Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA RESIKO PERILAKU


KEKERASAN
Diajukan guna memenuhi tugas M.K Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu : Lailatul Fadilah S.kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh :
Muhamad Rifki Dawil Mujib (P27901118078)
Nihayatul Maskuroh (P27901118079)
Nurhafifah (P27901118080)
Pudjairah Aprizha Pahlita (P27901118081)
Reni Kusumawardani (P27901118082)
Roselina Novianti (P27901118083)
Shofiana Haniffah (P27901118084)

Reguler / Semester : III B / Semester V


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TANGERANG
2020
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Resiko Perilaku Kekerasan


Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukkan
bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain ataulingkungan, baik
secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (NANDA, 2016). Risiko perilaku
kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu risiko perilaku kekerasan terhadap diri
sendiri (risk for seIf-directed violence) dan risiko perilaku kekerasan terhadap
orang lain (risk for other-directed violence). NANDA (2016) menyatakan bahwa
risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri merupakan perilaku yang rentan di
mana seorang individu bisa menunjukkan atau mendemonstrasikan tindakan yang
membahayakan dirinya sendiri, baik secara fisik, emosional, maupun seksual. Hal
yang sama juga berlaku untuk risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain,
hanya saja ditujukan langsung kepada orang lain.
Berbeda dengan risiko perilaku kekerasan, perilaku kekerasan memiliki
definisi sendiri. Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu keadaan hilangnya
kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri
untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku
kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau
membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku
merusak lingkungan, melempar kaca, genting dan semua yang ada di lingkungan.
Klien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagaian besar akibat melakukan
kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk
menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah.

1
2.2 Etiologi Resiko Perilaku Kekerasan
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan
oleh adanya faktor predisposisi (faktor yang (melatarbelakangi)
munculnya masalah dan faktor prespitasi (faktor yang memicu adanya
masalah).
Di dalam faktor presdisposisi, terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya masalah perilaku kekerasan, seperti faktor
biologis, psikologis, dan sosiokultural.
a. Faktor biolgis
1) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori psikomatik (Psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun internal. Sehingga, sistem
limbik memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1) Teori agresif frustasi (Frustasion aggresion theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong individu untuk berperilaku agresif karena perasaan
frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal lni dapat
dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.
Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan sering
menimbulkan kekerasan di dalam maupun di luar rumah.
3) Teori eksistensi (Existential theory)

2
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesual
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku
konstruktif, maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui
perilaku destruktif.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stresor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresor dapat
disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stresor yang berasal dari luar
dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain. Stresor
yang berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau sahabat
yang dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit dalam, dan lain-
lain. Selain itu, lingkungan yang kurang kondusif, seperti penuh
penghinaan, tindak kekerasan, dapat memicu perilaku kekerasan.
3. Faktor Risiko
NANDA (2016) menyatakan faktor-faktor risiko dari risiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self- directed violence) dan risiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other- directed violence).
a. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self- directed
violence)
1) Usia > 45 tahun
2) Usia 15-19 tahun
3) lsyarat tingkah laku (menulia catatan cinta yang sedih, menyatakan
pesan bernada kemarahan kepada orang tertentu yang telah
menolak individu tersebut, dll
4) Konflik mengenai orientasi seksual
5) Konflik dalam hubungan Interpersonal
6) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah Pekerjaan)
7) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik
8) Sumber daya personal yang tidak memadai
9) Status perkawinan (sendiri, menjanda, bercerai)

3
10) Isu kesehatan mental (depresi, psikosis, gangguan kepribadian,
penyalahgunaan zat)
11) Pekerjaan (profesional, eksekutif, administrator atau pemilik
bisnis, dll.)
12) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu yang
bersifat kekerasaan atau konfliktual)
13) Isu kesehatan fisik 14) Gangguan psikologis
14) Isolasi sosial
15) Ide bunuh diri
16) Rencana bunuh diri
17) Riwayat upacara bunuh diri berulang
18) Isyarat verbal (membicarakan kematian, menanyakan tentang dosis
mematikan suatu obat, dll.)
b. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed
violence)
1) Akses atau ketersediaan senjata
2) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
3) Perlakuan kejam terhadap binatang
4) Riwayat kekerasaan masa kecil, baik secara fisik, psikologis,
maupun seksual
5) Riwayat penyalahgunaan zat
6) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
7) Impulsif
8) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti,
pelanggaran lalu lintas, penggunaan kendaraan bermotor untuk
melampiaskan amarah)
9) Bahasa tubuh negatif (seperti, kekakuan, mengepalkan
tinju/pukulan, hiperaktivitas, dll.)
10) Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan, kejang,
dll)
11) Intoksikasi patologis

4
12) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencing di lantai,
menyobek objek di dinding, melempar barang, memecahkan kaca,
membanting pintu, dll.)
13) Pola perilaku kekerasaan terhadap orang lain (menendang,
memukul, menggigit, mencakar, upaya perkosaan, memperkosa,
pelecehan seksual, mengencingi orang, dll.)
14) Pola ancaman kekerasaan (ancaman secara verbal terhadap objek
atau orang lain, menyumpah serapah, gestur atau catatan
mengancam, ancaman seksual, dll.)
15) Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri, meminjam dengan
memaksa, penolakan terhadap medikasi, dll.)
16) Komplikasi perinatal
17) Komplikasi prenatal
18) Menyalakan api
19) Gangguan psikosis
20) Perilaku bunuh diri

2.3 Rentang Respon Marah


Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang di manifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu.
Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa
“ ia” tidak setuju, tersinggung, merasa tidak di anggap, merasa tidak di turut atau
diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu di mulai dari respon normal
(assertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

a. Respon adaptif
1) Pernyataan (Assertion)

5
Respon marah dimana individ mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain. Hal ini biasana akan memberikan kelegaan.
2) Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut
individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon maladaptif
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan
nyata.
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol.
3) Amuk atau kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

2.4 Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian stessor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi
stres bagi individu. itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respon
sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam
kaitannya dengan kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan makna,
intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan
makna yang diberikan kepada orang yang berisiko (Stuart & Laraia, 2005).
Respon perilaku adalah hasil dari respons emosional dan fisiologis, serta
analisis kognitif seseorang tentang situasi stres. Caplan (1981, dalam Stuart &
Laraia, 2005) menggambarkan empat fase dari respon perilaku individu untuk
menghadapi stress, yaitu:

6
1. Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau memungkinkan individu
untuk melarikan diri dari itu.
2. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan eksternal
dan setelah mereka.
3. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan
emosional yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan masalah dan
gejala sisa dengan penyesuaian internal.
2.5 Tanda dan Gejala pada Resiko Perilaku Kekerasan
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan
didukung dengan hasil observasi.
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/ melukai
b. Data objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkam rahang dengan kulit
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain

2.6 Mekanisme Koping


Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Secara umum, mekanisme koping yang sering digunakan, antara lain
mekanisme pertahanan ego, seperti :

7
a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di
mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.

