Anda di halaman 1dari 34

VARIABLE PENELITIAN, DEFINISI OPERASIONAL VARIABLE,

HIPOTESA PENELITIAN

DISUSUN OLEH :
SEMESTER VII/TINGKAT 4.A

I G A N VIOLA UTAMI DEWI (P07120217031)


LUH PUTU AYU UTAMI DEWI (P07120217032)
I PUTU PERMANA ADI WIJAYA (P07120217033)
PUTU INDAH PRATIWI (P07120217034)
G A SEPTIAN MAYA DWI UTAMI (P07120217035)
KOMANG AYU WINDAYANTI (P07120217037)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa atas
terselesainya makalah ini dengan judul “VARIABLE PENELITIAN, DEFINISI
OPERASIONAL VARIABLE, HIPOTESA PENELITIAN” sebagai
penugasan mata kuliah Riset Keperawatan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini. Kiranya dapat berguna bagi pendidikan
kesehatan khususnya bagi perawat dan pembaca
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Kami
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari seluruh pembaca sehingga
makalah ini menjadi lebih sempurna.

Denpasar, 2 Agustus 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2

1.3 Tujuan...............................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................................3

PEMBAHASAN...............................................................................................................3

2.1 Pengertian Variabel.........................................................................................3

2.2 Definisi Operasional Variabel.........................................................................3

2.3 Hipotesa Penelitian.........................................................................................13

BAB III...........................................................................................................................30

PENUTUP.......................................................................................................................30

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................30

3.2 Saran...............................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Dengan


dilakukan penelitian maka dihasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang
dapat dimanfaatkan oleh manusia. Dengan mempunyai rasa keingintahuan tentang
sesuatu, mendorong manusia untuk meneliti dan menghasilkan kebenaran. Untuk
melakukan penelitian maka harus dilewati berbagai tahapan terlebih dahulu, ini
sesuai dengan pengertian penelitian ilmiah itu sendiri yakni menjawab masalah
berdasarkan metode yang sistematis. Beberapa hal yang penting adalah variable
penelitian, operasional variable dan hipotesa penelitian.

Suryabrata (2010) mengatakan Variabel adalah segala sesuatu yang akan


menjadi objek pengamatan penelitian. Kemudian ada definisi operasional
variable, setiap variabel yang telah ditetapkan harus diberi defenisi
operasionalnya. Defenisi operasioanl variabel penting bagi peneliti lain yang ingin
mengulangi penelitian tersebut. Selain itu definisi operasional dipergunakan untuk
menentukan instrumen alat-alat ukur apa saja yang dipergunakan dalam
penelitian. Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan
menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel.
Variabel yang dimasukkan dalam operasioanal adalah variabel kunci/ penting
yang dapat diukur secara operasional dan dapat dipertanggung jawabkan
(referensi harus jelas).

Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian kuantitatif. Terdapat


tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya: Pertama,
Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat
dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti.
Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai
konflik. Kedua, Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau
tidak benar atau difalsifikasi. Ketiga, hipotesis adalah alat yang besar dayanya

1
untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari
dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar
atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang
menyusun dan mengujinya.

Namun tidak semua peneliti memahami terkait variable, operasional variable


dan mampu menyusun hipotesis dengan baik terutama peneliti pemula. Masih
banyak terdapat kesalahan dalam menetapkan varibale, operasional variable dan
menyusun hipotesis. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka makalah ini akan
membahas mengenai variable, definisi operasional variable dan hakikat hipotesis
hingga pola hubungan variabel yang berkaitan dengan penarikan hipotesis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu variable penelitian?
2. Apa itu definisi operasional variable?
3. Apa itu hipotesa penelitian dan bagaimana menyusunnya dengan baik
dan benar?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang variable.
2. Untuk mengetahui tentang definisi operasional variable.
3. Untuk mengetahui tentang hipotesa penelitian dan bagaimana
menyusunnya dengan baik dan benar?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Variabel


Secara teoritis variabel dapat didefenisikan sebagai atribut seseorang, atau
obyek yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu
obyek dengan obyek yang lain (Hatch dan Farhady, 1981). Suryabrata (2010)
mengatakan Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian. Sementara itu sugiyono menjelaskan bahwa variabel adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Kerlinger (1973) dalam Sugiyono menyatakan bahwa variabel
adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.

2.2 Definisi Operasional Variabel


Setiap variabel yang telah ditetapkan harus diberi defenisi operasionalnya.
Defenisi operasioanl variabel penting bagi peneliti lain yang ingin mengulangi
penelitian tersebut. Selain itu definisi operasional dipergunakan untuk
menentukan instrumen alat-alat ukur apa saja yang dipergunakan dalam
penelitian. Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan
menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel.
Variabel yang dimasukkan dalam operasioanal adalah variabel kunci/ penting
yang dapat diukur secara operasional dan dapat dipertanggung jawabkan
(referensi harus jelas)
Defenisi operasional adalah definisi yang dirumuskan oleh peneliti tentang
istilah-istilah yang ada pada masalah peneliti dengan maksud untuk menyamakan
persepsi antara peneliti dengan orang-orang yang terkait denga penelitian
(Sanjaya:2013). Dalam merumuskan definisi operasional, kita boleh saja

3
mengutip pendapat ahli, tetapi kita perlu memilih pendapat mana yang lebih
mendekati pada pendapat kita sendiri, dengan kata lain tidak asal dalam mengutip.
Kerlinger (2006) dalam bukunya asas-asas penelitian behavioral
menyebutkan bahwa definisi operasional melekatkan arti pada suatu variabel
dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu
untuk mengukur konstruk atau variabel itu. Konstruk adalah sifat-sifat yang
melekat pada suatu variabel. Sementara, Sumanto (2014:71) mendefinisikan
konstruk sebagai konsep-konsep yang sangat abstrak dari suatu variabel.
Kemungkinan lainnya, suatu definisi operasional merupakan spesifikasi
kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasikannya. Suatu
definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk
bagi peneliti.
Definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi
atau petunjuk kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur suatu variabel. 
Informasi ilmiah yang dijelaskan dalam definisi operasional sangat membantu
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang
sama, karena berdasarkan informasi itu, ia akan mengetahui bagaimana caranya
melakukan pengukuran terhadap variabel yang dibangun berdasarkan konsep yang
sama. Dengan demikian, ia dapat menentukan apakah tetap menggunakan
prosedur pengukuran yang sama atau diperlukan pengukuran yang baru.
Setelah variabel-variabel penelitian didefinisikan secara teoritis dan secara
operasional, setiap variabel dapat dijabarkan dalam beberapa deskriptor dan
masing-masing deskriptor dioperasionalkan dengan beberapa indikator. Dibawah
ini adalah contoh operasionalisasi untuk mendapatkan deskriptor dan indikator
variabel ‘Motivasi’, yang sering dipakai oleh para pakar dibidang psikologi dan
pendidikan sebagai faktor prediksi terhadap berbagai keberhasilan (Misal dalam
Penelitian “Pengaruh Motivasi Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru di SMA
X). Moh As’ad (1991) mendefinisikan ‘Motivasi’ sebagai suatu yang
menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut Martin Handoko (1992),
motivasi adalah tenaga atau faktor yang gerdapat dalam diri manusia yang
menimbulkan, mengarahkan, da mengorganisasikan tingkah lakunya. Sedangkan
Winkel (1983) membagi motivasi menjadi dua, yaitu Motivasi Intrinsik dan

4
Motivasi Ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul dari individu itu sendiri; merupakan
kemauan yang kuat yang tidak perlu disertai perangsang dari luar untuk mencapai
tujuan tertentu. Motivasi Ekstrinsik merupakan bentuk motivasi yang aktivitasnya
dimulai dan dilakukan terus berdasarkan suatu dorongan yang tidak secara mutlak
berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan, misalnya mau melakukan untuk
memenuhi kewajiban, memperoleh hadiah, meningkatkan gengsi. Menurut Sri
Mulyani Martaniah (Motif Sosial Remaja SMA Jawa dan Keturunan Cina,
disertasi Fakultas Psikologi UGM, 1982) motivasi adalah keadaan yang timbul
dalam diri subjek akibat interaksi antara motif dan aspek-aspek situasi yang
diamati, yang relevan dengan motif tersebut serta mengaktifkan perilaku.
Menurutnya Motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang
dibentuk oleh pengalaman-pengalaman, yang secara relatif dapat bertahan
menggerakkan dan mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat diperoleh pengertian umum
mengenai ‘Motivasi Kerja’ antara lain, yaitu: pengalaman, pengharapan, dan
kemauan. Ketiga deskriptor tersebut dioperasionalkan dalam indikator-
indikatornya sehingga dapat disusun kisi-kisi instrumen untuk variabel “Motivasi
Kerja Guru”, sebagai berikut:
Tabel Deskriptor dan Indikator Variabel Motivasi Kerja
Deskriptor Indikator Sumber
Data
Pengalaman  Memiliki idola orang seprofesi yang Ybs
berprestasi yang dampak prestasinya
sesuai dengan kebutuhan hidup yang
ingin dia penuhi (cita-citanya)
 Mengalami tekanan hidup yang
mendorong dia berusaha keluar dari
tekanan (misal orang yang miskin
yang ingin nasibnya berubah).

Pengharapan  Mengetahui siapa yang akan ia buat Ybs


senang dengan dampak pestasi kerja

5
yang ia capai.
 Mengetahui apresiasi dari orang yang
ia cintai atau ia hormati atas prestasi
yang ia capai.

 Mengetahui perubahan (posisi,


status) yang akan ia alami atas
keberhasilan atau prestasinya.

Kemauan  Berusaha terus menerus. Ybs


 Belajar dari pengalaman,
memperbaiki kesalahan dan strategi
untuk mencapai tujuan.

Kisi-kisi tersebut dapat dipakai sebagai dasar acuan dalam menyusun


butir-butir pertanyaan (angket, skala, wawancara) maupun pedoman observasi.
Kisi-kisi, sebagai pedoman dalam menyusun instrumen, perlu disusun dengan
dukungan teori yang memadai sehingga dapat mewakili pengertian konsep yang
diteliti agar alat ukur yang akan disusun memiliki kepekaan terhadap apa yang
akan diukur. Demikian besarnya peranan kualitas instrumen dalam sebuah
penelitian sehingga instrumen harus disusun berdasarkan deskriptor dan indikator
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Setelah konsep variabel-variabel didefinisikan melalui deskriptor dan
indikator-indikatornya, peneliti harus segera memikirkan tindak lanjut terhadap
variabel-variabel penelitiannya dengan mencari informasi sebanyak mungkin
yang mendukung semua konsep variabel-variabel dan hubungan antar variabel
sesuai dengan tujuan dan desain penelitiannya. Dari hasil pengukuran diharapkan
teori dari hipotesis-hipotesis dapat diuji dengan sebaik-baiknya, dapat
menghubungkan konsep-konsep yang abstrak menjadi realitas dan operasional.

6
a. Definisi Konseptual Variabel
Definisi konseptual adalah pernyataan yang mengartikan atau
memberi makna suatu konsep istilah tertentu. Definisi konseptual
merupakan penggambaran secara umum dan menyeluruh yang
menyiratkan maksud dan konsep atau istilah tersebut bersifat konstitutif
(merupakan definisi yang tersepakati oleh banyak pihak dan telah
dibakukan setidaknya dikamus bahasa), formal dan mempunyai pengertian
yang abstrak (Hidayat dalam Yopi Sopiandi). Sedangkan menurut Imam
Chourmain Definisi Konseptual Variabel adalah penarikan batasan yang
menjelaskan suatu konsep secara singkat, jelas, dan tegas.
Secara sederhana, definisi konstitutif/konseptual ini adalah
mendefinisikan suatu konsep dengan konstruk yang lainnya. Definisi
konseptual ini lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Hal
ini dikarenakan definisi konseptual merupakan suatu konsep yang
didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual
bermanfaat untuk membuat logika dalam proses perumusan. Mochtar
Mas’oed mensyaratkan sifat kondisi konseptual meliputi beberapa hal, di
antaranya adalah definisi harus menggambarkan ciri-ciri khas dari
fenomena yang hendak dideskripsikan; definisi juga harus berisi semua hal
yang diliputinya dan tidak memasukan hal-hal yang tidak diliputinya.
Definisi itu tidak boleh bersifat sirkuler (definisi yang harus didefinisikan
lagi) sehingga definisi yang diuraikan sudah benar-benar jelas, dan definisi
harus dinyatakan dalam istilah yang jelas dan tidak memiliki arti lebih dari
satu.
b. Pendekatan dalam menyusun Definisi Operasional Variabel
Sandjaja dalam bukunya Panduan penelitian (2006)
mengklasifikasi bahwa ada tiga cara untuk memberikan definisi
operasional variabel antara lain:
a. Definisi operasional yang menjelaskan cara perlakuan untuk
menimbulkan suatu gejala. Pada definisi in dijelaskan bagaimana cara
memanipulasi variabel. Definisi seperti ini sering dipergunakan pada

7
penelitian eksperimental. Contoh bagaimana mempergunakan pupuk X
pada tanaman kacang, berapa banyak pupuk X yang dipergunakan,
kapan mempergunakannya.
b. Definisi operasionasl yang mendeskripsikan suatu variabel baik
mengenai ciri-cirinya maupun cara beroperasinya. Definisi ini sering
dipergunakan dalam penelitian-penelitian pada umumnya. Contoh,
tanaman kacang yang digunakan dalam penelitian pupuk X
didefenisikan sebagai tanaman kacang dari spesies Arachis Hypogaea
yang ditanam langsung dari biji kacang dan telah berumur satu
minggu.
c. Definisi operasional yang mendeskripsikan ciri-ciri statis suatu obyek.
Definisi ini sering digunakan pada penelitian pendidikan. Misalnya
anak cerdas menurut definsi ini adalah anak yang memiliki
perbendaharaan kata-kata yang banyak, memiliki daya ingat yang kuat,
dan mampu bernalar dengan baik serta memiliki keterampilan
berhitung yang baik dan seterusnya.
Ada tiga cara pendekatan dalam menyusun definisi operasional
variabel, yaitu:
a. Definisi Operasional Tipe A,
disusun berdasarkan pada operasi yang dilakukan, sehingga
menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata
atau dapat terjadi.
b. Definisi Operasional Tipe B,
disusun berdasarkan perumusan dalam bentuk deskripsi tentang
bagaimana suatu objek (benda tertentu) beroperasi, yakni apa yang
dilakukan atau terdiri dari apa ciri-ciri dinamis objek tersebut.
c. Definisi Operasional Tipe C,
disusun berdasarkan pada penampakan seperti apa obyek atau gejala
yang didefinisikan tersebut, yaitu apa saja yang menyusun
karaktersitik-karaktersitik statisnya
Contoh nya penelitian dengan judul “Pengaruh media flash dalam
peningkatan hasil belajar Matematika di kelas X”, Definisi

