0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
25 tayangan3 halaman
Dokumen ini membahas tentang konflik yang muncul dalam implementasi kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk memperlambat penyebaran virus, namun menimbulkan dampak negatif bagi mata pencaharian dan ekonomi masyarakat. Masyarakat mulai menunjukkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Pemerintah berupaya mengatasi masalah ini den
Dokumen ini membahas tentang konflik yang muncul dalam implementasi kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk memperlambat penyebaran virus, namun menimbulkan dampak negatif bagi mata pencaharian dan ekonomi masyarakat. Masyarakat mulai menunjukkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Pemerintah berupaya mengatasi masalah ini den
Dokumen ini membahas tentang konflik yang muncul dalam implementasi kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk memperlambat penyebaran virus, namun menimbulkan dampak negatif bagi mata pencaharian dan ekonomi masyarakat. Masyarakat mulai menunjukkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Pemerintah berupaya mengatasi masalah ini den
NIM : 1912541044 Prodi : Ilmu Politik Mata Kuliah : Kebijakan Publik Words Count : 817
KONFLIK DALAM IMPLEMENTASI SEBUAH KEBIJAKAN PUSAT
Kebijakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb) atau pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran. Carl J. Friedrich mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kebijakan umumnya bersifat mendasar, karena kebijakan hanya menggariskan pedoman umum sebagai landasan bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan bisa berasal dari seorang pelaku atau sekelompok pelaku yang memuat serangkaian program/ aktivitas/ tindakan dengan tujuan tertentu. Kebijakan ini diikuti dan dilaksanakan oleh para pelaku (stakeholders) dalam rangka memecahkan suatu permasalahan tertentu (Haerul, Akib, & Hamdan : 2016). Dalam membahas kebijakan tentu tidak lepas dari apa yang disebut kebijakan publik. Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Secara umum kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang sadar, terarah, dan terukur yang dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam bidang-bidang tertentu yang mengarah pada tujuan tertentu. Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkinya kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti undang undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota. Kebijakan publik mempunyai sifat mengikat dan harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali. Sebelum kebijakan publik tersebut diterbitkan dan dilaksanakan, kebijakan tersebut harus ditetapkan dan disahkan oleh badan/ lembaga yang berwenang. Dalam perwujudutan efektivitas pelaksanaan kebijakan publik diperlukan kegiatan sosialisasi, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan. Membahas mengenai kebijakan publik tentu tidak lepas dari kepentingan publik. Dapat dikatakan bahwa kata publik dalam kebijakan publik mengandung pengertian bahwa kebijakan tersebut berasal dari publik, disusun oleh publik dan berlaku untuk publik. Kebijakan publik mengandung nilai nilai dalam masyarakat yang mana menjadi dasar bagi pemerintah sebagai wakil-wakil masyarakat untuk memformulasikan dan mewujudkan kepentingan publik dalam suatu kebijakan publik. Namun dalam praktik kebijakan publik sendiri tentu tidak akan selamanya berjalan mulus. Seringkali kebijakan publik merugikan masyarakat dan hanya menguntungkan segelintir kelompok. Fokus tulisan ini adalah untuk membahas bentuk kebijakan publik yang ada dalam masyarakat namun tidak berjalan dengan baik sehingga memunculkan konflik dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh kebijakan publik yang cukup dekat dengan kita baru baru ini adalah kebijakan PBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar selama masa pandemi COVID-19. COVID-19 adalah virus yang menyerang sistem pernapasan dan telah meresahkan dunia sejak Desember tahun lalu. World Health Organization (WHO) sendiri telah menetapkan penyakit akibat virus ini sebagai pandemi global yang berarti bahwa penularan dan ancamannya telah melampaui batas-batas antarnegara. Kewaspadaan berbagai negara dan masyarakat internasional pun semakin memuncak. Hingga saat ini sudah tercatat lebih dari 386.000 total kasus COVID-19 di Indonesia. Pemerintah dituntut untuk bergerak cepat,tepat dan efisien dalam penanggulangan pandemi ini. Pada 31 Maret 2020, Presiden RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Pada kebijakan tersebut dikatakan bahwa daerah yang menetapkan kebijakan PSBB harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan dengan memenuhi sedikitnya 2 kriteria,yaitu ; Pertama, jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan kedua, terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. Bentuk dari kebijkan ini sendiri adalah dengan membatasi aktivitas publik , kegiatan sekolah yang diliburkan atau via daring , bekerja dari rumah (work from home), hingga pembatasan kegiatan beribadah dalam lingkup publik. Faktor yang mempengaruhi implementasi ini mendapat kecaman dari masyarakat adalah keadaan sosial, politik dan ekonomi. PSBB atau karantina wilayah mandiri memicu permasalahan sosial atau konflik. Hal ini dapat dikaitkan dengan kepercayaan masyarakat dengan pemerintah dalam upaya menyelesaikan pandemi ini. Dengan diberlakukannya PSBB menimbulkan efek samping bagi kehidupan masyarakat ; tersendatnya mata pencaharian untuk kehidupan sehari hari,terutama bagi masyarakat golongan menengah kebawah yang berpenghasilan harian. Tidak hanya itu, banyaknya terjadi perumahan karyawan hingga pemutusan kerja atau PHK menjadi masalah tersendiri karena diberlakukannya PSBB. Pelaksanaan PSB juga menjadi dilematis bagi pemerintah sebab secara tidak langsung mempengaruhi ekonomi negara yang mana dapat mengantarkan resesi dikarenakan tingginya minus dalam pertumbuhan ekonomi. Namun pemerintah sebagai pembuat kebijakan ( policy maker ) harus melakukan kebijakan ini meski menimbulkan banyak konflik dan pro kontra. Pelaksanaan PSBB kini memasuki masa transisi yang mana disini masih diberlakukan beberapa kebijakan namun menjadi sedikit lebih longgar tergantung dengan kasus COVID-19 di daerah masih masing. Sebagai contoh new normal yang kita rasakan di Bali saat ini merupakan kelonggaran yang menjadi pembaharuan dari kebijakan PSBB sebelumnya. Meskipun belum pulih seutuhnya,dengan diberlakukannya new normal dengan penerapan protokol kesehatan yang baik maka kebijakan PSBB tidak akan lagi menjadi parasit atau masalah dalam kehidupan masayarakat.
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu