Dosen Pembimbing
Ns. Cahya Tribagus Hidayat S.Kep., M.Kes
Oleh :
Bayu Viqi Darmawan S.kep
(2001031035)
Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Tn. E dengan Sindrom Geriatri Demensia di Desa Petung
Kecamatan Pakem Kabupaten Bondowoso, telah dilaksanakan pada tanggal 05 Oktober – 17
Oktober 2020, oleh mahasiswa Praktik Profesi Ners,
NIM 2001031035
mobilitas fisik
Diagnosis Keperawatan :
Mahasiswa Ners
NIM. 2001031035
Ns. Sofia Rhosma Dewi, S.Kep., M.Kep Ns. Cahya Tribagus Hidayat, S.Kep., M.Kes
NPK. 19841224 1 1103586 NPK. 15 03 614
LAPORAN PENDAHULUAN
SYNDROM GERIATRI
GANGGUAN KESEIMBANGAN
Oleh Mahasiswa : Bayu viqi darmawan
NIM : 2001031035
A. Pengertian Geriatri
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu
aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis bahwa
penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai
beban dari pada sebagai sumber daya.
WHO serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan
bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang mengakibatkan perubahan kumulatif, meru
pakan proses menurunya imunitas tubuh dalam menghadapi ransangan dari luar dan
dalam.
3. Teori nonstochastic
a. Teori diprogram
Hayflick dan Moorehead (1996, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006) menyatakan bahwa pembelahan sel
normal dibatasi oleh waktu yang mengartikan bahwa harapan hidup setiap orang telah diprogramkan.
Pembatasan kerja sel ini tampak pada penurunan fungsi hormon khususnya hormon reproduksi. Pada wanita
penurunan sekresi estrogen dan progesterone mengakibatkan wanita mengalami menopause (Meiner dan
Lueckenotte, 2006; Fortinash dan Worret, 2004; Matteson dan McConnel, 1998, dalam Syerniah, 2010).
b. Teori imunitas
Proses menua menurunkan pertahanan tubuh terhadap kuman patogen. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya insiden penyakit infeksi dan produksi autoantibodi yang mengarah pada penyakit autoimun
(Meiner dan Lueckenotte, 2006; Fortinash dan Worret, 2004; Matteson dan McConnel, 1998, dalam Syerniah,
2010).
D. KONSEP SINDROM GERIATRI
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan. Pasien geriatri adalah pasien usia lanjut yang memiliki
karakteristik khusuu yang membedakannya dari pasien usia lanjut pada umumnya. Karakteristik pasien geriatri
yang pertama adalah multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degenerative. Karakteristik
kedua adalah daya cadang faali menurun karena menurunnya fungsi organ akibat proses menua. Karakteristik
yang ketiga adalah gejala dan tanda penyakit yang tidak khas. Tampilan gejala yang tidak khas seringkali
mengaburkan penyakit yang diderita pasien. Karakteristik berikutnya adalah penurunan status fungsionall yang
merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penurunan status fungsional
menyebabkan pasien geriatri berada pada kondisi imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang lain
(Setiati, 2013).
Masalah yang paling dijumpai pada pasien geriatri adalah sindrom geriatri yang meliputi: imobilisasi,
instabilitas, inkontinensia, insomnia, depresi, infeksi, defisiensi imun, gangguan pendengaran dan penglihatan,
gangguan intelektual, kolon irritable, impecunity, dan impotensi (Setiati, 2013).
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, diiringi gerak anatomis
tubuh yang menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Imobilisasi menyebabkan komplikasi lain yang lebih
besar pada pasien usia lanjut bila tidak ditangani dengan baik. Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan
memudahkan pasien geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang (Setiati, 2013). Lansia yang terus-
menerus berada di tempat tidur akan berakibat terjadinya atrofi otot, decubitus, malnutrisi, serta pneumonia
(Tamher dan Noorkasiani, 2009).
Faktor resikonya dapat berupa osteoarthritis, gangguan pengihatan, fraktur, hipotensi postural, anemia,
stroke, nyeri, demensia, lemah otot, vertigo, keterbatasan ruang lingkup, PPOK, gerak sendi, hipotiroid, dan
sesak nafas (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
E. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan
masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi
kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus
berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
Penyebab secara umum:
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot
F. Pathway
Lansia
Mengalami Penurunan 3 Aspek
Penurunan sel
Vasodilatasi
Tidak stabilnya keadaan pembuluh darah
Dan fungsi sistem tubuh psikologis dan emosi
Hambatan mobilitas
G. Tanda dan Gejala
Dampak fisiologis dari imobilisasi antara lain :
H. Komplikasi
1. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi
menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak,
dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan
pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya
demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga
dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular
ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan
kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak
bisa melaksanakan aktivitas metabolisme.
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas dapat
menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
5. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas,
kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,dan terjadinya lemah otot.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang bersifat individual, berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan
faktor yang bekerjasama mengakibatkan hambatan mobilitas. Bila penyebab merupakan penyakit
akut penanganannya menjadi lebih mudah, lebih sederhana dan langsung bisa menghilangkan
penyebab hambatan mobilitas secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien dengan kondisi kronik,
multi faktor sehingga diperukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan lingkungan,
dan perbaikan lanjut usia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya
kelemahan otot ekstermitas bawah dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan dan
ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Penderita dimasukkan dalam program gait training
dan pemberian alat bantu berjalan. Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Penderita
dengan arhtritis terapi dilanjutkan pada penyakit komorbid yang mendasari, menghentikan obat – obatan
yang menyebabkan hipotensi postural. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah perbaikan lingkungan
rumah atau tempat kegiatan lanjut usia (Darmojo, 2014).
J. Asuhan Keperawatan
A. Identitas klien
Nama , jenis kelamin, alamat, agama dan pendidikan
B. Riwayat Kesehatan ( Riwayat penyakit, Riwayat imobiltas)
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita maupun saksi mata jatuh atau keluarganya.
Anamnesis ini meliputi :
1. Seputar imobilitas
Mencari penyebab jatu misalnya sulit menggerakan anggota badan, tersandung,
kesulitan saat berdiri dari jongkok atau aktivitas lain.
2. Gejala yang menyertai
Nyeri sendi, berdebar – debar, nyeri kepala, lemas. Gejala ini dapat dikaitkan dengan
penyebab hamatan mobilitas yang terjadi.
3. Kondisi komorbid yang relevan
Pernah asam urat, osteoporosis, rematik, dan defisit sensori.
4. Review obat – obatan yang dikonsumsi
Antihipertensi, diuretik, beta bloker, anti depresan, hipnotik, anxiolitik, analgesik dan
psikotropik.
5. Review keadaan lingkungan
Tempat rumah amupun tempat kegiatannya yang lain akan menjadi kemungkingan faktor
ektrinsik terjadinya hambatan mobilitas.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital : Nadi, Tekanan darah, respirasi, suhu badan akan menjadi data penunjang
lain terkait dari penyebab hambatan mobilitas ataupun dampak dari nyeri yang terjadi.
2. Kepala dan leher : penurunan pendengaran, nyeri kepala dan leher
3. Jantung : aritmia dan kelainan katup
4. Neurologi : perubahan status mental, defisit lokal, neuropati perifer, kelemahan otot dan
tremor.
5. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki, dan
deformitas.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Hambatan Mobilitas Fisik yang berhubungan dengan Penurunan Kekuatan Otot
3. Ansietas yang berhubungan dengan Ancaman pada Status kesehatan
E. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Nyeri akut yang berhubungan dengan agens cedera fisik
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang.
b. Kriteria Hasil :
1) Wajah rileks
2) Skala nyeri berkurang
3) Tidak terdapat nyeri tekan
4) Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
kompensasi tubuh
5) Klien mampu mendemonstrasikan teknik mengurangi nyeri
6) Klien mengungkapkan secara verbal penurunan nyeri yang dirasakan
7) Klien menyatakan nyeri terkontrol
c. Intervensi
1) Gunakan komunikasi trapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
2) Kaji secara komperehensif tentang nyeri, intensitas nyeri, skala nyeri dan faktor
penyebab
3) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (relaksasi dan distraksi)
4) Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien
5) Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
6) Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
ketidaknyamanan (temperatur, penyinaran dll)
7) Anjurkan pasien untuk memonitor nyeri yang dirasakan sendiri
8) Evaluasi tentang keefektifan tentang tindakan mengontrol nyeri yang telah
digunakan
9) Berikan analgesik sesuai anjuran
2. Diagnosa : Hambatan mobilitas yang berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletal
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan hambatan mobilitas pada pasien
dapat berkurang.
b. Kriteria Hasil :
1) Klien mampu berjalan dengan posisi normal
2) Klien mengungkapkan kenyamanannya dalam berjalan meningkat
3) Klien mampu berjalan di jalan menurun
4) Klien mampu menaiki tangga
c. Intervensi
1) Bantu klien mengungkapkan apa yang dirasakan
2) Kaji kemampuan klien melakukan ADL
3) Batasi aktivitas klien
4) Beri penjelasan mengenai pembatasan aktivitas klien
5) Bantu aktivitas klien
6) Obserasi adanya kontusio, krepitasi, dan fraktur
7) Berikan alat bantu berjalan
3. Diagnosa : Ansietas yang berhubungan dengan ancaman pada status terkini
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak merasakan cemas
b. Kriteria Hasil :
1) Kontak mata baik
2) Wajah tenang
3) Tidak terjadi gangguan perhatian
c. Intervensi
1) Gunakan pendekatan dan sentuhan untuk meyakinkan pasien tidak sendiri
2) Tenangkan klien
3) Berusaha memahami keadaan klien
4) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi,
takipnea, ekspresi cemas non verbal)
5) Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan
6) Bantuk pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas
7) Intruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz, 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta; Salemba Medika
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,
Jakarta
Setiati, S. 2013. Geriatric Medicine, Sarkopenia, fraility dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut:
Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia.
Jurnal Kedokteran Indonesia, 2013; (1) 3: 234-242.
Syarniah. 2010. Pengaruh Terapi Kelompok Reminiscene terhadap Depresi pada Lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak
diterbitkan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Won, C.W., Yoo, H.J., Yu, S.H., Kim, C.O., Dumlao, L.C.I., Dewiasty, E., et al. 2013. List of
Geriatric syndromes in the Asian Pasific geriatric Societies. Journal European Medicine,
2013; 2013 (4): 335-338.
FORMAT ASUHAN
KEPERAWATAN GERONTIK
KEPERAWATAN GERONTIK
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Ny.K
Umur : 68 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status Pernikahan : Janda
Tingkat Pendidikan : SD
Alamat Asal : Desa sabrang ambulu
f. Alergi :
klien mengatakan pernah alergi ketika musim dingin
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
g. Riwayat jatuh
klien mengatakan pernah jatuh di dapur
5. RIWAYAT SOSIAL
a. Kondisi pasangan :
Klien mengatakan suami sudah meninggal sekitar kurang lebih 10 tahun yang lalu,
dikarenakan sakit paru paru
d. Pola kebiasaan :
klien mengatakan berkebiasaan menonton tv, mencuci, dan merapikan barang
f. Jejaring sosial:
klien memiliki hubungan baik dengan tetangga dan saudara, klien bahagia ketika
berkumpul dengan teman-teman
6. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status kesehatan umum :
kesadaran komposmentis, dapat mengikuti intruksi dari patugas
c. Integument :
inspeksi: Warna kulit coklat, CRT <2 detik, tidak ada tanda lesi dan oedem pada kulit, akral
hangat
d. Hematopoetic :
inspeksi: pasien tidak ada tanda anemis dan tidak ada tanda pembengkakan
e. Kepala :
inspeksi: dsitribusi rambut tampak putih, tampak berminyak, tidak ada tanda lesi dan oedem
palpasi: tidak ada nyeri tekan pada bagian kepala
f. Mata :
inspeksi : Simetris, terdapat rabun jauh, Konjungtiva tidak anemis
g. Telinga:
inspeksi : Kulit telinga bersih, tidak ada pembengkakan, Fungsi pendengan tidak maksimal
palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula telinga
h. Hidung :
inspeksi: Hidung dalam batas normal, tidak ada polip dalam indra penghidu
j. Leher :
inspeksi: leher simetrtis, tidak ada tanda kemerahan
palpasi: Tidak adanya nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
k. Pernafasan :
inspeksi: Dada simetris, bentuk dada normal chest
palpasi: dinding dada simetris tidak adanya nyeri tekan
auskultasi: terdapat wheezing
l. Punggung :
inspeksi: tidak ada tanda skoliosis
palpasi: tidak ada nyeri tekan pada punggung
m. Cardiovaskuler :
palpasi: Nadi 86x/menit
auskultasi: tidak ada mur,mur pada jantung.
n. Gastrointestinal :
inspeksi: bentuk abdomen simetris, tidak ada tanda inflamasi
auskultasi: bising usus 20x/menit
palpasi: tidak ada nyeri tekan pada abdomen
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
o. Perkemihan :
BAK : 4x/ hari
p. Genitalia :
inspeksi: Tidak adanya pembesaran area genital
palpasi: tidak ada nyeri tekan
q. Persarafan :
Ada kelainan cara berjalan TUG selama 41 detik
r. Muskuloskeletal
musculoskeletal dalam keadaan nomal
dextra: 4444 sinistra: 4444
dextra: 444 sinistra: 444
7. PENGKAJIAN NUTRISI
BB : 45kg TB : 150cm BB: 50kg
Screening Skor
a. Adakah penurunan intake makanan dalam 3 bulan terakhir akibat penurunan nafsu makan, 2
masalah pencernaan atau akibat kesulitan menelan atau mengunyah ?