8
Operasioanal Tipe A. “Media Flash adalah media yang dibuat dari …..
Dengan demikian, media flash…
Definisi Operasioanal Tipe B. “Penggunaan media flash dalam
pembelajaran dapat berupa…. Dan mekanismenya seperti… Oleh
karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih
strategi pembelajaran.
Definisi Operasioanal Tipe C.” Yang dimaksud media flash dalam
penelitian ini adalah …
Ada pula Cara menyusun definisi operasional dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
a) Definisi Pola I
Disusun berdasarkan atas kegiatan-kegiatan (operations) yang harus
dilakukan agar hal yang didefinisikan itu terjadi. Contoh :
 Frustasi adalah keadaan yang timbul sebgai akibat tercegahnya
pencapaian hal yang sangat diinginkan yang sudah hampir tercapai.
 Lapar adalah keadaan dalam individu yang timbul setelah dia tidak
makan selama 24 jam
 Garam Dapur adalah hasil kombinasi kimiawi antara natrium dan
Clorida.
Definisi Pola I ini, yang menekankan Operasi atau manipulasi apa
yang harus dilakukan untuk menghasilkan keadaan atau hal yang
didefinisikan, terutama berguna untuk mendefinisikan variabel bebas.
b) Definisi Pola II
Definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu
beroperasi. Contoh :
 Orang cerdas adalah orang yang tinggi kemampuannya dalam
memecahkan masalah, tinggi kemampuannya dalam menggunakan bahasa
dan bilangan.
 Orang Lapar adalah orang yang mulai menyantap makanan kurang
dari satu menit setelah makanan dihidangkan, dan menghabiskannya
dalam waktu kurang dari 10 menit.
c) Definisi Pola III

9
Definisi yang dibuat berdasarkan atas bagaimana hal yang
didefinisikan itu nampaknnya. Contoh :
 Mahasiswa yang cerdas adalah mahasiswa yang mempunyai ingatan
baik, mempunyai perbendaharaan kata luas, mempunyai kemampuan
berpikir baik, mempunyai kemampuan berhitung baik.
 Ekstraversi adalah kecenderungan lebih suka ada dalam kelompok
daripada seorang diri.
Seringkali dalam membuat definisi operasional pola III ini peneliti
menunjuk kepada alat yang digunakan untuk mengambil datanya.

c. Skala Pengukuran Variabel


Variabel yang kita masukkan dalam penelitian haruslah memiliki
skala ukuran.  Untuk itu perlu adanya pengukuran skala variabel. 
Pengukuran adalah pemberian angka atau kode pada suatu variabel
obyek/responden.  Dalam metodologi penelitian ini, proses ini masuk di
dalam kegiatan definisi operasional. Pada dasarnya ada 4 skala
pengukuran variabel, yaitu:
1) Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala yang paling rendah tingkatannya
dan hanya bisa digunakan untuk data bersifat kategori.  Skala ini termasuk
jenis data kualitatif.  Informasi yang tercakup dalam data jenis nominal
hanya bertujuan untuk mengelompokkan.  Misal: variabel jenis kelamin. 
Jawaban responden yang mungkin ialah Laki-laki dan Perempuan.  Untuk
kepentingan penelitian, biasanya kode laki-laki dan perempuan akan
diubah menjadi angka 1 dan 2.  Contoh lain variabel dengan skala nominal
ialah agama, suku dan golongan darah.
2) Skala Ordinal
Skala ordinal mirip dengan skala nominal, yaitu sama-sama
digunakan untuk data bersifat kategori.  Bedanya, kategori-kategori pada
skala ordinal memiliki tingkatan-tingkatan, baik dari kecil ke besar, tidak
penting ke penting atau sangat tidak setuju  ke sangat setuju.    Contoh
variabel dengan skala ordinal ialah tingkat pendidikan, kelompok

10
pendapatan, tingkat keganasan penyakit dan sebagainya.  Variabel
pendidikan, misalnya, diurutkan dari tamatan SD ke bawah (diberi kode
1), SMP (kode 2), SMA (kode 3) dan Perguruan Tinggi (kode 4).  Variabel
ini dimaksudkan apabila peneliti mungkin ingin mengkaji perbedaan
pendapatan penduduk berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
3) Skala Interval
Skala Interval tidak hanya memungkinkan kita untuk
mengklasifikasikan, mengurutkan peringkatnya, tetapi kita juga bisa
mengukur dan membandingkan ukuran perbedaan di antara nilai. Sebagai
contoh, suhu, yang diukur dalam derajat Fahrenheit atau Celcius,
merupakan skala interval. Kita dapat mengatakan bahwa suhu 50 derajat
lebih tinggi daripada suhu 40 derajat, demikian juga suhu 30 derajat lebih
tinggi dibanding dengan suhu 20 derajat. Perbedaan selisih suhu antara 40
dan 50 derajat nilainya sama dengan perbedaan suhu antara 20 dan 30
derajat, yaitu 10 derajat.
Jelas disini bahwa pada skala interval, selain kita bisa membedakan
(mengkategorikan), mengurutkan nilainya, juga bisa di hitung berapa
perbedaannya/selisihnya dan jarak atau intervalnya juga dapat
dibandingkan. Perbedaan antara kedua nilai pada skala interval sudah
punya makna yang berarti, berbeda dengan perbedaan pada skala ordinal
yang maknanya tidak berarti. Misalnya, perbedaan antara suhu 40 dan 50
derajat dua kali lebih besar dibandingkan dengan perbedaan antara suhu 30
dan 35. Dengan demikian, selain sudah mencakup skala nominal, juga
sudah termasuk skala ordinal, tetapi nilai mutlaknya tidak dapat
dibandingkan secara matematik, oleh karena batas-batas variasi nilai pada
interval adalah arbiter (angka nolnya tidak absolut).
4) Skala Rasio
Skala rasio sangat mirip dengan variabel interval; di samping
sudah memiliki semua sifat-sifat variabel interval, juga sudah bisa
diidentifikasi titik nol mutlak, sehingga memungkinkan menyatakan
rasio atau perbandingan di antara kedua nilai, misalnya x adalah dua
kali lebih y. Contoh yang lain adalah berat badan, tinggi badan, panjang,