8
2.7 Penatalaksanaan pada Resiko Perilaku Kekerasan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi contohnya : Clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan osis
efektif rendah, contohnya Trifuoperasine estelasine, bila tidak ada juga
maka dapat digunakan Transquillizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media
yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog
atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah
akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan sekunder) dan

9
memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan
tersier) sehingga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.(Budi Anna Keliat, 1992).
d. Terapi somatik
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaptif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindakan yang ditunjukan pada kondisi fisik pasien, terapi
target terapi adalah perilaku pasien.
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada
pelipis pasien. Terapi ini ada awalnya untuk menangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3
hari sekali (seminggu 2 kali).

10
2.8 Pohon Masalah pada Resiko Perilaku Kekerasan
Resiko Mencederai diri sendiri dan Effect
orang lain

Perilaku Kekerasan Cor Problem

Halusinasi Causa

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Faktor Predisposisi dan Prespitasi

2.9 Masalah Keperawatan


1. Resiko mencederai diri sendiri, lingkungan dan orang lain berhubungan
dengan perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan koping individu inefektif

11
2.10 Rencana Keperawatan
TUJUAN INTERVENSI
Pasien dapat membina hubungan Bina hubungan saling percaya
saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik :
Kriteria hasil: 1. Beri salam setiap berinteraksi.
Setelah ... X pertemuan , pasien 2. Sebutkan nama panggilan
dapat menunjukkan tanda-tanda perawat.
percaya pada perawat : 3. Tanyakan nama lengkap pasien,
1. Wajah cerah dan tersenyum. dan nama panggilan yang
2. Mau kenalan disukai pasien.
3. Ada kontak mata 4. Jelaskan tujuan pertemuan.
4. Bersedia menceritakan 5. Jujur dan menepati janji.
perasaannya 6. Tunjukan sikap empati dan
menerima pasien apa adanya.
7. Buat kontrak yang jelas.
8. Tanyakan perasaan pasien dan
masalah yang dihadapi.
9. Bantu pasien mengungkapkan
perasaan jengkel/kesal.
10. Dengarka dengan penuh
perhatian ungkapan perasaan
pasien.
Pasien dapat mengidentifikasi Bantu pasien mengungkapkan
penyebab perilaku kekerasan perasaannya.
1. Beri kesempatan pasien utnuk
Kriteria hasil : menceritakan penyebab
Setelah ... X pertemuan , pasien dapat kesal/jengkelnya.
menceritakan penyebab perilaku 2. Dengarkan tanpa menyela atau
kekerasan yang dilakukannya, memberi penilaian setiap

12
mencertikan penyebab jengkel/kesal ungkapan perasaan pasien.
baik dari sendiri maupun
lingkungannya.
Pasien dapat mengidentifikasi tanda 1. Anjurkan pasien
perilaku kekerasannya. mengungkapkan yang dialami
dan dirasakan saat
Kriteria hasil : jengkel/kesal.
Setelah ... X pertemuan , pasien 2. Bantu pasien mengungkapkan
menceritakan tanda saat terjadi tanda-tanda perilaku kekerasan
perilaku kekerasan. yang dialaminya.
1. Tanda fisik : mata merah, a. Motivasi pasien mencertikan
tangan mengepal, ekspresi kondisi fiisk (tanda fisik)
tegang, dll. saat perilaku kekerasan
2. Tanda emosional : perasaan terjadi.
marah, jengkel, biacara kasar. b. Motivasi pasien
3. Tanda sosial : bermusuhan menceritakan kondisi emosi
yang dialami saat terjadi (tanda emosi) saat perilaku
perilaku kekerasan. kekerasan.
c. Motivasi pasien
menceritakan kondisi
hubungan dengan orang lain
(tanda sosial) saat perilaku
kekerasan.
3. Observasi tanda perilaku
kekerasan pada pasien.
4. Simpulkan bersama pasien
tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami pasien
Pasien dapat mengungkapkan Diskusikan dnegan pasien perilaku
perilaku marah yang sering kekerasan yang dilakukan selama ini:

13
dilakukan. 1. Motivasi pasien untuk
menceritakan jenis tindak
Kriteria hasil : perilaku kekerasan yang selama
Setelah ... X pertemuan , pasien ini pernah dilakukannya.
mampu menjelaskan : 2. Motivasi pasien untuk
1. Ekspresi kemarahannya yang menceritakan perasaannya
selama ini telah dilakukannya. setelah melakukan kekerasan.
2. Perasaan saat dia melakukan 3. Diskusikan apakah dengan
kekerasan. tindakan kekerasan yang
3. Efektifitas cara yang dipaki dilakukannya masalah
dalam menyelesaikan masalah terselesaikan
Pasien dapat mengidentifikasi akibat 1. Bicarakan akibat/kerugian cara
perilaku kekerasan. yang dilakukam pada :
a. Diri sendiri
Kriteria hasil : b. Orang lain/keluarga
Setelah ... X pertemuan , pasien dapat c. Lingkungan
menjelaskan akibat dari cara yang 2. Bersama pasien menyimpulkan
digunakan : cara yang digunakan pasien.
1. Diri sendiri : luka, dijauhi 3. Tanyakan pasien apakah mau
teman, dll. tahu cara marah yang sehat
2. Orang lain/keluarga : luka. untuk mengontrol rasa
Tersinggung, ketakutan, dll. jengkel/marah.
3. Lingkungan: barang/benda
rusak dll.
TUK 6 Diskusikan dengan pasien:
Setelah ….x…interaksi, pasien 1. Tanyakan pada pasien apakah
mengidentifikasi cara construksi dala pasien mau tahu cara baru
berespon terhadap prilakuu kekerasan yang sehat untuk
Kriteria hasil mengungkapkan marah
Setelah….x interaksi, pasien dapat : 2. Jelaskan berbagai alternative

14
1. Menjelaskan cara yang sehat pilihan untuk
mengungkapkan arah (cara mengungkapkan marah selain
fisik, verbal, social, spritual) perilaku kekerasan yang
2. Mendemonstrasikan cara diketahui pasien
mengungkapkan marah yang 3. Jelaskan cara cara sehat untuk
sehat secara verbal, fisik, mengungkapkan marah
social dan spritual a. Cara fisik tarik napas
dalam jika kesal,
pukul bantal atau
kasur, olahraga,
melakukan kegiatan
b. Verbal :
mengungkapkan
bahwa dirinya sedang
kesal kepada orang
lain
c. Social : latihan asertif
dalam kelompok cara
marah yang sehat
d. Spritual :
sembahyang/doa,
dzikir, meditasi dll,
sesuai dengan agama
masing- masing
TUK 7 1. Diskusiakn dengan pasien
Pasien dapat mendemonstasikan cara untuk memilih cara yang
mengontrol perilaku kekerasan paling tepat dalam
Kriteria hasil : mengungkapkan marah
Setelah ….x pertemuan, pasien 2. Pasien dapat mengidentifikasi
mendemontrasikan cara engontrol manfaat yang terpilih
perilaku kekerasan dengan cara 3. Bantu pasien

15
1. Fisik mendemonstrasikan cara yang
2. Verbal dipilih:
3. Social a. Peragakan cara yang
4. Spritual dipilih
b. Jelaskan manfaat cara
tersebut
c. Anjurkan pasien
menirukan peragaan
yang sudah dilakukan
d. Beri penguatan pada
pasien, perbaiki cara
yang belum sempurna
4. Anjurkan pasien
menggunakan cara yang
sudah dilatih saat jengkel/arag
5. Susun jadwal untuk
melakukan cara yang telah
dipelajari
6. Beri reinforcement positif
atas keberhasilan
TUK 8 1. Diskusikan dengan pasien
Pasien menggunakan obat dengan tentang
benar sesuai dengan program yang a. Manfaat minum obat
telah ditetapkan dan ketugian tidak
Kriteria hasil : minum obat
Setelah…x interaksi, pasien mampu b. Nama obat, dosis,
menyebutkan : frekuensi, efek dan
1. Manfaat minu obat dan efek samping minum
kerugian tidak minum obat obat
2. Nama, Warna, dosisi, efek 2. Bantu pasien menggunakan
samping obta obat dengan prinsip 5 benar (

16
Setelah ….x interaksi, pasien mampu nama pasien. Obat, dosis, cara
mendemonstrasikan penggunaan obat dan waktu)
dengan benar 3. Anjurkan pasien
Setelah…x interaksi, pasien mampu membicarakn efek dan efek
menyebutkan akibat berhenti minum samping obat yang dirasakn
obat tanpa konsultasi dengan dokter 4. Diskusikan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter
5. Anjurkan pasien
berkonsultasi dengan
dokter/perawat jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan
6. Beri reinforcement bila pasien
minu obat yang benar
TUK 9 5. Identifikasi kemampuan
Pasien mendapt dukungan keluarga keluarga dalam merawat
untuk mengontroll perilaku pasien dari sikap yang telah
kekerasan dilakukan keluarga terhadap
Kriteria hasil pasien selama ini
Setelah…x interaksi, keluarga dapat 6. Diskusikan dekang keluarga
menjelaskan tentang : tentang pentingnya peran
1. Pengertian perilaku kekerasan keluarga sebagai pendukung
2. Tanda dan gejala perilaku untuk mengatasi perilaku
kekerasan kekerasan
3. Penyebab dan akibat perilaku 7. Diskusiksan potensi keluarga
kekerasan untuk membantu pasien
4. Cara merawat pasien dengan mengatasi perilaku kekerasan
perilaku kekerasan 8. Diskusikan dengan keluarga
Setelah…x interaksi, keluarga melallui pertemuan keluarga
mampu mendemontrasikan cara tentang : pengertian perilaku
merawat pasien waham kekerasan, tanda dan gejala

17
perilaku kekerasan, penyebab
dan akibat perilaku
kekerasan, cara merawat
pasien dengan perilaku
kekerasan
9. Latih keluarga dalam
merawat pasien dngn perilaku
kekerasan
10. Beri kesempatan keluarga
mendemonstrasikan ulang
11. Tanyakan perasaan keluarga
setelah mendemontrasikan
cara merawat pasien waham
12. Beri reinforcement atas
keterlibatan keluarga

18
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Dengan tujuan untuk mengumpulkan data – data dengan cara wawancara
observasi langsung dengan klien, informasi dari catatan keperawatan, catatan
medis dan perawat ruangan.
1. Identitas Klien
Klien Tn. P berusia 34 tahun, jenis kelamin laki-laki, status perkawinan
belum menikah, Agama Islam. pendidikan terakhir SMP, klien
bertempat tinggal di Jl.Jaya Katwang RT 08 RW 11 Kota Tangerang,
Klien dirawat pada tanggal 26 Agustus 2020 di RSJ Melati Mas. Nomor
Rekam Medik 14862. Sumber informasi yaitu klien, perawat ruangan
dan status rekam medik.

2. Alasan masuk
Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk RSJ klien sering
marah – marah, mudah tersinggung, sulit tidur, mengamuk, merusak
alat rumah tangga, ketawa sendiri, dan malas bekerja.

