Anda di halaman 1dari 16

UPAYA – UPAYA PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN

TERSIER PADA GANGGUAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL, INTEGUMEN, PERSEPSI SENSORI
DAN PERSARAFAN

OLEH KELOMPOK 4
1. NI PUTU ARI WIJAYANTI (18101110001)
2. NI PUTU EKA CINTYA DEWI (18101110006)
3. NI PUTU SEKARINDA AULIA PRADYA DEWI (18101110014)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ADVAITA MEDIKA TABANAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, berkat rahmat-Nya penulis memperoleh kekuatan dan kesabaran hingga mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul “Upaya – Upaya Pencegahan Primer, Sekunder Dan
Tersier Pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori Dan
Persarafan”. Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas Keperawatan Medikal
Bedah III.
Dalam membuat makalah tentu banyak hambatan yang penulis alami. Namun segala
hambatan tersebut dapat diatasi. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,
hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu dengan
rendah hati penulis sangat menghargai segala saran dan kritik yang membangun dalam
rangka penyempurnaan karya tulis ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat
memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan.
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat penting yang di hadapi oleh
masyarakat kita saat ini .Semakin maju teknologi di bidang kedokteran ,semakin
banyak pula macam penyakit yang mendera masyarakat.Hal ini tentu saja di pengaruhi
oleh faktor tingkah laku manusia itu sendiri.
Semenjak umat manusia menghuni planet bumi ini sebenarnya mereka sudah
seringkali menghadapi masalak kesehatan serta bahaya kematian yang disebabkan oleh
factor lingkungan hidup yang ada disekitar mereka.
Kesehatan merupakan kebutuhan dengan hak setiap insan agar dapat kemampuan yang
melekat dalam diri setiap insan. Hal ini hanya dapat dicapai bila masyarakat, baik
secara individu maupun kelompok, berperan serta untuk meningkatkan kemampuan
hidup  sehatnya.
Kemandirian masyarakat diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatannya dan
menjalankan upaya peecahannya sendiri adalah kelangsungan pembangunan. GBHN 
mengamanatkan agar dapat dikembangkan suatu sistem kesehatan nasional yang
semakin mendorong peningkatan peran serta masyarakat.
Upaya Pencegahan penyakit adalah Tindakan yang ditujukan untuk mencegah,
menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatanm dgn
menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yg telah dibuktikan efektif (Kleinbaum,
et al., 1982; Last, 2001).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya pencegahan primer, sekunder dan tersierpada gangguan
sistem muskuloskeletal, integumen, persepsi sensori dan persarafan ?
1.3 Tujuan Makalah
Agar dapat menambah wawasan mahasiswa dan pembaca untuk mengetahui upaya
yang dapat dilakukan pada pencegahan gangguan pada sistem muskuloskeletal,
integumen, persepsi sensori dan persarafan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SISTEM MUSKULOSKELETAL


Tingkatan pencegahan ini membantu memelihara keseimbangan yang terdiri dari
pencegahan primer, sekunder dan tersier.

a. Pencegahan primer :

Merupakan proses yang berlangsung selama periodic kehidupan manusia dan


episodic. Mobilitas dan aktifitas tergantung pada sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler
dan pulmonal. Suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan
masalah-masalah yang timbul akibat imobilisasi atau ketidakatifan

Terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor, meliputi : promosi kesehatan dan
mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer mengutamakan pada penguatan flexible
lines of defense dengan cara mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko.
Intervensi dilakukan jika resiko atau masalah sudah diidentifikasi tapi sebelum reaksi
terjadi. Strateginya mencakup : immunisasi, pendidikan kesehatan, olah raga dan
perubahan gaya hidup.