11
usia dan suhu dalam skala kelvin. Sebagai contoh, berat A = 70 kg, berat B
=35 kg, Berat C = 0 kg. Disini kita bisa membandingkan rasio, misalnya
kita bisa mengatakan bahwa berat A dua kali berat B (A:B = 2:1). Berat C
= 0 kg, artinya C tidak mempunyai bobot. Angka 0 di sini jelas dan
menunjukkan nilai 0 mutlak. Kuncinya adalah di angka 0, apakah nilai nol
tersebut mutlak  atau tidak?
Kunci membedakan skala interval dan rasio adalah di angka 0,
apakah skala memiliki nilai nol mutlak atau tidak (masih ada nilai
dibawah nol)?  Kalau nilai nol mutlak, berarti masuk skala rasio.  Kalau
nilai nol tidak mutlak, berarti skala interval. Contoh lain:  panjang,
tinggi, berat dan usia.
Berikut ini bagan pengukuran skala variabel

12
2.3 Hipotesa Penelitian
2.3.1 Pengertian
Menurut Nanang Martono (2010:57), hipotesis dapat didefinisikan sebagai
jawaban sementara yang kebenarannya harus diuji atau rangkuman kesimpulan
secara teoritis yang diperoleh melalui tinjauan pustaka. James E Greighton dalam
Nanang Martono (2010:57), hipotesis merupakan sebuah dukungan tentative atau
sementara yang memprediksi situasi yang akan diamati. Lungberg dalam Nanang
Martono (2010:57), mendefinisikan hipotesis sebagai sebuah generalisasi yang
bersifat tentative, sebuah generalisasi tentative yang valid yang masih arus diuji.
Menurut Goode dan Han dalam Nanang Martono (2010:58), hipotesis adalah
sebuah proposisi yang harus dimasukan untuk menguji dan menentukan validitas,
sebuah hipotesis menyatakan apa yang akan dicari.
Menurut A Muri Yusuf (2005: 163), hipotesis adalah kesimpulan sementara
yang belum final; suatu jawaban sementara; suatu dugaan sementara; yang
merupakan konstruk peneliti terhadap masalah penelitian, yang menyatakan
hubungan antara dua variabel atau lebih. Kebenaran dugaan tersebut harus
dibuktikan melalui penyelidikan ilmiah.
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Dari arti katanya, hipotesis berasal dari 2 penggalan kata, “hypo” yang artinya “di
bawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesis yang kemudian cara
menulisnya disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan
berkembang menjadi hipotesis. (Arikunto S. 2006; 71).
Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitiannya dengan
saksama serta menetapkan anggapan dasar, makalalu membuat suatu teori
sementara, yang kebenarannya masih perlu diuji (dibawah kebenaran). Inilah
hipotesis peneliti harus berfikir bahwa hipotesissnya itu dapat diuji. Selanjtnya
peneliti akan bekerja berdasarkan hipotesis ini. Peneliti mengumpulkan data –
data yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis. Berdasarkan data yang
terkumpul, penliti akan menguji apakah hipotesa yang dirumuskan dapat naik

13
status menjadi tesa, atau sebaliknya tumbang sebagai hipotesis, apabila ternyata
tidak terbukti. (Arikunto S. 2006; 72).
Hal yang sangat perlu diperhatikan oleh peneliti adala bahwa tidak boleh
mempunyai keingina kuat agar hipotesisnya terbukti dengan cara mengumpulkan
data yang hanya bisa membantu memenuhi keinginannya, atau memanipulasi data
sedemikian rupa sehingga mengarah keterbuktian hipotesis. Penelitian harus
bersikap obyektif terhadap data yang terkumpul.
Terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan peneliti dapat berupa 2 hal:
1. Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesa terbukti
(pada akhir penelitian).
2. Mengganti hipotesis seandaniya melihat tanda – tanda bahwa data yang
terkumpul tidak mendukung tebuktinya hipotesis (pada saat penilitian
berlangsung). (Arikunto S. 2006; 72).
Apabila peneliti mengambil hak kedua, maka di dalam laporan penelitian
harus dituliskan proses penggantian isi. Dengan demikian peneliti telah
bertindah jujur dan tegas, sesuatu yang memang diharapkan dari seorang
peneliti. (Arikunto S. 2006; 72).
Bagaimana mengetahui kedudukan suatu hipotesa:
1. Perlu diuji apakah ada data yang menunjuk hubngan antara penyebab
dan variabel akibat?
2. Adanya data yang menunjukkan bahwa akibat yang sudah ada, memang
ditimbulkan oleh penyebab itu.
3. Adanya data yang menunjukkan bahwa tidak ada penyebab bisa
menimbulkan akibat tersebut. (Arikunto S. 2006; 72)

Apabila ketiga hal tersebut dapat dibuktikan, maka hipotesis dirumuskan


mempunyai kedudukan yang kuat dalam penelitian, walaupun hipotesa ini sangat
penting sebagai pedoman kerja dalam penelitian namun tidak selalu semua
peneliti harus berorientaskan hipotesis. Jenis penelitian eksploratif, survei, atau
kasus, dan penelitian development biasanya tidak berhipotesis. Tujuan penelitian
jenis ini bukan untuk menguji hipotesis tetapi mempelajari tentang gejala – gejala
sebanyak – banyaknya. (Arikunto S. 2006; 72).

14
Sehubungan dengan hal ini G.E.R.Brurrough mengatakan bahwa penelitian
berhipotesis (penelitian hipotesis) penting dilakukan bagi:
1. Penelitian menghitung banyaknya sesuatu (magnitude)
2. Pneliti tentang perbedaan (differencies).
3. Penelitian hubungan (relationship). (Arikunto S. 2006; 73).
Ahli lain yaitu Deobold Van Dalen menguataran adanya3 bentuk inter
relationship studies yang termasuk penelitian hipotesis , yaitu:
1. Case Studies
2. Causal comparaive studies
3. Correlations studies. (Arikunto S. 2006; 73).
Menurut Nursalam (2013; 52), tjuan dari hipotesis adalah:
1. Untuk menghubungkan antara teori dan kenyataan, dalam hal ini
hipotesis menggabungkan dua domain.
2. Sebagai suatu alat yang ampuh untuk pengemangan ilmu selama
hipotesis bisa menghasilkan suatu penemuan (discovery).
3. Sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dengan
menginterpretasikan suatu hasil.

2.3.2 Fungsi

Ada beberapa pendapat tentang fungsi hipotesis berdasarkan ahli. Menurut


George J Mouley dalam Nanang Martono (2010; 60), fungsinya antara lain :
1. Hipotesis memberikan arahan dalam penelitian yang berguna untuk
mencegah kajian literature dan pengumpulan data yang tidak relevan
2. Hipotesis menambah kepekaan peneliti mengenai aspek-aspek tertentu
dari situasi yang tidak relevan dari sudut pandang masalah yang dihadapi.
3. Hipotesis memungkinkan peneliti untuk memahami masalah yang diteliti
dengan lebih jelas
4. Hipotesis digunakan sebagai sebuah kerangka untuk meyakinkan
peneliti.