3. Faktor predisposisi
 Riwayat penyakit sekarang
Sakit sudah berlangsung ± 11 tahun, ± 10 tahun yang lalu klien
opname di RSJ Bogor, sembuh kemudian bekerja. ± 6 bulan terakhir
tidak mau minum obat dan kumat lagi.
Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik seperti aniaya
kekerasan dalam keluarga dan pernah memukul orang lain karena
sering diejek.
 Riwayat peyakit keluarga

19
Garis keturunan dalam keluarga belum pernah ada anggota keluarga
yang menderita gangguan jiwa.
4. Faktor presipitasi
Putus obat sejak 6 bulan yang lalu dan tidak kontrol lagi

5. Pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada saat pengkajian di dapat data
dengan hasil tanda – tanda vital yaitu tekanan darah 110/80 mmHg,
suhu 37ºC, nadi 72×/menit dan pernafasan 20×/menit. Hasil ukur berat
badan 40 kg, tinggi badan 160 cm. Klien mengatakan tidak ada keluhan
fisik.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. Psikososial
a. Genogram

laki-laki
Tn. P

perempuan

Dalam keluarga klien jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga


yang lain karena merasa malas dan senang menyendiri. Pengambilan
keputusan dalam keluarga diambil oleh ayahnya. Dalam pola asuh
klien diasuh oleh orang tua sendiri.

20
7. Konsep diri
a. Citra diri
Klien menganggap tubuhnya sebuah anugrah dari tuhan. Klien
bersyukur dan menerima tubuhnya apa adanya.
b. Identitas diri
Sebelum sakit, klien pernah sekolah sampai dengan SMP. Setelah
klien tamat SMP klien tidak bisa melanjutkan. Klien menerima
dirinya sebagai seorang laki-laki tetapi takut untuk menjadi seorang
kepala keluarga.
c. Peran diri
Klien berusia 34 tahun, klien belum menikah. Klien mengatakan
takut untuk berumah tangga karena menurutnya harus memikirkan
kebutuhan keluarga. Dalam melaksanakan tugas dirumah klien
melakukannya bersama dengan ibunya seperti : menyapu, mencuci
piring, mencuci baju dan membantu memasak. Akan tetapi di
masyarakat klien kurang dihormati. Klien berperilaku seperti anak –
anak.
d. Ideal diri
Klien berharap agar bisa sembuh dan cepat pulang karena ingin
minta maaf pada ibunya dan mencari pekerjaan lagi.
e. Harga diri
Klien mengatakan tidak ada gangguan untuk berhubungan dengan
orang lain.

8. Hubungan sosial
Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat dengannya adalah
ibunya. Dalam keluarga klien merasa enggan untuk berkomunikasi lebih
senang menyendiri di kamar.

21
9. Spiritual
Klien dan keluarganya beragama Islam, klien melakukan ibadah sholat.

10. Status mental


a. Penampilan
Klien berpenampilan cukup rapi, dalam penggunaan baju sesuai.
Klien berbadan kecil, rambut pendek, dan bersih.
b. Pembicaraan
Klien berbicara baik, dapat menjawab pertanyaan, selalu bertanya
kapan bisa pulang.
c. Aktivitas motorik
Klien terlihat gelisah, tegang, sering berpindah – pindah.
d. Afek
Afek klien labil, emosi klien berubah-ubah, mudah tersinggung dan
cepat marah
e. Interaksi selama wawancara
Saat wawancara klien kooperatif, kontak mata dengan lawan bicara
baik, klien tampak curiga.
f. Proses pikir
Pada saat wawancara klien mengalami sirkumtansial.
g. Isi pikir
Pada saat wawancara klien mengalami sirkumtansial.
h. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung dan tidak terfokus. Klien mampu mengingat
dengan keluarganya, hari dan waktu, ketika diajak kenalan klien
mampu mengingat nama orang lain.
i. Memori
Klien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek sehingga klien
lupa kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu seminggu.
j. Tingkat konsentrasi dan berhitung

22
Klien mampu berkomunikasi, tidak mampu berkonsentrasi lama dan
sering memutuskan pembicaraan secara sepihak, mampu berhitung.
k. Daya tilik diri
Klien sadar bahwa dirinya telah berbuat salah karena telah berperilaku
kekerasan dan merasa menyesal akan tetapi klien tidak tahu tujuannya
di RSJ.

11. Kebutuhan persiapan pulang


a. Makan
Pasien mampu makan sendiri dan mandiri
b. BAB/BA
Pasien mampu BAB/BAK di temaptnya
c. Mandi
Pasien mampu mandi 2x sehari dengan mandiri
d. ·Berpakaian
Pasien mampu mengambil, memilih dan memakai pakaian
e. Istirahat dan tidur
Tidur siang dari jam 13.30-15.00
Tidur malam 22.00-04.00
f. Penggunaan obat
Pasien mampu untuk meminum obat tanpa bantuan orang lain tetapi
masih belum mengerti untuk penggunaan obat yang benar
g. Pemeliharaan kesehatan
Setelah pulang nanti pasien akan berusaha control rutin.

12. Mekanisme koping


Klien jika mempunyai masalah lebih senang berdiam diri dikamar,
marah - marah. Jika sudah tidak tahan lagi klien kemudian menjadi
mengamuk atau merusak barang-barang yang ada.

13. Masalah psikososial

23
Menurut keluarga semenjak klien marah-marah dan mengamuk,
lingkungan tidak mau menerima klien dan hal ini membuat klien
menjadi lebih menarik diri.

14. Pengetahuan
Pasien tidak mengetahui tentang penyakitnya, tanda dan gejala
kekambuhan, obat yang diminum dan cara menghindari kekambuhan.
Pemahaman tentang sumber koping yang adaptif dan manajemen hidup
sehat kurang.