Hambatan pada saat melakukan perubahan gaya hidup atau latihan

1. Hambatan latihan akan mempengaruhi partisipasi untuk melakukan latihan


2. Bahaya isolasi sosial yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga meninggal
3. Perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang
buruk)
4. Depresi gangguan tidur
5. Kurang dukungan
6. Hambatan lingkungan termasuk tempat yang aman untuk latihan dan kondisi
iklim yang tidak mendukung
b. Pencegahan sekunder
Memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi
Intervensi keperawatan untuk mencegah atau meniadakan sekuelafisiologis dari
imobilisasi
Meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala dari stressor.
Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal lines of resistance,
mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten sehingga melindungi
struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat sesuai gejala. Tujuannya adalah
untuk memperoleh kestabilan sistem secara optimal dan memelihara energi. Jika
pencegahan sekunder tidak berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar
tidak dapat mendukung sistem dan intervensi-intervensinya sehingga bisa
menyebabkan kematian.

Intervensi keperawatan pada pencegahan sekunder system musculoskeletal

1. Kontraksi otot isometris


a. untuk meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah panjang otot yang
menggerakkan sendi
b. kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas
dalam keadaan berdiri ( otot otot kuadrisep, abdomen dan gluteal)
2. Kontraksi otot isotonic
a. Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan
b. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan
tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di kursi
dengan cara mendorong atau menarik suatu objek yang tidak dapat bergerak.
3. Latihan kekuatan
a. Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif.
b. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah
kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.
4. Latihan Aerobik
a. aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari
denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia seseorang) x 0,7
b. Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan
harus kontinu, berirama, dan dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan,
berenang, bersepeda, dan berdansa.
5. Sikap
a. keberhasilan intervensi pada individu yang mengalami imobilisasi adalah
sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari.
b. sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.
6. Latihan Rentang Gerak
a. Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan
yang berbeda.
b. Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan
otot serta meningkatkan penampilan kognitif.
c. Gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang
geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
7. Mengatur Posisi
a. Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balik
vena
b. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan
penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi.
c. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung secara
potensial berbahaya untuk seseorang yang beresiko mengalami
pengembangan trombosis vena
d. Mengatur posisi tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya
meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah pengumpulan darah
pada ekstremitas bawah.

c. Pencegahan Tersier

Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan sekunder.


Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara
optimal. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk
mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi.
Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.

Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi seseorang melibatkan


upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi,
seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman

Contoh :
Melakukan kegiatan home visite dengan tim (perawat, dokter, Fisioterapis, ahli gizi,
Psikiater)