15
Menurut Donald (1982; 121) fungsi dari hipotesis antara lain:
1. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta
memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
2. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat
diuji dalam penelitian
3. Hipotesis memberikan arah kepada penelitian,secara sederhana hipotesis
menunjukkan kepada peneliti apa yang harus dilakukannya berkaitan
dengan fakta, sampel, dan analisis penelitian yang akan digunakan
4. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan
penyelidikan
Supaya fungsi – fungsi tersebut dapat berjalan efektif , maka ada faktor
– faktor yang perlu diperhatikan pada penyusunan hipotesis.
1. Hipotesis disusun dalam kalimat deklaratif. Kalimat itu harus bersifat
positif dan tidak normatif. Istilah – istilah seperti “seharusnya” atau
“sebaiknya” tidak terdapat dalam kalimat hipotesis. Contoh : Anak –
anak harus hormat kepada orang tua. Kalimat ini bukan hipotesis. Lain
halnya jika dikatakan emikian: Kepatuhan anak – anak kepada orang tua
mereka makin menurun.
2. Variabel (variabel – variabel) yang dinyatakan dalam hipotesis adalah
variabel yang operasional, dalam arti dapat diamati dan diukur.
3. Hipotesis menunjukkan hubungan tertentu diantara variabel – variabel.
Syarat Penyusunan Hipotesis

Bentuk : Kalimat
Deklaratif positif

Hipotesis Sifat :Operasional

Susunan: Menyatakan
hubungan

Gambar. 1

16
2.3.3 Peranan

Menurut Notoatmodjo (2012; 106), secara garis besar hipotesis dalam


penelitian mempunyai peranan sebagai berikut :
1. Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian.
2. Memfokuskan perhatian dalam rangka pengumpulan data.
3. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta atau
data. Membantu mengarahkan dalam mengidentifikasi variable – variable
yang akan diteliti (diamati).
Dari hipotesis peneliti menarik kesimpulan dalam bentuk yang masih
sementara dan harus dibuktikan kebenarannya (hipotesis) sebagai titik tolak
atau arah dari pelaksanaan pen elitian. (Notoatmodjo. 2012; 106).

2.3.4 Sumber Hipotesis


Hipotesis didapatkam dari suatu fenomena atau masalah yang nata,
analisa teori, dan mengulas literatur.
1. Pengalaman Praktik
Diagnosis keperawatan bisa menjadi suatu dasar pengembangan
hipotesis. Misal, hubungan teoritis yang diidentifikasi Orem tahun 1985
dalam Polit & Black (2012), tentang teori perawatan diri dan kurangnya
kebersihan dalam melakukan perawatan luka sehubungan dengan adanya
nyeri pada sendi dan keterbatasan pergerakan mobilitas. Pertama, kita
dapat menguji tentang efektifitas dari tindakan dalam mengurangi nyeri
sendi dan meningkatkan mobilitas dan dampak perawatan indvidual.
Contoh penulisan hipotesis meliputi: Klien arthtritis yang menggunakan
pengobatan relaksasi akan mengalami penurunan rasa nyeri dan
membutuhkan waktu yang relatif sedikit dalam pengobatannya
dibandingkan dengan klien yang tidak mendapatkan terapi relaksasi.
2. Teori
Hubungan yang digunakan dalam suatu teori dapat menjadi dasar
penyusunan hipotesis. Jika seorang peneliti tertarik melakuakn pengujian
terhadap suatu pernyataan dalam teori, akan membawa pengaruh yang
besar terhadap perkembangan praktik perawatan.

17
3. Kajian Literatur
Pada kajian literatur, peneliti menganalisis dan mensintesis hasil dari
berbagai penelitian. Hubungan yang diidentifikasi dari sintesis dalam
suatu penemuan sangat berguna untuk penyusunan hipotesis. (Nursalam.
2012; 53).

2.3.5 Ciri-Ciri Hipotesis

Menurut Notoatmodjo (2012; 108), ciri – ciri hipotesis sebagai berikut :


1. Hipotesis hanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan (statement) bukan
dalam bentuk kalimat tanya.
2. Hipotesis harus tumbuh dari ilmu pengetahuan yang diteliti. Hal ini
berarti bahwa hipotesis hendaknya berkaitan dengan lapangan ilmu
pengetahuan yang sedang atau akan diteliti.
3. Hipotesis harus dapat diuji, Hal ini berarti bahwa suatu hipotesis harus
mengandung atau terdiri dari variabel-variabel yang diukur dan dapat
dibanding-bandingkan. Hipotesis yang tidak jelas pengukuran
variabelnya akan sulit mencapai hasil yang objektif.
4. Hipotesis harus sederhana dan terbatas. Artinya hipotesis yang tidak
menimbulkan perbedaan-perbedaan, pengertian, serta tidak terlalu luas
sifatnya.
Agar dapat merumuskan hipotesis yang memenuhi kriteria tersebut perlu
dipertimbangkan berbagai hal antara lain yang terpenting adalah teknik yang
akan digunakan dalam menguji rumusan hipotesis yang dibuat. Apabila
suatu teknik tertemu dalam rumusan hipotesis ditetapkan, maka bentuk
rumusan hipotesis yang dibuat dapat digunakan dalam penelitian.
(Notoatmodjo. 2012; 108).

2.3.6 Syarat Hipotesis

1. Relevance; Hipotesis harus relevan dengan fakta yang akan diteliti.


2. Testability; Memungkinkan untuk dilakukannya observasi dan bisa
diukur.

18
3. Compatibility; Hipotesis baru harus konsisten dengan hipotesis di
lapangan yang sama dan telah teruji kebenarannya, sehingga setiap
hipotesis kan membentuk suatu sistem.
4. Predictive; Artinya hipotesis yang baik mengandung daya ramal tentang
apa yang akan terjadi atau apa yang akan ditemukan.
5. Simplicity; Harus dinyatakan secara sederhana, mudah dipahami, dan
mudah dicapai. (Nursalam. 2013; 52).

2.3.7 KARAKTERISTIK HIPOTESIS YANG BAIK


Ciri-ciri hipotesis yang baik menurut Donald (1982:124) antara lain:
1. Hipotesis harus memiliki daya penjelas, yaitu hipotesis dikatakan baik
jika didukung dengan penjelasan yang baik tentang masalah yang akan
diteliti. Contoh: ketika spidol anda tidak bisa lagi digunakan untuk
menulis anda memberikan hipotesis bahwa kursi anda patah. Penjelasan
ini tidak tepat dan tidak menunjang hipotesis. Hipotesis yang menjelasan
bahwa tinta spidol anda habis adalah benar dan perlu diuji
2. Hipotesis menjelaskan hubungan antar variabel-variabel. Maksudnya
adalah meskipun ada pernyataan sebagai jawaban sementara akan tetapi
tidak menunjukkan hubungan antar variabel maka hipotesis itu tidak
dapat diuji. Contoh: “mesin mobil ini tidak akan hidup dan mesin ini
memiliki jaringan kabel-kabel” pernyataan ini tidak menunjukkan
hubungan antar variabel yang dapat diuji, namun jika pernyataan
berbunyi “akan terdapat hubungan positif antara motivasi belajar dan
hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam” maka hipotesis ini memenuhi
syarat. Yaitu memiliki hubungan antar variabel yang dapat diuji
3. Hipotesis harus dapat diuji, hipotesis yang baik harus dapat diuji. Peneliti
dapat menarik kesimpulan dan perkiraan sedemikian rupa dari hipotesis
yang dirumuskan. Contohnya “kerusakan mobil itu diakibatkan oleh
dosa-dosa saya” merupakan hipotesis yang tidak dapat diuji didunia ini.
Artinya adalah jika variabel tidak dapat diukur maka peneliti tidak
mungkin dapat menguji validitas hipotesis tersebut atau tidak dapat
menguji hipotesis.