15. Aspek medis


Diagnosa medik : Skizofrenia tak terinci
Terapi medik : Chlorpromazine 1 x 100 mg
Haloperidole 2 x 5 mg
Triheksifenidil 2 x 2 mg

3.2 Masalah keperawatan


1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

3.3 Analisa Data


NO DATA MASALAH
1 S:
- Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk Resiko
RS pasien mengamuk semakin sering, merusak mencederai
barang yang ada didekatnya diri, orang
- Keluarga mengatakan pasien jika mempunyai lain dan
masalah dan tidak bisa ditahan lagi klien kemudian lingkungan
menjadi mengamuk atau merusak barang-barang

24
yang ada.
O:
- Mata merah, wajah agak merah, pandangan tajam
2 S:
- Pasien mengatakan pernah memukul ibunya Perilaku
- Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk Kekerasan
RS klien marah – marah, mengamuk, merusak alat
rumah tangga
- Keluarga mengatakan pasien jika mempunyai
masalah dan tidak bisa ditahan lagi klien kemudian
menjadi mengamuk atau merusak barang-barang
yang ada.
O:
- Mata merah, wajah agak merah, pandangan tajam
3 S:
- Pasien mengatakan takut untuk berumah tangga Gangguan
- Pasien mengatakan merasa bersalah atas perilakunya konsep dri :
terhadap ibunya harga diri
- Merasa tidak mampu dan terbatas pengetahuannya rendah
O:
- Kesadaran pasien tampak bingung dan tidak terfokus
- Pasien tampak gelisah
- Saat berbicara pasien sering memutuskan
pembicaraan secara sepihak

3.4 Masalah Keperawatan


1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan
dengan Perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan Gangguan Konsep Diri : Harga
Diri Rendah

25
3.5 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERA WATAN
1. Perilaku kekersan Setelah dilakukan tindakan - SP I
keperawatan selama 3x  Bina hubungan saling percaya
pertemuan diharapkan pasien  Identifikasi penyebab marah
dapat mengontrol perilaku  Identifikasi tanda dan gejala
kekerasan dengan kreteria hasil : PK
- Membina hubungan saling  Identifikasi PK yang dilakukan
percaya  Identifikasi akibat PK
- Pasien dapat menyebutkan  Identifikasi cara kontrol PK
penyebab PK  Latih cara kontrol pk dengan
- Pasien dapat menyebutkan fisik i ( nafas dalam )
tanda gejala PK
 Bimbing pasien memasukkan
- Pasien dapat
dalam jadwal kegiatan harian
mengidentifikasi PK yang
- SP II
dilakukan
 Evaluasi kemampuan pasien
- Pasien dapat
mengontrol PK dengan cara
mengidentifikasi akibat PK
fisik I
- Pasien menyebutkan cara
 Latih pasien konrol PK dengan
mengontrol PK
cara fisik II
- Pasien mampu
 Bimbing pasien emasukkan
mempraktekkan latihan cara
jadwal kegiatan harian
mengontrol PK dengan nafas
- SP III
dalam, pukul bantal atau
 Evaluasi kemampuan pasien
kasur, secara verbal, secara
mengontrol PK dengan cara
spiritual dan penggunaan
fisik I dan II
obat dengan benar
 Latih kontrol PK dengan carA
verbal
 Bimbing pasien memasukkan

26
dalam jadwal kegiatan harian
- SP IV
 Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol PK dengan cara
fisik I , II dan verbal
 Latih kontrol PK dengan cara
spiritual
 Bimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
- SP V
 Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol PK dengan cara
fisik I , II dan verbal
 Jelaskan cara kontrol PK
dengan minum obat teratur
 Bimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


DIAGNOSA IMPLEMENTASI
TGL EVALUASI
KEPERA WATAN KEPERAWATAN
Kamis, Perilaku kekersan SP I: S: Pasien mengatakan namanya
27 1. Membina hubungan saling Tn.P.
Agustus percaya O: Pasien bicara lancar, tampak
2020 2. Mendiskusikan bersama gelisah dan tidak terfokus
09.00 klien penyebab marah, A: Dapat terbina hubungan saling
tanda dan gejala PK, PK percaya
yang dilakukan saat P: Lanjutkan SP 2
marah, akibat PK, cara

27
kontrol PK
3. Mengajarkan cara kontrol
PK dengan Fisik I ( tarik
nafas dalam )
4. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

Jumat, SP II: S : Pasien mengatakan pernah


29 1. Memvalidasi masalah. memukul ibunya ketika
Agutus 2. Melatih cara kontrol PK meminta di timang – timang
2020 dengan fisik ( tarik nafas seperti bayi. Pasien merasa
09.00 dalam dan pukul bantal ) bersalah dan meminta diajari
3. Membimbing pasien cara mengontrol marah.
memasukkan dalam Pasien mengtakan bisa tenang
jadwal kegiatan harian setelah tarik nafas dalam dan
4. Mengikutsertakan pasien akan mencobanya ketika
dalam jadwal kegiatan hendak marah
sehari-hari. O : Pasien tampak senang, klien
mampu mendemontrasikan
cara fisik II dengan baik
tanpa bimbingan.
A : SP II tercapai.
P : Lanjutkan SP III ( cara control
PK dengan cara verbal).

Sabtu, SP III S : Pasien mengatakan masih ingat


30 1. Memvalidasi masalah cara control marah yang sudah
Agutus 2. melatih kontrol PK diajarkan (tarik nafas dalam
2020 dengan cara verbal dan pukul bantal),

28
09.00 3. membimbing pasien O : Pasien tampak senang, kontak
memasukkan dalam mata baik, klien bersedia
jadwal kegiatan harian membicarakan dengan baik –
baik ketika marah
A : SP III tercapai
P : Lanjutkan SP IV (dengan cara
spiritual)

Senin, SP IV S : Pasien mengatakan sudah dapat


31 1. Memvalidasi masalah mengontrol emosi, dan akan
Agustus 2. Melatih kontrol PK mencoba cara control marah
2020 dengan cara spiritual dengan berdo’a dan shalat
09.00 3. Membimbing pasien O : Pasien tampak senang
memasukkan dalam A : SP IV tercapai
jadwal kegiatan harian P : Lanjutkan SP V (dengan cara
minum obat teratur)

Selasa, 1 SP V S : Pasien mengatakan sudah


Septemb 1. Memvalidasi masalah teratur dalam meminum obat
eri 2020 2. menjelaskan cara kontrol O : Pasien tampak tenang dan
09.00 PK dengan minum obat senang, klien kooperatif
teratur A : Pasien dapat menggunakan obat
3. Membimbing pasien secara teratur
memasukkan dalam P: Pertahankan kondisi pasien
jadwal kegiatan harian

29
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Objektif
- Pasien terlihat mengepalkan tangan
- Pandangan mata pasien tajam

b. Data Subjektif
- Pasien mengatakan kesal dan marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan ingin memukul seseorang
- Pasien mengatakan ingin mendorong sesorang

