Anda di halaman 1dari 13

CARA MASUK MIKROBA KE DALAM TUBUH MANUSIA

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri
Hastuti, M.Pd dan Kennis Rozana, .Pd., M.Si.

Disusunn oleh :

Kelompok 6 / Offering I 2019

Calvin Yudha L. (190342621220)

Dahlia Normala (190342621245)

Fath Ril Aulia (190342621214)

Rinaldi Noviansyah (190342621221)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PRODI S1 BIOLOGI / BIOLOGI

April 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lingkungan hidup manusia dikelilingi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme


terdapat pada permukaan tubuh, di dalam mulut, hidung dan rongga-rongga tubuh
lainnya. Penyakit infeksi merupakan masalah terbesar di dunia dan merupakan penyakit
yang frekuensi kejadiannya masih lebih besar daripada jenis penyakit yang lain dan
terjadi karena adanya infeksi bakteri, jamur, virus dan parasit (Novard, Suharti and
Rasyid, 2019). Infeksi terjadi karena adanya interaksi antara mikroorganisme dengan
hospes.

Seperti yang telah diketahui bahwa mikroorganisme terdapat dimana-mana, baik dalam
air, udara, tanah, maupun pada mahluk hidup termasuk pada jaringan tubuh manusia
(kulit dan selaput lendir). Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan
sehari- hari. Beberapa diantaranya bermanfaat dan yang lainnya merugikan (Іванова et
al., 2002).

Menurut (Said and Marsidi, 2017), faktor mikrobial penting dalam menimbulkan infeksi
dan terjadinya penyakit infeksi. Proses infeksi berawal dari tempat masuknya mikroba ke
dalam tubuh. Jalan masuk infeksi ada beberapa macam, diantaranya :

a. Saluran cerna

Mikroorganisme ikut masuk bersama makanan, minuman, susu atau jari-jari tangan.
Penyebab yang paling umum adalah protozoa, cacing, bakteri dan kadang-kadang virus.

b. Kulit dan mukosa

Penyakit infeksi setempat pada kulit dan mukosa (selaput lendir) dapat disebabkan oleh
ragi dan jamur (fungi), bakteri dan virus atau oleh bentuk larva dari cacing tambang.
Termasuk disini adalah penyakit konjungtiva (mata) dan penyakit kelamin.

c. Jalan pernafasan

Masuknya mikroorganisme ke dalam hidung atau mulut terjadi dengan terhirupnya tetes-
tetes atau droplet yang tercemar. Tetesan tersebut kemudian tersebar di udara melalui
mulut saat bicara, batuk, bersin. Seseorang dengan sekret mulut, hidung atau faringnya
mengandung banyak organisme tersebut.

d. Parenteral

Mikroba masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam atau ke dalam sirkulasi darah akibat
tertusuknya kulit atau cidera yang dalam. Contoh : gigitan nyamuk (malaria), masuknya
larva (cacing tambang), tertusuk jarum terkontaminasi, saat berlangsung operasi oleh
gigitan binatang (rabies), tertusuk paku (tetanus) atau penyakit yang ditularkan melalui
hubungan kelamin (Tambayong, 2000).

1.2 Tujuan

1. Mencermati informasi mengenai cara masuk mikroba ke dalam tubuh

1.3 Batasan Penulisan

1. Cara masuk mikroba melalui saluran pernafasan

2. Cara masuk mikroba melalui saluran pencernaan makanan

3. Cara masuk mikroba melalui saluran genitoruiner

4. Cara masuk mikroba melalui kulit


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Cara Masuk Mikroba Melalui Saluran Pernafasan

Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme infeksius.


Mikroorganisme terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk partikel debu. Saluran
pernafasan sering terinfeksi patogen, karena kontak langsung dengan lingkungan dan secara
terus menerus terpapar oleh mikroorganisme yang terdapat dalam udara yang dihirup.
mikroorganisme yang ada diudara akan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernapasan
dan menimbulkan infeksi dan penyakit ISPA. Selain itu mikroorganisme penyebab ISPA
berasal dari penderita yang kebetulan terinfeksi, baik yang sedang jatuh sakit maupun yang
membawa mikroorganisme di dalam tubuhnya (Hartono dan Rahmawati, 2012).
Mikroorganisme di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang
di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian. Organisme masuk ke
saluran pernapasan dengan menghirup tetesan dan menyerang mukosa. Kerusakan epitel
dapat terjadi, bersamaan dengan kemerahan, edema, perdarahan, dan terkadang eksudat,
fenomena ini disebut dengan masuknya bakteri melalui saluran pernafasan atas. Kemudian
terdapat cara lain yang dikenal dengan indeksi saluran pernafasan bawah atau masuknya
mikroorganisme melalui saluran pernafasan bawah, dimana Organisme memasuki saluran
napas bagian distal melalui penghirupan, aspirasi, atau penyemaian hematogen. 