19
4. Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada,
artinya tidak bertentangan dengan hipotesis, teori, dan hukum- hukum
yang telah ada sebelumnya dan telah diakui validitasnya, contoh: “mesin
mobil saya mati karena air akinya berubah menjadi emas” merupakan
hipotesis yang tidak sesuai dengan apa yang telah diketahui orang
tentang sifat-sifat benda, yaitu air aki yang berubah menjadi emas
bertentangan dengan sifat benda. Sehingga hipotesis hendaknya dibuat
sesuai dengan pengetahuan yang sudah mapan dibidang itu.
5. Hipotesis hendaknya dibuat sesederhana dan seringkas mungkin,
tujuannya adalah agar mudah diuji dan memudahkan dalam penyusuan
laporan.

2.3.8 Jenis-Jenis Hipotesis

Jenis-jenis hipotesis berdasarkan hubungan antar variabel dalam Nanang


Martono (2010:63), yaitu:
1. Hipotesis deskriptif
Hipotesis deskriptif merupakan hipotesis yang menggambarkan
sebuah kelompok atau variabel tanpa menghubungkan dengan variabel
lain. Hipotesis deskriptif juga mampu memberikan gambaran atau
deksripsi tentang sampel penelitian. Contoh 70% peduduk di pedesaan
bekerja sebagai petani
2. Hipotesis asosiasif
Hipotesis asosiatif merupakan jenis hipotesis yang menjelaskan
hubungan antar variabel. Hipotesis ini dalam sebuah penelitian selalu
dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menjelaskan hubungan antar
dua variabel atau lebih. Contoh jenis kelamin mempengaruhi prestasi
belajar.
Neuman dalam Nanang Martono (2010:63), menjelaskan karakteristik
hipotesis asosiatif yang baik antara lain:
a. Mempunyai minimal dua variabel yang dihubungkan

20
b. Menunjukan hubungan sebab akibat atau pengaruh mempengaruhi di
anatara dua variabel atau lebih
c. Menunjukan perkiraan atau prediksi mengenai hasil yang diharapkan
d. Menghubungkan secara logis antara masalah penelitian dengan teori
e. Dapat diuji kembali dalam fakta-fakta empiris dan menunjukan
kebenaran atau kesalahan

3. Hipotesis komparatif
Hipotesis komparatif merupakan hipotesis yang menyatakan
perbandungan antara sampel atau variabel yang satu dengan variabel lain.
Contoh terdapat perbedaan prestasi belajar anatara siswa laki-laki dan
perempuan

Berdasarkan cara proses hipotesis itu diperoleh, hipotesis dibagi menjadi


dua yakni:
1. Hipotesis Induktif
Dalam prosedur induktif, peneliti merumuskan hipotesis sebagai suatu
generalisasi dari hubungan-hubungan yang yang diamati. Peneliti
melakukan pengamatan terhadap tingkah laku, memperhatikan
kecendrungan-kecenderungan atau kemungkinan adanya hubungan-
hubungan, dan kemudian merumuskan penjelasan sementara tentang
tingkah laku yang diamati itu (Donald, 1982:124).
2. Hipotesis Deduktif
Hipotesis ini memiliki kelebihan dapat mengarah pada sistem
pengetahuan yang lebih umum, karena kerangka untuk menempatkan
secara berarti ke dalam bangunan pengetahuan yang telah ada dalam teori
itu tersendiri. Hipotesis yang berasal dari teori dinamakan hipotesis
deduktif (Donald, 1982:125).

21
Berdasarkan bentuk rumusannya, hipotesis dapat digolongkan tiga yakni:
1. Hipotesis Kerja
Adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk membuat
ramalan tentang peristiwa yang rerjadi apabila suatu gejala muncul.
Hipotesis ini sering juga disebut hipotesis kerja. Biasanya makan
rumusan pernyataan: Jika…..maka…….. Artinya, jika suatu faktor atau
variabel terdapat atau terjadi pada suatu situasi, maka ada akibat tertentu
yang dapat ditimbulkannya. ( Notoatmodjo. 2012; 108 ).
Contoh sederhana:
a. Jika sanitasi lingkungan suatu daerah buruk, maka penyakit menular
di daerah tersebut tinggi.
b. Jika persalinan dilakukan oleh dukun yang belum dilatih, maka angka
kematian bayi di daerah tersebul tinggi.
c. Jika pendapatan perkapita suatu negara rendah, maka status kesehatan
masyarakat di negara tersebut rendah pula.
Meskipun pada umumnya rumusan hipotesis seperti tersebut di atas,
tetapi hal tersebut bukan satu-satunya rumusan hipotesis kerja. Karena
dalam rumusan hipotesis kerja yang paling penting adalah bahwa
rumusan hipotesis harus dapat memberi penjelasan tentang kedudukan
masalah yang diteliti, sebagai bentuk kesimpulan yang akan diuji. Oleh
sebab itu penggunaan rumusan lain seperti di atas masih dapat
dibenarkan secara ilmiah. ( Notoatmodjo. 2012; 109 ).
Menurut Arikunto (2006), hipotesis kerja atau yangdisebut hipotesis
alternatif, disingkat Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan
antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja:
a. Jika ............................................ maka,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Contoh: Jika orang banyak makan, maka berat badannya akan naik
b. Ada perbedaan antara ...............dan....................................
Contoh: Ada perbedaan antara penduduk kota dan penduduk desa
dalam cara berpakaian.
c. Ada pengaruh .........................terhadap ..............................

22
Contoh: Ada pengaruh makanan terhadap berat badan. (Arikunto.
2006; 74).

2. Hipotesis Nol atau Hipotesis Statistik


Hipoiesis Nol biasanya dibuat untuk menyatakan sesuatu kesamaan
atau tidak adanya suatu perbedaan yang bermakna antara kelompok atau
lebih mengenai suatu hal yang dipermasalahkan. Bila dinyatakan adanya
perbedaan antara dua variabel, disebut hipotesis alternatif.
Hipotesis nol yang mula – mula diperkenalkan oleh Bapak Statistika
Fisher, dirumuskan untuk ditolak sesudah pengujian. Dalam hipotesis nol
ini selalu ada implikasi “tidak ada perbedaa”. Yang rumusannya adalah :
“Tidak ada perbedaan antara............ dengan .............”.
Dengan perkataan lain hipotesis nol (H0) dibuat untuk menyatakan
sesuatu kesaman atau tidak adanya suatu perbedaan yang bermakna
antara kedua kelompok atau lebih mengenai suatu hal yang
dipermasalahkan. ( Notoatmodjo. 2012; 109 ).
Contoh sederhana hipotesis nol adalah:
a. Tidak ada perbedaan tentang angka kematian akibat penyakit jantung
antara penduduk perkotaan dengan penduduk pedesaan.
b. Tidak ada perbedaan antara status gizi anak balita yang tidak
mendapat ASI pada waktu bayi, dengan status gizi anak balita yang
mendapat ASI pada waktu bayi.
c. Tidak ada perbedaan angka penderita sakit diare antara kelompok
penduduk yang menggunakan air minum dari PAM dengan kelompok
penduduk yang menggunakan air minum dari sumur.
Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa kedua kelompok yang
bersangkutan adalah sama, misalnya status gizi dari balita yang
mendapatkan ASI sama dengan status gizi anak balita yang tidak
mendapatkan ASI. Bila hal tersebut dirumuskan dengan “selisih” maka
akan menunjukkan hasil dengan nol, maka disebut hipotesis nol. Bila
dirumuskan dengan “persamaan” maka hasilnya sama, atau tidak ada
perbedaan. Oleh sebab itu apabila diuji dengan metode statistika akan

