HIPOTESA PENELITIAN
DISUSUN OLEH :
SEMESTER VII/TINGKAT 4.A
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa atas
terselesainya makalah ini dengan judul “VARIABLE PENELITIAN, DEFINISI
OPERASIONAL VARIABLE, HIPOTESA PENELITIAN” sebagai
penugasan mata kuliah Riset Keperawatan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini. Kiranya dapat berguna bagi pendidikan
kesehatan khususnya bagi perawat dan pembaca
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Kami
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari seluruh pembaca sehingga
makalah ini menjadi lebih sempurna.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
BAB III...........................................................................................................................30
PENUTUP.......................................................................................................................30
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................30
3.2 Saran...............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari
dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar
atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang
menyusun dan mengujinya.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang variable.
2. Untuk mengetahui tentang definisi operasional variable.
3. Untuk mengetahui tentang hipotesa penelitian dan bagaimana
menyusunnya dengan baik dan benar?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mengutip pendapat ahli, tetapi kita perlu memilih pendapat mana yang lebih
mendekati pada pendapat kita sendiri, dengan kata lain tidak asal dalam mengutip.
Kerlinger (2006) dalam bukunya asas-asas penelitian behavioral
menyebutkan bahwa definisi operasional melekatkan arti pada suatu variabel
dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu
untuk mengukur konstruk atau variabel itu. Konstruk adalah sifat-sifat yang
melekat pada suatu variabel. Sementara, Sumanto (2014:71) mendefinisikan
konstruk sebagai konsep-konsep yang sangat abstrak dari suatu variabel.
Kemungkinan lainnya, suatu definisi operasional merupakan spesifikasi
kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasikannya. Suatu
definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk
bagi peneliti.
Definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi
atau petunjuk kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur suatu variabel.
Informasi ilmiah yang dijelaskan dalam definisi operasional sangat membantu
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang
sama, karena berdasarkan informasi itu, ia akan mengetahui bagaimana caranya
melakukan pengukuran terhadap variabel yang dibangun berdasarkan konsep yang
sama. Dengan demikian, ia dapat menentukan apakah tetap menggunakan
prosedur pengukuran yang sama atau diperlukan pengukuran yang baru.
Setelah variabel-variabel penelitian didefinisikan secara teoritis dan secara
operasional, setiap variabel dapat dijabarkan dalam beberapa deskriptor dan
masing-masing deskriptor dioperasionalkan dengan beberapa indikator. Dibawah
ini adalah contoh operasionalisasi untuk mendapatkan deskriptor dan indikator
variabel ‘Motivasi’, yang sering dipakai oleh para pakar dibidang psikologi dan
pendidikan sebagai faktor prediksi terhadap berbagai keberhasilan (Misal dalam
Penelitian “Pengaruh Motivasi Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru di SMA
X). Moh As’ad (1991) mendefinisikan ‘Motivasi’ sebagai suatu yang
menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut Martin Handoko (1992),
motivasi adalah tenaga atau faktor yang gerdapat dalam diri manusia yang
menimbulkan, mengarahkan, da mengorganisasikan tingkah lakunya. Sedangkan
Winkel (1983) membagi motivasi menjadi dua, yaitu Motivasi Intrinsik dan
4
Motivasi Ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul dari individu itu sendiri; merupakan
kemauan yang kuat yang tidak perlu disertai perangsang dari luar untuk mencapai
tujuan tertentu. Motivasi Ekstrinsik merupakan bentuk motivasi yang aktivitasnya
dimulai dan dilakukan terus berdasarkan suatu dorongan yang tidak secara mutlak
berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan, misalnya mau melakukan untuk
memenuhi kewajiban, memperoleh hadiah, meningkatkan gengsi. Menurut Sri
Mulyani Martaniah (Motif Sosial Remaja SMA Jawa dan Keturunan Cina,
disertasi Fakultas Psikologi UGM, 1982) motivasi adalah keadaan yang timbul
dalam diri subjek akibat interaksi antara motif dan aspek-aspek situasi yang
diamati, yang relevan dengan motif tersebut serta mengaktifkan perilaku.
