membawa informasi rumit, dan menggunakan energi yang
jauh lebih sedikit. Dalam hal ini, ia menyerupai RFID tag pasif yang
15

diproduksi saat ini. Meskipun sensor prototipe ini masih terlalu besar untuk
dimasukkan ke dalam bahan kemasan, itu menunjukkan bahwa tag RFID
dapat dikombinasikan dengan sensor elektrokimia. Sebelumnya,
pengembangan biosensor untuk mendeteksi suhu dan parameter
kesegaran untuk produk daging dan RFID untuk menelusuri sejarah
produk-produk ini telah dikejar secara terpisah. Gambar 3 menunjukkan
gambar schematic dari sistem yang menggabungkan sensor bioelectrical
dan tag RFID. Idealnya, elemen biologis diimobilisasi ke permukaan
elektroda, yang dapat memediasi reaksi elektrokimia dan menghasilkan
sinyal listrik yang berkorelasi dengan konsentrasi analit. Sinyal akan
diperkuat untuk menciptakan aliran elektron yang cukup untuk
mengoperasikan perangkat mikroelektronik, seperti tag RFID.

Meskipun kami telah memfokuskan pada tinjauan ini pada sensor /


indikator untuk mendeteksi kesegaran, pengembangan sensor / indikator
untuk kemasan dapat diterapkan ke target lain. Misalnya, konsentrasi
kontaminan yang tercuci keluar dalam air botol plastik mungkin sangat
rendah pada awalnya, dan peningkatan bertahap dapat terjadi tergantung
pada durasi dan kondisi penyimpanan. Mempertimbangkan bahwa air
botolan memiliki masa simpan yang lama dan disimpan umumnya pada
suhu kamar, mungkin bermanfaat bagi konsumen untuk memiliki indikator
yang dibangun untuk kontaminan tersebut. Baru-baru ini, Administrasi
Makanan dan Obat Korea mengumumkan bahwa konsentrasi antimon,
formaldehida, dan kenaikan asetaldehida dalam air kemasan tergantung
pada kondisi penyimpanan. Namun demikian, kontaminan ini tetap
ditemukan dalam batas yang dapat diterima. Dengan konverGence of
biosensor dan teknik RFID, data yang dikumpulkan dari biosensor dapat
dilacak dan dimonitor selama produksi, distribusi, dan konsumsi produk
segar untuk memastikan keamanan mereka.
BAB III
Kesimpulan

1.5 Kesimpulan
Dari pembahasan paper, terdapat peluang untuk penelitian lebih
lanjut untuk mencari bahan yang lebih murah dalam pembuatan kemasan
pintar yang dilengkapi biosensors sehingga dapat mendeteksi kesegaran
produk makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Park Y.W., 2015, Application of biosensors in smart packaging The


Korean Society of Toxicogenomics and Toxicoproteomics and
Springer 2015 Mol Cell Toxicol (2015) 11:277-285 DOI
10.1007/s13273-015-0027-1
Pacquit, A. et al., 2007, Development of a smart packaging for the
monitoring of fish spoilage. Food Chem 102: 466-470.

Anda mungkin juga menyukai