0 = penurunan intake makanan yang berat
1 = penurunan intake makanan moderat
2 = tidak ada penurunan intake makanan
b. Penurunan BB selama 3 bulan terakhir 1
0 = penurunan BB lebih dari 3 kg
1 = tidak tahu
2 = penurunan BB 1- 3 kg
3 = tidak ada penurunan BB
c. Mobilitas 2
0 = tidak dapat turun dari bed, atau hanya duduk di kursi
1 = dapat bangkit dari bed/kursi namun tidak dapat berpindah dengan bebas
2 = dapat berpindah dengan bebas
d. Apakah mengalami stress psikologis atau mengidap penyakit dalam 3 bulan terakhir? 2
0 = ya
2 = tidak
e. Masalah psikoneurologis 1
0 = demensia berat atau depresi
1 = demensia ringan
2 = tidak mengalami masalah psikologis
F1. Body mass index 2
0 = BMI kurang dari 19
1 = BMI 19 – 21
2 = BMI 21 – 23
3 = BMI lebih dari 23
Jika BMI tidak dapat dikaji, gantikan pertanyaan pada poin F1dengan poin F2
Jika BMI sudah terkaji, pertanyaan pada poin F2 tidak perlu dikaji
F2. Lingkar lengan atas
0 = LLA kurang dari 31 cm
3 = LLA lebih dari 31 cm
Total 10
Interpretasi : beresiko mal nutrisi
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
TOTAL 30 25
Intepretasi: normal
b. SPSMQ
c. Hambatan dalam beribadah : Tidak ada hambatan, kecuali berjalan dalam mengambil
wudhu
d. Yang dirasakan saat tidak : Klien mengatakan jika terlewat ibadah merasa tidak enak
dapat menunaikan ibadah
e. Makna dan tujuan hidup : Klien mengatakan “ urip mung sepisan cong, kanggo
ngibadah ndek gusti Allah” Hidup hanya satu kali nak, hanya
untuk ibadah kepada Allah
f. Persepsi tentang kematian : Klien mengatakan tidak takut mati
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
ANALISA DATA
TANGGAL DATA PROBLEM ETIOLOGI
6-10-2020 DS: Nyeri akut Agen cedera
biologis
Klien mengatakan kaki sulit di gerakkan,
disertai nyeri hilang timbul, skala 4, bertambah
jika kelelahan
DO:
1. Ekspresi wajah meringis
2. Skala nyeri 4
3. Klien memengang area yang nyeri
4. TD: 140/87mmHg
5. Nadi: 78x/ menit
6. RR: 20x/ menit
1. Tampak bingung
2. Tampak gelisah
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
6-10-2020
1. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
3. Ansietas b.d status kesehatan
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PERENCANAAN
TGL DX. KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
7-10-2020 Hambatan mobilitas fisik b.d Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Managemen akivitas a. Aktivitas yang akan di berikan dapat
penurunan kekuatan otot keperawatan selama 6x kunjungan berjalan dengan teratur
hambatan mobilitas fisik pada pasien a. Bantu pasien untuk membuat jadwal b. Meminimalisir terjadinya cedera saat
dapat berkurang latihan keseimbangan latihan
Kriteria hasil : (balance exercise)
1. Pasien mampu berjalan dengan b. Dukung pasien untuk melihat gerakan
posisi normal tubuh sebelum meulai latihan
2. Pasien megungkapkan
kenyamanan dalam mobilisasi 2. Managemen Terapeutik
3. Klien mampu berjalan di jalan
menurun a. Lakukan latihan keseimbangan a. Persendian dapat terbiasa dengan
4. Pasien mampu menaiki tangga dengan bantuan sesuai indikasi adanya latihan
b. Sediakan alat bantu b. Meminimalisir terjadinya jatuh
3. Managemen Edukasi
3. Managemen Kolaboratif
3. Managemen edukasi
IMPLEMENTASI
TGL DX. KEP TINDAKAN PARAF
8-10-2020 Hambatan mobilitas 1. membantu pasien untuk membuat jadwal latihan
fisik b.d penurunan keseimbangan (balance exercise)
kekuatan otot R/ klien menyetujui kegiatan yang di jadwalkan
2. mendukung pasien untuk melihat gerakan tubuh
sebelum meulai latihan
R/ klien mengerti cara mengatur posisi tubuh saat
akan mulai kegiatan
3. melakukan latihan keseimbangan (balance
exercise) dengan bantuan sesuai indikasi
R/ klien dapat mengikuti intruksi dari perawat
4. menyediakan alat bantu
R/ klien menggunakan alat bantu walker
5. menjelaskan pada pasien atau keluarga manfaat
dan tujuan melakukan latihan sendi
R/ klien dan keluarga memahami manfaat dan
tujuan dari latihan keseimbangan
8-10-2020 Nyeri aku b.d agen 1. menggunakan komunikasi terapeutik agar pasien
cedera biologis dapat mengekspresikan nyeri
R/ klien mampu menjelaskan pengalaman nyeri
yang dirasakan
2. mengkaji secara komprehensif tentang nyeri,
intensitas nyeri, skala nyeri dan faktor penyebab
R/ skala : 4, seperti di tusuk jarum, aktivitas
berlebih
3. mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi
(relaksasi dan distraksi)
R/ klien mampu mengikuti intruksi dari perawat
tekhnik relaksasi napas dalam
4. memodifikasi tindakan kontrol nyeri berdasarkan
respon pasien
R/ klien belum mampu mengontrol nyeri
5. mengevaluasi keefektifan tentang tindakan
mengontrol nyeri yang telah digunakan.
R/ klien mampu melakukan tekhnik relaksasi
secara mendiri
EVALUASI
9-10- Nyeri aku b.d agen 1. menggunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat Bayu
2020 cedera biologis mengekspresikan nyeri
R/ klien mampu menjelaskan pengalaman nyeri yang
dirasakan
2. mengkaji secara komprehensif tentang nyeri, intensitas
nyeri, skala nyeri dan faktor penyebab
R/ skala : 4, seperti di tusuk jarum, aktivitas berlebih
3. mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi
(relaksasi dan distraksi)
R/ klien mau mengikuti intruksi dari perawat
tekhnik relaksasi napas dalam
4. memodifikasi tindakan kontrol nyeri berdasarkan
respon pasien
R/ klien belum mampu mengontrol nyeri
5. mengevaluasi keefektifan tentang tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan.
R/ klien mampu melakukan tekhnik relaksasi
secara mendiri
10-10- Nyeri aku b.d agen 1. menggunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat Bayu
2020 cedera biologis mengekspresikan nyeri
R/ klien mampu menjelaskan pengalaman nyeri yang
dirasakan
2. mengkaji secara komprehensif tentang nyeri, intensitas
nyeri, skala nyeri dan faktor penyebab
R/ skala : 3, seperti di tusuk jarum, aktivitas berlebih
3. mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi
(relaksasi dan distraksi)
R/ klien mampu mengikuti intruksi dari perawat tekhnik
relaksasi napas dalam
4. memodifikasi tindakan kontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
R/ klien mampu mengontrol nyeri
5. mengevaluasi keefektifan tentang tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan.
R/ klien mampu melakukan tekhnik relaksasi secara
mendiri
12-10- Nyeri aku b.d agen 1. menggunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat Bayu
2020 cedera biologis mengekspresikan nyeri
R/ klien mampu menjelaskan pengalaman nyeri yang
dirasakan
2. mengkaji secara komprehensif tentang nyeri, intensitas
nyeri, skala nyeri dan faktor penyebab
R/ skala : 3, seperti di tusuk jarum, aktivitas berlebih
3. mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi
(relaksasi dan distraksi)
R/ klien mampu mengikuti intruksi dari perawat tekhnik
relaksasi napas dalam
4. memodifikasi tindakan kontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
R/ klien mampu mengontrol nyeri
5. mengevaluasi keefektifan tentang tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan.
R/ klien mampu melakukan tekhnik relaksasi secara
mendiri
Gangguan keseimbangan merupakan faktor utama terjadinya hambatan mobilitas pada lansia. Ada bberapa
intervensi hambatan mobilitas fisik. Balance Exercise merupakan metode non farmakologi yang tujuannya sebagai
peningkatan functional stability limit, perbaikan sistem motoris, perbaikan kontrol postural, serta peningkatan
stabilitas dinamik. Framework dalam studi ini meliputi populasi lansia yang mengalami hambatan dalam mobilisasi
dan intervensi yang dipilih adalah balance exercise berupa range of motion exercise, pada jurnal ini intervensi yang
diukur adalah fungsi keseimbangan lansia. Strategi pencarian studi berbahasa Indonesia yang relevan dengan topik
dilakukan dengan menggunakan portal garuda, science direct. Pencarian jurnal dibatasi mulai bulan oktober 2020.
Keywords yang digunakan antara lain adalah “balance intervention in elderly”, “balance therapy for elderly”,dan
“exercise and elderly”.
Penelitian yang ditelaah dalam artikel ini seluruhnya menggunakan kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol untuk mengetahui efek balance exercise terhadap fungsi keseimbangan lansia. terapi yang diberikan pada
kelompok perlakuan berupa balance exercise. Intervensi diberikan dalam jangka waktu 5 minggu. Desain penelitian
jurnal ini menggunakan action research dengan rancangan randomized pre test and post test control group design.
Populasi dalam penelitian yang akan dilakukan adalah seluruh lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit
Abiyoso Yogyakarta dengan jumlah 126 orang. Parameter yang diukur meliputi fungsi keseimbangan statis dan
dinamis. Seluruh penelitian menyimpulkan bahwa balance exercise efektif untuk meningkatkan fungsi keseimbangan
pada lansia.
PENDAHULUAN
Hambatan mobilitas merupakan perubahan patologis pada sistem musculoskeletal memberikan dampak
pada fisik maupun psikososial pada lansia. Dampak fisik dari gangguan mobilitas paling jelas terlihat pada sistem
musculoskeletal berupa penurunan kekuatan dan ketangkasan otot, kontraktur yang membatasi mobilitas sendi,
kekakuan dan nyeri pada sendi. Hambatan mobilitas fisik juga memberikan dampak buruk pada system
kardiovaskuler, pernapasan, metabolik, perkemihan, pencernaan dan integumen berupa penurunan kemampuan
atau fungsi dari jantung, pembuluh darah dan paru paru.
Masalah mobilitas yang terjadi pada lansia dapat diatasi dengan memberikan intervensi berupa latihan
range of motion, kontraksi otot isometrik dan isotonik, kekuatan/ketahanan, aerobik, sikap, dan mengatur posisi
tubuh (5–7). Latihan range of motion adalah latihan pergerakan maksimal yang dilakukan oleh sendi (5). Latihan
range of motion menjadi salah fleksibilitas sendi dan kekuatan otot pada lansia (7). Terjadi peningkatan fleksibilitas
sendi setelah diajarkan latihan berbentuk range of motion selama 6 minggu dengan 5x latihan dalam seminggu.
Peningkatan kecenderungan tulang belakang pada kelompok terlatih ROM sebesar 16,4%, rentang gerak sacral/hip
29,2%, dan rentang gerak dada 22,5% dibandingkan dengan kelompok kontrol setelah periode latihan (8).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Balai Pelayanan Sosial Tresna Wredha (BPSTW)
Unit Abiyoso Yogyakarta pada tanggal 14 Desember 2015 didapatkan jumlah lansia sebesar 126 orang yang
bersumber dari petugas dan catatan pada setiap ruangan di panti social tersebut. Hasil wawancara yang dilakukan
pada 15 orang lansia didapatkan riwayat kesehatan lansia yang berhubungan dengan masalah mobilitas fisik yaitu 3
orang lansia mengatakan memiliki riwayat osteoporosis, 5 orang lansia memiliki riwayat cedera, dan 7 orang lansia
mengatakan mengalami nyeri serta kekakuan pada sendi sehingga kesulitan dalam melakukan mobilitas fisik.
Keluhan yang dirasakan lansia berupa kesulitan dalam menggerakkan anggota tubuh, berjalan lebih lambat,
kesulitan dalam melakukan aktivitas berat, kesulitan bernafas jika berjalan dan sebagian besar lansia menggunakan
alat bantu jalan. Tujuan dari studi ini adalah untuk melakukan literature review pada program intervensi balance
exercise dan rom exercise untuk membantu meningkatkan keseimbangan lansia dan megurangi resiko jatuh. Hal ini
diharapkan dapat memberikan solusi pilihan jenis olahraga yang dapat dilakukan oleh lansia dalam upaya mencegah
jatuh dan meningatkan fungsi keseimbangan.
METODE
Framework yang digunakan dalam penelitian ini adalah PICO. Dimana populasi yang digunakan adalah
lansia yang beresiko jatuh, intervensi yang dipilih adalah olahraga, tidak ada intervensi pembanding yang dipilih dan
outcome yang diukur adalah fungsi keseimbangan lansia. Strategi pencarian studi berbahasa Indonesia dan yang
relevan dengan topik dilakukan dengan menggunakan portal garuda, science direct. Pencarian jurnal dibatasi mulai
bulan oktober 2020. Keywords yang digunakan antara lain adalah “balance intervention in elderly”, “balance therapy
for elderly”,dan “exercise and elderly”. Kriteria inklusi dalam review ini meliputi lansia berusia lebih dari 60 tahun,
tidak mengalami jatuh sebelumnya, dan tidak mengalami gangguan kognitif. Dari hasil pencarian yang dilakukan
didapatkan 30 jurnal, namun hanya 15 jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi.
RINGKASAN STUDI
Penelitian yang ditelaah dalam artikel ini seluruhnya menggunakan kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol untuk mengetahui efek terhadap fungsi keseimbangan lansia. Kelompok kontrol dalam review penelitian ini
mendapat perlakuan yang bervariasi. Intervensi yang diberikan pada kelompok perlakuan ada yang berupa
mempertahankan aktifitas sehari – hari, pendidikan kesehatan untuk mempertahankan fungsi keseimbangan, dan
ada pula yang memberikan intervensi berupa olahraga pada kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan jenis
olahraga pada kelompok perlakuan. Jenis olahraga yang diberikan pada kelompok perlauan pun beragam. Ada yang
berupa range of motion exercise, balance exercise.
Intervensi yang diberikan pada kelompok perlakuan juga bervariasi. Ada yang memberikan intervensi
berupa balance exercise: intervention yang berupa terapi rehabilitasi balance exercise, terapi innovative program
yang berupa balance dan strength exercise yang dipadukan dengan squat training; muscle endurance exercise;
propioseption exercise yang berupa latihan keseimbangan statis dan latihan keseimbangan dinamis; stretching and
balance exercise; dan terapi menari. Latihan ini bertujuan memperbaiki pergerakan tubuh. Seluruh tindakan olahraga
yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan fleksibikitas, kekuatan pergerakan dan keseimbangan.
Intervensi yang diberikan oleh peneliti kepada responden bervariasi mulai dari 5 minggu dan 3 bulan. Waktu
intervensi yang relatif lama dibutuhkan karena outcome fungsi keseimbangan yang diukur pada lansia adalah hal
yang membutuhkan adaptasi. Penurunan fungsi keseimbangan pada lansia juga menyebabkan adaptasi fungsi
keseimbangan pada lansia membutuhkan waktu yang relatif lama. Outcome yang diukur dari studi yang direview
adalah fungsi keseimbangan. Terdapat beberapa parameter fungsi keseimbangan yang diukur. Meskipun parameter
kesimbangan yang diukur bervariasi, namun ada beberapa parameter yang seing digunakan untuk mengukur fungsi
keseimbangan lansia. Diantaranya adalah Berg Balance Scale, yang merupakan item pengukuran fungsi
keseimbangan; Timed Up and Go test yang mengukur fungsi keseimbangan dinamis lansia; Dynamic Gait Index
untuk mengukur penampilan keseimbangan lansia saat melakukan perubahan tugas sembari berjalan.
Penelitian yang direview dalam studi ini menggunakan prospective design. Prospective design atau disebut
juga cohort study berarti melakukan pengamatan akan efek yang timbul dari suatu perlakuan. Arah studi pada desain
ini adalah ke depan. Desain penelitian ini membandingkan sekelompok subjek yang mendapat perlakuan terhadap
kelompok lain yang tidak mendapatkan suatu perlakua Pada desain ini sulit mengetahui apakah kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol memiliki karakteristik yang sama sehingga banyak memiliki confounding factor dan peneliti
juga tidak dapat meyakinkan bahwa outcome yang muncul merupaan efek dari treatment yang dilakukan.
Hasil observasi pada penelitian bahwa rentang gerak pada menunjukkan terjadinya peningkatan derajat
pergerakan sendi setelah diberikan latihan ROM. Peningkatan rentang gerak antara pertisipan berbeda-beda dan
yang paling menonjol adalah pada bagian leher, bahu, siku, tangan dan jari serta lutut. Derajat peningkatan tertinggi
terlihat pada bahu kanan dengan tipe gerakan fleksi sebesar 20o dan tipe gerakan yang banyak terlihat
perubahannya adalah tipe gerakan fleksi. Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa
gerakan fleksi paling sering muncul pada setiap bagian tubuh partisipan yang mengalami peningkatan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Osugi et al (2014) disebutkan bahwa hasil Up and Go Test pada
kelompok perlakuan dan kontrol tidak berbeda secara signifikan. Berkaitan dengan hal ini dijelaskan bahwa balance
exercise dapat meningkatkan kontraksi otot ekstremitas bawah dan atas serta memperkuat pergerakan sendi
ekstremitas bawah dan atas sehingga dapat membantu meningkatkan fungsi keseimbangan namun tidak membantu
pada subjek dengan gangguan
Penelitian yang ditelaah dalam studi ini menunjukkan bahwa balance exercise dan range of motion exercise
dapat membantu meningkatkan fungsi keseimbangan lansia sehingga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
hambatan mobilitas pada lansia. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi rumah perawatan atau
kelompok lansia di komunitas. Perawat dapat bekerja sama dengan fisioterapis untuk membantu pelaksanaan
senam pada lansia ataupun mengajarkan teknik senam baru untuk mencegah kebosanan pada lansia. Intervensi ini
dapat diperkuat dengan memberikan penyuluhan kesehatan tentang cara pencegahan jatuhdan modifikasi
lingkungan untuk meminimalkan resiko jatuh pada lansia
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta uraian dari bab-bab sebelumnya maka dapat
disimpulkan setelah latihan ROM 6 kali untuk partisipan 1, 2 dan 4 kali untuk partisipan 3, 4, 5 menunjukkan bahwa
ada pengaruh sebagian dari latihan ROM terhadap mobilitas fisik lansia Peningkatan rentang gerak terjadi pada
bagian leher, siku, pergelangan tangan, tangan dan jari serta lutut serta berkurangnya kekakuan sendi. Berdasarkan
hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan rekomendasi kepada petugas kesehatan untuk membuat rencana
program kegiatan latihan ROM agar dimasukkan ke dalam intervensi keperawatan bagi lansia yang mengalami
masalah gangguan mobilitas fisik.
SARAN
1. Peran serta keluarga dibutuhkan dalam upaya menjaga lansia dari Hambatan mobilitas dan mendukung
lansia untuk aktif berolahraga meskipun di rumah
2. Perlu dilakukan adanya penelitian dengan tema yang sama untuk lansia yang berada di PSTW seluruh
Indonesia.
No Penulis, Perlakuan Kontrol Sampel Metode Rando Hasil
tahun m
(yang diukur) (temuan)
1 Rini et al, 3 minggu 15 Dosis latihan responden Jenis ya 1. Ankle Perlakuan >
2018 kali/set 3 kali 4 32 lansia penelitian strategy kontrol
minggu, yang adalah Quasy exercise
Bentuk sesuai Eksperiment 2. Time up
latihan enkle dengan go test
strategy kriteria
penelitian
2 Hartin et al, 3 kali dalam 3 kali dalam 12 lansia Jenis Ya 1. Balance Perlakuan >
2019 seminggu seminggu, sehat penelitian strategy kontrol
bentuk terapi adalah Quasy exercise
12 balance eksperiment 2. Hip
exercise strategy
exercise
3 Hermina et 5 minggu 4 kali 126 lansia penelitian ya Range of Perlakuan >
al, 2016 balance seminggu berusia 60 kualitatif motion kontrol
exercise dan latihan, tahun dengan (kekuatan otot,
Rom bentuk pendekatan kenyamanan,
exercise latihan range action postur tubuh
of motion research dan
Gerakan)
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
Article History : Latar Belakang : Lansia adalah suatu keadaan yang merupakan
Received: Sept, 9th, 2018 tahap lanjut dari proses kehidupan ditandai dengan penurunan
Revised form: Sept-Dec, 2018 kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.
Accepted: Dec, 13th, 2018 Gangguan keseimbangan postural merupakan hal yang sering
Published: Jan, 14th, 2019 terjadi pada lansia. Jika keseimbangan postural lansia tidak
dikontrol, maka akan dapat meningkatkan resiko jatuh. Latihan
Kata Kunci : fisik berupa latihan keseimbangan pada lansia diperlukan untuk
Lansia, Keseimbangan Postural, mengurangi kemungkinan kejadian jatuh. Karena komplikasi
balance strategy exercise, 12 lebih lanjut akibat jatuh adalah kematian. Salah satu upaya yang
Balance Exercise dapat dilakukan adalah dengan mengajarkan lansia untuk
meningkatkan keseimbangan postural yang dimiliki melalui
terapi komplementer. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbandingan efektivitas balance strategy exercise
dengan 12 balance exercise terhadap keseimbangan postural
pada lansia.. Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah
quasy eksperimental. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh lansia di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
Mojokerto. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian Lansia
di Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto
yang memenuhi kriteria penelitian yang diambil menggunakan
teknik simpel random sampling. Data penelitian berupa data
primer yang didapatkan dari hasil pengukuran keseimbangan
postural pada lansia. Untuk analisa univariate uji analisa yang
digunakan adalah uji paired sample T-test.. Hasil : Dari hasil
analisa data menggunakan uji wilcoxon didapatkan untuk lansia
yang diberikan intervensi balance strategy exercise didapatkan
Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,039 sedangkan untuk lansia yang
diberikan intervensi 12 balance exercise didapatkan Asymp Sig
(2-tailed) sebesar 0,005. Karena nilai Asymp Sig (2-tailed) 0,005
< 0,039 maka dapat disimpulkan bahwa intervensi 12 balance
exercise lebih efektif untuk peningkatan keseimbangan postural
pada lansia. Saran : Dibutuhkan peran aktif dari berbagai piak
untuk dapat mengimplementasikan terapi komplementer 12
balance exercise pada lansia sebagai upaya preventif pencegahan
resiko terjadinya cedera akibat terjatuh pada lansia. Sosialisasi
yang terus menerus, dukungan finansial, serta pendampingan
dan pelatihan terapi komplementer merupakan kunci utama
keberhasilan pelaksanaan program berbasis masyarakat terutama
untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.
Halaman | 42
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
PENDAHULUAN diantaranya yaitu : Penuaan, kecelakan dan
Lansia adalah suatu keadaan yang penyakit yang diderita. Gangguan keseimbangan
merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan postrural menjadi salah satu penyebab terjadinya
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh jatuh pada lanjut usia yang dapat menyebabkan
untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. patah tulang, keseleo pada otot, perlukaan jaringan
Penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan bahkan jatuh dapat menyebabkan kematian pada
system tubuh ini bersifat fisiologis (Pujiastuti, lansia. Dari beberapa faktor tersebut yang menjadi
2003). Fenomena yang seringkali terjadi pada penyebab utama gangguan keseimbangan postural
lansia terutama pada sistem musculoskeletal adalah pada lansia adalah faktor penuaan (Avers, 2007).
osteoporosis, artritis rheumatoid dan fraktur Salah satu diantaranya adalah perubahan struktur
sebagian besar menyebabkan jatuh pada lansia otot, yaitu penurunan jumlah dan ukuran serabut
sebagai akibat dari penurunan gait/keseimbangan. otot (atrofi otot). Jika sistem musculoskeletal
Gangguan keseimbangan postural merupakan hal menurun maka pelepasan kalsium (Ca) oleh
yang sering terjadi pada lansia. Jika keseimbangan Retikulum Sarcoplasma tidak optimal sehingga
postural lansia tidak dikontrol, maka akan dapat mengakibatkan kekuatan tarik menarik antara aktin
meningkatkan resiko jatuh. Latihan fisik berupa dan mosin tidak optimal sehingga mengakibatkan
latihan keseimbangan pada lansia diperlukan untuk kontraksi tidak optimal dan menyebabkan
mengurangi kemungkinan kejadian jatuh. Karena keseimbangan tidak terbentuk dengan baik
komplikasi lebih lanjut akibat jatuh adalah (goyang / tidak mampu berdiri dengan tegap).
kematian (Van-der-Camment, 1991; Kane,1994 Kejadian jatuh pada lansia juga dipengaruhi oleh
dalam Darmojo, 2004). faktor intrinsik seperti gangguan gaya berjalan,
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi
peningkatan UHH pada tahun 2010 populasi lansia (Darmojo, 2004). Dampak perubahan morfologis
adalah 7,56% dan pada tahun 2011 menjadi 7,58%. pada otot ini dapat menurunkan kekuatan otot
Sementara itu Sumber Profil Kesehatan Indonesia (Pudjiastuti, 2003). Atrofi serabut otot dapat
tahun 2012, memberikan gambaran proporsi lansia menyebabkan seseorang bergerak menjadi lamban
di Indonesia 7,6% atau sekitar 18,5 juta orang. UN, (Nugroho, 2008). Penurunan massa otot, kekakuan
World Population Prospect menyatakan pada tahun jaringan penyambung menyebabkan penurunan
2013 jumlah lansia di Indonesia mengalami kekuatan otot terutama pada ekstermitas yang
kenaikan menjadi 8.9%. Sekitar 30-50% dari mengakibatkan kelambanan bergerak kaki tidak
populasi lanjut usia (berusia 65 tahun) ke atas dapat menapak dengan kuat dan cenderung
mengalam jatuh setiap tahunnya (Nugroho, 2008). gampang goyah. Penurunan kekuatan otot juga
Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115 menyebabkan terjadinya penurunan mobilitas pada
penghuni panti sebanyak 30 lansia atau sekitar lansia. Karena kekuatan otot merupakan komponen
43.47% mengalami jatuh. Berdasarkan data yang utama dari kemampuan melangkah, berjalan dan
ditemukan di Panti Werdha Hargodelali Surabaya keseimbangan (Guccione, 2000).
didapatkan sekitar 60% lansia dari 39 penghuni Berbagai terapi pengobatan baik
panti pernah mengalami jatuh pada tahun 2011, farmakologis dan non farmakologis mulai
kejadian jatuh tersebut mengakibatkan 3 lansia dari dikembangkan untuk mengatasi resiko jatuh pada
23 lansia yang jatuh tersebut dirawat dirumah sakit lansia. Hal ini selanjutnya direspon oleh
karena 2 lansia mengalami fraktur femuralis dan 1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
lansia mengalami fraktur panggul dan sisanya melalui program Lansia yang sehat, aktif dan
dirawat sendiri oleh petugas panti karena hanya produktif. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
terjadi memar dan keseleo (Nuraf’idah, 2012). kualitas hidup lansia dan mengurangi angka
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di ketergantungan lansia pada keluarga. Salah satu
Posyandu Lansia Desa Jabon Kecamatan upaya yang dilakukan adalah dengan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto, jumlah lansia menghindarkan lansia dari resiko penyakit
yang teregister sebanyak 47 lansia. Dari hasil degeneratif serta berbagai gangguan lain termasuk
wawancara yang dilakukan kepada 10 lansia, 8 resiko terjatuh. Metode nonfarmakologi yang
lansia mengatakan pernah jatuh saat beraktivitas dikembangkan untuk mengurangi resiko jatuh pada
sehari-hari. lansia adalah dengan menggunakan teknik balance
Resiko jatuh saat beraktivitas beresiko strategy exercise dan 12 balance exercise. Pada
dialami oleh semua manusia. Semakin tua usia pelatihan Balance Strategy Exercise manfaat yang
seseorang maka resiko untuk mengalami jatuh akan diperoleh berupa peningkatan functional
akan semakin tinggi. Resiko jatuh pada lansia salah stability limit, perbaikan sistem motoris, perbaikan
satunya dipengaruhi oleh gangguan keseimbangan kontrol postural, serta peningkatan stabilitas
postural lansia dapat disebabkan beberapa hal, dinamik. Sebaliknya, pelatihan 12 Balance
Halaman | 43
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
Exercise mampu memberikan ke seluruh manfaat b. Perlahan tekuk lutut kanan kearah belakang
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh sehingga kaki kanan terangkat dibelakang
Sibley, hanya saja pelatihan ini memiliki risiko tubuh.
lebih tinggi daripada balance strategy exercise, c. Pertahankan posisi
sehingga dibutuhkan pemantauan mendalam pada d. Perlahan kembalikan kaki kanan pada posisi
lansia selama sesi latihan. Kedua jenis terapi semula.
latihan tersebut efektif dalam meningkatkan e. Ulangi dengan menggunakan kaki kiri.
keseimbangan dinamis pada lansia. f. Gerakan di lakukan sebanyak 10 x.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa 5. Side leg raise
perbandingan efektivitas Balance Strategy Exercise a. Berdiri tegak dengan salah satu tangan
dengan 12 Balance Exercise terhadap berpegangan pada kursi.
keseimbangan postural pada lansia b. Perlahan angkat kaki kanan kearah samping
(sampai pinggang dalam keadaan lurus).
KAJIAN LITERATUR c. Pertahankan posisi.
Dalam perkembangannya, terapi d. Perlahan kembalikan kaki kanan pada posisi
komplementer mulai dipraktikkan sebagai semula.
pendamping terapi farmakologi yang diberikan e. Ulangi dengan menggunakan kaki kiri.
kepada pasien. 2 teknik yang dapat digunakan f. Gerakan dilakukan sebanyak 10 x
untuk peningkatan keseimbangan postural pada B. Teknik 12 Balance Exercise
lansia adalah balance strategi exercise dan 12 Selain balance strategi exercise, terapi
balance exercise. komplementer untuk peningkatan keseimbangan
A. Teknik Balance Strategi Exercise postural pada lansia ada juga teknik 12 balance
Menurut Glenn (2007) Gerakan Balance exercise. Untuk gerakan 12 Balance exercise
Exercise terdiri dari 5 macam, yaitu plantar adalah sebagai berikut : Schrift (2015)
flexion, hip flexion, hip extention, knee flexion dan 1. Sikap tungkai tunggal
side leg raise. Tempat yang bagus untuk memulai
1. Plantar Flexion adalah dengan latihan keseimbangan yang
a. Berdiri tegak dengan salah satu tangan paling sederhana. Berpeganglah pada kursi dan
berpegangan pada kursi. keseimbangan dengan satu kaki. Ini adalah
b. Perlahan angkat tumit keatas (berdiri dengan tempat yang bagus untuk mulai merasakan
ujung kaki). pusat gravitasi Anda di atas pergelangan kaki
c. Pertahankan posisi. Anda. Inilah tujuan Anda, pertahankan pusat
d. Kembalikan kaki pada posisi semula. Anda di atas pergelangan kaki Anda. Cobalah
e. Gerakan dilakukan sebanyak 10 x beberapa detik menyeimbangkan setiap kaki.
2. Hip Flexion Bekerja sampai satu menit jika Anda bisa.
a. Berdiri tegak dengan salah satu tangan Kemudian mulailah berpegangan tangan, lalu
berpegangan pada kursi. satu jari dan akhirnya coba lepaskan
b. Angkat lutut kanan keatas tanpa sepenuhnya.
menggerakkan atau menekuk pinggang. 2. Latihan mata
c. Pertahankan posisi. Pindah ke latihan lain dengan latihan
d. Perlahan turunkan lutut dan kembali berdiri statis saat Anda mendapatkan
keposisi semula. kepercayaan diri termasuk latihan ini yang
e. Ulangi dengan menggunakan lutut kiri. menargetkan visi dan sistem vestibular Anda.
f. Gerakan dilakukan sebanyak 10 x Latihan ini terkadang bisa membuat Anda
3. Hip Extention pusing. Jika ini terjadi, hentikan latihan. Coba
a. Berdiridengan jarak ± 30 cm dari kursi. lagi dengan gerakan kepala yang lebih kecil di
b. Perlahan gerakkan kaki kanan kearah lain waktu. Secara bertahap Anda akan belajar
belakang (sampai pinggang dalam keadaan melakukannya dengan benar.
lurus). 3. Menggapai Jam
c. Pertahankan posisi. Pastikan untuk berpegangan pada kursi
d. Perlahan kembalikan kaki pada posisi saat mencoba latihan ini untuk mencegah jatuh
semula. pada orang tua. Jangan sampai kembali terlalu
e. Ulangi dengan menggunakan kaki kiri. jauh jika Anda memiliki rasa sakit di bahu
f. Gerakan dilakukan sebanyak 10 x. Anda. (Gunakan satu ons berat pergelangan
4. Kene Flexion tangan Anda di sini untuk meningkatkan latihan
a. Berdiri tegak dengan salah satu tangan Anda)
berpegangan pada kursi.
Halaman | 44
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
4. Sikap terhuyung-huyung mereka mencoba saat Anda lebih kuat dan lebih
Coba tunggu di kursi saat mencoba yakin pada diri sendiri. Latihan ini bagus untuk
latihan ini untuk masalah keseimbangan lansia. dilakukan dengan orang lain. Memegang tangan
Lepaskan kursi selama beberapa detik sekaligus dengan anggota keluarga yang stabil akan
jika Anda merasa nyaman. membuat latihan ini lebih mudah dan aman. (Di
5. Tungkai tunggal dengan lengan sinilah Anda bisa menggunakan buku catatan
Carilah dari kaki Anda saat atau buku kecil Anda saat berjalan.)
menyeimbangkan dan memilih tempat pada
tingkat mata di depan Anda untuk memperbaiki METODE PENELITIAN
kejatuhan orang tua. Angkat dada Anda dan Desain penelitian yang digunakan adalah
bawa bahu Anda kembali. Bernapaslah melalui quasy eksperimental dengan rancangan
hidung dan keluar melalui mulut randomized pre test and post test control group
6. Menyeimbangkan tongkat design. Populasi dalam penelitian ini adalah
Ini adalah latihan yang menyenangkan seluruh lansia di Desa Jabon Kecamatan
dan mudah dilakukan. Gunakan tongkat, sapu Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Sampel dalam
atau bahkan payung. Jangan terlalu banyak penelitian ini adalah sebagian Lansia di Desa
bersenang-senang dengan latihan keseimbangan Jabon Kecamatan Mojoanyar Kabupaten
ini untuk orang tua! Mojokerto yang memenuhi kriteria penelitian yang
7. Lutut berbaris diambil menggunakan teknik simpel random
Coba yang satu ini di sebelah counter sampling. Selanjutnya sampel dalam penelitian ini
sehingga Anda bisa bertahan saat melakukan dibagi menjadi 2 yaitu kelompok 1 (diberikan
gerakan berbaris lutut. Ini juga latihan kardio terapi balance strategy exercise) dan kelompok 2
yang hebat dan untuk kelemahan otot kaki. (diberikan terapi 12 balance exercise). Data
8. Lingkaran tubuh penelitian berupa data primer yang didapatkan dari
Latihan untuk meningkatkan hasil pengukuran keseimbangan postural pada
keseimbangan ini bisa menjadi sedikit rumit. lansia
Simpan kursi di dekatnya jika Anda merasa Instrumen pengumpulan data yang
tidak nyaman tanpa itu. Pastikan lutut dan digunakan adalah lembar observasi yang diadopsi
pinggul dijaga lurus saat Anda melingkar. dari Berg Balance Scale. Pengukuran ini terdiri
9. Tumit sampai kaki dari 14 jenis tes keseimbangan statis maupun
Latihan bergerak adalah yang paling dinamis dengan skala 0-4 (skala didasarkan pada
sulit. Cobalah latihan keseimbangan ini saat kualitas dan waktu yang diperlukan dalam
Anda menjadi ahli dalam latihan sebelumnya. melengkapi tes). Sebelum tes dimulai, lansia
(Jika Anda memiliki selotip masking atau dipersilahkan duduk di kursi. Selanjutnya
pelukis, letakkan potongan 8 sampai 12 kaki pengukuran dilakukan dengan cara 1)
dengan garis lurus di atas karpet atau lantai. Ini menginstruksikan lansia untuk berdiri dari kursi, 2)
akan memungkinkan Anda mempertahankan menginstruksikan lansia untuk berdiri selama 2
garis lurus saat melakukan latihan berjalan). menit, 3) menginstruksikan lansia untuk duduk
10. Grapevine tidak tersangga tetapi kaki tersangga pada lantai
Orang tua yang menari akan lebih atau stool 4) menginstruksikan lansia untuk
terbiasa dengan latihan keseimbangan ini. mencoba duduk di kursi, 5) menginstruksikan
Cobalah di dapur Anda berpegangan ke meja. lansia untuk berpindah dari 1 kursi ke kursi yang
Berjalan beberapa langkah dalam satu arah, lain, 6) menginstruksikan lansia untuk menutup
berbalik dan berjalan kembali. Lanjutkan mata lalu kemudian berdiri, 7) menginstruksikan
selama beberapa menit. Perlahan terus kurang lansia berdiri sambil merapatkan kaki, 8)
dan kurang sampai Anda bisa mengambil menginstruksi agar lansia mencoba mengangkat
beberapa langkah tanpa berpegangan. Mungkin tangan kedepan hingga membentuk posisi 90
butuh beberapa saat, tapi tetap berlatih ... Anda derajat lalu jari diluruskan, 9) menginstruksikan
akan mendapatkannya cepat atau lambat lansia untuk memungut suatu objek di lantai dari
11. Melangkah posisi berdiri, 10) menginstruksikan lansia untuk
Rangkaian latihan melangkah ini sangat mencoba melihat ke belakang dari sisi kanan
menantang. Anda mungkin memiliki anggota maupun sisi kiri, 11) menginstruksikan lansia
keluarga yang stabil untuk pertama-tama untuk membalik badan / berputar 360 derajat, 12)
menunjukkan hal tersebut. menginstruksikan lansia untuk menempatkan kaki
12. Berjalan Dinamis bergantian ke stool dalam posisi berdiri tanpa
Coba ini hanya bila Anda merasa percaya penyangga, 13) menginstruksikan lansia untuk
diri dan memiliki pembantu di rumah. Beri menempatkan salah satu kaki di depan satu kaki
Halaman | 45
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
lainnya, 14) menginstruksikan lansia untuk berdiri Pengolahan data dilakukan dengan tahap
sambil mengangkat 1 kaki. editing, coding, scoring dan tabulating. Sebelum
Hasil pengukuran selanjutnya direkap sebagai pengujian hipotesis data diuji menggunakan uji
data pretest. Selanjutnya masing-masing kelompok normalitas data dan homogenitas sampel.
responden diberikan terapi selama kurun waktu 2 Selanjutnya data dilakukan analisis bivariate dan
bulan yang dilakukan setiap 3 kali dalam analisis univariate. Untuk analisa univariate uji
seminggu. Setelah tahap pemberian terapi selesai analisa yang digunakan adalah uji paired sample T-
dilakukan, masing-masing kelompok dilakukan test. Hasil penelitian selanutnya disajikan
pengukuran keseimbangan postural dan hasil yang menggunakan tabel distribusi frekuensi sebagai
didapatkan selanjutnya dikumpulkan sebagai data hasil pelaksanaan kegiatan penelitian
posttest.
HASIL PENELITIAN
1. Keseimbangan postural pada lansia
Tabel 1. Keseimbangan postural pada lansia (pre-test)
Kelompok 1 (BSE) Kelompok 2 (12 BE)
No Resiko jatuh pada lansia
Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase
1 Resiko jatuh rendah 0 0,0% 0 0,0%
2 Resiko jatuh sedang 13 72,2% 12 66,7%
3 Resiko jatuh tinggi 5 27,8% 6 33,3%
Jumlah 18 100% 18 100%
Sumber : Data primer, 2018
Dari hasil pengumpulan data awal penelitian (pretest) didapatkan untuk lansia pada Kelompok 1
(BSE), sebagian besar memiliki resiko jatuh sedang sebanyak 13 responden (72,2%) dan untuk lansia
pada Kelompok 2 (12 BE), sebagian besar memiliki resiko jatuh sedang sebanyak 12 responden
(66,7%).
Tabel 2. Keseimbangan postural pada lansia (post-test)
Kelompok 1 (BSE) Kelompok 2 (12 BE)
No Resiko jatuh pada lansia
Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase
1 Resiko jatuh rendah 0 0,0% 0 0,0%
2 Resiko jatuh sedang 13 72,2% 12 66,7%
3 Resiko jatuh tinggi 5 27,8% 6 33,3%
18 100% 18 100%
Sumber : Data primer, 2018
Dari hasil pengumpulan data penelitian (posttest) didapatkan untuk lansia pada Kelompok 1
(BSE), sebagian besar memiliki resiko jatuh sedang sebanyak 13 responden (72,2%) dan untuk lansia
pada Kelompok 2 (12 BE), sebagian besar memiliki resiko jatuh sedang sebanyak 12 responden
(66,7%).
2. Efektivitas balance strategy exercise terhadap keseimbangan postural pada lansia
Tabel 4. Efektivitas balance strategy exercise terhadap keseimbangan postural pada lansia
Kelompok 1 (BSE) Pre-
test Post-test
Mean 27,111 27,611
Std Deviasi 7,028 6,843
Z -2,065
Asymp Sig (2-tailed) 0,039
Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata (mean) skor BBS sebelum intervensi sebesar 27,11
dengan standar deviasi 7,028. Setelah dilakukan intervensi didapatkan rata-rata (mean) skor BBS
setelah diberikan intervensi BSE (balance strategy exercise) sebesar 27,61 dengan standar deviasi
sebesar 6,843. Dari hasil uji wilcoxon, didapatkan nilai Z sebesar -2,065 dan Asymp Sig (2-tailed)
sebesar 0,039. Karena nilai signifikasi 0,039 < 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian
intervensi BSE (balance strategy exercise) terhadap keseimbangan postural pada lansia
Halaman | 46
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
3. Efektivitas 12 balance exercise terhadap keseimbangan postural pada lansia
Tabel 4. Efektivitas 12 balance exercise terhadap keseimbangan postural pada lansia
Kelompok 2 (12 BE)
Pre-test Post-test
Mean 26,111 27,277
Std Deviasi 5,989 5,757
Z -2,812
Asymp Sig (2-tailed) 0,005
Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata (mean) skor BBS sebelum intervensi sebesar 26,11
dengan standar deviasi sebesar 5,989. Setelah diberikan intervensi 12 balance exercise didapatkan rata-
rata (mean) skor BBS sebesar 27,27 dengan standar deviasi sebesar 5,757. Dari hasil uji wilcoxon,
didapatkan nilai Z sebesar -2,812 dan Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,005. Karena nilai signifikasi
0,005 < 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian intervensi 12 balance exercise
terhadap keseimbangan postural pada lansia
4. Perbedaan efektivitas balance strategy exercise dan 12 balance exercise terhadap keseimbangan
postural pada lansia
Tabel 5 Perbedaan efektivitas balance strategy exercise dan 12 balance exercise terhadap
keseimbangan postural pada lansia
Kelompok 1 (BSE) Kelompok 2 (12 BE)
Pre-test Post-test Pre-test Post-test
Mean 27,111 27,611 26,111 27,277
Std Deviasi 7,028 6,843 5,989 5,757
Z -2,065 -2,812
Asymp Sig (2-tailed) 0,039 0,005
Dari hasil analisa data menggunakan uji wilcoxon didapatkan untuk lansia yang diberikan
intervensi balance strategy exercise didapatkan Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,039 sedangkan untuk
lansia yang diberikan intervensi 12 balance exercise didapatkan Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,005.
Karena nilai Asymp Sig (2-tailed) 0,005 < 0,039 maka dapat disimpulkan bahwa intervensi 12 balance
exercise lebih efektif untuk peningkatan keseimbangan postural pada lansia
Halaman | 47
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
di region intermediet dari substansia grisea Adaptasi neural ini menimbulkan sumasi
medula, beberapa berakhir di neuron penyiar serabut multipel yaitu suatu keadaan
radiks dorsalis, dan berakhir secara langsung di peningkatan jumlah unit motorik yang
neuron-neuron motorik anterior. Neuron berkontraksi secara bersama-sama. Dengan
motorik anterior mengadakan potensial aksi meningkatnya jumlah unit motorik, maka akan
pada terminal saraf (Squire et all, 2008 dalam terjadi peningkatan kekuatan otot (Guiton &
Nugraha et all, 2016) Hall, 2008 dalam Nugraha et all, 2016)
Potensial aksi akan membuka banyak Pelatihan balance strategy exercise,
kanal kalsium dalam membran saraf terminal, terutama ankle dan hip strategy exercise akan
akibatnya konsentrasi ion kalsium di dalam memperbaiki kendala biomekanik
membran terminal meningkat. Peningkatan (biomechanical constraints) berupa peningkatan
konsentrasi ion Ca2+ di dalam membran kekuatan pada otot gastrocnemius, hamstring,
terminal akan meningkatkan laju penggabungan otot-otot ekstensor batang tubuh, tibilias
vesikel asetilkolin dan menimbulkan eksositosis anterior, quadriceps, dan otot abdominal. Otot-
asetilkolin ke dalam ruang sinaps. Kanal otot ini akan menyokong tubuh dan menyangga
asetilkolin yang terbuka memungkinkan ion limit of stability sehingga terjadi kestabilan
positif yang penting seperti natrium (Na+ ), tubuh untuk menggerakkan pusat gravitasi
kalium (K+ ), dan kalsium (Ca2+ ) dapat sejauh mungkin pada arah anteroposterior dan
bergerak mudah melewatinya. Peristiwa ini mediolatera.
akan menciptakan suatu perubahan potensial Respon postural otomatis tubuh dicapai
positif setempat di dalam membran serabut otot ketika melakukan pelatihan stepping strategy
yang disebut potensial end plate dan akan exercise. Pada pelatihan ini, percepatan linear
menimbulkan suatu potensial aksi yang tubuh akan dideteksi oleh organ sensoris
menyebar di sepanjang membran otot. Potensial makula utrikulus yang berperan penting
aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma menentukan orientasi kepala ketika kepala
melepaskan sejumlah besar ion kalsium dan dalam posisi tegak. Di dalam makula utrikulus
ion-ion ini akan menimbulkan kekuatan tarik- terdapat beribu-ribu sel rambut dimana
menarik antara filamen aktin dan miosin dan pangkalnya bersinaps dengan ujung-ujung
menghasilkan proses kontraksi otot. Sistem sensorik saraf vestibular. Ketika terjadi
somatosensoris juga akan memberikan percepatan linear pada pelatihan stepping
feedback ke korteks motorik melalui sistem strategy exercise, pelekatan filamentosa akan
sensorik radiks dorsalis dengan mengatur menarik stereosilia ke arah kinosilium atau
ketepatan kontraksi otot. Sinyal somatosensorik mendorong ke luar badan sel, sehingga ion
ini timbul di kumparan otot, organ tendon otot, positif mengalir ke dalam sel dari cairan
dan reseptor taktil kulit yang menutupi otot dan endolimfatik di sekelilingnya dan menimbulkan
akan menimbulkan positive feedback depolarisasi membran reseptor. Sinyalsinyal
enhancement dengan lebih merangsang yang sesuai dikirimkan melalui nervus
kontraksi otot (Guiton & Hall, 2008 dalam vestibularis ke nuklei vestibular untuk diolah di
Nugraha et all, 2016) . batang otak. Pada sistem ini, batang otak
Neuron berada pada keadaan terfasilitasi menjalarkan sinyal eksitasi yang kuat ke otot-
pada awal pelatihan, yaitu besarnya potensial otot antigravitasi melalui traktus
membran mendekati nilai ambang untuk vestibulospinalis medialis dan lateralis dalam
peletupan daripada keadaan normal tetapi kolumna anterior medula spinalis. Tubuh akan
belum cukup mencapai batas peletupan. merespon pengaktifan otototot antigravitasi
Pelatihan balance strategy exercise yang dengan melakukan feedback gerakan berupa
dilakukan dengan frekuensi tiga kali seminggu koreksi atau proteksi terhadap tubuh akibat
selama lima minggu memberikan efek berupa suatu gangguan atau perubahan landasan
adaptasi neural. Adaptasi neural meliputi tumpu.
sumasi spasial dan sumasi temporal pada sistem Pelatihan stepping strategy exercise juga
saraf. Sumasi spasial diartikan sebagai akan meningkatkan kontrol dinamik yang
penjumlahan potensial postsinaps yang berkaitan dengan gait and locomotion. Lansia
simultan dengan cara mengaktivasi ujung-ujung mengalami peningkatan perubahan posisi ketika
saraf multipel pada daerah membran neuron berjalan dengan landasan tumpu yang lebih
yang luas sedangkan sumasi temporal lebar, fase menumpu yang berlangsung singkat
peningkatan tempo peletupan ujung saraf oleh adanya kekuatan otot yang menurun, serta
presinaptik sehingga dapat meningkatkan fase mengayun yang memendek. Kontrol
potensial efektif postsinaps yang terjadi. dinamik didapatkan dengan mengaktifkan dan
Halaman | 48
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
meningkatkan kekuatan otot-otot yang dengan pelatihan balance strategy exercise.
digunakan saat melangkah, meliputi : otot-otot Sewaktu melakukan pelatihan tersebut, tubuh
panggul (ekstensor, fleksor, abduktor, adduktor, akan meresponnya dengan mengirimkan sinyal
dan rotator), otot-otot lutut (ekstensor dan melalui mekanoreseptor untuk diteruskan ke
fleksor), kaki dan pergelangan kaki, serta otot- girus postsentralis dari korteks serebri dan
otot postural tubuh (m. erector spinae dan m. diolah untuk menghasilkan sinyal motorik ke
rectus abdominis). Pelatihan stepping strategy serabut piramidal dan berakhir di neuron-
exercise memberikan manfaat berupa adaptasi neuron motorik anterior. Neuron motorik
pada peningkatan panjang langkah serta anterior meneruskan potensial aksi sampai
penurunan lebar langkah dan peningkatan akson terminal, sehingga menghasilkan
kecepatan berjalan potensial end plate dan menimbulkan suatu
Peningkatan kontrol dinamik pada potensial aksi yang menyebar di sepanjang
pelatihan balance strategy exercise sesuai membran otot dan terjadilah peristiwa kontraksi
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hyun otot
(2014).8 Penelitian ini menyimpulkan bahwa Pelatihan single limb stance, tandem
pelatihan balance strategy exercise mampu stance, dan body circles dalam 12 balance
memperbaiki panjang langkah lansia pada satu exercise yang dilakukan dengan frekuensi tiga
siklus gait (stride length), meningkatkan kali seminggu selama lima minggu, dapat
panjang langkah kaki yang berbeda (step memberikan efek berupa adaptasi neural berupa
length), serta mempersingkat waktu dalam sumasi spasial dan sumasi temporal pada sistem
melangkah saraf. Adaptasi neural akan menimbulkan
2. Efektivitas 12 balance exercise terhadap sumasi serabut multipel yaitu suatu keadaan
keseimbangan postural pada lansia peningkatan jumlah unit motorik yang
Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata berkontraksi secara bersama-sama. Peningkatan
(mean) skor BBS sebelum intervensi sebesar jumlah unit motorik ini akan meningkatkan
26,11 dengan standar deviasi sebesar 5,989. kekuatan otot. Pelatihan single limb stance,
Setelah diberikan intervensi 12 balance exercise tandem stance, dan body circles meningkatkan
didapatkan rata-rata (mean) skor BBS sebesar kekuatan pada otot gastrocnemius, hamstring,
27,27 dengan standar deviasi sebesar 5,757. otot-otot ekstensor batang tubuh, tibilias
Dari hasil uji wilcoxon, didapatkan nilai Z anterior, quadriceps, dan otot abdominal
sebesar -2,812 dan Asymp Sig (2-tailed) dimana otot-otot ini akan menyokong tubuh dan
sebesar 0,005. Karena nilai signifikasi 0,005 < menyangga limit of stability sehingga terjadi
0,05 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kestabilan tubuh untuk menggerakkan pusat
pemberian intervensi 12 balance exercise gravitasi sejauh mungkin pada arah
terhadap keseimbangan postural pada lansia anteroposterior dan mediolateral (Guiton &
Hasil penelitian ini serupa dengan hasil Hall, 2008 dalam Nugraha et all, 2016)
penelitian yang dilakukan oleh Nugraha et all Respon postural otomatis tubuh dicapai
(2016). Hasil penelitian didapatkan bahwa nilai ketika melakukan pelatihan clock reach, single
keseimbangan dinamis pada kelompok limb stance with arm, balancing wand, dan heel
pelatihan 12 balance exercise saat pre test to toe. Pada pelatihan ini, percepatan linear
didapatkan rerata nilai BBS sebesar 44,21 dan tubuh akan dideteksi oleh organ sensoris
post test mengalami peningkatan rerata menjadi makula utrikulus yang berperan penting
47,21 dengan selisih 3,000. Peningkatan nilai menentukan orientasi kepala ketika kepala
keseimbangan telah diuji secara statistik dengan dalam posisi tegak. Sinyal-sinyal yang sesuai
uji paired sample t-test menunjukkan bahwa dikirimkan melalui nervus vestibularis ke
data memiliki nilai p<0,05 yang berarti bahwa nuklei vestibular untuk diolah di batang otak.
peningkatan nilai keseimbangan dinamis pada Pada sistem ini, batang otak menjalarkan sinyal
kelompok pelatihan 12 balance exercise secara eksitasi yang kuat ke otot-otot antigravitasi
statistik menunjukkan perbedaan yang melalui traktus vestibulospinalis medialis dan
bermakna lateralis dalam kolumna anterior medula
Pelatihan 12 balance exercise spinalis. Tubuh akan meresponnya dengan
mengaktifkan sistem gerakan volunter, respon melakukan feedback gerakan berupa koreksi
postural otomatis, serta gerak refleks tubuh. atau proteksi terhadap tubuh akibat suatu
Pada saat melakukan pelatihan single limb gangguan atau perubahan landasan tumpu
stance, tandem stance, dan body circles, tubuh Pelatihan knee marching, heel to toe, dan
akan meresponnya dengan melakukan gerakan grapevine dalam 12 balance exercise juga
volunter. Mekanisme yang terjadi hampir sama mengaktifkan otot-otot yang berperan dalam
Halaman | 49
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
gerakan melangkah pada lansia. Pelatihan ini Pelatihan stepping exercise dalam 12 balance
berhubungan erat dengan konsep gait and exercise, akan mengaktifkan fungsi
locomotion serta bertujuan untuk meningkatkan vestibuloserebelum yang berperan menghitung
kontrol dinamik. Pelatihan yang dilakukan kecepatan gerakan selanjutnya dan pada arah
selama tiga kali dalam lima minggu apa berbagai bagian tubuh akan berada selama
memberikan efek berupa peningkatan kekuatan beberapa milidetik yang akan datang. Hasil
otot pada otot-otot yang digunakan untuk penghitungan ini adalah kunci untuk kemajuan
melangkah, diantaranya otot-otot panggul otak bagi urutan gerak selanjutnya. Selama
(ekstensor, fleksor, abduktor, adduktor, dan pengaturan keseimbangan diperkirakan bahwa
rotator), otot-otot lutut (ekstensor dan fleksor), informasi yang berasal dari bagian perifer tubuh
kaki dan pergelangan kaki, serta otot-otot maupun apparatus vestibular digunakan oleh
postural tubuh (m. erector spinae dan m. rectus sirkuit pengaturan umpan balik yang khusus
abdominis) (Wiiliem et all, 1996 dalam guna menyediakan koreksi antisipasi sinyal
Nugraha et all, 2016). motorik. Koreksi antisipasi mengaktifkan
Pelatihan eye tracking, dynamic walking feedforward mechanism untuk koreksi sikap
dan stepping exercise pada 12 balance exercise yang diperlukan dalam menjaga keseimbangan
akan membentuk sistem integrasi sensoris dan sewaktu ada gerakan yang sangat cepat,
pengaktifan sistem feedforward pada strategi termasuk perubahan arah gerakan yang cepat
gerakan dengan menggunakan respon postural Integrasi sensoris pada pelatihan 12
otomatis dimana efek dari pelatihan ini tidak balance exercise dicapai melalui pelatihan eye
dimiliki oleh Balance Strategy Exercise tracking, dynamic walking, dan stepping
Pelatihan dynamic walking akan memberikan exercise. Pada saat melakukan pelatihan eye
informasi kepada kanalis semisirkularis terkait tracking dan stepping exercise akan
perubahan posisi kepala. Pada kanalis mengaktifkan vestibuloocular reflex. 7
semisirkularis cairan akan mengalir dari kanalis Pelatihan dynamic walking juga menimbulkan
menuju ampula yang selanjutnya membelokkan eksitasi pada apparatus vestibular dalam hal ini
kupula ke salah satu sisi. Peristiwa ini kanalis semisirkularis. Pelatihan stepping
menyebabkan terjadinya depolarisasi selsel exercise memberikan tambahan informasi pada
rambut dan sinyal-sinyal yang sesuai somatosensoris tubuh, sehingga tercapailah
dikirimkan melalui nervus vestibularis untuk konsep integrasi sensoris dalam hal menjaga
memberitahu sistem saraf pusat mengenai keseimbangan dinamis, yaitu: integrasi antara
perubahan perpuataran kepala dan kecepatan sistem visual, vestibular, dan somatosensoris.
perubahan kepala Pengoptimalan fungsi integrasi sensoris dan
Sinyal diteruskan ke traktus juga sensory reweighting pada pelatihan dengan
vestibuloserebelar dan dijalarkan menuju lobus menggunakan tantangan saat dynamic walking
flokulonodular dan nukleus fastigial serebelum memberikan adaptasi pada sistem sensoris
untuk dibawa ke region pontin batang otak. untuk membagi informasi tersebut. Mekanisme
Sinyal akan diolah menjadi sinyal motorik yang terjadi dengan meningkatkan bobot
melalui traktus retikulospinal pontin dan traktus sensorik untuk vestibular dan informasi visual
vestibulospinalis medialis dan lateralis dalam serta mengurangi ketergantungan masukan
kolumna anterior medula spinalis dengan somatosensori untuk orientasi postural (Hu dan
mengaktifkan otot-otot antigravitasi, yaitu: otot Wollacott, 1994 dalam Nugraha et all, 2016)
kolumna vertebra dan otot ekstensor batang Pelatihan 12 balance exercise
tubuh meningkatkan keseimbangan dinamis lansia
Sistem vestibuloserebelum (otak kecil) melalui mekanisme peningkatan kekuatan otot
berguna untuk mengatur keseimbangan antara postural yang menciptakan perbaikan pada limit
kontraksi otot agonis dan otot antagonis pada of stability, respon otomatis postural melalui
punggung, pinggul, dan bahu sewaktu posisi mekanisme feedback gerakan yaitu protektif
tubuh berubah cepat seperti yang diperlukan dan korektif, meningkatkan kontrol dinamik,
oleh apparatus vestibular. Salah satu masalah mengaktifkan sistem feedforward pada strategi
utama dalam pengaturan keseimbangan adalah gerakan, serta tercapai integrasi sensoris berupa
jumlah waktu yang diperlukan untuk sensory strategies dan sensory re-weighting.
menjalarkan sinyal posisi dan kecepatan sinyal Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
gerakan dari berbagai bagian tubuh ke otak. oleh Wolf et al. (2001 dalam Nugraha et all,
Oleh karena itu, sangat penting untuk otak 2016) yang menyatakan bahwa pelatihan 12
mengetahui kapan harus menghentikan gerakan Balance Exercise dengan frekuensi 3 kali
dan membentuk urutan gerakan selanjutnya. seminggu selama 5 minggu efektif dalam
Halaman | 50
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
meningkatkan keseimbangan dinamis pada strategi gerakan serta meningkatkan strategi
lansia setelah dievaluasi dengan menggunakan sensoris berupa integrasi sensoris dan sensory
Berg Balance Scale. Hal ini dikarenakan re-weighting (Squire et all, 2008 dalam
pelatihan 12 balance exercise mampu Nugraha et all, 2016)
mengoptimalkan interaksi sensoris antara Sistem vestibuloserebelum (otak kecil)
sistem visual, vestibular, dan somatosensoris berguna untuk mengatur keseimbangan antara
pada lansia usia 65 – 90 tahun kontraksi otot agonis dan otot antagonis pada
3. Perbedaan efektivitas balance strategy exercise punggung, panggul, dan bahu sewaktu posisi
dan 12 balance exercise terhadap keseimbangan tubuh berubah cepat seperti yang diperlukan
postural pada lansia oleh apparatus vestibular. Pada pelatihan
Dari hasil analisa data menggunakan uji stepping exercise dalam 12 balance exercise
wilcoxon didapatkan untuk lansia yang akan mengaktifkan fungsi vestibuloserebelum
diberikan intervensi balance strategy exercise yang berperan menghitung kecepatan gerakan
didapatkan Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,039 selanjutnya dan pada arah apa berbagai bagian
sedangkan untuk lansia yang diberikan tubuh akan berada selama beberapa milidetik
intervensi 12 balance exercise didapatkan yang akan datang. Hasil penghitungan ini
Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,005. Karena adalah kunci untuk kemajuan otak bagi urutan
nilai Asymp Sig (2-tailed) 0,005 < 0,039 maka gerak selanjutnya. Selama pengaturan
dapat disimpulkan bahwa intervensi 12 balance keseimbangan diperkirakan bahwa informasi
exercise lebih efektif untuk peningkatan yang berasal dari bagian perifer tubuh maupun
keseimbangan postural pada lansia apparatus vestibular digunakan oleh sirkuit
Hasil penelitian ini serupa dengan hasil pengaturan umpan balik yang khusus guna
penelitian yang dilakukan oleh Nugraha et all menyediakan koreksi antisipasi sinyal motorik.
(2016). Hasil penelitian didapatkan bahwa Koreksi antisipasi mengaktifkan feedforward
rerata selisih nilai sebelum dan setelah mechanism untuk koreksi sikap yang
pelatihan pada kelompok kontrol dengan diperlukan dalam menjaga keseimbangan
pelatihan balance strategy exercise yaitu 45,43 sewaktu ada gerakan yang sangat cepat,
dan rerata selisih nilai sebelum dan setelah termasuk perubahan arah gerakan yang cepat.
pelatihan pada kelompok perlakuan dengan Integrasi sensoris pada pelatihan 12
pelatihan 12 balance exercise yaitu 47,21. Uji balance exercise dicapai melalui pelatihan eye
beda independent sample t-test menunjukkan tracking, dynamic walking, dan stepping
selisih p=0,000 dimana p<0,05 maka dapat exercise. Pada saat melakukan pelatihan eye
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan tracking dan stepping exercise akan
antara kelompok kontrol dengan kelompok mengaktifkan vestibuloocular reflex. Pelatihan
perlakuan terhadap peningkatan keseimbangan stepping exercise juga menimbulkan eksitasi
dinamis lansia. Persentase peningkatan rerata pada apparatus vestibular dalam hal ini kanalis
perubahan nilai keseimbangan dinamis pada semisirkularis, dan dynamic walking
kelompok perlakuan yaitu 6,78 % lebih besar memberikan tambahan informasi pada
daripada kelompok kontrol yaitu 2,58 %. somatosensoris tubuh, sehingga tercapailah
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep integrasi sensoris dalam hal menjaga
pelatihan 12 balance exercise lebih baik keseimbangan dinamis, yaitu: integrasi antara
daripada balance strategy exercise dalam sistem visual, vestibular, dan somatosensoris
meningkatkan keseimbangan dinamis pada (Hu dan Wollacott. 1994 dalam Nugraha et all,
lansia 2016 ). Pengoptimalan fungsi integrasi sensoris
Pelatihan balance strategy exercise dan dan juga sensory re-weighting pada pelatihan
pelatihan 12 balance exercise memiliki dengan menggunakan tantangan saat dynamic
kesamaan mekanisme dalam meningkatkan walking memberikan adaptasi pada sistem
keseimbangan dinamis pada lansia dengan sensoris untuk membagi informasi tersebut
mempertahankan limit of stability, dengan meningkatkan bobot sensorik untuk
mengaktifkan sistem feedback pada movement vestibular dan informasi visual serta
strategies, serta meningkatkan dynamic mengurangi ketergantungan masukan
stability. Pelatihan 12 balance exercise somatosensori untuk orientasi postural (Peterka,
memiliki kelebihan dalam meningkatkan 2002 dalam Nugraha et all, 2016)
keseimbangan dinamis sehingga menjadikan
pelatihan ini lebih efektif daripada balance
strategy exercise. Pelatihan 12 balance exercise
mengaktifkan mekanisme feedforward pada
Halaman | 51
Jurnal Keperawatan, Vol 12, No 1, Januari 2019
KESIMPULAN human movement in health and disease.
1. Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins.
(mean) skor BBS sebelum intervensi sebesar 217-246
27,11 dengan standar deviasi 7,028. Setelah Delitto A, (2003). The Link Between Balance
dilakukan intervensi didapatkan rata-rata Confidence and Falling. Physical Therapy
(mean) skor BBS setelah diberikan intervensi Research That Benefits You, American
BSE (balance strategy exercise) sebesar 27,61 Physical Therapy Association: 9-11
dengan standar deviasi sebesar 6,843. Dari hasil Fatimah, M.S., Puruhita, N. (2010). Gizi pada
uji wilcoxon, didapatkan nilai Z sebesar -2,065 lansia. Dalam: Martono H, Pranaka K. Buku
dan Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,039. Karena ajar Boedhi-Darmojo: geriatri (ilmu
nilai signifikasi 0,039 < 0,05 dapat disimpulkan kesehatan usia lanjut). Jakarta
bahwa ada pengaruh pemberian intervensi BSE Huxham FE, Goldie PA and Patla AE, (2001).
(balance strategy exercise) terhadap Theoretical considerations in balance
keseimbangan postural pada lansia Assessment. Australian Journal of
2. Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata Physiotherapy 47: 89-100
(mean) skor BBS sebelum intervensi sebesar Nugraha, M. H. S., & KEBUDAYAAN, K. P. D.
26,11 dengan standar deviasi sebesar 5,989. (2016). Pelatihan 12 Balance Exercise Lebih
Setelah diberikan intervensi 12 balance exercise Meningkatkan Keseimbangan Dinamis
didapatkan rata-rata (mean) skor BBS sebesar Daripada Balance Strategy Exercise Pada
27,27 dengan standar deviasi sebesar 5,757. Lansia Di Banjar Bumi Shanti, Desa Dauh
Dari hasil uji wilcoxon, didapatkan nilai Z Puri Kelod, Kecamatan Denpasar
sebesar -2,812 dan Asymp Sig (2-tailed) Barat. Majalah Ilmiah Fisioterapi
sebesar 0,005. Karena nilai signifikasi 0,005 < Indonesia, 1(1).
0,05 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik &
pemberian intervensi 12 balance exercise Geriatric. Jakarta : EGC
terhadap keseimbangan postural pada lansia Pudjiastuti. (2003). Fisioterapi Pada Lansia.
3. Dari hasil analisa data menggunakan uji Jakarta : EGC
wilcoxon didapatkan untuk lansia yang Riemann, B.L. & Lephart, S.M. (2002). The
diberikan intervensi balance strategy exercise sensorimotor system, part I: the physiologic
didapatkan Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,039 basis of functional joint stability. Journal of
sedangkan untuk lansia yang diberikan Athletic Training, 37(1); 71-79
intervensi 12 balance exercise didapatkan Schrift, Doug. (2015). 12 Best Elderly Balance
Asymp Sig (2-tailed) sebesar 0,005. Karena Exercises For Seniors to Help Prevent Falls.
nilai Asymp Sig (2-tailed) 0,005 < 0,039 maka Diakses dari : https://eldergym.com/elderly-
dapat disimpulkan bahwa intervensi 12 balance balance.html
exercise lebih efektif untuk peningkatan Shier D, Butler, J., & Lewis, R, (2004). Somatic
keseimbangan postural pada lansia and Special Senses. Hole’s Human Anatomy
and physiology. 10th ed. New York: The
REFERENSI McGraw-Hill Companies, Inc. 421-466
Watson M A, and Black F A, (2008). The Human
Abrahamova D & Hlavacka F. (2008). Age-Related Balance System, A Complex Coordination
Changes of Human Balance during Quiet Of Central And Peripheral Systems By The
Stance: Slovakia . Physiological Research: Vestibular Disorders Association
57:957-964 Willis Jr W D, (2007). The somatosensory system,
Batson G, (2009). Update On Proprioception with emphasis on structures important for
Considerations For Dance Education. pain. Department of Neuroscience and Cell
Journal Of Dance Medicine And Science. Biology, University of Texas Medical
Volume 13, number 2; 2009 Branch, 301 University Blvd., Galveston,
Brown, S.P., Miller, W.C., & Eason, J.M, (2006). TX 77555-1069, USA. Brain Research
Neuroanatomy and Neuromuscular Control Reviews 55 (2007) 297–313
of Movement. Exercise physiology: Basis of
Halaman | 52
GASTER Vol. XVI No. 1 Februari 2018
Rini Widarti
Eddy Triyono
Stikes ‘Aisyiyah Surakarta
aoigerry@gmail.com
ABSTRAK
Latar Belakang: Salah satu permasalahan yang dialami lansia adalah penurunan keseimbangan dinamis
yang dapat mengakibatkan resiko jatuh sehingga dibutuhkan latihan untuk menanggulangi hal tersebut
salah satunya menggunakan ankle strategy exercise. Ankle strategy exercise adalah latihan yang sederhana
dapat dilakukan dimana saja dengan harapan lansia tetap aktif dalam hidupnya. Tujuan Penelitian:
Mengetahui manfaat ankle strategy exercise terhadap keseimbangan dinamis. Metode Penelitian: Semua
responden sebelum melakukan ankle strategy exercise dites keseimbangan dinamisnya menggunakan
Time Up and Go Test (TUG) pada minggu pertama dan akhir minggu ke empat setelah dilakukan ankle
strategy exercise. Hasil: Ankle strategy exercise memiliki manfaat terhadap keseimbangan dinamis pada
lansia dengan nilai signifikansi (2-tailed) 0,000. Kesimpulan: Ada manfaat ankle strategy exercise
terhadap keseimbangan dinamis
ABSTRAK
Background: One of the problems experienced by the elderly people is a decrease in dynamic balance that
can lead to the risk of falling so it takes practice to overcome it one of them using ankle strategy exercise.
Ankle strategy exercise is a simple exercise can be done anywhere in the hope that the elderly remain
active in life. The purpose of: To know the benefits of ankle strategy exercise to dynamic equilibrium.
Methods: All respondents prior to the ankle strategy exercise tested their dynamic balance using Time
Up and Go Test (TUG) in the first and fourth weeks after ankle strategy exercise. Results: Ankle strategy
exercise has the advantage of dynamic balance in the elderly people with the significance value (2-tailed)
0,000. Conclusion: There is ankle strategy exercise benefit to dynamic equilibrium
laki-laki berjumlah 9,47 juta lansia (United fungsi fisiologis yang mengakibatkan terjadinya
banyak perubahan yang terjadi pada lansia di tersebut salah satunya penurunan fungsi
masa ini seorang mengalami kemunduran fisik, keseimbangan dan peningkatan resiko jatuh
mental dan sosial secara bertahap (Azizah, (Savira, 2016). Gangguan keseimbangan yang
2011). Penuaan adalah proses alamiah yang sering terjadi pada lansia adalah keseimbangan
akan dialami oleh semua manusia yang dinamis, salah satu upaya untuk mengurangi
resiko jatuh pada lansia dibutuhkan latihan exercise adalah sebagai berikut.
menggunakan Ankle Strategy Exercise. a) Gerakan Ankle strategy exercise kepala
Ankle Strategy Exercise adalah latihan yang maju dan tubuh menyertai pergeseran
dengan harapan lansia dapat menjaga kualitas ankle strategy exercise mengaktivasi
hidupnya, mengurangi resiko jatuh, aktivitas otot gastroknemius, hamstring, dan otot
punggung.
fisik tetap terjaga, lansia tetap semangat
1) Repitisi/set : 15 kali/3set
dan aktif dalam menjalankan kehidupanya
2) Time : 6 menit
baik dimasyarakat umum maupun di dalam
3) Rest : 1 menit/set
kehidupan keluarganya.Oleh karena itu tujuan
4) Frekuensi : 3x seminggu
yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah
b) Gerakan Ankle strategy exercise kepala
untuk mengetahui manfaat Ankle Strategy
mundur dan tubuh menyertai pergeseran.
Exercise terhadap keseimbangan dinamis
Posisi ankle strategy exercise mengaktivasi
pada lansia.
otot tibialis anterior, quadriceps,
m.abdominis.
B. METODE DAN BAHAN 1) Repitisi/set : 15 kali/3set
2) Time : 6 menit
Jenis penelitian ini adalah Quasy
3) Rest : 1 menit/set
Eksperiment dengan desain penelitian one
4) Frekuensi : 3x seminggu
group pre test dan post test without control.
Penelitian ini bertempat di Desa Bugel rt 02
rw 07, Tegal Sari, Weru, Sukoharjo dengan
jumlah responden 32 orang yang sesuai dengan
kriteria penelitian. Responden berjenis kelamin
perempuan berjumlah 17 dan laki laki 15
orang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Mei-Juni 2017 dengan dosis latihan 3 kali
seminggu selama 4 minggu dengan durasi
waktu 15 menit. Bentuk latihan ankle strategy Gambar 1. Ankle Strategy Exercise
Sumber : Shumway dan Emerita, 2013
rata-rata lansia perempuan di dusun teori Abrams dan Berkow (2013) jatuh
bugel Sukoharjo sebagai ibu rumah adalah penyebab kecelakaan yang
tangga yang aktivitas kesehariannya paling sering pada orang yang berusia
Tabel 4. Hasil Pre dan Post Test Keseimbangan Dinamis Menggunakan Time Up and Go Test
TUG Ankle TUG Ankle Strategy Keterangan
pre Strategy Post Exercise
Exercise
F % F %
9.8 1 3.1% 9.4 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
10.7 1 3.1% 10.2 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
11.3 1 3.1% 10.3 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
12.1 1 3.1% 11 10 31.2% Tidak Ada Risiko Jatuh
12.3 1 3.1% 11.1 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
12.4 2 6.2% 11.11 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
12.6 1 3.1% 11.12 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
12.7 2 6.2% 11.2 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
13.1 1 3.1% 11.23 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
13.3 2 6.2% 11.3 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
13.4 1 3.1% 11.4 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
13.6 4 12.5% 11.5 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
13.8 1 3.1% 11.6 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
13.9 1 3.1% 11.7 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
14.3 1 3.1% 11.8 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
14.6 3 9.4% 11.9 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
14.7 2 6.2% 12.1 1 3.1% Tidak Ada Risiko Jatuh
(otot, sendi dan jaringan lunak lain) Sukoharjo sehingga lansia dapat menjaga
yang di modifikasi atau diatur dalam keseimbangan dinamis dan tetap aktif
otak (kontrol motorik, sensorik, basal dalam kegiatan di lingkungan tempat
ganglia, cerebellum, dan area asosiasi) tinggalnya dan depat mengurangi risioko
sebagai respon terhadap perubahan jatuh atau terpeleset.
kondisi ekternal dan internal.
Sehingga untuk mengoptimalkan kerja 2. Bagi Fisioterapi
sistem keseimbangan salah satunya
Menjadi pertimbangan untuk penelitian
dengan meningkatkan kerja sistem
selanjutnya terkait dengan Ankle Strategy
muskuloskeletal (Yuliana, 2014).
Exercise ataupun kegiatan-kegiatan di
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, William B dan Berkow, Robert. 2013. The Merck Manual Geriatrics. Tangrang selatan:
Binarupa Aksara Publisher.
Azizah, Lilik M R. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta : Graha ilmu.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik penduduk lanjut usia. Diakses 9 Maret, 2017, dari http://
www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Penduduk-Lanjut-Usia-2014.pdf
deOliveira, C.B., deMedeiros, I,R., Frota, N.A.F., Greters, M.E., dan Conforto, A.B. 2008.
Balance Control in Hemiparetic Stroke Patients: Main Tools for Evaluation. Journal of
Rehabilition Research and Development, 45(8): 1215-1226.
Jalalin, 2000. “Hasil Latihan Keseimbangan Berdiri Pada Penghuni Panti Wredha
Janaesa. Franck et al. 2013. The Time Up and Go In The Prediction of Falls In Old People
Practicing Physical Exercise. Article The Time Up and Old People Practicing Physical
Exercise. Hal 381-389
Loitz C, Tanya R B, and Cawley John, 2009. Senior Research Associate Alberta Centre for Active
Living Faculty of Physical Education and Recreation. Alberta Survey on Physical Activity:
A Concise Report. Kanada : The Alberta Centre for Active Living;www.centre4activeliving.
ca.
Maryam RM, Sahar J, Nasution Y.2010. Pengaruh Latihan Keseimbangn Fisik Terhadap
Keseimbangan Tubuh Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wilayah PEMDA DKI Jakarta.
Jurnal Keperawatan Profesional Indonesia 2, halaman 9-7.
Noohu MM, Dey AB, Hussain ME. 2014. Relevance of balance measurement tools and balance
training for fall prevention in older adults. Journal of Clinical Gerontology and Geriatrics.
5(2): 31–5.
Rusdiyawan, Adam. 2010. Uji Korelasi Antara Fleksibilitas Trunk dan Keseimbangan Statik
pada Lansia. Skripsi. Fakultas Kesehatan. Poltekkes Surakarta.
Savira, Inggrid. 2016. “Pengaruh Ankle Strategy Exercise Terhadap Keseimbangan Statis Pada
Lanjut Usia di Posyandu dan Panti Wreda”. Skripsi.Fakultas Kedokteran, UMS.
Suhartono. 2005. Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai Aspek Cetakan ke -2. Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka.
Unaited Nations. (2015). World population prospect : The 2015 revision. Di akses 8 Maret 2017,
dari http://esa.un.org/unpd/wpp/publications/files/key findings wpp 2015.pdf
Yuliana, Sri. 2014. Pelatihan Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise Tidak Lebih
Meningkatkan Core Stability Exercise Untuk Meningkatkan Keseimbangan Statis Pada
Mahasiswa S1 Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta. Tesis. Pasca sarjana. Universitas Udayana.
Abstrak
Peningkatan usia harapan hidup (UHH) menyebabkan pertambahan populasi lansia. Populasi lansia tertinggi
di Indonesia berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan persentase sebesar 13,05%. Seiring dengan
peningkatan UHH, lansia mengalami perubahan normal maupun patologis yang berkaitan dengan proses
penuaan dalam berbagai sistem. Perubahan normal terlihat pada sistem muskuloskeletal berupa penurunan
otot secara keseluruhan pada usia 80 tahun (30%-50%). Perubahan patologis seperti rheumatoid arthritis,
osteoarthritis, dan osteoporosis. Perubahan tersebut menyebabkan lansia rentan mengalami hambatan
dalam mobilitas fisik yang dapat diatasi dengan memberikan intervensi berupa latihan range of motion
(ROM). Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan ROM terhadap mobilitas fisik pada lansia di
Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Abiyoso Yogyakarta. Penelitian kualitatif dengan pendekatan
action research. Penelitian dilakukan di BPSTW Unit Abiyoso Yogyakarta dengan jumlah sampel 5 partisipan.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan purposive sampling. Hasil penelitian mobilitas fisik lansia
terdiri dari lima tema yaitu rentang gerak, kekuatan otot, kenyamanan, postur tubuh dan gerakan. Latihan
ROM memberi perubahan pada rentang gerak, kenyamanan dan gerakan tetapi kekuatan otot dan postur
tubuh tidak ada perubahan. Perubahan rentang gerak berupa peningkatan derajat rentang gerak yang
banyak terlihat pada area leher dan kekakuan sendi yang berkurang. Kenyamanan mengalami perubahan
berupa perasaan senang, nyeri yang berkurang, tetapi masalah sesak nafas tidak berkurang. Perubahan
gerakan yang berbeda-beda pada setiap lansia yang terlihat pada cara dan kemampuan berjalan yang lebih
cepat dari sebelumnya, kemampuan motorik halus meningkatkan kenyamanan, dan pengalaman gemetar
yang berkurang. Kesimpulan ada pengaruh sebagian latihan ROM terhadap mobilitas fisik lansia meliputi
peningkatan rentang gerak, kenyamanan dan cara berjalan, sedangkan postur tubuh dan kekuatan otot pada
lansia tidak mengalami perubahan.
Latihan Range of Motion Berpengaruh terhadap Mobilitas Fisik pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha 169
to collect the data from 5 respondents. As the results physical mobility in elderly consists of five themes, namely
range of motion, muscle strength, comfort, posture, and movement. ROM exercises provides changes in
the ROM, comfort, and movement, but no change in the muscle strength and posture. Changes in the range
of motion are found in the increased level of the range of motion which is seen in neck area and in reduced
joint stiffness. Changes in comfort are seen in a feeling of happiness and less pain; yet, shortness of breath
is not reduced. Changes in movement, which are different for every elderly, can be seen in increased gait
speed, increased comfort which is the effect of fine motor skills, and decreased trembling. As conclusion, some
ROM exercises show effects on the physical mobility of the elderly. The effects can be traced from increased
range of motion, comfort, and gait speed. Yet, the elderly’s posture and muscle strength do not experience
any changes.
Info Artikel:
Artikel dikirim pada 21 September 2016
Artikel diterima pada 17 November 2016
DOI : http://dx.doi.org/10.21927/jnki.2016.4(3).169-177
170 Hermina Desiane Hastini Uda, Muflih, Thomas Aquino Erjinyuare Amigo, 2016. JNKI, Vol. 4, No. 3, Tahun 2016, 169-177
isotonik, kekuatan/ketahanan, aerobik, sikap, dan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Walaupun
mengatur posisi tubuh (5–7). Latihan range of motion sudah mengikuti kegiatan yang ada di BPSTW
adalah latihan pergerakan maksimal yang dilakukan Unit Abiyoso Yogyakarta, lansia masih merasakan
oleh sendi (5). Latihan range of motion menjadi salah beberapa gejala yang menjadi karakteristik hambatan
satu bentuk latihan yang berfungsi dalam pemeliharaan dalam melakukan mobilitas fisik dapat dilihat dari
fleksibilitas sendi dan kekuatan otot pada lansia (7). hasil studi pendahuluan. Berdasarkan informasi dari
Terjadi peningkatan fleksibilitas sendi setelah petugas BPSTW Unit Abiyoso Yogyakarta, penelitian
diajarkan latihan berbentuk range of motion selama sebelumnya mengenai latihan range of motion
6 minggu dengan 5x latihan dalam seminggu. belum tersedia. Berdasarkan data yang didapatkan
Peningkatan kecenderungan tulang belakang pada dari hasil studi pendahuluan, dilakukan penelitian
kelompok terlatih ROM sebesar 16,4%, rentang gerak tentang latihan range of motion terhadap mobilitas
sacral/hip 29,2%, dan rentang gerak dada 22,5% fisik lansia di BPSTW Unit Abiyoso Yogyakarta.
dibandingkan dengan kelompok kontrol setelah
periode latihan (8). Berdasarkan penelitian tersebut, BAHAN DAN METODE
latihan range of motion dapat menjadi salah satu Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
intervensi untuk mengatasi masalah pada sendi dan kualitatif dengan pendekatan action research yang
otot, sehingga penelitian tersebut dapat menjadi bertujuan untuk melakukan perubahan pada suatu
acuan dalam memberikan intervensi bagi lansia yang masalah dengan memberikan sebuah intervensi
mengalami hambatan dalam mobilitas fisik. Intervensi atau tindakan yang dipantau oleh peneliti sehingga
tersebut dapat diberikan karena kondisi hambatan hasil dari perubahan tersebut dapat dimanfaatkan
mobilitas fisik juga ditandai dengan penurunan (9). Populasi dalam penelitian yang akan dilakukan
kekuatan otot dan rentang gerak yang merupakan adalah seluruh lansia di Balai Pelayanan Sosial
masalah pada otot dan sendi. Tresna Werdha Unit Abiyoso Yogyakarta dengan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang jumlah populasi yaitu 126 orang. Teknik pengambilan
dilakukan di Balai Pelayanan Sosial Tresna Wredha sampel yang digunakan dalam penelitian adalah
(BPSTW) Unit Abiyoso Yogyakarta pada tanggal purposive sampling.
14 Desember 2015 didapatkan jumlah lansia Partisipan yang diteliti adalah lansia yang
sebesar 126 orang yang bersumber dari petugas memenuhi kriteria berikut ini: bersedia untuk
dan catatan pada setiap ruangan di panti sosial dijadikan partisipan penelitian, berusia di atas 60
tersebut. Hasil wawancara yang dilakukan pada 15 tahun, mengalami hambatan mobilitas fisik, memiliki
orang lansia didapatkan riwayat kesehatan lansia riwayat penyakit osteoporosis, rheumatoid arthritis,
yang berhubungan dengan masalah mobilitas fisik dan osteoarthritis. Kriteria eksklusi dari penelitian
yaitu 3 orang lansia mengatakan memiliki riwayat yang dilakukan yaitu lansia yang memiliki:
osteoporosis, 5 orang lansia memiliki riwayat cedera, gangguan mental, gangguan pendengaran dan
dan 7 orang lansia mengatakan mengalami nyeri penglihatan, dislokasi dan fraktur, lansia yang
serta kekakuan pada sendi sehingga kesulitan dalam memiliki gangguan pada jantung, dan paru. Sampel
melakukan mobilitas fisik. Keluhan yang dirasakan pada penelitian 5 partisipan yang dipilih berdasarkan
lansia berupa kesulitan dalam menggerakkan kriteria yang ditentukan. Validasi data menggunakan
anggota tubuh, berjalan lebih lambat, kesulitan dalam teknik methodological triangulation.
melakukan aktivitas berat, kesulitan bernafas jika
berjalan dan sebagian besar lansia menggunakan
HASIL DAN BAHASAN
alat bantu jalan.
Kegiatan yang terdapat di BPSTW yaitu Setelah melakukan analisis data pada hasil
senam, mendengarkan musik gamelan, menari, penelitian berupa transkip wawancara dan hasil
memuat ketrampilan dan bimbingan rohani. Kegiatan observasi dari lima partisipan, didapatkan 5 tema
di BPSTW Unit Abiyoso Yogyakarta memberikan tentang mobilitas fisik lansia yaitu rentang gerak
manfaat bagi lansia berupa kebugaran fisik dan kekuatan otot, kenyamanan, postur tubuh dan
menurunkan kecemasan serta membantu lansia gerakan.
Latihan Range of Motion Berpengaruh Terhadap Mobilitas Fisik pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha 171
Rentang Gerak Tabel 1. Derajat Perubahan Rentang Gerak
sakitnya. Kan kaku mba kalau udah lemeskan Rotasi 65o 67o
ngga ini ngga sakit” (P1) TJ Fleksi Kanan Kanan 3o
99o 102o
Hasil wawancara di atas menunjukkan setelah Kiri Kiri
dilakukan latihan ROM sebanyak 6 kali untuk 95o 98o
partisipan 1 dan 2 sedangkan 4 kali untuk partisipan Keterangan: B: Bahu, BT: Bagian tubuh, L: leher, Lt: Lutut,
3, 4, 5 sebanyak 4 kali latihan mengalami perubahan P: Partisipan, TJ: Tangan dan jari, TG: Tipe
gerakan, DP: Derajat perubahan
pada kondisi sendi berupa bekurangnya kekakuan
172 Hermina Desiane Hastini Uda, Muflih, Thomas Aquino Erjinyuare Amigo, 2016. JNKI, Vol. 4, No. 3, Tahun 2016, 169-177
pada sendi. Kekakuan sendi tersebut berkurang penurunan kemampuan melakukan aktivitas yang
hanya pada saat partisipan menggerakkan tangannya terlihat pada derajat pergerakan sendi dan kondisi
dan akan muncul lagi pada saat partisipan tidak sendi. Hal tersebut dapat dibuktikan pada derajat
menggerakkan tubuhnya. Hasil wawancara juga rentang gerak lansia pada beberapa bagian tubuh
didukung oleh hasil observasi yang menunjukkan tidak mengalami perubahan setelah diberikan latihan
perubahan pada kondisi sendi sebelum dan setelah ROM dan tidak terdapat perubahan pada kondisi
dilakukan latihan ROM. Tabel 2 merupakan hasil sendi dari partisipan yang tidak aktif melakukan
observasi pada masing-masing partisipan: kegiatan, terdapat deformitas dan pembangkakan
pada sendi.
Tabel 2. Perubahan Kondisi Sendi
Kekuatan Otot
P Setelah Latihan ROM
F Kekakuan Pembengkakan Pergerakan Hasil analisis data menunjukkan bahwa kekuatan
sendi tidak sama otot lansia terdiri dari satu sub tema atau kategori
1 6x Berkurang Tidak ada Sama
yaitu derajat kekuatan otot. Setelah empat hari
2 6x Berkurang Tidak ada Sama
3 4x Berkurang Tidak ada Sama melakukan latihan ROM pada partisipan 3, 4, 5 dan
4 4x Sama Tidak ada Sama enam hari melakukan latihan ROM pada partisipan
5 4x Sama Masih ada Sama 1 dan 2 dengan frekuensi latihan 1 kali dalam sehari
kekuatan otot lansia tidak mengalami peningkatan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada 5 partisipan Hal tersebut sesui dengan hasil observasi pada
yang diteliti mengalami kekakuan sendi dan pergerakan pertemuan pertemuan pertama dan terakhir untuk
yang tidak sama serta terjadi pembengkakan pada masing-masing partisipan sama. Tabel 3 berikut
salah satu partisipan. Masalah pada kondisi sendi merupakan hasil observasi derajat kekuatan otot:
tersebut mengalami perubahan setelah diberikan
Tabel 3. Derajat Perubahan Kekuatan Otot
latihan ROM dengan frekuensi latihan yang berbeda-
beda. Perubahan tersebut terlihat pada partisipan 1, Kekuatan Otot Sebelum Latihan ROM dan
Partisipan
2 dan 3 berupa kekakuan sendi yang berkurang dan Sesudah Latihan ROM
tidak terjadi perubahan pada kondisi sendi partisipan P1, P3, P4, Ekstermitas atas: 4 Ekstremitas atas: 4
P5 Ekstremitas bawah: 4 Ekstremitas bawah: 4
5. Hasil observasi pada Tabel 2 didukung oleh fieldnote P2 Ekstremitas atas: 3 Ekstremitas atas: 3
atau catatan lapangan berikut yang menunjuk Ekstremitas bawah: 3 Ekstremitas bawah: 3
bahwa partisipan 3 dan 5 merupakan partisipan yang
cenderung lebih aktif dalam melakukan kegiatan, Pada penuaan terjadi perubahan berupa
berbeda dengan partisipan 4 yang tidak aktif dalam menurunnya ukuran dan jumlah dari serat otot
melakukan kegiatan. Deformitas juga terdapat pada (atropi) sehingga menyebabkan penurunan stabilitas
pergelangan tangan kiri partisipan 3. dari kekuatan otot (4). Otot harus terus dilatih atau
Rentang gerak merupakan pergerakan penggunaan otot secara terus menerus dapat
maksimal yang dapat dilakukan oleh sendi. Rentang menjaga fungsi dan kekuatannya. Kondisi imobilitas
gerak seseorang dapat diukur dengan melihat kondisi dan tirah baring merupakan penyebab terjadinya
sendi meliputi kekakuan sendi, pembengkakan, nyeri, pengecilan ukuran otot sebagai akibat kehilangan
keterbatasan gerak dan pergerakan yang tidak sama masa dan kekuatan otot (10). Latihan kontraksi otot
(6). Rentang pergerakan sendi berbeda-beda antar isometrik dan isotonik, kekuatan/ketahanan, aerobik,
individu dan ditentukan oleh susunan genetik, pola sikap, dan mengatur posisi tubuh dapat menjadi
perkembangan, penyakit, jumlah aktivitas fisik normal intervensi tambahan yang mendukung latihan ROM
yang dilakukan (5). pada lansia (5–7).
Berdasarkan data hasil observasi, wawancara, Berdasarkan hasil penelitian di BPSTW Unit
catatan lapangan penelitian dan teori yang mendukung Abiyoso Yogyakarta dan teori dapat disimpulkan
menunjukkan bahwa latihan ROM berpengaruh bahwa latihan ROM tidak memberikan perubahan
terhadap mobilitas fisik lansia yang ditandai dengan pada kekuatan otot disebabkan pada penuaan terjadi
perubahan pada rentang gerak. Perubahan rentang atrofi otot sehingga latihan ROM tidak dapat menjadi
gerak pada tiap lansia berbeda-beda serta dipengaruhi intervensi tunggal untuk menangani penurunan
oleh penuaan, perubahan pada kondisi sendi, dan kekuatan otot pada lansia. Latihan ROM harus juga
Latihan Range of Motion Berpengaruh Terhadap Mobilitas Fisik pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha 173
disertai dengan intervensi lainnya dengan pengaturan wawancara menunjukkan bahwa latihan ROM
waktu latihan yang teratur dan penambahan aktivitas dapat menjadi salah satu latihan untuk mengalihkan
sehari-hari juga dapat membantu meningkatkan perasaan lansia dari keadaan yang jenuh berubah
kekuatan otot lansia. menjadi menyenangkan. Berdasarkan hasil penelitian
Intervensi ROM dapat meningkatkan rentang pada 5 partisipan menunjukkan bahwa latihan ROM
gerak sendi di bahu dan pergelangan tetapi tidak dapat menjadi salah satu bentuk intervensi untuk
memberikan efek pada sendi siku serta tidak terdapat mengalihkan pengalaman nyeri pada lansia. Latihan
perbedaan yang signifikan dari kekuatan atau ROM juga didukung oleh pengobatan yang teratur
kelenturan otot antara kelompok (11). untuk mengurangi nyeri yang dirasakan lansia. Hasil
lain dari kenyamanan yaitu tidak ada perubahan pada
Kenyamanan keluhan sesak nafas partisipan. Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh riwayat kesehatan dari partisipan
Hasil analisis data menununjukkan bahwa
yaitu asma. Hasil wawancara dan catatan lapangan
kenyamanan terdiri dari 4 sub tema atau kategori
juga menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan juga
yaitu: perasaan, kecemasan, nyeri dan sesak dipengaruhi oleh lingkungan, riwayat jatuh dan riwayat
nafas. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan fraktur yang menyebabkan gangguan rasa nyaman
bahwa partisipan memiliki tingkat kenyamanan saat melakukan mobilitas fisik.
yang sama berkaitan dengan kemampuan lansia Kenyamanan merupakan salah satu kebutuhan
dalam melakukan mobilitas fisik. Setelah empat hari dasar yang juga dapat meningkatkan mobilitas fisik
melakukan latihan ROM dilakukan evaluasi mengenai seseorang. Kenyamanan dapat diidentifikasi pada
perasaan partisipan. Berikut ini penyataan partisipan empat hal yaitu: fisik (berhubungan dengan sensasi
3, 4, dan 5: tubuh), sosial (hubungan interpersonal, keluarga dan
sosial), psikospiritual (harga diri, seksualitas dan
“ya, nyaman, mungkin urat pada kedudut-dudut
makna hidup), dan lingkungan (pengalaman eksternal)
gitu ya, ketarik-ketarik hahahaha saya ngomong
(6). Salah satu penatalaksanaan nonfarmakologi
agak campur aduk. Ya lebih enakan.(tersenyum
selama latihan)” (P3) pada nyeri yaitu aktivitas distraksi. Distraksi dapat
menjauhkan perhatian dan mengurangi persepsi
“ ya seneng bisa gerak hanya ini takut (sambil
terhadap rasa nyeri serta dalam beberapa keadaan
memegang dada) sakit ini ikut sesak hahaha” (P4)
distraksi dapat membuat klien benar-benar tidak
“ ya, senang, nyaman, soalnya saya biasa
menyadari rasa nyeri dengan memfokuskan
olah raga itu. Oh ngga ada rasa takut malah enak,
bisa melancarkan darah” (P5) perhatian dan konsentrasi pada stimulasi yang lain
(5,6).