23
tampak apabila rumusan hipotesis dapat diterima, dapat disimpulkan
sebagaimana hipotesisnya. ( Notoatmodjo. 2012; 110).
Tetapi bila rumusannya ditolak, maka hipotesis alternatifhya yang
diterima. Itulah sebabnya maka sdperti rumusan hipotesis nol
dipertentangkan dengan rumusan hipotesis altematif. Hipotesis nol
biasanya menggunakan rumus Ho (misalnya HO : x = y) sedangkan
hipotesis alternatif menggunakan simbol Ha (misalnya, Ha : x = > y).
( Notoatmodjo. 2012; 110).
Berdasarkan isinya, suatu hipotesis juga dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu: pertama, hipotesis mayor, hipotesis induk, atau hipotesis utama,
yaitu hipotesis yang menjadi sumber dari hipotesis-hipotesis yang lain.
Kedua, hipotesis minor, hipotesis penunjang, atau anak hipotesis, yaitu
hipotesis yang dijabarkan dari hipotesis mayor. Di dalam pengujian
statisik hipotesis ini sangat penting, sebab dengan pengujian terhadap
tiap hipotesis minor pada hakikatnya adalah menguji hipotesis mayornya.
Contoh tidak sempurna:
Hipotesis mayor: “Sanitasi lingkungan yang buruk mengakibatkan
tingginya penyakit menular”. Dari contoh ini dapat diuraikan adanya dua
variabel, yakni variabel penyebab (sanitasi lingkungan) dan variabel
akibat (penyakit menular). Kita ketahui bahwa penyakit menular itu luas
sekali, antara lain mencakup penyakit-penyakit diare, demam berdarah,
malaria, TBC, campak, dan sebagainya. Sehubungan dengan banyaknya
macam penyakit menular tersebut, kita dapat menyusun hipotesis minor
yang banyak sekali, yang masing-masing memperkuat dugaan kita
tentang hubungan antara penyakit-penyakit tersebut dengan sanitasi
lingkungan, misalnya :
a. Adanya korelasi positif antara penyakit diare dengan buruknya
sanitasi lingkungan.
b. Adanya hubungan antara penyakit campak dengan rendahnya sanitasi
lingkungan.
c. Adanya hubungan antara penyakit kulit dengan rendahnya sanitasi
lingkungan.

24
Apabila dalam pengujian statistik hipotesis-hipotesis tersebut terbukti
bermakna korelasi antara kedua variabel di dalam masing-masing
hipotesis minor tersebut, maka berarti hipotesis mayornya juga diterima.
Jadi ada korelasi yang positif antara sanitasi lingkungan dengan penyakit
menular. ( Notoatmodjo. 2012; 111).
Menurut Arikunto (2006), hipotesis nol sering juga disebut hipotesis
statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik,
yaitu diuji denganperhitungan statistik.
Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel
atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
Pemberian nama “hipotesis nol” atau “hipotesis nihil” dapat
dimengerti dengan mudah karena tidak ada perbedaan antara dua
variabel.
Dengan kata lain, selisih variabel pertama dengan variabel kedua
adalah nol atau nihil.
Rumusan hipotesis nol:
a. Tidak ada perbedaan antara ..................... dengan.........
Contoh: Tidak ada perbedaan antara mahasiswa tingkat I dengan
mahasiswa tingkat II dalam disiplin kuliah.
b. Tidak ada pengaruh..................terhadap......................
Contoh: Tidak ada pengaruh jarak dari rumah ke sekolah terhadap
kerajinan mengikuti kuliah.

Dalam pembuktian, hipotesis alternatif (Ha) diubah menjadi Ho, agar


peneliti tidak mempunyai prasangka. Jadi, peneliti diharapkan jujur, tidak
terpengaruh pernyataan Ha. Kemudian dikembangkan lagi ke Ha pada
rumusan akhir pengetesan hipotesis. (Arikunto. 2006; 74).

3. Hipotesis Hubungan dan Hipotesis Perbedaan


Hipotesis dapat juga dibedakan berdasarkan hubungan atau perbedaan
2 variabel alau lebih. Hipotesis hubungan berisi tentang dugaan adanya
hubungan antara dua variabel. Misalnya, ada hubungan antara tingkat

25
pendidikan dengan praktek pemeriksaan hamil. Hipotesis dapat diperjelas
lagi menjadi : Makin tinggi pendidikan ibu, makin sering (teratur)
memeriksakan kehamilannya. Sedangkan hipotesis perbedaan
menyatakan adanya ketidaksamaan atau perbedaan di antara dua
variabel; misalnya. praktek pemberian ASI ibu-ibu de Kelurahan X
berbeda dengan praktek pemberian ASI ibu-ibu di Kelurahan Y.
Hipotesis ini lebih dielaborasi menjadi: praktek pemberian ASI ibu-ibu di
Kelurahan X lebih tinggi bila dibandingkan dengan praktek pemberian
ASI ibu-ibu di Kelurahan Y. ( Notoatmodjo. 2012; 111).

2.3.9 Menguji Hipotesis

Apabila peneliti telah mengumpulkan dan mengolah data , bahan


pengujian hipotesis tentu akan sampai kepada suatu kesipulan menerima
atau menolak hipotesis tersebut.
Di dalam menentukan penerimaan dan penolakan hiptesis maka hipotesis
alternatif (Ha) di ubah menjadi hipotesis nol (Ho)
Untuk keperluan ini dicontohkan penerapannya pada sebuah populasi
berdistribusi normal , yang digambarkan dengan grafik seperti di bawah.
Dengan asumsi bahwa populasi tergambar dalam kurva normal . maka
jika kita menentukan taraf kepercayaan 95% dengan pengetesan 2 ekor,
maka akan tedapat dua daerah kritik, yaitu di ekor kanan dan di ekor kiri
kurva, masing masing 2 ½ %. Penjelasan mengenai masalah ini lebih lanjut
diberikan pada langkah menarik kesimpulan
Daerah kritik merupakan daerah penolakan hipotesis (hipotesis nihil dan
daerah signifikasi. Sebaliknya daerah terletak diantara dua daerah kritis ,
yang diarsis, dinamakan daerahpenerimaan hipotesis , atau daerah non
signifikasi.
Apabila kita mengetes Z-score , dari N-120, dan dari perhitungan score
dengan rumus:
Misalnya 1,70, maka letaknya pada kurva adalah sebagai berikut:

26
Besarnya Z-Score 1,70 terletak di daerah penerimaan hipotesis nihil. Ini
berarti bahwa hipotesis nihil yang dirumuskan, diterima , atau dengan kata
lain hipotesis kerja ditolak.