Menurutnya Motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang
dibentuk oleh pengalaman-pengalaman, yang secara relatif dapat bertahan
menggerakkan dan mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat diperoleh pengertian umum
mengenai ‘Motivasi Kerja’ antara lain, yaitu: pengalaman, pengharapan, dan
kemauan. Ketiga deskriptor tersebut dioperasionalkan dalam indikator-
indikatornya sehingga dapat disusun kisi-kisi instrumen untuk variabel “Motivasi
Kerja Guru”, sebagai berikut:
Tabel Deskriptor dan Indikator Variabel Motivasi Kerja
Deskriptor Indikator Sumber
Data
Pengalaman Memiliki idola orang seprofesi yang Ybs
berprestasi yang dampak prestasinya
sesuai dengan kebutuhan hidup yang
ingin dia penuhi (cita-citanya)
Mengalami tekanan hidup yang
mendorong dia berusaha keluar dari
tekanan (misal orang yang miskin
yang ingin nasibnya berubah).
5
yang ia capai.
Mengetahui apresiasi dari orang yang
ia cintai atau ia hormati atas prestasi
yang ia capai.
6
a. Definisi Konseptual Variabel
Definisi konseptual adalah pernyataan yang mengartikan atau
memberi makna suatu konsep istilah tertentu. Definisi konseptual
merupakan penggambaran secara umum dan menyeluruh yang
menyiratkan maksud dan konsep atau istilah tersebut bersifat konstitutif
(merupakan definisi yang tersepakati oleh banyak pihak dan telah
dibakukan setidaknya dikamus bahasa), formal dan mempunyai pengertian
yang abstrak (Hidayat dalam Yopi Sopiandi). Sedangkan menurut Imam
Chourmain Definisi Konseptual Variabel adalah penarikan batasan yang
menjelaskan suatu konsep secara singkat, jelas, dan tegas.
Secara sederhana, definisi konstitutif/konseptual ini adalah
mendefinisikan suatu konsep dengan konstruk yang lainnya. Definisi
konseptual ini lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Hal
ini dikarenakan definisi konseptual merupakan suatu konsep yang
didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual
bermanfaat untuk membuat logika dalam proses perumusan. Mochtar
Mas’oed mensyaratkan sifat kondisi konseptual meliputi beberapa hal, di
antaranya adalah definisi harus menggambarkan ciri-ciri khas dari
fenomena yang hendak dideskripsikan; definisi juga harus berisi semua hal
yang diliputinya dan tidak memasukan hal-hal yang tidak diliputinya.
Definisi itu tidak boleh bersifat sirkuler (definisi yang harus didefinisikan
lagi) sehingga definisi yang diuraikan sudah benar-benar jelas, dan definisi
harus dinyatakan dalam istilah yang jelas dan tidak memiliki arti lebih dari
satu.
b. Pendekatan dalam menyusun Definisi Operasional Variabel
Sandjaja dalam bukunya Panduan penelitian (2006)
mengklasifikasi bahwa ada tiga cara untuk memberikan definisi
operasional variabel antara lain:
a. Definisi operasional yang menjelaskan cara perlakuan untuk
menimbulkan suatu gejala. Pada definisi in dijelaskan bagaimana cara
memanipulasi variabel. Definisi seperti ini sering dipergunakan pada
7
penelitian eksperimental. Contoh bagaimana mempergunakan pupuk X
pada tanaman kacang, berapa banyak pupuk X yang dipergunakan,
kapan mempergunakannya.
b. Definisi operasionasl yang mendeskripsikan suatu variabel baik
mengenai ciri-cirinya maupun cara beroperasinya. Definisi ini sering
dipergunakan dalam penelitian-penelitian pada umumnya. Contoh,
tanaman kacang yang digunakan dalam penelitian pupuk X
didefenisikan sebagai tanaman kacang dari spesies Arachis Hypogaea
yang ditanam langsung dari biji kacang dan telah berumur satu
minggu.
c. Definisi operasional yang mendeskripsikan ciri-ciri statis suatu obyek.
Definisi ini sering digunakan pada penelitian pendidikan. Misalnya
anak cerdas menurut definsi ini adalah anak yang memiliki
perbendaharaan kata-kata yang banyak, memiliki daya ingat yang kuat,
dan mampu bernalar dengan baik serta memiliki keterampilan
berhitung yang baik dan seterusnya.
Ada tiga cara pendekatan dalam menyusun definisi operasional
variabel, yaitu:
a. Definisi Operasional Tipe A,
disusun berdasarkan pada operasi yang dilakukan, sehingga
menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata
atau dapat terjadi.
b. Definisi Operasional Tipe B,
disusun berdasarkan perumusan dalam bentuk deskripsi tentang
bagaimana suatu objek (benda tertentu) beroperasi, yakni apa yang
dilakukan atau terdiri dari apa ciri-ciri dinamis objek tersebut.
c. Definisi Operasional Tipe C,
disusun berdasarkan pada penampakan seperti apa obyek atau gejala
yang didefinisikan tersebut, yaitu apa saja yang menyusun
karaktersitik-karaktersitik statisnya
Contoh nya penelitian dengan judul “Pengaruh media flash dalam
peningkatan hasil belajar Matematika di kelas X”, Definisi
8
Operasioanal Tipe A. “Media Flash adalah media yang dibuat dari …..
Dengan demikian, media flash…
Definisi Operasioanal Tipe B. “Penggunaan media flash dalam
pembelajaran dapat berupa…. Dan mekanismenya seperti… Oleh
karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih
strategi pembelajaran.
Definisi Operasioanal Tipe C.” Yang dimaksud media flash dalam
penelitian ini adalah …
Ada pula Cara menyusun definisi operasional dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
a) Definisi Pola I
Disusun berdasarkan atas kegiatan-kegiatan (operations) yang harus
dilakukan agar hal yang didefinisikan itu terjadi. Contoh :
Frustasi adalah keadaan yang timbul sebgai akibat tercegahnya
pencapaian hal yang sangat diinginkan yang sudah hampir tercapai.
Lapar adalah keadaan dalam individu yang timbul setelah dia tidak
makan selama 24 jam
Garam Dapur adalah hasil kombinasi kimiawi antara natrium dan
Clorida.
Definisi Pola I ini, yang menekankan Operasi atau manipulasi apa
yang harus dilakukan untuk menghasilkan keadaan atau hal yang
didefinisikan, terutama berguna untuk mendefinisikan variabel bebas.
b) Definisi Pola II
Definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu
beroperasi. Contoh :
Orang cerdas adalah orang yang tinggi kemampuannya dalam
memecahkan masalah, tinggi kemampuannya dalam menggunakan bahasa
dan bilangan.
Orang Lapar adalah orang yang mulai menyantap makanan kurang
dari satu menit setelah makanan dihidangkan, dan menghabiskannya
dalam waktu kurang dari 10 menit.
c) Definisi Pola III
9
Definisi yang dibuat berdasarkan atas bagaimana hal yang
didefinisikan itu nampaknnya. Contoh :
Mahasiswa yang cerdas adalah mahasiswa yang mempunyai ingatan
baik, mempunyai perbendaharaan kata luas, mempunyai kemampuan
berpikir baik, mempunyai kemampuan berhitung baik.
Ekstraversi adalah kecenderungan lebih suka ada dalam kelompok
daripada seorang diri.
Seringkali dalam membuat definisi operasional pola III ini peneliti
menunjuk kepada alat yang digunakan untuk mengambil datanya.
10
pendapatan, tingkat keganasan penyakit dan sebagainya. Variabel
pendidikan, misalnya, diurutkan dari tamatan SD ke bawah (diberi kode
1), SMP (kode 2), SMA (kode 3) dan Perguruan Tinggi (kode 4). Variabel
ini dimaksudkan apabila peneliti mungkin ingin mengkaji perbedaan
pendapatan penduduk berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
3) Skala Interval
Skala Interval tidak hanya memungkinkan kita untuk
mengklasifikasikan, mengurutkan peringkatnya, tetapi kita juga bisa
mengukur dan membandingkan ukuran perbedaan di antara nilai. Sebagai
contoh, suhu, yang diukur dalam derajat Fahrenheit atau Celcius,
merupakan skala interval. Kita dapat mengatakan bahwa suhu 50 derajat
lebih tinggi daripada suhu 40 derajat, demikian juga suhu 30 derajat lebih
tinggi dibanding dengan suhu 20 derajat. Perbedaan selisih suhu antara 40
dan 50 derajat nilainya sama dengan perbedaan suhu antara 20 dan 30
derajat, yaitu 10 derajat.
Jelas disini bahwa pada skala interval, selain kita bisa membedakan
(mengkategorikan), mengurutkan nilainya, juga bisa di hitung berapa
perbedaannya/selisihnya dan jarak atau intervalnya juga dapat
dibandingkan. Perbedaan antara kedua nilai pada skala interval sudah
punya makna yang berarti, berbeda dengan perbedaan pada skala ordinal
yang maknanya tidak berarti. Misalnya, perbedaan antara suhu 40 dan 50
derajat dua kali lebih besar dibandingkan dengan perbedaan antara suhu 30
dan 35. Dengan demikian, selain sudah mencakup skala nominal, juga
sudah termasuk skala ordinal, tetapi nilai mutlaknya tidak dapat
dibandingkan secara matematik, oleh karena batas-batas variasi nilai pada
interval adalah arbiter (angka nolnya tidak absolut).
4) Skala Rasio
Skala rasio sangat mirip dengan variabel interval; di samping
sudah memiliki semua sifat-sifat variabel interval, juga sudah bisa
diidentifikasi titik nol mutlak, sehingga memungkinkan menyatakan
rasio atau perbandingan di antara kedua nilai, misalnya x adalah dua
kali lebih y. Contoh yang lain adalah berat badan, tinggi badan, panjang,
11
usia dan suhu dalam skala kelvin. Sebagai contoh, berat A = 70 kg, berat B
=35 kg, Berat C = 0 kg. Disini kita bisa membandingkan rasio, misalnya
kita bisa mengatakan bahwa berat A dua kali berat B (A:B = 2:1). Berat C
= 0 kg, artinya C tidak mempunyai bobot. Angka 0 di sini jelas dan
menunjukkan nilai 0 mutlak. Kuncinya adalah di angka 0, apakah nilai nol
tersebut mutlak atau tidak?
Kunci membedakan skala interval dan rasio adalah di angka 0,
apakah skala memiliki nilai nol mutlak atau tidak (masih ada nilai
dibawah nol)? Kalau nilai nol mutlak, berarti masuk skala rasio. Kalau
nilai nol tidak mutlak, berarti skala interval. Contoh lain: panjang,
tinggi, berat dan usia.
Berikut ini bagan pengukuran skala variabel
12
2.3 Hipotesa Penelitian
2.3.1 Pengertian
Menurut Nanang Martono (2010:57), hipotesis dapat didefinisikan sebagai
jawaban sementara yang kebenarannya harus diuji atau rangkuman kesimpulan
secara teoritis yang diperoleh melalui tinjauan pustaka. James E Greighton dalam
Nanang Martono (2010:57), hipotesis merupakan sebuah dukungan tentative atau
sementara yang memprediksi situasi yang akan diamati. Lungberg dalam Nanang
Martono (2010:57), mendefinisikan hipotesis sebagai sebuah generalisasi yang
bersifat tentative, sebuah generalisasi tentative yang valid yang masih arus diuji.
Menurut Goode dan Han dalam Nanang Martono (2010:58), hipotesis adalah
sebuah proposisi yang harus dimasukan untuk menguji dan menentukan validitas,
sebuah hipotesis menyatakan apa yang akan dicari.
Menurut A Muri Yusuf (2005: 163), hipotesis adalah kesimpulan sementara
yang belum final; suatu jawaban sementara; suatu dugaan sementara; yang
merupakan konstruk peneliti terhadap masalah penelitian, yang menyatakan
hubungan antara dua variabel atau lebih. Kebenaran dugaan tersebut harus
dibuktikan melalui penyelidikan ilmiah.
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Dari arti katanya, hipotesis berasal dari 2 penggalan kata, “hypo” yang artinya “di
bawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesis yang kemudian cara
menulisnya disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan
berkembang menjadi hipotesis. (Arikunto S. 2006; 71).
Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitiannya dengan
saksama serta menetapkan anggapan dasar, makalalu membuat suatu teori
sementara, yang kebenarannya masih perlu diuji (dibawah kebenaran). Inilah
hipotesis peneliti harus berfikir bahwa hipotesissnya itu dapat diuji. Selanjtnya
peneliti akan bekerja berdasarkan hipotesis ini. Peneliti mengumpulkan data –
data yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis. Berdasarkan data yang
terkumpul, penliti akan menguji apakah hipotesa yang dirumuskan dapat naik
13
status menjadi tesa, atau sebaliknya tumbang sebagai hipotesis, apabila ternyata
tidak terbukti. (Arikunto S. 2006; 72).
Hal yang sangat perlu diperhatikan oleh peneliti adala bahwa tidak boleh
mempunyai keingina kuat agar hipotesisnya terbukti dengan cara mengumpulkan
data yang hanya bisa membantu memenuhi keinginannya, atau memanipulasi data
sedemikian rupa sehingga mengarah keterbuktian hipotesis. Penelitian harus
bersikap obyektif terhadap data yang terkumpul.
Terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan peneliti dapat berupa 2 hal:
1. Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesa terbukti
(pada akhir penelitian).
2. Mengganti hipotesis seandaniya melihat tanda – tanda bahwa data yang
terkumpul tidak mendukung tebuktinya hipotesis (pada saat penilitian
berlangsung). (Arikunto S. 2006; 72).
Apabila peneliti mengambil hak kedua, maka di dalam laporan penelitian
harus dituliskan proses penggantian isi. Dengan demikian peneliti telah
bertindah jujur dan tegas, sesuatu yang memang diharapkan dari seorang
peneliti. (Arikunto S. 2006; 72).
Bagaimana mengetahui kedudukan suatu hipotesa:
1. Perlu diuji apakah ada data yang menunjuk hubngan antara penyebab
dan variabel akibat?
2. Adanya data yang menunjukkan bahwa akibat yang sudah ada, memang
ditimbulkan oleh penyebab itu.
3. Adanya data yang menunjukkan bahwa tidak ada penyebab bisa
menimbulkan akibat tersebut. (Arikunto S. 2006; 72)
14
Sehubungan dengan hal ini G.E.R.Brurrough mengatakan bahwa penelitian
berhipotesis (penelitian hipotesis) penting dilakukan bagi:
1. Penelitian menghitung banyaknya sesuatu (magnitude)
2. Pneliti tentang perbedaan (differencies).
3. Penelitian hubungan (relationship). (Arikunto S. 2006; 73).
Ahli lain yaitu Deobold Van Dalen menguataran adanya3 bentuk inter
relationship studies yang termasuk penelitian hipotesis , yaitu:
1. Case Studies
2. Causal comparaive studies
3. Correlations studies. (Arikunto S. 2006; 73).
Menurut Nursalam (2013; 52), tjuan dari hipotesis adalah:
1. Untuk menghubungkan antara teori dan kenyataan, dalam hal ini
hipotesis menggabungkan dua domain.
2. Sebagai suatu alat yang ampuh untuk pengemangan ilmu selama
hipotesis bisa menghasilkan suatu penemuan (discovery).
3. Sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dengan
menginterpretasikan suatu hasil.
2.3.2 Fungsi
15
Menurut Donald (1982; 121) fungsi dari hipotesis antara lain:
1. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta
memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat
diuji dalam penelitian
3. Hipotesis memberikan arah kepada penelitian,secara sederhana hipotesis
menunjukkan kepada peneliti apa yang harus dilakukannya berkaitan
dengan fakta, sampel, dan analisis penelitian yang akan digunakan
4. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan
penyelidikan
Supaya fungsi – fungsi tersebut dapat berjalan efektif , maka ada faktor
– faktor yang perlu diperhatikan pada penyusunan hipotesis.
1. Hipotesis disusun dalam kalimat deklaratif. Kalimat itu harus bersifat
positif dan tidak normatif. Istilah – istilah seperti “seharusnya” atau
“sebaiknya” tidak terdapat dalam kalimat hipotesis. Contoh : Anak –
anak harus hormat kepada orang tua. Kalimat ini bukan hipotesis. Lain
halnya jika dikatakan emikian: Kepatuhan anak – anak kepada orang tua
mereka makin menurun.
2. Variabel (variabel – variabel) yang dinyatakan dalam hipotesis adalah
variabel yang operasional, dalam arti dapat diamati dan diukur.
3. Hipotesis menunjukkan hubungan tertentu diantara variabel – variabel.
Syarat Penyusunan Hipotesis
Bentuk : Kalimat
Deklaratif positif
Susunan: Menyatakan
hubungan
Gambar. 1
16
2.3.3 Peranan
17
3. Kajian Literatur
Pada kajian literatur, peneliti menganalisis dan mensintesis hasil dari
berbagai penelitian. Hubungan yang diidentifikasi dari sintesis dalam
suatu penemuan sangat berguna untuk penyusunan hipotesis. (Nursalam.
2012; 53).
18
3. Compatibility; Hipotesis baru harus konsisten dengan hipotesis di
lapangan yang sama dan telah teruji kebenarannya, sehingga setiap
hipotesis kan membentuk suatu sistem.
4. Predictive; Artinya hipotesis yang baik mengandung daya ramal tentang
apa yang akan terjadi atau apa yang akan ditemukan.
5. Simplicity; Harus dinyatakan secara sederhana, mudah dipahami, dan
mudah dicapai. (Nursalam. 2013; 52).
19
4. Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada,
artinya tidak bertentangan dengan hipotesis, teori, dan hukum- hukum
yang telah ada sebelumnya dan telah diakui validitasnya, contoh: “mesin
mobil saya mati karena air akinya berubah menjadi emas” merupakan
hipotesis yang tidak sesuai dengan apa yang telah diketahui orang
tentang sifat-sifat benda, yaitu air aki yang berubah menjadi emas
bertentangan dengan sifat benda. Sehingga hipotesis hendaknya dibuat
sesuai dengan pengetahuan yang sudah mapan dibidang itu.
5. Hipotesis hendaknya dibuat sesederhana dan seringkas mungkin,
tujuannya adalah agar mudah diuji dan memudahkan dalam penyusuan
laporan.
20
b. Menunjukan hubungan sebab akibat atau pengaruh mempengaruhi di
anatara dua variabel atau lebih
c. Menunjukan perkiraan atau prediksi mengenai hasil yang diharapkan
d. Menghubungkan secara logis antara masalah penelitian dengan teori
e. Dapat diuji kembali dalam fakta-fakta empiris dan menunjukan
kebenaran atau kesalahan
3. Hipotesis komparatif
Hipotesis komparatif merupakan hipotesis yang menyatakan
perbandungan antara sampel atau variabel yang satu dengan variabel lain.
Contoh terdapat perbedaan prestasi belajar anatara siswa laki-laki dan
perempuan
21
Berdasarkan bentuk rumusannya, hipotesis dapat digolongkan tiga yakni:
1. Hipotesis Kerja
Adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk membuat
ramalan tentang peristiwa yang rerjadi apabila suatu gejala muncul.
Hipotesis ini sering juga disebut hipotesis kerja. Biasanya makan
rumusan pernyataan: Jika…..maka…….. Artinya, jika suatu faktor atau
variabel terdapat atau terjadi pada suatu situasi, maka ada akibat tertentu
yang dapat ditimbulkannya. ( Notoatmodjo. 2012; 108 ).
Contoh sederhana:
a. Jika sanitasi lingkungan suatu daerah buruk, maka penyakit menular
di daerah tersebut tinggi.
b. Jika persalinan dilakukan oleh dukun yang belum dilatih, maka angka
kematian bayi di daerah tersebul tinggi.
c. Jika pendapatan perkapita suatu negara rendah, maka status kesehatan
masyarakat di negara tersebut rendah pula.
Meskipun pada umumnya rumusan hipotesis seperti tersebut di atas,
tetapi hal tersebut bukan satu-satunya rumusan hipotesis kerja. Karena
dalam rumusan hipotesis kerja yang paling penting adalah bahwa
rumusan hipotesis harus dapat memberi penjelasan tentang kedudukan
masalah yang diteliti, sebagai bentuk kesimpulan yang akan diuji. Oleh
sebab itu penggunaan rumusan lain seperti di atas masih dapat
dibenarkan secara ilmiah. ( Notoatmodjo. 2012; 109 ).
Menurut Arikunto (2006), hipotesis kerja atau yangdisebut hipotesis
alternatif, disingkat Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan
antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja:
a. Jika ............................................ maka,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Contoh: Jika orang banyak makan, maka berat badannya akan naik
b. Ada perbedaan antara ...............dan....................................
Contoh: Ada perbedaan antara penduduk kota dan penduduk desa
dalam cara berpakaian.
c. Ada pengaruh .........................terhadap ..............................
22
Contoh: Ada pengaruh makanan terhadap berat badan. (Arikunto.
2006; 74).
23
tampak apabila rumusan hipotesis dapat diterima, dapat disimpulkan
sebagaimana hipotesisnya. ( Notoatmodjo. 2012; 110).
Tetapi bila rumusannya ditolak, maka hipotesis alternatifhya yang
diterima. Itulah sebabnya maka sdperti rumusan hipotesis nol
dipertentangkan dengan rumusan hipotesis altematif. Hipotesis nol
biasanya menggunakan rumus Ho (misalnya HO : x = y) sedangkan
hipotesis alternatif menggunakan simbol Ha (misalnya, Ha : x = > y).
( Notoatmodjo. 2012; 110).