Hasil wawancara menunjukkan bahwa Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan
latihan ROM dapat menimbulkan perasaan yang bahwa latihan ROM dapat menjadi salah satu
menyenangkan bagi lansia dan mengalihkan bentuk distraksi atau pengalihan dari kondisi
pikiran lansia dari hal-hal yang dapat mengganggu ketidaknyamanan lansia. Latihan ROM juga harus
k emampuanny a melak ukan mobilitas fisik. disertai dengan pemberian obat-obatan untuk
Setelah pertemuan keenam, partisipan 1 dan 2 beberapa lansia dengan masalah kesehatan tertentu.
mengungkapkan bahwa nyeri berkurang. Berikut Lingkungan dan riwayat penyakit dahulu juga
pernyataan partisipan: merupakan beberapa faktor yang memengaruhi
keefektifan dari pemberian latihan ROM.
“ya, nyeri-nyerinya udah banyak berkurang.
Pertama sering dilatih senam, kedua ya ada
obatnya kan” (P1) Postur Tubuh
Hasil penelitian yang dilakukan pada 5 partisipan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan menunjukkan kelainan pada postur tubuh yang
ROM memengaruhi tingkat kenyamanan lansia sesuai diobservasi selama partisipan berdiri dan duduk.
dengan pernyataan partisipan yang memperlihatkan Hasil observasi pada pertemuan pertama ditunjukkan
perubahan pada respon perasaan dan nyeri. Hasil Tabel 4.
174 Hermina Desiane Hastini Uda, Muflih, Thomas Aquino Erjinyuare Amigo, 2016. JNKI, Vol. 4, No. 3, Tahun 2016, 169-177
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang
Tabel 4. Perubahan Postur Tubuh
mendukung dapat disimpulkan bahwa latihan ROM
Partisipan Postur Tubuh Sebelum dan tidak berpengaruh pada peningkatan postur tubuh.
Sesudah Latihan ROM
Hal tersebut disebabkan perubahan pada tulang
P1, P3 Berdiri: punggung membungkuk, kaki
terbuka lebar dan kepala akibat penuaan dan latihan ROM yang dilakukan juga
condong kedepan tidak teratur dan tindakan hanya menggerakkan tubuh
Duduk: punggung membungkuk, kepala tanpa melakukan sebuah perpindahan serta untuk
condong ke depan
pemenuhan kebutuhan nutrisi pada lansia sering
P2 Berdiri: menggunakan alat bantu
jalan, punggung atau bahu tidak terpenuhi sebagai akibat dari penurunan fungsi
membungkuk dari berbagai sisitem tubuh. Kesimpulan ini dapat
Duduk: punggung membungkuk diperkuat oleh hasil penelitian yang mengatakan
P4 Berdiri: punggung membungkuk, kaki
bahwa analisis parameter karakteristik kemiringan
terbuka lebar dan kepala
condong kedepan serta tidak individu terdapat hasil yang bervariasi antara
mampu berdiri terlalu lama dan kelompok usia yang berbeda. Sudut tubuh terbukti
menggunakan satu kaki mengalami peningkatan dengan usia. Kejadian
Duduk: punggung membungkuk, kepala
condong ke depan kifosis toraks meningkat dengan usia. Peningkatan
P5 Berdiri: punggung membungkuk, kaki asimetris tersebut menunjukkan secara signifikan
terbuka lebar dan kepala bahwa sudut kifosis toraks lebih tinggi dari garis bahu
condong kedepan serta tidak
dan perbedaan ketinggian sudut bahu terendah pada
mampu berdiri menggunakan
satu kaki pengukuran kelompok wanita yang lebih tua (13).
Duduk: punggung membungkuk, kepala
condong ke depan Gerakan
Berdasarkan hasil analisis data pada 5
Tabel 4 menunjukkan bahwa setelah melakukan partisipan, gerakan lansia terbagi menjadi 5 sub tema
latihan ROM selama 6 hari dengan frekuensi latihan atau kategori yaitu: cara dan kemampuan berjalan,
satu kali dalam sehari pada partisipan 1 dan 2 ternyata kemampuan motorik halus, kemampuan motorik
tidak memberikan perubahan pada postur tubuh kasar, gemetar dan kemampuan berpindah. Keenam
lansia. Partisipan 3, 4, dan 5 juga mengalami komponen yang menjadi sub tema dari gerakan
hal serupa setelah 4 kali latihan yaitu postur tubuh merupakan fungsi tubuh yang melibatkan 4 bagian
tidak mengalami perubahan atau sama dengan dasar yang saling berhubungan. Perubahan pada
kondisi saat pertemuan pertama. cara dan kemampuan berjalan juga ditunjukkan oleh
Postur tubuh mengacu pada posisi sendi dan otot partisipan 1 dan 2 pada pertemuan keenam. Berikut
yang dapat meningkatkan keseimbangan dan fungsi pernyataan partisipan:
maksimal tubuh selama berdiri, duduk, dan berbaring.
Kelainan postur dapat mengganggu kesejajaran dan “ ya berubah, tadinya kan kalau jalan dari sini
mobilisasi dari tubuh (6). Pada tingkat perkembangan ke poli aja udah sininya (memegang bahu)
lansia terjadi penurunan pada postur tubuh berupa kayaknya udah bungkuk gitu ya sekarang udah
ngga begitu. Kalau saya kira agak lebih cepetan
postur yang menekuk dan penurunan pada tulang
dikit mba tapi cuman dikit soalnya ngga tiap hari
belakang dada (kifosis). Tindakan yang dapat ya dilatih sama mbae” (P1)
dilakukan pada perubahan postur tersebut yaitu olah
raga teratur, pemeliharaan berat badan, kebutuhan “ yo lurus biasa, pake ini (menunjuk kruk)” (P2)
nutrisi yang tinggi protein, kalsium dan vitamin D,
serta berpindah (12). Lansia mengalami perubahan Hasil wawancara menununjukkan bahwa
pada proses pembentukan tulang yang disebabkan kamampuan motorik halus lansia terdiri dari
peningkatan resorbsi tulang yang merupakan kerja kemampuan berpakaian atau menyisir rambut, dan
dari osteoklas dan gangguan regulasi osteoblas melakukan kesenian atau ketrampilan. Hal tersebut
yang berfungsi dalam pembentukan tulang baru. Hal berdasarkan pernyataan dari partisipan berikut:
tersebut menyebabkan pengapuran atau kepadatan
“sendiri (berpakaian atau menyisir rambut)” (P1)
tulang berkurang (4).
Latihan Range of Motion Berpengaruh Terhadap Mobilitas Fisik pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha 175
“saya punya ketrampilan ini kerajinan yah, total ketinggian aktif yang lebih besar pada semua
saya dari kecil memang hobi sama kerajinan pengukuran diwaktu tertentu untuk kelompok yang
tangan itu merajut, menyulam kristik itu saya dipercepat (14). Hasil penelitian tersebut dapat
bisa semua sambilin jahit mesin itu juga bisa.
dikaitkan dengan hasil penelitian di BPSTW Unit
Ini teman-teman kalau ngejahit minta tolong
saya.” (P3) Abiyso Yogyakarta ditunjukkan dengan semakin
meningkatnya rentang gerak maka kemampuan
“kalau gini terasa sakit to (memperagakan ketika
melakukan pergerakan juga akan mengalami
membuka baju, tangan terasa sakit). Iyah dikiri
ini yang sakit, saya ginikan (memperagakan peningkatan.
melepas baju) nanti lepas ginikan terasa sakit.”
(P4) SIMPULAN DAN SARAN
“anu kegiatan yang bisa menyenangkan hati, Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
badan olah raga apa senam sama apa-apa serta uraian dari bab-bab sebelumnya maka dapat
ada kegiatan menyanyi-menyanyi, joget-joget, disimpulkan setelah latihan ROM 6 kali untuk
karawitan, satilan, joget satilan itu”(P5)
partisipan 1, 2 dan 4 kali untuk partisipan 3, 4,
5 menunjukkan bahwa ada pengaruh sebagian
Setelah melakukan latihan 6 kali P1 menunjukkan
dari latihan ROM terhadap mobilitas fisik lansia
bahwa masih mengalami gemetar saat menggerakkan
di BPSTW Unit Abiyoso Yogyakarta. Peningkatan
tangan terlalu lama. Hal tersebut sesuai dengan
rentang gerak terjadi pada bagian leher, siku,
pernyataan berikut: pergelangan tangan, tangan dan jari serta lutut.
Serta berkurangnya kekakuan sendi. Kekuatan
“ngga gemetar” (P1, P2)
(tangan gemetar saat diangkat terlalu lama) otot terdiri dari satu kategori yaitu derajat kekuatan
otot. Kekuatan otot lansia di BPSTW Unit Abiyoso
Berdasarkan data hasil penelitian pada masing- Yogyakarta tidak mengalami peningkatan. Latihan
masing sub tema dari gerakan dapat disimpulkan ROM dapat meningkatkan perasaan senang, nyeri
bahwa latihan ROM memberikan perubahan pada berkurang. Latihan ROM tidak berpengaruh pada
kemampuan lansia dalam melakukan pergerakan. masalah sesak nafas dan kecemasan lansia. Latihan
Perubahan yang dirasakan hanya sedikit dan ROM memberikan sedikit perubahan pada cara dan
berbeda-beda pada setiap lansia. Perubahan tersebut kemampuan berjalan lansia tetapi tidak memberikan
dapat terlihat pada cara dan kemampuan berjalan, perubahan pada lansia dengan keluhan sesak nafas.
kemampuan motorik halus, dan pengalaman gemetar. Postur tubuh (berdiri, duduk) dan kekuatan otot tidak
Pergerakan dan koordinasi tubuh dipengaruhi oleh mengalami perubahan.
sistem skeletal, otot dan saraf untuk menghasilkan Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti
pergerakan yang seimbang halus dan terarah (5). memberikan rekomendasi kepada petugas kesehatan
Gaya berjalan merupakan bagian dari pergerakan di BPSTW Unit Abiyoso Yogyakarta untuk membuat
yang perlu dikaji untuk menentukan mobilitas rencana program kegiatan latihan ROM agar dimasukkan
seseorang (6). Gerakan dipengaruhi pertumbuhan ke dalam intervensi keperawatan bagi lansia yang
dan perkembangan, kesehatan fisik dan mental, gaya mengalami masalah gangguan mobilitas fisik.
hidup, kelemahan dan stress serta faktor lingkungan
RUJUKAN
(2,5).
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang 1. WHO. World Health Statistics 2014: Large Gains
mendukung dapat disimpulkan bahwa latihan ROM in Life Expectancy [Internet]. 2015 [cited 2015
dapat memengaruhi perubahan gerakan pada Nov 23]. Available from: http://www.who.int/
lansia. Perubahan yang terjadi pada lansia tersebut mediacentre/news/releases/2014/world-health-
berbeda-beda sebagai akibat dari faktor-faktor yang statistics-2014/en/
memengaruhi dari kondisi lansia itu sendiri. Hal 2. Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut
tersebut dapat didukung oleh hasil penelitian yang Usia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2015.
mengatakan bahwa rentang gerak aktif untuk semua 3. Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
pengukuran meningkat diseluruh mingg, tidak ada Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun
perbedaan antara kelompok dengan pengecualian 2013. Yogyakarta: Dinas Kesehatan DIY; 2013.
176 Hermina Desiane Hastini Uda, Muflih, Thomas Aquino Erjinyuare Amigo, 2016. JNKI, Vol. 4, No. 3, Tahun 2016, 169-177
4. Miller CA. Nursing For Wellness in Older Adults. 6th 11. Shin DS, Song R, Shin EK, Seo SJ, Park JE, Han SY,
ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2012. et al. [Effects of passive upper arm exercise on range
5. Kozier B, Erb G. Buku Ajar Fundamental of motion, muscle strength, and muscle spasticity in
Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. hemiplegic patients with cerebral vascular disease].
Jakarta: EGC; 2010. J Korean Acad Nurs [Internet]. 2012 Dec [cited 2016
6. Potter PA, Perry AG. Buku Ajar Fundamental Jun 22];42(6):783–90. Available from: http://www.
Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. 4th ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23364033.
ed. Jakarta: EGC; 2005. 12. Taylor CR, Lillis C, Lemone P, Lynn P. Fundamental
7. Stanley M, Beare PG. Buku Ajar Keperawatan of Nursing: The Art and Science of Nursing care.
Gerontik. Jakarta: EGC; 2006. 7th ed. China: Wolters Kluwer Health; 2011.
8. Battaglia G, Bellafiore M, Caramazza G, Paoli A, 13. Drzał-Grabiec J, Snela S, Rykała J, Podgórska J,
Bianco A, Palma A. Changes in spinal range of Banaś A. Changes in the body posture of women
motion after a flexibility training program in elderly occurring with age. BMC Geriatr [Internet]. 2013
women. Clin Interv Aging [Internet]. 2014 Apr Oct 12 [cited 2016 Jun 13];13:108. Available from:
[cited 2015 Nov 29];653. Available from: https:// http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24119004.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3990364/ 14. Düzgün İ, Baltacı G, Turgut E, Atay OA. Effects
pdf/cia-9-653.pdf. of slow and accelerated rehabilitation protocols
9. Moleong LJ. Metodologi Penelitian Kualitatif. on range of motion after arthroscopic rotator cuff
Bandung: PT Remaja Rosdakarya; 2012. repair. Acta Orthop Traumatol Turc [Internet]. 2014
10. Smeltzer, Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal [cited 2016 Jun 13];48(6):642–8. Available from:
Bedah Brunner & Suddarth. 12th ed. Jakarta: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25637728.
EGC; 2010.
Latihan Range of Motion Berpengaruh Terhadap Mobilitas Fisik pada Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha 177
LAMPIRAN