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik

4. Tujuan Khusus :
a. Pasien mampu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Pasien mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
d. Pasien mampu mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang
dilakukan
e. Pasein mampu menerapkan cara mengontrol marah secara fisik I (tarik
nafas dalam)

30
5. Tindakan Keperawatan :
a. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Identifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Latih cara mengontrol marah secara fisik I (tarik nafas dalam)
e. Anjurkan untuk dimasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien

B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan


1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi bapak?”
“Perkenalkan nama saya Perawat S, Saya mahasiswi asal Politeknik
Kesehatan Kemenkes Banten yang bertugas di ruangan ini dari pukul
08.00 – 14.00 WIB dan saya yang akan merawat ibu selama berada di
rumah sakit ini. Oh iya nama bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, disini saya akan menanyakan dan berbincang
mengenai beberapa hal kepada bapak, terutama terhadap
kemampuan bapak dalam mengontrol marah bapak dan latihan cara
mengontrol marah dengan cara fisik I yaitu dengan tarik nafas
dalam. Ini adalah salah satu cara untuk mengontrol marah bapak”
2) Waktu
“Lalu berbincangnya sampai jam berapa pak”
“Baik 15 menit saja ya pak, hingga pukul 08:30 WIB”
3) Tempat
“Enaknya kita berbincang dimana pak?”
“Oke bapak kita berbincang didepan taman ya”

31
2. FASE KERJA
a. “Apakah bapak tahu apa yang menyebakan bapak marah? Apakah
sebelumnya bapak pernah marah? Lalu apa penyebabnya? Apakah
sama dengan sekarang?”
b. “Pada saat penyebab kemarahan itu ada, apa yang bapak rasakan?”
c. “Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar –
debar, lalu mata bapak melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan
mengepal?”
d. “Baik bapak jadi ada beberapa cara untuk mengontrol marah bapak,
salah satunya adalah dengan cara fisik. Dengan cara ini bapak dapat
meluapkan marah melalui kegiatan fisik tanpa membahayakan diri
sendiri ataupun orang lain.”
e. “Bagaimana kalau kita belajar satu persatu ya pak, kita mulai dengan
mengontrol marah dengan cara fisik I yaitu dengan takir nafas dalam.”
f. “Jika tanda – tanda marah tadi sudah bapak rasakan, bapak boleh
berdiri taupun duduk dengan posisi nyaman bapak, lalu tarik nafas dari
hidung, kemudian tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan – lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan amarah.”
g. “Baik kita coba bersama – sama ya pak”
h. “Oke mari pak coba lakukan sendiri, tarik nafas dari hidung, tahan, dan
keluarkan melalui mulut, wah bagus seperti itu ya pak. Nah coba pak
lalukan secara berulang ya terutama ketika bapak sedang marah.”
i. “Oh iya pak cara ini dapat bapak lakukan secara rutin jika mulai
muncul perasaan marah.”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang – bincang tentang
marah dan cara mengontrol marah dengan tarik nafas dalam?”
- “Baik pak coba pak sebutkan kembali penyebab bapak marah”
- “Lalu apa yang bapak lakukan ketika bapak sedang marah?”

32
- “Baik coba sekarang bapak sebutkan akibat dari perilaku yang
bapak lakukan tersebut.”
- “Nah tadi kita juga sudah latihan tentang mengontrol marah dengan
cara fisik I yaitu tarik nafas dalam, nah coba ibu jelaskan kembali
caranya”
- “Yaa benar sekali pak, coba bapak praktekan kembali cara nya”
- “Wah bagus, karena bapak sudah menegerti caranya bagaiman
kalau kita masukan ke dalam jadwal kegiatan harian. Jika bapak
melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘ya’ dan jika tidak
melakukan bapak beri tanda ceklis di kolom ‘tidak’.”
b. Kontrak
1) Topik
“Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan lagi
cara untuk mengontrol / mencegah marah dengan cara fisik II”
2) Waktu
“Baik pak, berarti jam 10:00 WIB kita berjumpa lagi ya?”
3) Tempat
“Bapak ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika disini
lagi?”. Baik pak, Sampai jumpa, saya permisi.
Wassalamu’alaikum.”

33
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesal dan marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan ingin memukul seseorang
- Pasien mengatakan ingin mendorong sesorang
b. Data Objektif :
- Pasien terlihat mengepalkan tangan
- Pandangan mata pasien tajam

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik.

4. Tujuan Khusus :
Pasein mampu menerapkan cara mengontrol marah secara fisik II (pukul
bantal dan kasur).

5. Tindakan keperawatan :
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik II : memukul kasur dan kasur
c. Susun jadwal kegiatan harian cara II.

34
B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Asaalamuaikum pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu
sekarang saya datang lagi”
“Apakah bapak masih ingat bagaimana cara mengontrol marah secara
fisik I yang tadi kita pelajari??”
“Bisakah bapak mempraktekannya kembali?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Adakah hal yang menyebabkan
bapak marah?”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, sesuai dengan janji saya tadi kita akan berlatih cara
mengontrol marah dengan cara fisik II yaitu dengan memukul bantal
dan kasur.”
2) Waktu
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?”
3) Tempat
“Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu?”

2. FASE KERJA
a. “Jika ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, dan mata melotot selain bernafas dalam-dalam, bapak
bisa melampiaskan nya dengan memukul bantal dan kasur”
b. “Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur. Jadi kalau nanti
bapak kesal dan ingin marah, langsung pergi ke kamar dan
lampiaskanlah kemarahan tersebut dengan memukul bantal dan kasur.
Nah, coba bapak lakukan, pukul bantal dan kasurnya. Ya, bagus sekali”
c. “Kekesalan yang bapak rasakan lampiaskan saja ke bantal dan kasur”

35
d. “Nah, cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Jangan lupa untuk merapikan kembali tempat tidurnya ya.”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan
marah tadi?”
- “Coba bapak sebutkan cara-cara yang sudah kita latih tadi!
Bagus!”
- “Wah bagus, karena bapak sudah mengerti caranya bagaiman
kalau kita masukan ke dalam jadwal kegiatan harian. Jika bapak
melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘ya’ dan jika tidak
melakukan bapak beri tanda ceklis di kolom ‘tidak’.”
b. Kontrak
1) Topik
“Untuk besok bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk berbincang
bincang mengenai cara mengontrol marah secara verbal”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali sekitar pukul
10:00 WIB selama 15 menit, apakah bapak setuju?”
3) Tempat
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? Baiklah sampai
bertemu lagi, Assalamu’alaikum.”