Patogen berkembangbiak di dalam atau di epitel, menyebabkan peradangan,


peningkatan sekresi lendir, dan gangguan fungsi mukosiliar; fungsi paru-paru lainnya juga
dapat terpengaruh. Pada bronkiolitis berat, peradangan dan nekrosis epitel dapat menyumbat
saluran udara kecil yang menyebabkan obstruksi jalan napas. Setelah patogen dapat masuk
dan berhasil melewati beberapa sistem pertahanan saluran napas melalui berbagai
mekanisme, seperti produksi toksin, protease, faktor penempelan bakteri, dan pembentukan
kapsul untuk mencegah terjadinya fagositosis. Hal ini menyebabkan virus maupun bakteri
dapat menginvasi sel-sel saluran napas dan mengakibatkan reaksi inflamasi. Beberapa respon
yang dapat terjadi adalah pembengkakan lokal, eritema, edema, sekresi mukosa berlebih, dan
demam sebagai respon sistemik. (Adi, 2014)
Gambar 1.1 mekanisme masuknya mikroorganisme melalui saluran pernafasan,

Sistem pernapasan atas terdiri dari hidung, rongga hidung, faring, laring dan
subglotis. Dalam keadaan normal udara masuk ke dalam sistem pernapasan melalui hidung
akan disaring terlebih dahulu, dilembabkan lalu dihangatkan di dalam rongga hidung,
kemudian melewati faring, laring, dan trakea, dan kemudian masuk ke dalam paru-paru.
Sistem pernapasan atas berfungsi sebagai penyaring, penghangat dan pelembab udara yang
masuk ke paru. Saat ketiga fungsi tersebut mengalami gangguan maka mikroorganisme
mudah masuk ke dalam sistem pernapasan.

2.2 Cara Masuk Mikroba Melalui Saluran Pencernaan Makanan

Salah satu pintu masuk mikroorganisme ke dalam tubuh hewan adalah saluran
pencernaan dan biasanya mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan
makanan atau minuman dan melalui jari–jari tangan yang terkontaminasi mikroorganisme
pathogen. Mayoritas mikroorganisme tersebut dihancurkan oleh asam klorida (HCL) dan
enzim-enzim di lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang
bertahan dapat menimbulkan penyakit. Mikroorganisme tersebut dapat mempengaruhi
mukosa saluran pencernaan terutama jaringan usus halus (duodenum, jejunum, illium).
Morfologi mucosa saluran pencernaan merupakan suatu indikator penting yang
merefleksikan perkembangan saluran cerna dan responnya terhadap berbagai substansi pakan.
Gambar 1.2 Sistem Pencernaan Pada Manusia (Sumber: HonestDocs)

Kesehatan sistem saluran pencernaan merupakan hal penting yang senantiasa harus
dipertahankan, karena hal ini berkaitan dengan kelangsungan hidup. Selain untuk
meningkatkan daya serap terhadap makanan permukaan saluran pencernaan yang luas juga
sering terpapar karena berbagai macam zat atau benda asing termasuk agen pathogen.
Keberadaan pathogen didalam saluran pencernaan dapat mengakibatkan berbagai penyakit
yang menggangu penampilan produksi. Di dalam saluran pencernaan khususnya pada usus
halus pathogen yang sering menyebabkan gangguan adalah Enteropathogenic Escherichia
coli (EPEC) dan sudah banyak dilaporkan bahwa mikroorganisme pathogen seperti EPEC
yang terdapat dalam saluran pencernaan dapat merusak mukosa saluran pencernaan secara
potensial (Wresdiyati et al, 2013).

Sejak lahir saluran pencernaan dari hewan secara terus menerus ditantang oleh
antigen terutama dari kontaminasi pakan. Karena permukaan saluran pencernaan terutama
usus halus sangat luas (akibat involusi kompleks kripta dan vili), saluran usus halus rentan
sebagai tempat kolonisasi dan masuknya agen pathogen. Beberapa pathogen menyerang
permukaan epitel dan yang lain menyerang hingga menembus epitel. Berbagai substansi
masuk ke dalam tubuh melalui rongga mulut dan sering kali menunjukkan efek penolakan
seperti muntah ataupun regurgitasi, sehingga faktor homeostasis saluran cerna sangat penting
untuk dijaga.