2.2 SISTEM INTEGUMEN


1. KUDIS (Scabies)
Merupakan penyakit dengan gejala gatal (lebih pada malam hari). Sering
muncul di tempat-tempat lembab di tubuh seperti misalnya, tangan, ketiak, pantat,
kunci paha dan kadang di sela jari tangan atau kaki.
Pencegahan :
a. Pencegahan Primordial
Menerapkan perilaku hidup bersih
b. Pencegahan Primer
Menjaga kebersihan kulit,
c. Pencegahan Sekunder
Dengan obat anti jamur yang dijual di pasaran, dan dapat juga diobati
dengan obat-obatan tradisional seperti daun sirih yang dicampur dengan
kapur sirih dan dioleh pada kulit yang terserang Panu.
d. Pencegahan Tersier
Penyakit panu dapat tertular melalui kontak secara tidak langsung,
misalnya dari sprei, baju, handuk, atau benda apapun yang terkontak sama
halnya dengan penyakit scabies. Oleh karena itu perlu isolasi bagi
penderita panu agar tidak menularkannya ke orang lain. Caranya dengan
menjaga kebersihan terutama benda-benda yang dipakai oleh penderita.
2. PANU (Tenia Vesticolor)
Panu atau Tinea versicolor merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan
oleh jamur. Penyakit panau ditandai oleh bercak yang terdapat pada kulit disertai rasa
gatal pada saat berkeringat. Bercak-bercak ini bisa berwarna putih, coklat atau merah
tergantung kepada warna kulit penderita. Beda halnya dengan jerawat yang terlihat
menonjol di kulit, panu justru tidak menonjol dan biasanya akan terasa gatal apalagi
bila terkena keringat. Jamur yang menyebabkan panau adalah Candida albicans.
Pencegahan :
a. Pencegahan Primordial
Menerapkan perilaku hidup bersih
b. Pencegahan Primer
Menjaga kebersihan kulit,
c. Pencegahan Sekunder
Dengan obat anti jamur yang dijual di pasaran, dan dapat juga diobati dengan
obat-obatan tradisional seperti daun sirih yang dicampur dengan kapur sirih
dan dioleh pada kulit yang terserang Panu.
d. Pencegahan Tersier
Penyakit panu dapat tertular melalui kontak secara tidak langsung, misalnya
dari sprei, baju, handuk, atau benda apapun yang terkontak sama halnya
dengan penyakit scabies. Oleh karena itu perlu isolasi bagi penderita panu
agar tidak menularkannya ke orang lain. Caranya dengan menjaga kebersihan
terutama benda-benda yang dipakai oleh penderita.
3. RUBEOLA (campak)
Suatu penyakit infeksi virus yang ditandai dengan ruam makulopapulaaar
eritematosa, mulai dari wajah, badan lalu ekstremitas. Bercak koplik pada mulut
1-3 hari sebelum ruam.
Pencegahan :
a. Pencegahan primordial :
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak.
Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan
dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan
pada otot paha atau lengan atas.
Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan.
Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis
kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain itu penderita juga harus
disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang
bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.
b. Pencegahan primer :
1) Mengenal lebih dalam seluk-beluk penyakit ini.
2) Menjaga kondisi fisik dan menghindari stres psikis.
3) Menjaga mutu gizi dan kondisi badan dengan baik.
4) Pencegahan dengan vaksinasi menggunakan virus hidup yang telah
dilemahkan pada usia 15 bulan setelah kelahiran.
c. Pencegahan sekunder :
Pengobatan dengan antibiotic, Tidak ada pengobatan khusus untuk
campak. Anak sebaiknya menjalani istirahat. Untuk menurunkan demam,
diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri,
diberikan antibiotik.
d. Pencegahan tersier
Pada penderita campak untuk menghindari bertambah parahnya campak
atau untuk menghindari suatu kecacatan, penderita sebaiknya selama
masih menderita penyakit campak berdiam diri di rumah (dalam artian
banyak-banyak istirahat).
2.3 SISTEM PERSEPSI SENSORI (KATARAK)
1. Definisi Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital atau penyulit penyakit mata lokal menahun (Ilyas, 2002;
Vaughan, 2000).

2. Gangguan yang bersifat lokal terhadap lensa, Dapat berupa:


a. Gangguan nutrisi pada lensa,
b. Gangguan permeabilitas kapsul lensa,
c. Efek radiasi dari cahaya matahari.
d. Gangguan metabolisme umum
e. Defisiensi vitamin dan gangguan endokrin dapat menyebabkan katarak misalnya
seperti pada penyakit diabetes melitus atau hyperparathyroidea.

3. Penyebab lainnya yang dapat menimbulkan katarak diantaranya:


a. Faktor keturunan.
b. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid dan klorpromazin.
c. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
d. Operasi mata sebelumnya.
e. Sindrome sistemik (down, lowe)
f. Dermatitis atopic
g. Trauma (kecelakaan) pada mata.
h. Kadar kalsium yang rendah.
i. Cacat bawaan sejak lahir.
j. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
k. Rokok dan Alkohol

4. Patogenesis
Katarak terkait disebabkan oleh usia paling sering ditemukan pada kelainan
mata yang menyebabkan gangguan pandangan. Pathogenesis dari katarak terkait usia
multifactor dan belum sepenuhnya dimengerti. Berdasarkan usia lensa, terjadi
peningkatan berat dan ketebalan serta menurunnya kemampuan akomodasi. Sebagai
lapisan baru serat kortical berbentuk konsentris, akibatnya nucleus dari lensa
mengalami penekanan dan pergeseran (nucleus sclerosis). Cristalisasi (protein lensa)
adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi
high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba
mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa, cahaya yang menyebar, penurunan
pandangan. Modifiaksi kimia dari protein nucleus lensa juga menghasilkan
progressive pigmentasi.perubaha lain pada katarak terkait usia pada lensa termasuk
menggambarkan konsentrasi glutatin dan potassium dan meningkatnya konsentrasi
sodium dan calcium (Vaugan, 2000; Zorab,2005-2006).
Tiga tipe katarak terkait usia adalah nuclear, kortical, dan subkapsular posterior
katarak. Pada beberapa pasien penggabungan dari beberapa tipe juga ditemukan.

5. Pencegahan
a. Pencegahan primordial
Primordial prevention (pencegahan awal) ini dimaksudkan untuk memberi
kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak mendapat
dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Adapun
pencegahan primordial terhadap penyakit katarak diantaranya :
1) Pembangunan sarana olahraga baik di kabupaten maupun kecamatan
2) Kebijakan pembatasan iklan rokok
3) Kebijakan pemerintah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
4) Kebikakan pembatasan peredaran minuman beralkohol
5) Peraturan menggunakan APD untuk mata bagi pekerja yang berisiko.
b. Pencegahan primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.
Pencegahan primer juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya
suatu penyakit pada seseorang dengan faktor risiko. Spesific protection, antara
lain yaitu :
1) Menghindari sinar matahari langsung
2) Tidak merokok dan menghindari asap rokok
3) Mengurangi berat badan bagi yang mempunyai berat badan berlebih
4) Menghindari pemakaian obat steroid
5) Menghindari makanan yang sudah tengik dan sumber radikal bebas lainnya
6) Mengurangi asupan lemak hewan
7) Menghindari makanan yang merupakan produk akhir
8) Mengurangi meminum alkohol
9) Mengkonsumsi buah dan sayur lebih dari 3,5 porsi sehari
10) Pendidikan dan promosi kesehatan
c. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau
dianggap menderita. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis
dini dan pengobatan yang tepat. Adapun beberapa pengobatan terhadap penyakit
katarak dapat melalui obat dan operasi.
d. Pencegahan tersier
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian, serta
usaha rehabilitasi.pencegahan tersier terhadap penyakit kataraqk dapat dengan
melkukan perawatan pasien hingga sembuh serta melakukan terapi-terapi untuk
meminimalisir kecacatan akibat katarak tersebut.

2.4 SISTEM PERSARAFAN


A. Penuaan Pada Sistem Neurologis
Lansia menagalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon
motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. hal ini terjadi
karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan
biokimia. (Sri Surini Pudjiastuti,Budi Utomo, 2003, hal : 11)
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia.
Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa
diganti. (Smeltzer, Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal: 179)
Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri,
walaupun bagian dari system saraf pusat (ssp) juga terpengaruh.perubahan ukuran
otak yang diakibatkan oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks
cerebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron.
Penurunan aliran darah cerebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan
penuaan.
Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk kehilangan dan
penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80
tahun. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin, dan dopamine yang tidak seimbang,
dikompensasi oleh hilangnya sel-sel, menghasilkan sedikit penurunan intelektual.
Namun parkinsonisme ringan mungkin dialami ketika reseptor penghambat dopamine
dipengaruhi oleh penuaan. Peningkatan kadar monoamine oksidase dan serotonin dan
penurunan kadar norepinefrin telah diketahui, yang mungkin dihubungkan dengan
depresi pada lansi. Perubahan-perubahan ini menunjukkan variasi yang luas diantara
individu-individu.
Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan
terhadap terjadinya perubahan neurologis fungsional. Kehilangan jumlah dopamine
yang lebih besar terjadi pada klien dengan penyakit Parkinson. defisiensi dopamine
mengakinbatkan ganglia basalis menjadi terlalu aktif, sehingga menyebabkan
terjadinya bradikinesia, kekakuan, dan hilangnya mekanisme postural yang sering
dilihat pada mereka yang menderita penyakit Parkinson. Secara fungsional, mungkin
terdapat suatu perlambatan reflex tendon profunda. Terdapat kecenderungan kearah
tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki
melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Peningkatan tonus otot
juga diketahui, dengan kaki yang lebih banyak terlibat dengan lengan, lebih kearah
proksimal daripada distal. Selain itu penurunan kekuatan otot juga terjadi, dengan
kaki yang menunjukkan kehilangan yang lebih besar lebih kearah proksimal daripada
distal. Penurunan konduksi saraf perifer mungkin dialami oleh klien. Walaupun reaksi
menjadi lebih lambat, dengan penurunan atau hilangnya hentakan pergelangan kaki
dan pengurangan reflex lutut, bisep dan trisep, terutama karena pengurangan dendrite
dan perubahan pada sinaps, yang memperlambat konduksi.
Perubahan fungsional termasuk penurunan diskriminasi rangsang taktil dan
peningkatan ambang batas nyeri. Hal ini khususnya dapat secara nyata pada
perubahan baroreseptor. Namun, perubahan pada otot dan tendon mungkin
merupakan factor yang memiliki konstribusi lebih besar dibanding dengan perubahan
yang nyata ini dalam arkus reflex.
 Fungsi system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami penurunan
secara keseluruhan. Plak senilis dan kekusutan neurofibril berkembang pada lansia
dengan dan tanpa dimensia. Akumulasi pigmen lipofusin neuron menurunkan kendali
system saraf pusat terhadap sirkulasi. kongesti system saraf diperkirakan dapat
menurunkan aktivitas sel dan sel kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
dirinya sendiri. semakin aktif sel tersebut, semakin sedikit lipofusin yang disimpan.
Bila seseorang mengalami kelemahan saraf berarti dia tidak dapat lagi
menghadapi dunia dan memecahkan masalahnya sendiri. Gantinya, mengambil
keputusan yang bijaksana, ia mungkin menjadi bingung, sering tanpa alasan yang
nyata. Sayang benar tidak ada jalan sederhana untuk memecahkan memecahkan
gangguan saraf. Hal itu selamanya memakan waktu, sebelum seorang dapat
mengendalikan dirinya sendiri. Bagaimanapun juga pasien ingin keluar daripadanya
tetapi tidakdapat berbuat demikian.
Masing- mempunyai puncak yang tidak dapat dilampaui dengan aman banyak
yang menderita gangguan saraf karena terlampau letih atau pola hidup yang tidak
sehat. Satu-satunya penawar untuk keadaan ini adalah istirahat cukup.

B. Patofisiologi Defisit Neurologis


Manifestasi klinis yang berhubungan dengan deficit neurologis pada klien
lansia mungkin dipandang dari berbagai perspektif : fisik, fungsional, kognisi-
komunikasi, persepsi sensori dan psikososial. Kerusakan tertentu tampak ketika fokal
dan system neural didalam otak rusak karena masalah vascular. Manifestasi spesifik
pada setiap kategori sangat bermanfaaat dalam mengkaji dan mengembangkan suatu
rencana perawatan untuk klien lansia yang mengalami gangguan neuroligis.