36
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP III

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesal dan marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan sedang tidak nyaman
- Pasien mengatakan ingin berkelahi
- Pasien mengatakan ingin mencaci – maki seseorang
b. Data Objektif :
- Pandangan mata pasien tajam dan sinis
- Pasien megucapkan kata – kata kasar

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik.

4. Tujuan Khusus :
a. Berbicara secara baik – baik
b. Meminta sesuatu secara baik – baik
c. Menolak secara baik - baik

5. Tindakan keperawatan :
a. Latih cara mengontrol marah secara verbal (berbicara, meminta dan
menolak secara baik –baik)
b. Anjurkan untuk dimasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien

37
B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Asaalamuaikum pak, masih ingat dengan saya? Sesuai dengan janji
saya kemarin sekarang saya akan menemui bapak untuk berlatih tentang
cara mengontrol marah dengan cara verbal yaitu berbicara, meminta
dan menolak secara baik – baik.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Adakah hal yang menyebabkan
bapak marah?”
“Atau ada hal yang membuat bapak marah dan kesal hari ini?”
“Baik kalau begitu bolehkah saya melihat jadwal kegiatan hariannya
pak?
“Apakah bapak masih ingat bagaimana cara mengontrol marah secara
fisik?”
“Bisakah bapak mempraktekannya kembali?”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, sesuai dengan janji saya kemarin kita akan berlatih
cara mengontrol marah dengan cara verbal yaitu berbicara, meminta
dan menolak secara baik – baik.”
2) Waktu
“Baik untuk waktunya 15 menit ya pak, sesuai janji kemarin”
3) Tempat
“Untuk tempatnya didepan taman ya pak, sesuai janji saya kemarin”

2. FASE KERJA
a. “Sekarang kita latihan cara berbicara yang baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah diluapkan dengan tarik nafas dalam dan
memukul bantal atau kasur, bapak sudah merasa lega maka kita perlu
berbicara dengan orang yang membuat kita marah atau kesal.”

38
b. “Nah ada tiga cara pak, yang pertama meminta dengan baik tanpa
marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata –
kata yang kasar. Contohnya seperti ini ; permisi bolehkah saya
meminjam benda itu?, bolehkah saya meminta makanan itu?. Oke
sekarang coba bapak praktekkan. Ya bagus seperti itu ya pak.”
c. “Yang kedua jika ada sesorang yang menyuruh dan bapak tidak mau
melakukannya karena sedang melakukan kegiatan lain maka bapak
harus menolaknya secara baik – baik. Contohnya seperti ini ; maaf
saya tidak bisa melakukannya karena saya ada kerjaan. Baik sekarang
coba bapak praktekkan. Ya, seperti itu ya pak.”
d. “Dan yang terakhir jika ada perlakuan dari sesorang yang membuat
bapak kesal dan marah, bapak boleh melawannya dengan bicara
secara baik – baik. Contohnya seperti ini : tolong jangan lakukan itu
saya tidak suka, jika kamu seperti itu terus saya akan marah. Oke
sekarang coba bapak praktekkan. Oke bagus pak, seperti itu ya.”
e. “Oh iya pak, jangan lupa untuk selalu bicara dengan nada yang tidak
terlalu tinggi dan jangan menggunkan kata – kata kasar ya pak”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Baik pak, kita sudah melakukan latihan cara mengontrol marah
secara verbal yaitu dengan berbicara, meminta dan menolak
secara baik - baik. Sekarang bagaimna perasan bapak sekarang
setalah kita latihan cara mengontol marah secara verbal?”
- “Coba bapak sebutkan cara – cara yang sudah kita latih tadi. Wah
bagus pak”
- “Karena bapak sudah bisa melakukannya bagaimana kalau kita
masukan ke dalam jadwal kegitan harian ya pak. Jika bapak
melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘ya’ dan jika tidak
melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘tidak’.”

39
b. Kontrak
1) Topik
“Besok kita akan latihan cara mengontrol marah dengan cara
spiritual yaitu dengan beribadah dan berdoa ketika masuk waktu
sholat.”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali sekitar pukul
10:00 WIB selama 15 menit, apakah bapak setuju?”
3) Tempat
“Untuk tempatnya bagaimana kalau di kamar saja? Baiklah bapak,
sampai bertemu lagi, Assalamu’alaikum.

40
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP IV

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan ingin marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan kesal dengan seseorang
- Pasien mengatakan tidak nyaman dengan sesorang
b. Data Objektif :
- Wajah pasien tampak memerah
- Pandangan mata pasien tajam
- Pasien terlihat mengerutkan dahinya

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik.

4. Tujuan Khusus :
Pasein mampu menerapkan cara mengontrol marah secara spiritual.

5. Tindakan keperawatan :
a. Latih cara mengontrol marah dengan cara spiritual
b. Anjurkan untuk dimasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien

41
B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Asaalamuaikum pak, masih ingat dengan saya? Sesuai dengan janji
saya kemarin sekarang saya akan menemui bapak untuk berlatih tentang
cara mengontrol marah dengan cara spiritual.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
“Atau ada hal yang membuat bapak marah dan kesal hari ini?”
“Apa ada hal yang membuat bapak tidak nyaman?”
“Baik kalau begitu bolehkah saya melihat jadwal kegiatan hariannya
pak?
“Apakah bapak masih ingat bagaimana cara mengontrol marah secara
fisik?”
“Coba sekarang bapak sebutkan kembali cara mengontrol marah secara
verbal yang sudah kita diskusikan kemarin.”
“Yaa benar sekali bapak, lalu sekarang bapak praktekan cara berbicara,
meminta dan menolak secara baik – baik pak.”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, karena bapak sudah mamapu mempraktekan kembali
cara mengontrol marah yang sudah diajarkan kemarin, sesuai dengan
janji saya kita akan berlatih cara mengontrol marah dengan cara
spiritual ya pak.”
2) Waktu
“Untuk waktunya selama 15 menit ya pak atau selama kegiatan
ibadah berlangsung”
3) Tempat
“Untuk tempatnya sesuai janji saya kemarin kita lakukan di kamar
saja ya pak agar lebih tenang”