2.3 Cara Masuk Mikroba Melalui Saluran Genitoruiner


Mikroorganisme dapat memasuki saluran genital melalui invasi lokal atau
infeksi asendens. Seperti bakteri Treponema pallidum, H ducreyi, kemudian virus herpes
simpleks, dll. Secara lokal menyerang kulita dan selaput lendir pada saliran genitoruiner.
Sedangkan virus akan menyebar melalui saluran darah ke tempat-tempat yang jauh,
sedangkan mikroorganisme lain seperti N gonorrhoeae menyebabkan infeksi asendens
melalui uretra dan serviks. Organisme yang bertanggung jawab atas infeksi genital umumnya
sangat sulit untuk dibiakkan. Keberadaan dari mikroorganisme ini biasanya memberikan
dampak infeksi saluran kemih, indeksi initerbagi ke dalam dua kategori (1) infeksi primer
yang di akibatkan oleh mikroorganisme pathogen yang ditularkan secara seksual (2) infeksi
karena anggota flora normal (Abraham, S. N., & Miao, Y. 2015)..

Gambar1.3 mekanisme bakteri pada saluran genitouiner

Patogen menular seksual termasuk parasit (Trichomonas vaginalis ), bakteri


( Treponema pallidum , Neisseria gonorrhoeae , Chlamydia trachomatis , Haemophilus
ducreyi ), dan virus (virus Herpes simplex, human papillomavirus, human immunodeficiency
virus). Infeksi kelamin akibat jamur Candida albicans atau anggota flora bakteri endogen
(Bacteroides fragilis dan anggota famili Enterobacteriaceae) tidak diketahui menular secara
seksual. Dari berbagai macam penyakit ISK yang disebabkan oleh mikroba diatas, umumnya
mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih melalui tiga cara yaitu:

1. Asenden yaitu jika masuknya mikroorganisme adalah melalui uretra dan cara inilah
yang paling sering terjadi.

2. Hematogen (desenden), disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada ginjal
yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui peredaran darah.

3. Jalur limfatik, jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik yang


menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang terakhir ini jarang terjadi.
Saluran kemih dan urin biasanya steril. Berbagai proses mekanis dan biologis
memastikan bahwa mikroorganisme tidak masuk ke saluran kemih. Wanita lebih rentan
terhadap infeksi saluran kemih karena uretra wanita pendek dan karena daerah sekitar
pembukaan uretra dijajah dengan patogen potensial (misalnya E coli dan E faecalis). Selain
itu sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi yang
berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan inilah mengakibatkan penurunan resistensi
terhadap invasi bakteri yang ada dan residu kemih yang akan menjadi media pertumbuhan
bakteri yang selanjutnya dan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian
keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius (Abraham, S. N., &
Miao, Y. 2015).

Salah satu contoh organisme yaitu Neisseria gonorrhoeae dan C


trachomatis ditularkan melalui hubungan seksual. Neisseria gonorrhoeae akan menempel
pada sel mukosa melalui pili dan protein permukaan lainnya. Organisme kemudian
difagositosis dan melewati epitel mukosa setelah itu proliferasi terjadi dengan masuknya
polimorfonuklear neutrofil (PMN), yang menghasilkan eksudat yang merupakan ciri khas
gonore. Neisseria gonorrhoeae akan menyebar dan menyebabkan infeksi gonokokus
diseminata pada sekitar 1 sampai 3 persen. Saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung
kemih dan uretra dan, dengan pengecualian uretra, sebagian besar saluran ini dianggap
steril. Perlindungan dari kolonisasi mikroba dilakukan melalui mediasi oleh berbagai faktor
larut yang disekresikan ke dalam urin dan oleh hambatan anatomi seperti uroplakins plak
glikoprotein dan lapisan lendir terhidrasi. Selain itu, saluran kemih dilapisi oleh sel epitel dan
berbagai sel imun residen yang selanjutnya melindungi dari infeks. Hambatan ini mencegah
patogen memasuki saluran kemih dan membentuk infeksi persisten (Ronald AR, Alfa MJ,
1996).