2.3.10 Kekeliruan Dalam Pengujian Hipotesis


Telah berkali-kali disebutkan bahwa perumusan hipotesis dilakukan
secara hati-0hati setelah peneliti memperoleh bahan yang lengkap
berdasarkan landasan teori yang kuat. Namun demikian rumusan hipotesis
tidak selamanya benar.
Benar dan tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti dan
tidaknya hipotesis tersebut. Mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis
yang isinya benar, tetapi setelah data terkumpul dan dianalisis ternyata
bahwa hipotesis tersebut ditolak, atau tidak terbukti. Sebaliknya mungkin
seorang peneliti merumuskan sebuah hipotesis yang salah, tetapi setelah
dicocokkan dengan datanya, apabila mengenai hipotesis tentang sesuatu
yang berbahaya.
Contoh.
Belajar tidak mempengaruhi prestasi. Dari data yang terkumpul memang
ternyata anak-anak yang tidak belajar dapat lulus. Maka ditarik kesimpulan
bahwa hipotesis tersebut terbukti.
Tentu saja kesimpulan ini salah menurut norma umu. Pembuktian
hipotesis mungkin benar, akibatnya bisa berbahaya apabila disimpulkan
oleh siswa atau mahasiswa bahwa tidak ada gunanya mereka belajar. Yang
salah adalah perumusan hipotesisnya. Dalam hal lain dapat terjadi
perumusan hipotesisinya benar tetapi ada kesalahan dalam penarikan
kesimpulan. Apabila terjadi hal yang demikian kita tidak boleh
menyalahkan hipotesisnya.
Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut barangkali disebabkan karenan
kesalahan sampel, kesalahan perhitungan ada pada variabel lain yang
mengubah hubungan antara variabel belajar dan variabel prestasi yang pada
saat pengujian hipotesis ikut berperan.

27
Misalnya: Faktor untung-untungan, faktor soal tes yang sudah bocor,
faktor menyontek dan sebagainya.
Untuk memperjelas keterangan berikut ini disampaikan matriks macam
kekeliruan ketika membuat kesimpulan tentang hipotesis pada umumnya.
Macam Kekeliruan Ketika Membuat Kesimpulan tentang Hipotesis
Selanjutnya ditentukan bahwa probabilitas melakukan kekeliruan macam
I dinyatakan dengan α (alpha), sedangkan melakukan kekeliruan macam II
dinyatakan dengan β (beta). Nama nama ini akhirnya digunakan untuk
menentukan jenis kesalahan.
Misalnya peneliti menetapkan kesalahan α = 1% berarti bahwa jika kita
menerapkan kesimpulan penelitian kita akan ada penyimpngan sebanyak
1%. Besar kecilnya risiko kesalahan kesimpulan ini tergantung dari
keberanian peneliti atau ketersediaan peneliti mengalami kesalahan tipe I.
Kesalhan tipe I ini disebut taraf signifikan pengetesan, artinya kesediaan
yang berwujud probabilitas jika hasil penelitian terhadap sampel akan
diterapkan pada populasi. Besarnya taradf signifikan ini pada umumnya
sudah diterapkan terlebih dahulu misalnya 0,15; 0,5; 0,01 dan sebagainya.
Pada umumnya untuk penelitian di bidang ilmu pendidikan digunakan
taraf signifikansi 0,05 atau 0,01 sedangkan untuk peneliti obat obatan
menyangkut jiwa manusia diambil 0,005 atau 0,001 bahkan mungkin
0,0001.
Apabila peneliti menolak hipotesis atas dasar taraf signifikansi 5% berarti
sama dengan menolak hipotesis atas dasar taraf kepercayaan 95% artinya
apabila kesimpulan tersebut diterapkan pada populasi yang terdiri dari 100
orang akan cocok untuk 95 orang dan bagi 5 orang lainnya terjadi
penyimpangan.

2.3.11 Penelitian Tanpa Hipotesis


Apakah seua penelitian harus berhipotesis ? untuk memberikan jawaban
atas pertanyaan ini kita tdak boleh berpikir pada hal yang benar dan tidak
benar secara mutlak . ada dua alternatif jawaban dan masing masing
mendasarkan diri pada argumentasi yang kuat.

28
Pendapat pertama mengatakan , semua penelitian pasti berhipotesis .
semua peneliti diharapkan menentukan jawaban sementara , yang akan di uji
berdasarkan dta yang diperoleh. Hipotesis harus ada karena jawaban
penelitan juga harus ada , dan butr butir sudah di sebut dalam problematika
maupun tujuan penelitian.
Pendapat kedua mengatakan , hipotesis hanya di buat jika yang di
permasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variable atau lebih.
Jawaban untuk satu variable yang sifatnya deskriptif, tidak perlu di
hipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masih di cari dan
sukardi duga , tentu sukar ditebak apa saja,atau bahkan tida mungkin di
hipotesiskan.
Berdasarkan pendapat kedua ini aka mungkin sekali di dalam sebuah
penelitian , banyak hipotesis tidak sama dengan banyaknya problematika
dan tujuan penelitian. Mungkin problematika unsur 1 dan 2 yang sifatnya
descriptif tidak diikuti dengan hipotesis , tetapi problematika nomor 3 di
hipotesiskan
Contoh:
Hubungan antara motivasi berprestasi dengan etos kerja para karyawan
kantor A
Problematika I:
Seberapa tinggi motivasi berprestasi karyawan kantor A? (tidak di
hipotesiskan)
Problematika II:
Seberapa tinggi etos kerja karyawan kantor A? (Tidak di Hipotesiskan)
Problematika III:
Apakah ada dan seberapa tinggi hubungan antara otivasi berprestasi dengan
etos kerja karyawan kantor A?
Hipotesis:
Ada hubungan yang tinggi antara motivasi berprestasi dengan etos kerja
karyawan A.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Kemudian terakit variable ada
definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi atau
petunjuk kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur suatu variabel. 
Informasi ilmiah yang dijelaskan dalam definisi operasional sangat membantu
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang
sama, karena berdasarkan informasi itu, ia akan mengetahui bagaimana caranya
melakukan pengukuran terhadap variabel yang dibangun berdasarkan konsep yang
sama. Dengan demikian, ia dapat menentukan apakah tetap menggunakan
prosedur pengukuran yang sama atau diperlukan pengukuran yang baru.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta- fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data. Oleh karena itu, setiap penelitian yang
dilakukan memiliki suatu hipotesis atau jawaban sementara terhadap penelitian
yang akan dilakukan. Dari hipotesis tersebut akan dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk membuktikan apakah hipotesis tersebut benar adanya atau tidak benar.

3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi referensi bagi peneliti pemula.
Kepada pembaca diharapkan untuk terus meningkatkan kompetensi dan wawasan
yang berhubungan dengan penelitian. Hal ini dikarenakan penelitian merupakan
cara primer manusia dalam mengembangkan kajian ilmu.

30
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. S. 2006. Prosedur Oenelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi


Mahasatya

A. Muri Yusuf. 2005. Metodologi Penelitian. Padang. UNP Press

Donald, Ary, dkk ( Penterjemah Arief Furchan). 1982. Pengantar Penelitian


dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Nanang Martono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisa isi dan Analisis
data sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta

Kerlinger, Ferd N. 2004. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.
Sandjaja dan Albertus. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Sumanto. 2014. Teori dan Aplikasi Penelitian. Yogyakarta: CAPS (center of
Academic Publishing Service).
Suryabrata, sumadi. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali
Wina, Sanjaya. 2013. Penelitian Pendidikan Jenis Metode dan Prosedur. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

31

Anda mungkin juga menyukai