42
2. FASE KERJA
a. “Baik sekarang coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak
lakukan, baik kalau begitu mana yang mau bapak coba?”
b. “Nah kalau bapak sedang marah coba bapak duduk kemudian tarik
nafas dalam – dalam. Jika tidak reda marahnya rebahkan badan agar
rileks. Setelah itu ambil air wudhu kemudian sholat.”
c. “Bapak bisa melakukan kegiatan ibadah untuk mengurangi dan
meredam rasa marah”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Baik pak, kita sudah melakukan latihan cara mengontrol marah
secara spiritual. Sekarang bagaimna perasan bapak sekarang setalah
kita latihan cara mengontol marah secara spiritual?”
- “Karena bapak sudah bisa melakukannya bagaimana kalau kita
masukan ke dalam jadwal kegitan harian ya pak. Jika bapak
melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘ya’ dan jika tidak
melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘tidak’.”
b. Kontrak
1) Topik
“Untuk besok kita akan bertemu kembali untuk berlatih cara
mengontrol marah dengan meminum obat secara teratur.”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali sekitar pukul
10:00 WIB selama 15 menit, apakah bapak setuju?”
3) Tempat
“Dimana besok kita berbincang-bincang? Baiklah sampai bertemu
lagi, Assalamu’alaikum.”

43
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP V
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesal dan marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan sedang tidak nyaman
- Pasien mengatakan ingin berkelahi
b. Data Objektif :
- Pasien terlihat mengepalkan tangan
- Pandangan mata pasien tajam
- Wajah pasien memerah
- Pasien mengucapkan kata-kata kasar

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik.

4. Tujuan Khusus :
Pasein mampu menerapkan cara mengontrol marah dengan minum obat
secara teratur.

5. Tindakan keperawatan :
a. Latih cara mengontrol marah dengan cara minum obat secara teratur
b. Anjurkan untuk dimasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien
B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Asaalamuaikum pak, masih ingat dengan saya?”
“Alhamdulillah jika bapak masih ingat saya, sesuai dengan janji saya
kemarin sekarang saya menemui bapak untuk berlatih tentang cara
mengontrol marah dengan meminum obat secara teratur.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
“Atau ada hal yang membuat bapak marah dan kesal hari ini?”
“Baik kalau begitu bolehkah saya melihat jadwal kegiatan hariannya
pak?
“Bolehkah bapak sebutkan dan praktekan kembali mengenai cara
mengontrol marah secara fisik yang sudah kita pelajari kemarin?”
“Wah hebat ternyata bapak sudah bisa melakukannya”
“Coba sekarang bapak sebutkan kembali cara mengontrol marah secara
verbal yang sudah kita diskusikan kemarin.”
“Yaa benar sekali bapak, lalu sekarang bapak praktekan cara berbicara,
meminta dan menolak secara baik – baik pak.”
“Bagaimana cara mengontrol marah dengan cara spiritual yang sudah
didiskusikan kemarin”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, sesuai dengan janji saya kemarin kita akan berlatih
cara mengontrol marah dengan cara meminum obat secara teratur.”
2) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang – bincang? Bagaimana kalau 15
menit? Untuk membahasa tentang cara mengontrol marah dengan
obat ini pak”
3) Tempat

45
“Untuk tempatnya sesuai janji saya kemarin kita lakukan di kamar
saja ya pak”

2. FASE KERJA
a. “Baik apakah bapak sudah dapat obat dari dokter?”
b. “Berapa macam obat yang bapak minum? Warna nya apa saja?”
c. “Bagus, jam berapa dimunumnya pak?”
d. “Apakah bapak tau manfaat atau keguanaan dari obat ini pak?”
e. “Baik bapak obatnya ada tiga macam pak, yang warna nya orange
namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang. Yang merah jambu
namanya HLP agar rasa marah berkurang, dan yang terakhir ada THP
bewarna putih ini agar pikiran tenang.”
f. “Nanti di rumah sebelum minum obat lihat dulu labelnya, cek apakah
obat itu milik bapak atau bukan, baca juga dosis dan nama obatnya
apakah sudah benar apa belum obatnya.”
g. “Oh iya pak jangan sampai berhenti minum obat ya jika belum
diinstruksikan oleh dokter, karena bisa menyebabkan kekambuhan pak
jika bapak berhenti minum obat tanpa instruksi dari dokter.”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Baik pak, kita sudah melakukan latihan cara mengontrol marah
dengan minum obat secara teratur. Sekarang bagaimna perasaan
bapak setalah kita latihan cara mengontol marah dengan minum
obat?”
- “Baik kalau begitu coba bapak sebutkan kembali warna obat dan
kegunaannya pak?”
- “Yaa benar pak, sekarang bagaimana pak jika bapak berhenti
minum obat tanpa instruksi dokter?”
- “Wah benar sekali pak”
- “Karena bapak sudah bisa melakukannya bagaimana kalau kita
masukan ke dalam jadwal kegitan harian ya pak. Jika bapak

46
melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘ya’ dan jika tidak
melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘tidak’.”
b. Kontrak Topik yang akan datang
1) Topik
“Oh iya pak karena kita sudah berlatih cara – cara mengontrol
marah, besok saya akan bertemu bapak kembali untuk membahas
perkembangan kemampuan bapak dalam mengontrol marah setelah
dilakukan penerapan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
ini.”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang sekitar pukul 10:00
WIB selama 20 menit, apakah bapak setuju?”
3) Tempat
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? Bagaimana di depan
taman saja ya pak? Baiklah sampai bertemu lagi,
Assalamu’alaikum.”

47
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Perilaku kekerasan adalah sebagai suatu keadaan hilangnya kendali


perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri
untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan
dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting dan
semua yang ada di lingkungan.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kami buat yaitu untuk
lebih memperdalam lagi tentang asuhan keperawatan dengan resiko perilaku
kekerasan karena dalam makalah kami tentunya masih banyak
kekurangannya.

48
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Sutejo. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa:
Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru

Anda mungkin juga menyukai