Kelangsungan hidup bakteri di saluran kemih juga dipromosikan oleh ekspresi kapsul
permukaan selnya, yang memungkinkan mereka untuk melawan aksi bakterisidal dari sel
komplemen dan fagositik. Bisa dibilang, kapasitas untuk menembus penghalang epitel
kandung kemih yang sangat tidak bisa ditembus dan berlindung di sel epitel kandung kemih
(BECs) adalah langkah awal infeksi yang kritis di saluran kemih. Uropathogens tampaknya
mencapai prestasi ini dengan membajak kapasitas bawaan KBG untuk mengatur volume
kandung kemih. Setelah UPEC menjadi intraseluler, mereka terlindungi dari pembuangan
oleh urin atau sistem kekebalan, memungkinkan mereka untuk memulai infeksi akut. Jika
tidak diobati, ISK cenderung sembuh sendiri dan sembuh secara alami dalam beberapa hari.
2.4 Cara Masuk Mikroba Melalui Kulit

Kulit adalah ekosistem yang terdiri dari 1,8 m 2 dari beragam habitat dengan
banyak lipatan, invaginasi, dan relung khusus yang mendukung berbagai macam
mikroorganisme. Peran utama kulit adalah berfungsi sebagai penghalang fisik, melindungi
tubuh kita dari potensi serangan organisme asing atau zat beracun. Kulit juga merupakan
antarmuka dengan lingkungan luar dan, dengan demikian, dijajah oleh beragam koleksi
mikroorganisme termasuk bakteri, jamur dan virus serta tungau. Seperti yang kami jelaskan,
banyak dari mikroorganisme ini tidak berbahaya dan dalam beberapa kasus memberikan
fungsi vital yang belum berkembang genom manusia. (Grice, E. A., & Segre, J. A. 2011).

Gambar 1.4 Faktor yang berkontribusi terhadap variasi mikrobioma kulit (Sumber:
Grice, E. A., & Segre, J. A.., 2011)

Mikroorganisme simbiosis menempati berbagai relung kulit dan melindungi dari


invasi oleh organisme yang lebih patogen atau berbahaya. Mikroorganisme ini mungkin juga
memiliki peran dalam mendidik miliaran sel T yang ditemukan di kulit, mendorong mereka
untuk merespons sepupu patogen yang ditandai serupa. Mikroorganisme (virus, bakteri dan
jamur) dan tungau menutupi permukaan kulit dan berada jauh di dalam rambut dan
kelenjar. Pada permukaan kulit, bakteri batang dan bundar seperti Proteobacteria
dan Staphylococcus spp., Masing-masing membentuk komunitas yang terkait di antara
mereka dan mikroorganisme lain. Tubuh kita terus-menerus terpapar mikroorganisme yang
ada di lingkungan, termasuk agen infeksi yang telah dikeluarkan dari individu yang
terinfeksi. Kontak dengan mikroorganisme ini dapat terjadi melalui permukaan epitel
eksternal atau internal seperti gigitan dan luka serangga memungkinkan mikroorganisme
menembus dapat kulit dan juga kontak langsung antar individu menawarkan peluang untuk
infeksi. Infeksi hanya terjadi ketika patogen dapat berkoloni atau melewati penghalang ini,
dan karena lapisan pelindung kulit yang kering menghadirkan penghalang yang lebih kuat,
masuknya patogen paling sering terjadi melalui permukaan epitel internal, jadi sangat jarang
adanya mikroorganisme masuk mmelalui kulit. Setelah itu akan adanya infeksi bakteri
melalui cara bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka contohnya yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril, hal ini kemudian menimbulkan penyakkit seperti abses.

Mikroorganisme yang mampu menyebabkan penyakit patogen biasanya masuk ke


tubuh kita melalui melalui kulit jika terdapat luka atau gigitan yang menembus pelindung
kulit. Organisme dapat menyebar atau ditularkan melalui beberapa jalur. Beberapa penyakit
menyebar melalui kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi, selaput lendir, atau cairan
tubuh. Penyakit yang ditularkan dengan cara ini termasuk luka dingin (virus herpes simpleks
tipe 1). Patogen juga dapat disebarkan melalui kontak tidak langsung ketika orang yang
terinfeksi menyentuh permukaan seperti gagang pintu, meja, atau gagang keran,
meninggalkan mikroba yang kemudian ditransfer ke orang lain yang menyentuh permukaan
tersebut dan kemudian menyentuh bagian kulit yang pelindung nya sudah hancur. 