Berdasarkan isinya, suatu hipotesis juga dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu: pertama, hipotesis mayor, hipotesis induk, atau hipotesis utama,
yaitu hipotesis yang menjadi sumber dari hipotesis-hipotesis yang lain.
Kedua, hipotesis minor, hipotesis penunjang, atau anak hipotesis, yaitu
hipotesis yang dijabarkan dari hipotesis mayor. Di dalam pengujian
statisik hipotesis ini sangat penting, sebab dengan pengujian terhadap
tiap hipotesis minor pada hakikatnya adalah menguji hipotesis mayornya.
Contoh tidak sempurna:
Hipotesis mayor: “Sanitasi lingkungan yang buruk mengakibatkan
tingginya penyakit menular”. Dari contoh ini dapat diuraikan adanya dua
variabel, yakni variabel penyebab (sanitasi lingkungan) dan variabel
akibat (penyakit menular). Kita ketahui bahwa penyakit menular itu luas
sekali, antara lain mencakup penyakit-penyakit diare, demam berdarah,
malaria, TBC, campak, dan sebagainya. Sehubungan dengan banyaknya
macam penyakit menular tersebut, kita dapat menyusun hipotesis minor
yang banyak sekali, yang masing-masing memperkuat dugaan kita
tentang hubungan antara penyakit-penyakit tersebut dengan sanitasi
lingkungan, misalnya :
a. Adanya korelasi positif antara penyakit diare dengan buruknya
sanitasi lingkungan.
b. Adanya hubungan antara penyakit campak dengan rendahnya sanitasi
lingkungan.
c. Adanya hubungan antara penyakit kulit dengan rendahnya sanitasi
lingkungan.
24
Apabila dalam pengujian statistik hipotesis-hipotesis tersebut terbukti
bermakna korelasi antara kedua variabel di dalam masing-masing
hipotesis minor tersebut, maka berarti hipotesis mayornya juga diterima.
Jadi ada korelasi yang positif antara sanitasi lingkungan dengan penyakit
menular. ( Notoatmodjo. 2012; 111).
Menurut Arikunto (2006), hipotesis nol sering juga disebut hipotesis
statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik,
yaitu diuji denganperhitungan statistik.
Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel
atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
Pemberian nama “hipotesis nol” atau “hipotesis nihil” dapat
dimengerti dengan mudah karena tidak ada perbedaan antara dua
variabel.
Dengan kata lain, selisih variabel pertama dengan variabel kedua
adalah nol atau nihil.
Rumusan hipotesis nol:
a. Tidak ada perbedaan antara ..................... dengan.........
Contoh: Tidak ada perbedaan antara mahasiswa tingkat I dengan
mahasiswa tingkat II dalam disiplin kuliah.
b. Tidak ada pengaruh..................terhadap......................
Contoh: Tidak ada pengaruh jarak dari rumah ke sekolah terhadap
kerajinan mengikuti kuliah.
25
pendidikan dengan praktek pemeriksaan hamil. Hipotesis dapat diperjelas
lagi menjadi : Makin tinggi pendidikan ibu, makin sering (teratur)
memeriksakan kehamilannya. Sedangkan hipotesis perbedaan
menyatakan adanya ketidaksamaan atau perbedaan di antara dua
variabel; misalnya. praktek pemberian ASI ibu-ibu de Kelurahan X
berbeda dengan praktek pemberian ASI ibu-ibu di Kelurahan Y.
Hipotesis ini lebih dielaborasi menjadi: praktek pemberian ASI ibu-ibu di
Kelurahan X lebih tinggi bila dibandingkan dengan praktek pemberian
ASI ibu-ibu di Kelurahan Y. ( Notoatmodjo. 2012; 111).
26
Besarnya Z-Score 1,70 terletak di daerah penerimaan hipotesis nihil. Ini
berarti bahwa hipotesis nihil yang dirumuskan, diterima , atau dengan kata
lain hipotesis kerja ditolak.
27
Misalnya: Faktor untung-untungan, faktor soal tes yang sudah bocor,
faktor menyontek dan sebagainya.
Untuk memperjelas keterangan berikut ini disampaikan matriks macam
kekeliruan ketika membuat kesimpulan tentang hipotesis pada umumnya.
Macam Kekeliruan Ketika Membuat Kesimpulan tentang Hipotesis
Selanjutnya ditentukan bahwa probabilitas melakukan kekeliruan macam
I dinyatakan dengan α (alpha), sedangkan melakukan kekeliruan macam II
dinyatakan dengan β (beta). Nama nama ini akhirnya digunakan untuk
menentukan jenis kesalahan.