C. Pencegahan pada System Persyarafan


1.      Pencegahan Primer
Penggunaan model promosi, strategi dan intervensi kesehatan dapat
diidentifikasi dari sudut pandang fisik, fungsional, kognisi-komunikasi, persepsi-
sensori, dan psikologi. Hindari rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam berlebihan, mengurangi kolesterol, mengendalikan hipertensi,DM, penyakit
jantung, konsumsi gizi seimbang dan olah raga teratur. Hal yang harus anda lakukan
pertama kali adalah modifikasi gaya hidup kearah yang lebih sehat.
Mulailah berolahraga secara teratur (disarankan 30 menit perhari, minimal 5
hari seminggu), makan makanan yang sehat (sayur-buah, makanan rendah lemak),
turunkan berat badan mendekati BB ideal, hentikan merokok dan minum alkohol.
Jika anda telah memiliki hipertensi atau penyakit jantung-pembuluh darah
lain, maka kontrollah penyakit itu dengan baik. Minumlah obat yang diberikan dokter
secara teratur dan kontinu. Jangan lupa untuk kembali ke dokter untuk evaluasi
keadaan anda, jangan menghentikan minum obat ketika sudah merasa enak, karena ini
sama saja dengan tidak minum obat.
2.      Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berhubungan dengan pengkajia, diagnose, penentuan
tujuan, dan intervensiketika deficit neurologis terjadi. Tujuan secara keseluruhan
adalah untuk mencegah terjadinya kehilangan kesehatan tambahan dan untuk
mengembalikan klien pada tingkat kemampuan berfungsi meraka secara maksimum
Modifikasi gaya hidup berisiko strook dan faktor risikonya, hindari alkohol,
kegemukan,Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin
Obat-obatan ; Asam asetim salisilat, anti kuagolan,
3.      Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk menurunkan efek dari penyakit dan
cedera . tahap perlindungan kesehatan ini dimulai pada periode awal penyembuhan.
Pengawasan kesehatan selama rehabilitasi untuk meningkatkan fungsi, mobilitas, dan
penyesuaian psikososail adalah hasil yang diharapkan dari pencegahan tersier. Hidup
secara produktif dengan keterbatasan dan deficit, dan meminimalkan residu kecacatan
adalah hasil tambahan yang diharapkan. Pencegahan tersier mempunyai banyak hal
untuk ditambahkan pada kualitas hidup dan keseluruhan arti kehidupan yang diyakini
oleh klien.
BAB III
SIMPULAN

3.1 Simpulan
Secara umum “pencegahan” atau “prevention” dapat diartikan sebagai
tindakan yang dilakukan sebelum peristiwa yang diharapkan (atau diduga) akan
terjadi,sehingga peristiwa tadi tidak terjadi atau dapat dihindari. Pencegahan atau
prevention dapat diartikan sebagai bertindak mendahului atau mengantisipasi yang
menyebabkan sesuatu proses tidak mungkin berkembang lebih lanjut. Jadi yang
namanya “pencegahan” akan memerlukan tindakan antipatif berdasar pada
penguasaan kita tentang model ‘riwayan alamiah penyakit nyan yang berkaitan
inisiasi (awal mulai) atau kemajuan dari proses suatu penyakit atau masalah
kesehatan ataupun tidak mempunyai peluang untuk berlanjut.
Upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada gangguan sistem sensori
dan integumen merupakan upaya memfasilitasi masyarakat untuk membangun
sistem kesiagaan masyarakat dalam upaya mencegah terjadinya penyakit pada
tingkat penegahan primer dan mengatasi penyembuhan penyakit pada tingkat
pencegahan sekunder dan tersier.
3.2 Saran
Penyusun senantiasa mengharapkan kritik saran yang membangun guna
penyempurna makalah kami selanjutnya, selain itu penyusun juga menyarankan
kepada rekan-rekan calon perawat dan perawat untuk memahami pecegahan-
pencegahan pada sistem musculoskeletal, integument, persepsi sensori, persarafan.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/394690818/Pencegahan-Primer-Sistem-Muskuloskeletal
https://id.scribd.com/document/435380836/UPAYA-PENCEGAHAN-PRIMER-
SEKUNDER-DAN-TERSIER-PADA-MASALAH-GANGGUAN-SISTEM-PERSEPSI-
SENSORI-DAN-INTEGUMEN
https://docplayer.info/47647998-Pencegahan-primer-sekunder-tersier-sistem-neurobehavi-dr-
riska-yulianta-v-mmr.html

Anda mungkin juga menyukai