Infeksi dari mikroorganisme pada kulit juga terbagi menjadi 2 yaitu, infeksi
Primer: Infeksi kulit primer memiliki gambaran klinis yang khas dan perjalanan penyakit,
disebabkan oleh satu patogen, dan biasanya mempengaruhi kulit normal. Impetigo, folikulitis,
dan bisul adalah jenis yang umum. Patogen kulit primer yang paling umum adalah S aureus ,
streptokokus β-hemolitik, dan bakteri coryneform. Organisme ini biasanya masuk melalui
luka di kulit seperti gigitan serangga. Banyak infeksi sistemik melibatkan gejala kulit yang
disebabkan oleh patogen atau racun; contohnya adalah campak, varicella, gonococcemia, dan
sindrom kulit melepuh stafilokokus. Jamur dermatofitik memiliki afinitas yang kuat terhadap
keratin dan oleh karena itu menyerang jaringan keratin pada kuku, rambut, dan kulit. Infeksi
Sekunder: Infeksi sekunder terjadi pada kulit yang sudah sakit yang artinya kurang nya
pelindung pada kulit. Karena penyakit yang mendasari, gambaran klinis dan perjalanan
infeksi ini bervariasi. Infeksi jaringan intertrigo dan toe web adalah contohnya. Patogen
umumnya menyerang melalui kerusakan pada permukaan kulit, dan infeksi disebabkan oleh
adanya edema jaringan. Selulitis bisa timbul pada kulit normal. Namun, lesi selulitis bersifat
eritematosa, edematosa, berotot, dan nyeri tekan, dengan batas yang tidak jelas. Pada lipatan
kulit, panas, kelembapan, dan gesekan menghasilkan eritema, maserasi, atau bahkan
erosi. Pertumbuhan berlebih dari flora menetap atau sementara dapat menyebabkan masalah
ini. kerusakan kulit yang memungkinkan pertumbuhan berlebih bakteri, yang mendorong
terjadinya maserasi dan hiperkeratosis.
BAB III

RANGKUMAN

Cara masuk mikroba ke dalam tubuh manusia terbagi menjadi 4, yaitu melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan, saluran genitouriner dan kulit. Mikroba dapat masuk
kedalam saluran pernapasan melalui berbagai cara, diantaranya bersin, kontak dengan
penderita, dan udara. Kerusakan epitel dapat terjadi, bersamaan dengan kemerahan, edema,
perdarahan, dan terkadang eksudat, fenomena ini disebut dengan masuknya bakteri melalui
saluran pernafasan atas. Kemudian terdapat cara lain yang dikenal dengan infeksi saluran
pernafasan bawah atau masuknya mikroorganisme melalui saluran pernafasan bawah, dimana
Organisme memasuki saluran napas bagian distal melalui penghirupan, aspirasi, atau
penyemaian hematogen. Setelah patogen dapat masuk dan berhasil melewati beberapa sistem
pertahanan saluran napas melalui berbagai mekanisme, seperti produksi toksin, protease,
faktor penempelan bakteri, dan pembentukan kapsul untuk mencegah terjadinya fagositosis.
Hal ini menyebabkan virus maupun bakteri dapat menginvasi sel-sel saluran napas dan
mengakibatkan reaksi inflamasi.

Mikroba dapat masuk kedalam saluran pencernaan melalui berbagai cara, diantaranya
melalui bahan makanan atau minuman, selain untuk meningkatkan daya serap terhadap
makanan permukaan saluran pencernaan yang luas juga sering terpapar karena berbagai
macam zat atau benda asing termasuk agen pathogen. Di dalam saluran pencernaan
khususnya pada usus halus pathogen yang sering menyebabkan gangguan adalah
Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC). Salah satu pintu masuk mikroorganisme ke
dalam tubuh hewan adalah saluran pencernaan, dan biasanya masuk bersama pakan yang
dikonsumsi. Mikroorganisme tersebut dapat mempengaruhi mukosa saluran pencernaan
terutama jaringan usus halus (duodenum, jejunum, illium). Beberapa pathogen menyerang
permukaan epitel dan yang lain menyerang hingga menembus epitel. Berbagai substansi
masuk ke dalam tubuh melalui rongga mulut dan sering kali menunjukkan efek penolakan
seperti muntah ataupun regurgitasi, sehingga faktor homeostasis saluran cerna sangat penting
untuk dijaga. Kemudian mikroba dapat masuk kedalam saluran geitouriner melalui berbagai
cara, diantaranya melalui jalur asenden, desenden, dan limfatik. Dari berbagai macam
penyakit ISK yang disebabkan oleh mikroba diatas umum mikroorganisme dapat masuk ke
dalam saluran kemih yaitu adalah:

1. Asenden yaitu jika masuknya mikroorganisme adalah melalui uretra dan cara inilah
yang paling sering terjadi.
2. Hematogen (desenden), disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada ginjal
yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui peredaran darah.
3. Jalur limfatik, jika masuknya mikroorganisme melalui sistem limfatik yang
menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun yang terakhir ini jarang terjadi.