Misalnya peneliti menetapkan kesalahan α = 1% berarti bahwa jika kita
menerapkan kesimpulan penelitian kita akan ada penyimpngan sebanyak
1%. Besar kecilnya risiko kesalahan kesimpulan ini tergantung dari
keberanian peneliti atau ketersediaan peneliti mengalami kesalahan tipe I.
Kesalhan tipe I ini disebut taraf signifikan pengetesan, artinya kesediaan
yang berwujud probabilitas jika hasil penelitian terhadap sampel akan
diterapkan pada populasi. Besarnya taradf signifikan ini pada umumnya
sudah diterapkan terlebih dahulu misalnya 0,15; 0,5; 0,01 dan sebagainya.
Pada umumnya untuk penelitian di bidang ilmu pendidikan digunakan
taraf signifikansi 0,05 atau 0,01 sedangkan untuk peneliti obat obatan
menyangkut jiwa manusia diambil 0,005 atau 0,001 bahkan mungkin
0,0001.
Apabila peneliti menolak hipotesis atas dasar taraf signifikansi 5% berarti
sama dengan menolak hipotesis atas dasar taraf kepercayaan 95% artinya
apabila kesimpulan tersebut diterapkan pada populasi yang terdiri dari 100
orang akan cocok untuk 95 orang dan bagi 5 orang lainnya terjadi
penyimpangan.
28
Pendapat pertama mengatakan , semua penelitian pasti berhipotesis .
semua peneliti diharapkan menentukan jawaban sementara , yang akan di uji
berdasarkan dta yang diperoleh. Hipotesis harus ada karena jawaban
penelitan juga harus ada , dan butr butir sudah di sebut dalam problematika
maupun tujuan penelitian.
Pendapat kedua mengatakan , hipotesis hanya di buat jika yang di
permasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variable atau lebih.
Jawaban untuk satu variable yang sifatnya deskriptif, tidak perlu di
hipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masih di cari dan
sukardi duga , tentu sukar ditebak apa saja,atau bahkan tida mungkin di
hipotesiskan.
Berdasarkan pendapat kedua ini aka mungkin sekali di dalam sebuah
penelitian , banyak hipotesis tidak sama dengan banyaknya problematika
dan tujuan penelitian. Mungkin problematika unsur 1 dan 2 yang sifatnya
descriptif tidak diikuti dengan hipotesis , tetapi problematika nomor 3 di
hipotesiskan
Contoh:
Hubungan antara motivasi berprestasi dengan etos kerja para karyawan
kantor A
Problematika I:
Seberapa tinggi motivasi berprestasi karyawan kantor A? (tidak di
hipotesiskan)
Problematika II:
Seberapa tinggi etos kerja karyawan kantor A? (Tidak di Hipotesiskan)
Problematika III:
Apakah ada dan seberapa tinggi hubungan antara otivasi berprestasi dengan
etos kerja karyawan kantor A?
Hipotesis:
Ada hubungan yang tinggi antara motivasi berprestasi dengan etos kerja
karyawan A.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Kemudian terakit variable ada
definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi atau
petunjuk kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur suatu variabel.
Informasi ilmiah yang dijelaskan dalam definisi operasional sangat membantu
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang
sama, karena berdasarkan informasi itu, ia akan mengetahui bagaimana caranya
melakukan pengukuran terhadap variabel yang dibangun berdasarkan konsep yang
sama. Dengan demikian, ia dapat menentukan apakah tetap menggunakan
prosedur pengukuran yang sama atau diperlukan pengukuran yang baru.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta- fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data. Oleh karena itu, setiap penelitian yang
dilakukan memiliki suatu hipotesis atau jawaban sementara terhadap penelitian
yang akan dilakukan. Dari hipotesis tersebut akan dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk membuktikan apakah hipotesis tersebut benar adanya atau tidak benar.
3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi referensi bagi peneliti pemula.
Kepada pembaca diharapkan untuk terus meningkatkan kompetensi dan wawasan
yang berhubungan dengan penelitian. Hal ini dikarenakan penelitian merupakan
cara primer manusia dalam mengembangkan kajian ilmu.
30
DAFTAR PUSTAKA
Nanang Martono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisa isi dan Analisis
data sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada
31