Selanjutnya yang terakhir, mikroba dapat masuk kedalam kulit melalui berbagai cara,
diantaranya mealui luka baik tergores, tercakar, tergigit hewan, teriris pisau, atau apapun
yang menyebabkan kulit luka berdarah, dan jarang dilakukan patogen menembus melewati
kulit yang utuh. Kulit adalah ekosistem yang terdiri dari 1,8 m 2 dari beragam habitat dengan
banyak lipatan, invaginasi, dan relung khusus yang mendukung berbagai macam
mikroorganisme. Peran utama kulit adalah berfungsi sebagai penghalang fisik, melindungi
tubuh kita dari potensi serangan organisme asing atau zat beracun. Tubuh kita terus-menerus
terpapar mikroorganisme yang ada di lingkungan, termasuk agen infeksi yang telah
dikeluarkan dari individu yang terinfeksi. Kontak dengan mikroorganisme ini dapat terjadi
melalui permukaan epitel eksternal atau internal seperti gigitan dan luka serangga
memungkinkan mikroorganisme menembus dapat kulit dan juga kontak langsung antar
individu menawarkan peluang untuk infeksi kulit. Infeksi hanya terjadi ketika patogen dapat
berkoloni atau melewati penghalang ini, dan karena lapisan pelindung kulit yang kering
menghadirkan penghalang yang lebih kuat, masuknya patogen paling sering terjadi melalui
permukaan epitel internal, jadi sangat jarang adanya mikroorganisme masuk melalui kulit.
DAFTAR RUJUKAN

Adi, A. A. A. M. (2014) Patologi Veteriner Sistemik : Sistema Pernafasan, Swasta Nulus.

Novard, M. F. A., Suharti, N. and Rasyid, R. (2019) ‘Gambaran Bakteri Penyebab Infeksi
Pada Anak Berdasarkan Jenis Spesimen dan Pola Resistensinya di Laboratorium RSUP Dr.
M. Djamil Padang Tahun 2014-2016’, Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2S), p. 26. doi:
10.25077/jka.v8i2s.955.

Said, N. I. and Marsidi, R. (2017) ‘Mikroorganisme Patogen Dan Parasit Di Dalam Air
Limbah Domestik Serta Alternatif Teknologi Pengolahan’, Jurnal Air Indonesia, 1(1). doi:
10.29122/jai.v1i1.2293.

Іванова, В. et al. (2002) ‘Антитіла до пластівцевоутворюючого фактора Staphylococcus


aureus у хворих на кістково-гнійну інфекцію’, pp. 1–35.

Ronald AR, Alfa MJ. Microbiology of the Genitourinary System. In: Baron S, editor.
Medical Microbiology. 4th edition. Galveston (TX): University of Texas Medical Branch at
Galveston; 1996. Chapter 97. 

Abraham, S. N., & Miao, Y. (2015). The nature of immune responses to urinary tract
infections. Nature reviews. Immunology, 15(10), 655–663.

https://doi.org/10.1038/nri3887Janeway CA Jr, Travers P, Walport M, et al. Immunobiology:


The Immune System in Health and Disease. 5th edition. New York: Garland Science;
2001. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK10757/

Grice, E. A., & Segre, J. A. (2011). The skin microbiome. Nature reviews.


Microbiology, 9(4), 244–253. https://doi.org/10.1038/nrmicro2537

Aly R. Microbial Infections of Skin and Nails. In: Baron S, editor. Medical Microbiology. 4th
edition. Galveston (TX): University of Texas Medical Branch at Galveston; 1996. Chapter
98.

Wresdiyati, T., Laila, S.R., Setiorini, Y., Arief, I.I. and Astawan, M., 2013. Probiotik
Indigenus Meningkatkan Profil Kesehatan Usus Halus Tikus yang Diinfeksi
Enteropathogenic E. coli. Majalah Kedokteran Bandung, 45(2), pp.78-85

Anda mungkin juga menyukai